Anda di halaman 1dari 10

AWAL PEMBENTUKAN KERAJAAN CIREBON

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur Sejarah Cirebon


Dosen pengampu: Hasbiyallah, M. Si

Disusun oleh
Aldi Wiradiatna (1808301053)
Dea Irianty Handayani (1808301054)
Hamzah Kusyairi (1808301086)

SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya dan karunianya
kepada kita semua, sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Sejarah Cirebon, yang membahas tentang Awal Pembentukan Kerajaan Cirebon.
Sebelum kita mulai inti pembahasan, kami berharap semoga tugas ini dapat
membantu, menambah pengetahuan dan pegalaman bagi para pembaca maupun bagi kami
selaku pemateri, sehingga kami dapat memperbaki bentuk maupun isi tugas ini dengan lebih
baik lagi.
Tugas ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangatllah kurang. Oleh karena itu kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun dan menambah semangat untuk kesempurnaan
tugas.
Cirebon, 09 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................4
1.3 Tujuan ......................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................5
2.1 Awal Pembentukan Kerajaan Cirebon ......................................................................5
BAB III PENUTUP .................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cirebon, yang secara geografis merupakan bagian dari Jawa Barat, pada abad-abad
yang lampau pernah berhubungan dengan kerajaan-kerajaan yang pusatnya baik di luar
maupun di pulau Jawa sendiri.
Menurut sumber setempat, manuskrip Purwaka Caruban Nagari, alkisah (di abad ke-
14) di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati, yang
terletak di lereng bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil. Penguasa
kerajaan Galuh, yang ibukotanya adalah Rajagaluh, menempatkan seorang yang bernama Ki
Gedheng Alang-alang sebagai pengurus di sana. Pelabuhan sering dikunjungi orang asing,
dan Purwaka Caruban Nagari telah menceritakan tentang berlabuhnya sebuah kapal Cina
yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Yang diperdagangkan adalah garam,
hasil pertanian dan terasi.
Pendirian Kerajaan Cirebon tidak lepas dari peran Walisongo, terutama Sunan
Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah atau juga disebut Susuhunan Jati. Berdasarkan
beberapa literatur yang ada. Pada awal kehadirannya di Nusantara, Syarif Hidayatullah
hanya berperan utama sebagai juru da’wah yang ditugaskan oleh guru-gurunya untuk
menyebarkan Islam di pulau Jawa. Atas dasar status tersebut, beliau kemudian menjadi
bagian dari Walisongo (Sembilan Wali).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah proses awal terbentuknya kerajaan Cirebon?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui awal terbentuknya Kerajaan Cirebon
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Awal Pembentukan Kerajaan Cirebon
Sebelum menjadi kerajaan, Cirebon dulu merupakan sebuah daerah yang sangat sepi
dan tidak berpenghuni dan hanyalah sebuah hutan yang lebat. Dalam pembahasan ini akan
menceritakan beberapa tahapan awal berdirinya Cirebon sehingga menjadi kerajaan,
diantaranya :
Cirebon sebagai desa atau padukuhan
Menurut Cerita Naskah Purwaka Caruban Nagari, orang yang pertama kali datang ke
daerah Cirebon adalah Ki Danusela adik dari Ki Danuwarsih atas perintah Prabu
Anggalarang Kerajaan Galuh, untuk mendiami wilayah tersebut dan membuka bandar
pelabuhan yang terletak di bukit Amparan Jati.
Nama asli dari ki Danusela adalah Bramacari Siramarna yang kemudian mendapat
sebuah julukan Ki Gede Alang-Alang, karena beliau merupakan orang yang pertama kali
membuka atau membabat alas hutan Cirebon yang kala itu banyak pepohonan besar dan
terdapat banyak tumbuhan rerumputan diantaranya adalah ilalang, pada saat itu daerah
tersebut dinamakan Tegal Alang-Alang. Setelah itu, Ki Gede Alang-Alang membangun
sebuah gubuk atau padukuhan di Amparan Jati pada tahun 1420-1430 M, yang kelak
padukuhan tersebut akan menjadi ramai dan banyak para pendatang dari luar daerah yang
bertujuan berdagang dan berlabuh di pelabuhan Muara Jati dan kemudian menetap di
padukuhan tersebut sehingga lama kelamaan menjadi sebuah desa dengan nama Caruban
Nagari.
Menurut Naskah Kuningan, Bramacari Siramarna adalah Kuwu Cirebon ke-1 ia
merupakan anak dari Lantera Wala ia menjabat sebagai syahbandar pelabuhan Muara Jati. Ki
Gedeng Alang-alang memiliki putri bernama Kencana Larang yang kelak dinikahkan dengan
Pangeran Walangsungsang. Sebelum kedatangan Pangeran Walangsungsang, Ki Gedeng
Alang-alang merupakan seseorang yang menyembah berhala dan ketika Raden
Walangsungsang datang kemudian bertemu dengan Ki Gedeng Alang-alang, beliau akhirnya
masuk Islam atas ajakan Raden Walangsungsang.
Pada tahap selanjutnya, pada saat Ki Gedeng Alang-alang memasuki usia renta beliau
menyerahkan jabatan Kuwu Cirebon pada Raden Walangsungsang sebagai Pangraksa Bumi
dan Raden Walangsungsang dijuluki Cakrabuwana yang berarti menjaga alam. Selain jabatan
juga Raden Walangsungsang dinikahkan dengan putri Ki Gedeng Alang-alang.
Cirebon sebagai Keadipatian di bawah kekuasaan Pajajaran 1460 M
Pada awal ceritanya, berawal dari kisah Raden Walangsungsang yang mendapat suatu
karunia hidayah dari Allah melalui mimipinya, ia dipertemukan dengan sang Baginda nabi
Muhammad SAW, dalam mimpinya tersebut Raden Walangsungsang mendapat ucapan
salam dari sang Nabi dan mendapat pesan dua kalimat syahadat dan beliau diperintahkan
untuk mencari agama Islam dan mempelajarinya.
Setelah mendapat mimpi tersebut, Raden Walangsungsang meminta izin kepada
ibunya Nyi Mas Subang Larang untuk pergi meninggalkan Pajajaran demi mencari dan
mendalami agama islam. Akan tetapi oleh Prabu Siliwangi yang tahu bahwa putra mahkota
yang kelak akan menggantikannya akan meninggalkan Pajajaran, Sang Prabu berusaha
mencegahnya agar tidak pergi, akan tetapi atas kehendak Raden Walangsungsang yang
sangat bersungguh-sungguh untuk mencari Agama Islam rela melepaskan calon jabatan Raja
dan memberikannya kepada adik tirinya yakni Surawisesa.
Pada esok harinya Raden Walangsungsang memutuskan untuk mengembara mencari
agama Islam dengan ditemani adiknya Nyi Mas Rarasantang, keduanya pergi mendalami
ilmu agama islam kepada Syekh Quro di Karawang dan mereka berdua diterima menjadi
santrinya, mereka berdua diberikan wejangan tentang ajaran syariat islam, setelah itu mereka
berdua diperintah agar lebih mendalami ilmu agamanya kepada Syekh Nurjati di Amparan
Jati Cirebon, yang merupkan masih teman dekat Syekh Quro. Pada saat Raden
Walngsungsang tiba di tanah Cirebon beliau disambut baik oleh maha Guru Syekh Nurjati
dan mereka berdua langsung diterima menjadi santrinya. Kemudian Raden Walangsungsang
dan adiknya disuruh menunaikan ibadah haji ke tanah mekkah oleh Syekh Nurjati. Pada saat
berada di Mekkah, Nyi Mas Rarasantang menemukan jodohnya dan menikah dengan Syarif
Abdullah Umdatuddin yang merupakan salah satu penguasa Mesir yang kelak akan
mempunyai anak Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Syekh Syarif Nurullah.
Setelah berhaji, Raden Walangsungsang kembali ke tanah Jawa beliau sendirian tanpa
ditemani adiknya karena Nyi Mas Rarasantang bersama suaminya tinggal di Mesir, pada
waktu itu Raden Walangsungsang kemudian memiliki nama Haji Abdullah Iman. Setelah itu,
beliau kembali pada gurunya Syekh Nurjati di Cirebon, gurunya kemudian memberikan
wejangan tentang syariat agama dan ilmu keagamaan yang lebih mendalam. Untuk
menyebarluaskan lagi tentang agama islam, Raden Walangsungsang diperintahkan Syekh
Nurjati untuk menyebarkan Agama Islam ke pelosok-pelosok daerah di Cirebon dan beliau
dianggap sudah cukup mendapat ilmu akhirnya Raden Walangsungsang mendapat julukan
nama Ki Somadullah.
Pada saat Raden Walangsungsang dalam penyamaran menyebarkan agama islam,
beliau bertemu dengan Ki Gede Alang-alang yakni seorang Syahbandar pelabuhan Muara Jati
dan menjabat sebagai Ki Kuwu Cirebon 1, Raden Walangsungsang akhirnya diterima dengan
baik oleh ki Gede Alang-alang untuk tinggal di padukuhan Caruban Nagari. Ki Gedeng
Alang-alang memiliki putri bernama Nyi Mas Kencana Larang yang kelak dinikahkan
dengan Pangeran Walangsungsang. Selain Nyi Mas Kencana Larang, istri lain Raden
Walangsungsang adalah Nyi Mas Rasa Jati putri Syekh Jatiswara.
Sebelum kedatangan Pangeran Walangsungsang, Ki Gedeng Alang-alang merupakan
seseorang yang menyembah berhala dan ketika Raden Walangsungsang datang kemudian
bertemu dengan Ki Gedeng Alang-alang, beliau akhirnya masuk Islam atas ajakan Raden
Walangsungsang.
Pada tahap selanjutnya, pada saat Ki Gedeng Alang-alang memasuki usia renta beliau
menyerahkan jabatan Kuwu Cirebon pada Raden Walangsungsang sebagai Pangraksa Bumi
dan Raden Walangsungsang dijuluki Cakrabuwana yang berarti penjaga alam. Ketika Raden
Walangsungsang menjabat sebagai Kuwu Cirebon, nama Caruban akhirnya berubah Menjadi
Cirebon. Selain jabatan juga Raden Walangsungsang dinikahkan dengan putri Ki Gedeng
Alang-alang. Pada saat itu Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana menjadi
penguasa Cirebon, beliau membangun sebuah kadipaten dibawah kekuasaan Pajajaran, yang
mana perkembangannya sangat maju baik dalam bidang ekonomi maupun sistem
pertaniannya, sehingga Cirebon terkenal tentang kemajuan dan perkembangannya yang
berdampak Cirebon saat itu kian lama semakin ramai oleh para pendatang, dan
masyarakatnya banyak yang tertarik tentang ajaran Agama Islam yang dibawakan oleh
penguasanya yaitu Pangeran Cakrabuana.
Mengetahui bahwa putra mahkota Pajajaran yakni Raden Walangsungsang menjadi
penguasa Cirebon, Prabu Siliwangi akhirnya datang kepada Cirebon walangsungsang dan
beliau diizinkan untuk menjadi penguasa Cirebon menggantikan Ki Kuwu 1 dan diangkat
menjadi adipati atau raja Cirebon (bagian sistem pemerintahan Pajajaran) dan juga diizinkan
pula menyebarkan agama islam hanya di daerahnya saja. Pada saat itu wilayah Cirebon yang
dipimpin oleh Raden Walangsungsang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran
dan tiap tahunnya harus mengirimkan upeti berupa Terasi Udang.
Cirebon Sebagai Kerajaan Islam yang merdeka dari Padjajaran 1482 M.
Ketika Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana di saat kebetulan adiknya yaitu
Nyi Mas Rarasantang mengutus anaknya Syekh Syarif Hidayatullah untuk menyebarkan
agama Islam di tanah Pasundan membantu pamannya. Syekh Syarif Hidayatullah kemudian
berangkat dari Mesir menuju pulau Jawa akan tetapi beliau terlebih dahulu berhenti di Pasai
dan berguru pada ulama-ulama di sana, sebelum akhirnya ia melanjutkan perjalanannya ke
pamannya. Ketika sampai di Cirebon, Syarif Hidayatullah bertemu dengan pamannya dan
mengungkapkan bahwa ia adalah anaknya Nyi Mas Rarasantang, adik pamannya. Pangeran
Cakrabuana sangat sedih bercampur haru karena sangat rindu kepada adiknya.
Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut gembira oleh pamannya dan ia ditugaskan
untuk menyebarkan Islam di Cirebon dan sekitarnya. Maka setelah itu, Syekh Syarif
Hidayatullah menetap di Cirebon dan mengislamkan masyarakatnya dengan cara yang lembut
dan ajarannya yang bersifat menyatu dengan budaya masyarakatnya. Pada saat Syarif
Hidayatullah berdakwah di pelosok kampung ia menemukan jodoh pertamanya yaitu Nyi
Mas Babadan putri Ki Gede Babadan.
Setelah berjalannya waktu, Raden Walangsungsang pun menikahkan putrinya Nyi Mas
Pakungwati dengan Syarif Hidayatullah dan mendirikan Keraton Pakungwati yang
selanjutnya menjadi Kesultanan Pakungwati atau Kesultanan Cirebon dan menyerahkan
seluruh wilayah Cirebon pada menantunya. Pada masa tersebut Syekh Syarif Hidayatullah
lebih dikenal dengan julukan Sunan Gunung Jati yang menjadi penguasa Cirebon
menggantikan pamannya.
Ketika Sunan Gunung Jati menjadi Raja Cirebon dengan julukan Susuhunan Jati
Purba Panetep Agama Awliya Allah Katubidzaman Kholifaturrosulullah, beliau masih saja
fokus untuk menyebarkan agama Islam. Beliaupun mempunyai tujuan untuk menyebarkan
agama Islam selain di Cirebon, beliaupun ingin menyebarkannya di wilayah pasundan
terkhususnya di Pajajaran. Ketika tahu bahwa cucunya tersebut akan datang ke Kerajaan
Pajajaran untuk mengajak kakeknya memeluk Islam, Prabu Siliwangi sendiri menyikapinya
dengan santai dan bijak dan malah diperbolehkan untuk menyebarkan agama islam di pelosok
tanah pasundan, dan Sunan Gunung Jati diangkat menjadi raja Cirebon dan juga mengakui
bahwa Cirebon menjadi sebuah kerajaan kecil di bawah kekuaasaan Pajajaran.
Selain itu, Sunan Gunung Jati berniat ingin membebaskan Cirebon dari Pajajaran
karena dianggap bersekutu dengan portugis yang akan datang dan berdagang di wilayah
Banten, akan tetapi dengan berbagai usaha yang akhirnya membawakan hasil, dan bisa
merdeka dari Padjajaran dengan dibantu oleh Kesultanan Banten yang mana raja Kesultanan
Banten adalah putra Sunan Gunung Jati yang bernama Raden Maulana Hasanudin yang
berhasil merebut wilayah banten dari tangan orang Portugis dan berhasil menggulingkan
Pakuan Pajajaran dan ia dinobatakan menjadi Raja Banten.
Mengenai usaha Kesultanan Cirebon yang ingin membebaskan diri dari kekuasaan
Pajajaran, berawal dari Kesultanan Cirebon mulai berhenti mengirim upeti tahunan kepada
Pajajaran yang berupa terasi dan garam, yang pada akhirnya membuat Pajajaran murka dan
menyerang Cirebon yang dianggap memberontak. Sejak saat itu hubungan Cirebon dan
Pajajaran saling memanas.
Tapi, ketika tahu bahwa Cirebon akan diserang oleh Pajajaran, Sunan Gunung Jati
sudah membuat benteng pertahanan guna melawan Pajajaran. Kerajaan Cirebon akhirnya
terlebih dahulu menyerang Pajajaran sebelum Pajajaran yang menyerang. Kala itu Kesultanan
Cirebon mengutus panglima perang yakni Pangeran Arya Kemuning dengan ribuan
pasukannya menggempur Pajajaran, tetapi pajajaran sulit ditembus. Pada saat tersebut Sunan
Gunung Jati menggunakan taktik lain dengan menyuruh Nyi Mas Gandasari untuk menyusul
pasukan Arya kemuning dan menyerang pajajaran melalui penyamaran, hingga tiba bantuan
dari Kesultanan Banten. Pada waktu itu Pajajaran dapat dikalahkan oleh bawahannya yakni
Kesultanan Cirebon.
Masa Kejayaan atau Keemasan Cirebon sebagai Sebuah Kerajaan berdaulat dimulai
sejak diangkatnya Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Cirebon I sampai dengan berakhirnya
pemerintahan Sultan Cirebon ke II yaitu Pangeran Agung atau Panembahan Ratu yakni dari
mulai tahun 1479-1649 Masehi.

Masa Syarif Hidayatullah, Cirebon banyak melakukan gebrakan-gebrakan politik


dengan menjalin persahabatan dengan kesultanan-kesultanan di Nusantara terutamanya
dengan Demak.

Pada masa Syarif Hidayatullah tercatat Cirebon melakukan pembangunan besar-


besaran, seperti Pembangunan Istana, Masjid Agung serta insfrastruktur lainnya, pada awal-
awal menjadi Sultan Cirebon, urusan administrasi Pemerintahan sepertinya masih dipegang
oleh uwaknya Pangeran Cakrabuana, sedangkan Syarif Hidayatullah sendiri aktif dalam
mendakwahkan Islam dipelosok-pelosok Pasundan. Barulah setelah uwaknya wafat
kemudian Syarif Hidayatullah mengurusi keduanya. Dalam masa Syarif Hidayatullah juga
Cirebon tercatat dapat menaklukan Galuh (Pajajaran Timur) dengan dibantu oleh Demak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Raden Walangsungsang pergi berkelana untuk menunaikan pesan dari Nabi
Muhammad melalui pertemuan mereka dalam mimpi. Hingga pertemuannya dengan Ki Gede
Alang-alang yang menjadikan Raden Walangsungsang Kuwu Cirebon dan menikahkan
dengan putrinya. Saat menjadi penguasa Cirebon, Raden Walangsungsang membangun
kadipaten di bawah kedudukan Pajajaran. Kemudian dengan datangnya Syarif Hidayatullah
putra dari adiknya, Nyi Mas Rarasantang yang membebaskan Cirebon dari kekuasaan
Pajajara
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, Tim Yayasan Mitra Budaya. 1982. CERBON. Jakarta: Sinar Harapan.
Rois, Mahmud. t.thn. Sejarah Cirebon. Cirebon.
Rosidin, Didin Nurul, dan dkk. 2013. Kerajaan Cirebon. Jakarta: Puslitbang Lektur dan
Khazanah Keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai