Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Dalam mempelajari sejarah minangkabau ini kita diharapkan mengetahui sejarah
minanagkabau, pengertian minangkabau sebagai sebuah adat yanag harus selalu di
junjug prinsip-prinsip nya. Dan sebagai seorag generasi penerus kita diharakan
mengetahui segala seluk beluk sejarah minangkabau.

B. Tujuan
Untuk mengetahui sejarah Minagkabau. Demi memupuk kecintaan kita terhadap
budaya dan memehami secara mendalam tentang sejarah Minangkabau.
BAB II

SEJARAH ALAM MINANGKABAU

B.1. Pengertian Alam


Pengertian “alam” bila diperhatikan kamus umum bahasa Indonesia yang disusun
oleh W. J. S. Poerwadarminta, mengemukakan alam:
1. Dunia, misalnya : alam semesta, syah alam.
2. Kerajaan : daerah, nagari, misalnya : Alam MinangkabauDari keterangan ini dapat
diambil pengertian, bahwa alam yang dimaksud oleh orang Minangkabau adalah
daerah Minangkabau. Untuk menentukan mana yang termasuk alam Minangkabau
dapat dilihat dari keterangan tambo. Batas-batas daerah alam Minangkabau yang
dikemukakan dalam tambo dikemukakan dengan batas-batas alam. Batas-batas alam
ini kadang-kadang sulit ditafsirkan dengan pengertian sekarang. Batas-batas terebut
seperti dikatakan
“…dari riak nan badabua, seluluak punai mati, sirangkak nan badangkang, buayo
putiah daguak, taratak aia hitam, sikilang aia bangieh, sampai kadurian di takuak
rajo…”.
Dari batas-batas yang dikemukakan ini tidak semuanya dapat ditafsirkan seperti
nama siluluak punai mati, sirangkak nan badangkang dan lain-lain. Sedangkan taratak
aia hitam dan sikilang aia bangih merupakan nama nagari yang sampai sekarang
masih ditemui. Sikilang Aia Bangih adalah daerah pantai barat di Utara Sumatera
Barat, sedangkan taratak aia hitam di daerah Bangko Tanah Tinggi. Riak nan badabua
adalah Laut pantai Barat dari Sumatera Barat.
Bila diperhatikan peta geografis Propinsi Sumbar sekarang, maka batas-batas
alam Minangkabau tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan dalam tambo Alam
Minangkabau. Untuk jelasnya dapat dikemukakan, sebelah barat batasnya Samudra
India, sebelah timur batasnya sialang balantak basi dan durian di takuak rajo. Sialang
balantak basi berbatasan dengan Propinsi Riau. Sebelah Utara batasnya sikilang aia
bangih, berbatasan dengan Sumatera Utara. Sebelah selatan batasnya taratak aia hitam
adalah Muko-muko, berbatasan dengan Propinsi Bengkulu. Perlu juga dikemukakan,
bahwa dalam tambo alam Minangkabau tidak dikemukakan Pulau Mentawai, maupun
tempat pemukiman orang Minangkabau seperti Nagari Sembilan dan Tapak Tuan.
Bila ditinjau sejarah perkembangan geografis dan perpindahan orang Minangkabau,
maka alam Minangkabau terdiri dari Pusat Alam Minangkabau dan daerah rantaunya
dengan batas-batas yang disebutkan di atas. Sehubungan dengan hal tersebut, batas
geografis alam Minangkabau yang dikemukakan dalam tambo dan penutur adat
lainnya menunjukkan, bahwa alam Minangkabau adalah daerah pusat alam
Minangkabau (Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota)
dengan daerah rantauannya masing-masing. Untuk membicarakan alam Minangkabau
ini kita tidak dapat melepaskan diri dari pembicaraan laras, luhak dan rantau karena
satu sama lain berkaitan.

B.2. Luhak
1. Pengertian Luhak
Dalam bahasa daerah Minangkabau kata luhak diucapkan dengan “luak”. Artinya
yang terkandung dari padanya adalah negeri, daerah, sumur, susut, berkurang. Dari
tambo Alam Minangkabau sejarah lahirnya luhak dihubungkan dengan pengertian
kurang. Seperti dikemukakan Luhak Tanah Datar berarti kurang tanah yang datar.
Juga ada pendapat karena Tanah Datar sebagai luhak yang tertua, maka adat dan
penduduknya berpindah dari sini. Dengan demikian berkurang jugalah Luhak Tanah
Datar ini.
Luhak Agam menurut ceritanya : orang-orang agam berasal dari keturunan
Harimau Campo, mereka mempunyai watak pemberani, jantan dan pamuncak. Agam
itu artinya pemberani, jantan dan pamuncak. Setelah orang-orang Harimau Campo
pindah dari Pariangan Padang Panjang kesebelah barat gunung merapi (melalui
batipuah) maka “luak”lah orang-orang pemberani yang akan mengamankan Nagari
Pariangan Padang Panjang. Oleh karena itu tersebutlah di Pariangan Padang Panjang
“Luhak Orang Agam” (kurang orang pemberani) dalam nagari Pariangan Padang
Panjang, karena mereka telah pindah ke tempat yang baru. Tidak ada hubungan
dengan “luak agama” karena pada masa itu orang Minangkabau belum islam.
Luhak Lima Puluh Kota penduduknya berasal dari Pariangan Padang Panjang.
Mereka berangkat untuk mencari tempat pemukiman baru sebanyak lima puluh orang.
Disebuah padang dekat piladang sekarang hari sudah malam. Keesokkan harinya
jumlah rombongan itu tidak ditemui lima orang. Setelah saling bertanya semuanya
mengatakan “antah” dan tempat tersebut sampai sekarang bernama padang siantah.
Keturunan yang berjumlah 45 orang ini merupakan asal penduduk luhak lima puluh
kota, dengan pengertian sudah kurang dari lima puluh.
Dalam pengertian sehari-hari di daerah Minangkabau kata “luak” juga berarti
sumur. Pergi ke luak berarti pergi mengambil air atau pergi mandi. Luak dengan
pengertian sumur ini juga ada kaitannya dengan kurang, sebab sumur tersebut berada
pada tanah yang kerendahan, bisa kemudian digenangi air yang sewaktu-waktu airnya
bisa berkurang (luak).
2. Luhak Tanah Datar
daerah yang termasuk Luhak Tanah Datar terdiri atas empat bahagian yaitu :
Lima Kaum XII Koto, Sungai Tarab Salapan Batu, Batipuah X Koto dan Lintau Buo
IX Koto. Lima Kaum XII Koto terdiri dari : Ngungun, Panti, Cubadak, Supanjang,
Pabalutan, Sawah Jauah, Rambatan, Padang Magek, Labuah, Parambahan, Tabek dan
Sawah Tangah. Lima Kaum XII Koto dengan sembilan koto di dalam terdiri dari
Tabek Boto, Salaganda, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak,
Sungai Ameh, Ambacang Baririk dan Rajo Dani. Sungai Tarab Salapan Batu
daerahnya, Koto Tuo, Pasia Laweh, Sumaniak jo Koto Panjang, Supayang jo
Situmbuak, Gurun Ampalu, Sijangek, Koto Bandampiang, Ujuang Labuah,
Kampuang Sungayang VII Koto Disinan Andaleh, Baruah Bukik, Sungai Patai,
Sungaiyang, Sawah Laiek dan Koto Ranah.
Daerah Batipuah X Koto daerahnya adalah : Pariangan, Padang Panjang, Jaho,
Tambangan, Koto Laweh, Pandai Sikek, Sumpu, Malalo, Gunuang, Paninjauan.
Lintau Buo IX Koto merupakan perkembangan dari Tanjung Sungayang dan Andaleh
Baruah Bukik yang terdiri dari Batu Bulek, Balai Tangah, Tanjung Bonai, Tapi Selo,
Lubuak Jantan. Nagari-nagari ini disebut juga Limo Koto Nan Diateh. Kemudian
ditambah dengan Empat Koto di Bawah yaitu; Buo, Pangian, Taluak dan Tigo Jangko.
Perpindahan penduduk ke daerah selatan, muncul 13 nagari yang disebut dengan
Kubuang XIII. Nagari-nagari yang termasuk Kubang XIII adalah : Solok Salayo,
Koto Hilalang, Cupak, Talang, Guguak, Saok Laweh, Gantuang Ciri, Koto Gadang,
Koto Anau, Muaro Paneh, Kinali, Koto Gaek dan Tanjuang Balingkuang. Dari arah
Kubuang XIII berkembang terus menjadi Alahan Panjang, Pantai Cermin, Alam
Surambi Sungai Pagu.
Dari daerah Batipuah X Koto, dari Jaho dan Tambangan terjadi perpindahan ke
Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo Hilalang, Sicincin, Toboh Pakandangan
yang dinamakan Ujung Darek Kapalo Rantau 2 X 11 Enam Lingkuang. Dari daerah
ini berkembang menjadi VII Koto Sungai Sariak yang terdiri dari Tandikek, Batu
Kalang, Koto Dalam, Koto Baru, Sungai Sariak, Sungai Durian, Ampalu. Perpindahan
dari Lintau Buo, Tanjuang Barulak berlajut kearah timur sampai ke Sijunjung Koto
Tujuah, Koto Sambilan Nan Dihilia, Koto Sambilan Nan Di Mudiak, Kolok,
Sijantang, Talawi, Padang Gantiang, Kubang Padang Sibusuak, Batu Manjulua,
Pamuatan, Palangki, Muaro Bodi, Bundan Sakti, Koto Baru, Tanjung Ampalu,
Palaluar, Tanjuang Guguak, Padang Laweh, Muaro Sijunjuang, Timbulun, Tanjuang,
Gadang, Tanjuang Lolo, Sungai Lansek. Adapun yang menjadi daerah inti dari Luhak
Tanah Datar adalah kabupaten Tanah Datar sekarang.

3. Luhak Agam
Luhak Agam merupakan luhak yang kedua sesudah Luhak Tanah Datar. Luhak
Agam berasal dari Pariangan Padang Panjang dan kedatangan penduduk ke Luhak
Agam pada mulanya empat kaum atau empat rombongan yang berlangsung empat
periode dan tiap periode empat-empat. Periode pertama keempat rombongan ini
mendirikan empat buah nagari yaitu Biaro, Balai Gurah, Lambah dan Panapuang.
Periode kedua mendirikan Nagari Canduang, Koto Laweh, Kurai dan Banahampu.
Periode ketiga lahir Nagari Sianok, Koto Gadang, Guguak dan Tabek Sarojo. Periode
keempat mendirikan Nagari Sariak, Sungai Puar, Batagak dan Batu Palano.
Dengan demikian Luhak Agam terdiri enam belas koto pada mulanya dan
kemudian berkembangan nagari-nagari lainnya seperti Kapau, Gadut, Salo, Koto Baru,
Magek, Tilatang Kamang, Tabek Panjang, Pincuran Puti, Koto Tinggi, Simarasok dan
Padang Tarab. Dari gugusan Sianok Koto Gadang berkembang sampai ke Matur,
Kampung Panta, Lawang Togo Balai, sampai ke Ranah Palembayan. Perkembangan
ini bertemu dengan yang datang dari Kamang dan Tujuh Lurah Koto Rantang.
Perpindahan selanjutnya telah melahirkan Nagari Kumpulan, Ganggo, Kinali, Sundata,
Lubuak Basuang, Batu Kambing, Katiagan, Sasak dan Tiku. Dari Matur
perkembangan selanjutnya ke Maninjau, Muko-Muko, XII Koto Sungai Garinggiang,
Gasan, Tiku, Lauik Nan Sadidih, melalui Malalak, Sigiran, Cimpagok, Ulu Banda dan
seterusnya menjadi Limo Koto Kampuang Dalam, Piaman Sabatang Panjang dan III
Koto Malai. Dari Malalak berkembang juga ke Sungai Batang, Sigiran, Tanjuang Sani
melalui Batu Anjuang.
Perpindahan dan perkembangan dari Tiku Pariaman akhirnya bertemu dengan
perpindahan dari Jaho, Tambangan dan Bungo Tanjuang dari Luhak Tanah Datar dan
melahirkan Padang VIII Suku. Padang VIII Suku ini terdiri dari Pasia, Ulak Karang,
Ranah Binuang, Palinggam, Subarang Gantiang, Parak Gadang, Aia Cama, Alang
Laweh, Balai Tampuruang.
Dari daerah Kubuang XIII bertemu dengan perpindahan dari Tiku Pariaman dan
Padang VIII Koto akhirnya melahirkan nagari Lubuak Kilangan, Tarantang, Baringin,
Bandar Buek, Limau Manis Nan XX. Nagari yang termasuk Nan XX adalah Lubuak
Bagaluang jo Ujuan Tanah, Tanjuang Saba, Pitameh, Banuaran, Koto Baru,
Pampangan, Pasia Gauang, Sungai Barameh, Taluak Nibuang, Piai, Tanah Sirah, Batu
Kasek, Parak Patamburan, Gurun Laweh, Tanjuang Aua, Batuang Taba, Kampuang
Jua, Cangkeh, Kampuang Baru. Perpindahan dari Singkarak, Saniang Baka dengan
melintasi bukik barisan telah melahirkan nagari Pauh Lima dan Pauh Sembilan,
Kandih dan Nanggalo. Dapat diambil kesimpulan bahwa Kota Padang sekarang
merupakan pertemuan dari penduduk yang berasal dari Luhak Tanah Datar, Luhak
Agam dan Kubuang XIII. Secara historis tepat sekali kota padang ibukota propinsi
Sumatera Barat, bila dikaitkan wilayah adat Minangkabau, karena sebagian besar
wilayah adat berkaitan dengan bandar Padang tersebut.

4. Luhak Lima Puluh Koto


Luhak Limo Puluah Koto disebut Luhak Nan Bonsu. Wilayah yang termasuk
Lima Puluh Kota terdiri empat bagian. Keempat wilayah tersebut adalah:
a. Sandi, Daerahnya dari Bukit Sikabau Hilir sampai Muaro Mudiak, Nasi Randam
hingga Padang Samuik ketepi yang meliputi Nagari Koto Nan Gadang dan Koto Nan
Empat sekarang ini.
b. Luhak, Luhak daerahnya dari Mungo Mudiak hingga Limbukan Hilia, Mungo,
Koto Kaciak, Andaleh, Tanjuang Kubu, Banda Tunggang, Sungai Kamuyang, Aua
Kuniang, Tanjuan Patai, Gadih Angik, Limbukan, Padang Karambia, Limau Kapeh,
Aia Tabik Nan Limo Suku.
c. Lareh, Yang menjadi wilayah lareh sejak dari Bukik Cubadak sampai mudiak
hingga Padang Balimbiang Hilir. Pusatnya di Sitanang Muara Lakin. Perkembangan
dan perpindahan penduduk selanjutnya lahir nagari-nagari Ampalu, Halaban, Labuah
Gunuang, Tanjuang Baringin, Kurun, Labuak Batingkok, Tarantang, Sari Lamak,
Solok, Padang Laweh.
d. Hulu, Yang termasuk wilayah hulu dalam Luhak Lima Puluh Kota adalah yang
“Berjenjang Ke Ladang Laweh Berpintu Ke Sungai Patai, Selilit Gunuang Sago,
Hinggo Labuah Gunuang Mudik Hinggo Babai Koto Tinggi”.
Dari Luhak Lima Puluh Kota perkembangan selanjutnya ke Muaro Sungai Lolo,
Tapus Rao Mapattunggal, Kubu Nan Duo, Sinuruik, Talu Cubadak, Simpang Tonang,
Paraman, Ampalu, Aua Kuniang, Parik Batu, Sasak, Sungai Aua, Air Balam, Sikilang
Aia Bangih.Dari Niniak Nan Balimo (nenek yang berlima) yang meninggalkan
rombongan telah membuat tempat kediaman baru yaitu Kuok, Bangkinang, Salo,
Rumbio, Aia Tirih. Sebagai daerah Luhak Lima Puluh Kota adalah Kabupaten Lima
Puluh Kota sekarang.

5. Kepribadian Masyarakatnya
Kepribadian masing-masing luhak juga diungkapkan dalam bambo, dengan
perumpamaan, yaitu Luhak Agamdikatakan buminya-panas, airnya keruh, ikannya
liar. Perumpamaan ini ditafsirkan bahwa penduduknya keras hati, berani dan suka
berkelahi. Luhak Tanah Datar dikatakan buminya lambang, airnya tawar, ikannya
banyak, dengan penafsiran masyarkatnya ramah, suka damai dan sabar. Sedangkan
Luhak Lima Puluh Kota dikatakan buminya sejuk, airnya jernih dan ikannya jinak
yang artinya bahwa masyarakatnya mempunyai kepribadian berhati lembut, tenang
dan suka damai. Prof. Hamka mengatakan, sifat ketiga luhak ini surang cadiak, surang
pandeka, surang juaro tangah balai. “pendekar luhak tanah datar, juara tengah balai
Luhak Agam dan cerdik luhak lima puluh kota.
Disamping perbedaan kepribadiannya juga warna tiap-tiap luhak saling berbeda
yang mungkin ada kaitannya dengan kepribadiannya tadi. Warna kuning untuk Luhak
Tanah Datar, warna merah untuk Luhak Agam dan biru untuk Luhak Lima Puluh
Kota. Sedangkan tiap luhak mempunyai perlambang yang diambil dari hewan. Luhak
Tanah Datar hewannya kucing. Sifat kucing yang jinak dan penyabar tetapi bila habis
kesabarannya baru dia memperlihatkan kukunya. Luhak Agam lambang hewannya
harimau. Harimau sebagai perlambang sikap berani dan pantang menyerah. Luhak
Lima Puluh Kota lambang hewannya kambing. Kambing walaupun jinak tapi tidak
bisa ditarik begitu saja, dia mempunyai kepribadian yang kokoh dan tidak mau cepat
terpengaruh. Perumpamaan-perumpamaan diatas dikaitkan dengan sifat kepribadian
masing-masing luhak.

B.3. Rantau
1. Pengertian Rantau
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W. J. S.
Poerwadarminta, arti dari pada “rantau” banyak sekali. Rantau mempunyai pengertian
pantai sepanjang teluk (sungai), pesisir, daerah diluar negerinya sendiri, negeri asing
tangah (negeri) tempat mencari penghidupan. Pengertian yang diambil terhadap
rantau ini adalah tanah (negeri) tempat mencari penghidupan. Di tempat ini muncul
nagari-nagari yang didiami oleh orang-orang yang datang dari Luhak Nan Tigo.

2. Daerah Rantau Luhak Nan Tigo


Tiap-tiap luhak mempunyai daerah rantau masing-masing sesuai dengan
perpindahan penduduk dari luhak tersebut. Rantau Luhak Tanah Datar meliputi rantau
Batang Hari, Pucuak Jambi Sembilan Lurah, yaitu daerah-daerah sailiran batang hari.
Di daerah hulu Batang Hari dikenal Rantau Cati Nan Kurang Aso XX. Rantau Nan
Kurang Aso XX yaitu Lubuak Ambacang, Lubuak Jambi, Gunuang, Koto, Benai,
Pangian, Basra, Sitanjau, Kopa, Teluk Ingin, Indoman, Surantih, Taluak Rayo,
Simpang Kulayang, Aia Molek, Pasia Ringgik, Kuantan, Talang Mamak dan Kuala
Enok. Daerah Rantau Luhak Tanah Datar yang lain yaitu Rantau Pesisir Panjang yang
dinamakan Bandar X. daerah yang termasuk Bandar X adalah : Batang Kapeh, Kuok,
Surantih, Amping Parak, Kambang, Lakitan, Punggasan, Air Haji, Painan, Banda
Salido, dan Tarusan. Tapan, Lunang, Silaut, Indopuro dan Manjuto juga merupakan
Rantau Luhak Tanah Datar.
Disamping itu ada juga yang disebut Ujung Darek Kapalo Rantau dari Luhak
Tanah Datar. Ujung Darek Kapalo Luhak Tanah Datar merupakan daerah perbatasan
antara Luhak Tanah Datar dengan daerah rantau. Daerah tersebut adalah Anduriang
Kayu Tanam, Guguak Kapao Hilalang, Sicincin Tinggi, Toboh Pakandangan, 2 X 11
Enam Lingkuang dan VII Koto Sungai Sariak.
Luhak Agam daerah rantaunya adalah Tiku Pariaman, Sasak Air Bangis,
sedangkan daerah yang disebut ujuang darek kapalo rantau adalah Palembayan,
Sirasak Aie, Sungai Garinggiang, Lambah Bawan, Padang Manggopoh. Ke selatan
adalah Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo Hilalang, Toboh Pakandangan.
Luhak Lima Puluh Kota daerah rantaunya adalah rantau Kampar Kanan dan Kampar
Kiri yang termasuk daerah Kampar Kiri terdiri dari enam daerah yaitu Kudai, Ujuang
Bukik, Gunuang Sahilan, Lipat Kain, Kuniuk dan Sanggan. Rantau Kampar Kanan
dibagi atas tiga bagian. Pertama disebut di hulu Tuangku Nan Tigo, yang terdiri dari
Limbanang Koto Laweh, Koto Tangah dan Koto Tinggi, Sungai Dadok dan Sungai
Naniang. Yang kedua disebut di Tengah Kampar Sembilan yang terdiri dari Yajuang,
Muaro Takus, Gunuang, Malelo Pongkai, Koto Bangun, Sialang, Durian Tinggi,
Kapuak dan Lubuak Alai. Yang ketiga disebut di Ulak Koto Nan Anam yang terdiri
dari Koto Baru, Koto Alam, Tanjuang Pauah, Tanjuang Balik, Mangilang dan
Malintang.

3. Merantau
Bila diperhatikan arti kata merantau mempunyai berbagai pengertian seperti
berlayar, mencari penghidupan di sepanjang rantau (dari sungai kesungai). Merantau
juga berarti pergi ke pantai atau pesisir, pergi ke negeri lain untuk mencari
penghidupan. Dari sekian arti kata merantau maka yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah pergi ke negeri laun untuk mencari penghidupan.
Ciri khas pada permulaan merantau mereka membawa adat minangkabau dengan
sistem lareh yang mereka anut serta suku mereka. Di samping itu waktu-waktu
tertentu mereka pulang melihat tanah asal mereka. Tujuan pulang ini agar tali
kekeluargaan jangan sampai putus dengan tempat asal. Namun demikian pulang
ketempat asal ini bisa jadi semakin kurang, malahan keturunan selanjutnya tidak
meneruskan tradisi nenek-nenek mereka, yang tinggal hanya ceritera asal usul mereka.
Motivasi merantau pada tingkat permulaan, ialah untuk mencari penghidupan yang
lebih baik. Mereka pindah jauh dari pusat Luhak Nan Tigo, yaitu di daerah pesisir dan
hiliran sungai.
Perkembangan arti merantau selanjutnya bukan hanya terbatas pada daerah Alam
Minangkabau saja, tetapi meluas kedaerah yang bukan etnis minangkabau. Hal ini
erat hubungannya dengan situasi dan kondisi di tempat mereka tinggal. Di daerah
pesisir atau di daerah hiliran sungai mereka berhubungan dengan dunia perdagangan.
Secara tidak langsung kehidupan yang bersifat rural agraris berpindah kepada
ekonomi perdagangan. Mereka ambil bagian dalam perdagangan antar daerah di luar
Alam Minangkabau. Di daerah yang mereka kunjungi akhirnya lahir permukiman
orang minangkabau seperti di Tapak Tuan, Batu Bara, Asahan, Negeri Sembilan dan
lain-lain. Sampai sekarang keturunan mereka yang ada disana masih menanggap
sebagai keturunan orang Minangkabau.
Pada saat sekarang pengertian merantau sudah menjadi luas. Keluar dari
kampung sendiri atau ke kota lain yang masih dalam kawasan Sumatera Barat sudah
dikatakan pergi merantau, apalagi pergi keluar sumatera barat. Pada permulaan
merantau bertujuan untuk mencari penghidupan, sedangkan sekarang untuk
melanjutkan pendidikan ke negeri lain juga dikatakan pergi merantau.

4. Tujuan Merantau
Untuk mencari ilmu dan memperbaiki ekonomi, disebut dalam mamangannya:
mencarikan punggung tak basaok mencarikan paruik tak berisi. Dirantau orang harus
pandai-pandai menyesuaikan diri, mamak ditinggalkan di kampung, dapati pula
mamak di rantau, saudara ditinggalkan, cari pula saudara di rantau, dalam hal ini juga
disebut dalam mamangan : kok pandai bakain panjang labiah sa elok kain saruangkok
lai pandai mangaokannyo kok pandai ba induak samang labiah sa elok mamak
kanduang kok lai pandai mambaokannyo walaupun sutan di kampuang awak anak
dagang juo di rantau urang kok mandi di hilia-hilia kok bakato di bawah-bawah
turuikkan langkah bak bacatua turuikkan ayun bak babuai pakailah pulo deta jawa
kanakkan malah kain bugih saruangkan baju guntiang cino pakai sarawa lambuak
aceh sarato tarompa rang Gujarat baitu caro anak dagang dima bumi dipijak dinsanan
langik dijunjuang dima rantiang dipatah disitu sumua di kali dima nagari diunyi adat
disitu nan dipakai.

5. Akibat Merantau Bagi Orang Minangkabau


Akibat merantau bagi orang minangkabau yang meninggalkan kampung halaman
telah meluas cakrawala atau pandangan untuk mengenal daerah diluar Minangkabau,
seperti di katakan “tidak seperti katak di bawah tempurung”. Akibatnya orang
minangkabau tidak berpaham sempit dalam hubungan sosial dengan lain suku bangsa.
Hasil perantauan pada masa dahulu dibawa pulang untuk menjadi modal dalam
membina kecerdasan dan kesejahteraan keluarga. Tipe merantau seperti ini dibentuk
dengan talibun adat yang mengatakan: karatau madang diulu babuah babungo balun
marantau bujang dahulu di kampuang paguno balun satinggi – tinggi malantiang
jatuahnyo ka tanah juo sajauah-sajuah tabang bangau suruiknyo ka kubangan juo
makna yang dapat diambil, adalah yang pergi merantau itu diharapkan dan ditunggu
kedatangannya lagi, jadi bukan merantau cina. Kepada yang muda diharapkannya
untuk mencari ilmu, pengalaman sebanyak mungkin di negeri orang, baik berusaha
maupun menambah ilmu. Belum ada gunanya bagi keluarga atau kampung halaman
bila seseorang itu belum dapat mempersembahkan segala yang diperolehnya dari
rantau. Demikian pula dengan pengalamannya di daerah rantau akan lebih
mendewasakannya nanti sebagai pemimpin kaum dan negeri bila tiba saatnya
menggantikan kebesaran mamaknya. Jiwa merantau yang memikirkan kampung
halaman ini masih terdapat bagi orang Minangkabau. Hal ini dapat dilihat dengan
mengalirnya bantuan dari rantau yang bertujuan bukan hanya untuk keluarga di
kampung tetapi juga bantuan untuk pembangunan kampung halamannya.

B.4. Makna alam takambang jadi guru


filosofi “alam takambang jadi guru” adalah filosofi berasal dari kebudayaan
minangkabau, sumatra barat yang berarti alam berkembang menjadi guru. Filosofi ini
bermakna bahwa salah satu sumber pendidikan dalam hidup manusia adalah berasal
dari fenomena-fenomena alam semesta, karna alam itu bersifat dinamis, tidak statis,
sehingga selalu ada kemungkinan sehingga untuk terjadi perubahan. Filosofi ini
merupakan suatu kearifan lokal terkait pengelolahan lingkungan hidup yang dimiliki
oleh bangsa indonesia.

Setinggi-tinggi melantiang
membumbuang ka awang-awang
suruiknyo ka tanah juo
sahabih dahan dengan rantiang
dikubak dikulik batang
tereh panguba barunyo nyato

Demikian sebuah rangkaian pepatah adat minangkabau yang mengandung arti


bahwa adat minangkabau dengan segala persoalannya tidaklah dapat dipahami apalagi
di hayati serta dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat minangkabau itu sendiri, kalu
hanya sekedar mengetahui arti pepatah petitih, gurindam, mamang, bidal secara lahir
tanpa mendalami arti yang tersirat yang dikandung oleh pepatah petitih tersebut.
Untuk mencapai tujuan pepatah tersebut diatas terlebih dahulu harus ditinjau
kembali kaidah-kaidah adat yang di himpun dalam pepatah petitih, gurindam,
mamang, bidal, seperti

Panakiak pisau sirawik


ambiak galah batang lintabuang
silodang ambiak kaniru
nan satitiak jadikan lawik
nan sakapa jadikan gunuang
alam takambang jadi guru

Pepatah ini mengandung arti agar manusia selalu berusaha menyelidiki, membaca,
serta mempelajari ketentuan-ketentuan yang terdapat pada alam semesta, sehingga
dari penyelidikan yang dilaksanakan akan diperoleh suatu kesimpulan yang dapat
dijadikan guru dan ikhtibar tempat menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi
manusia. Merupakan suatu ketentuan didalam adat minangkabau bahwa alam
terkembang yang dipelajari dengan seksama merupakan sumber dan bahan-bahan
pengetahuan yang dapat dipergunkan dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Sebagai contoh dari kebenaran alam takambang jadi guru, ialah di waktu manusia
pertama kali mati di dunia, yakni sikobil anak laki-laki dari nenek moyang manusia
yaitu nabi adama.s, habil kakak si qobil telah berusaha, bagaimana menguburkan
adiknya yang telah mati itu karena belum ada yang dapat di contoh bagaimana
menguburkan orang mati.
Dengan kehendaknya allah mengutus 2 ekor burung gagak, ke 2 burung gagak itu
berkelahi, dan satu diantaranya mati. Burung gagak yang masih hidup berusaha
menggali lubang dengan kaki dan paruhnya, setelah lubang itu digali dengan dalam
kemudian si burung gagak memasukan kawan nya yang mati itu kedalamnya dan di
timbunnya. Dari perbuatan burung tersebut habil dapat pelajaran cara mengubur
manusia yang telah mati. Itu adalah salah satu bukti alam takambang jadi guru yang
pertama bagi manusia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian “alam” bila diperhatikan kamus umum bahasa Indonesia yang disusun
oleh W. J. S. Poerwadarminta, mengemukakan alam:
1. Dunia, misalnya : alam semesta, syah alam.
2. Kerajaan : daerah, nagari, misalnya : Alam MinangkabauDari keterangan ini dapat
diambil pengertian, bahwa alam yang dimaksud oleh orang Minangkabau adalah
daerah Minangkabau.
Dalam bahasa daerah Minangkabau kata luhak diucapkan dengan “luak”. Artinya
yang terkandung dari padanya adalah negeri, daerah, sumur, susut, berkurang. Dari
tambo Alam Minangkabau sejarah lahirnya luhak dihubungkan dengan pengertian
kurang.
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W. J. S.
Poerwadarminta, arti dari pada “rantau” banyak sekali. Rantau mempunyai pengertian
pantai sepanjang teluk (sungai), pesisir, daerah diluar negerinya sendiri, negeri asing
tangah (negeri) tempat mencari penghidupan
filosofi “alam takambang jadi guru” adalah filosofi berasal dari kebudayaan
minangkabau, sumatra barat yang berarti alam berkembang menjadi guru. Filosofi ini
bermakna bahwa salah satu sumber pendidikan dalam hidup manusia adalah berasal
dari fenomena-fenomena alam semesta, karna alam itu bersifat dinamis, tidak statis,
sehingga selalu ada kemungkinan sehingga untuk terjadi perubahan.

DAFTAR PUSTAKA
https://ikkmduri.wordpress.com/sejarah/alam-minangkabau
Zulfahmi. 2018. Islam dan Budaya Minangkabau. Padang

Anda mungkin juga menyukai