Disusun Oleh:
SURAKARTA
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan hidayah
dan karunia-Nya sehingga tugas Pendidikan Pancasila yang berjudul “Sejarah Kesultanan
Cirebon” dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas
kelompok. Penulis menyadari makalah ini dapat tersusun sedemikian rupa dan terselesaikan
dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu saya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Djono.,
M.Pd selaku pengampu dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Madya 1 dan teman-teman yang
banyak memberikan masukan, informasi, reversensi demi pemenuhan tugas ini. Saran dan
kritik dari pembaca sangat saya harapkan untuk perbaikan tugas ini karena penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangannya. Semoga tugas makalah ini dapat memberi manfaat bagi
pembacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I (PENDAHULUAN)................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN...............................................................................................2
1.4 MANFAAT PENULISAN...........................................................................................2
BAB II (PEMBAHASAN).................................................................................................3
2.1 AWAL TERBENTUKNYA KESULTANAN CIREBON........................................3
2.2 KEHIDUPAN DAN KEJAYAAN KESULTANAN CIREBON.............................4
2.3 KERUNTUHAN KESULTANAN CIREBON..........................................................5
2.4 PENINGGALAN KESULTANAN CIREBON.........................................................7
BAB III (PENUTUP).........................................................................................................7
3.1 KESIMPULAN............................................................................................................8
3.2 KRITIK DAN SARAN................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Masa akhir dari kerajaan adalah ketika datangnya VOC ke wilayah Jawa dan
mulainya kegiatan kolonialisasi yang menyebabkan VOC ikut campur dalam
pemerintahan di Cirebon, dan hal ini membuat Kesultanan Cirebon terbagi menjadi 2
wilayah yaitu Kacirebonan dan Kaprabonan pada tahun 1697. Akibat hal ini
menyebabkan kemrosotan berbagai aspek kehidupan di Cirebon terutama di
kepemerintahannya. Serta, juga didukung oleh kematian Sunan Gunung Jati yang
menyebabkan kemunduran juga dibidang agama dan sosial.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui awal terbentuknya Kesultanan Cirebon
2. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan dan kejayaan di Kesultanan Cirebon
3. Untuk mengetahui masa akhir dan kemunduran Kesultanan Cirebon
4. Untuk mengetahui peninggalan dari Kesultanan Cirebon
2. Bagi Mahasiswa
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarif Hidayatullah pada tahun 1479 M. Syarif
Hidayatullah berkuasa dengan menyandang gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin
Maulana Muhammad Syarif Abdullah. Kehadirannya lantas disambut hangat oleh para
wali tanah Jawa dengan memberi gelar “Panetep Panatagama Rasul di Tanah Sunda atau
Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah
Kutubid zaman Khalifatur Rasulullah”.
Sambutan yang baik dari para Wali di Tanah Jawa ternyata sudah menimbulkan
kesan yang istimewa bagi kepemimpinan Syarif Hidayatullah atau biasa disebut dnegan
Sunan Gunung Jati. Pada masa inilah Kesultanan Cirebon mencapai masa keemasannya,
ketika pemimpinnya adalah seorang Raja besar sekaligus seorang Wali. Fakta inilah yang
lantas mengiringi masuknya agama Islam di Tanah Cirebon.
Sunan Gunung Jati adalah seorang Raja yang memiliki darah bangsawan dari
kedua orang tuanya, memiliki akhlak luhur, dan pemahaman agama yang mumpuni. Hal
inilah yang membuatnya disegani oleh para rakyatnya. Selain mampu membebaskan
Cirebon dari kekuasaan Sunda, Sunan Gunung Jati mampu melahirkan segudang prestasi
dalam masa pemerintahannya, yaitu antara lain :
a) Melakukan ekspansi wilayah hingga menguasai separuh wilayah dari Jawa Barat dan
Banten dengan jumlah rakyat mencapai jumlah 600.000 jiwa, sekaligus sebagai proses
Islamisasi penduduk.
Pada tahun 1525- 1526, telah dilancarkan misi penyebaran Islam ke Banten
dengan cara menempatkan putra Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana
Hasanuddin sebagai penguasa. Maulana Hasanuddin mampu menumbangkan
kekuasaan Pucuk Umum yang masih berstatus sebagai bagian dari Kerajaan Sunda.
Segeralah ia membangun pemerintahan bercorak Islami disana. Penyebaran Islam
juga meluas ke wilayah Priangan Timur pada tahun 1528-1530. Proses Islamisasi ini
sekaligus digunakan sebagai misi ekspansi wilayah kekuasaan Cirebon.
4
Gunung Jati juga menambah tembok setinggi 2 meter di sekeliling kota untuk
memperkuat keamanan. Pembangunan juga dilakukan pada pangkalan perahu yang
terletak di sebelah tenggara keraton di tepi Sungai Kriyan, dengan menambah gapura
Lawang Sanga, bengkel perahu, istal kuda kerajaan, dan pos penjagaan. Pembangunan
pelabuhan Muara Jati juga terlihat dengan adanya mercusuar dan bengkel perahu,
yang juga dibantu pembangunannya oleh keturunan Cina.
Maka dari itu, lewat berbagai langkah itulah Kesultanan Cirebon akhirnya dapat
mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, sekaligus tumbuh menjadi negara
yang kuat. Bahkan, Kesultanan Cirebon berdiri sebagai Negara berwibawa yang disegani
oleh negara-negara lainnya. Setelah Gunan Gunung Jati wafat, Kesultanan Cirebon
mengalami kemunduran secara perlahan, namun kebesaran nama Rajanya masih dikenang
hingga sekarang.
5
kesultanan ini ingin menguasai Kesultanan Cirebon sebab berada di lokasi perdagangan
yang strategis. Sehingga mereka berebut pengaruhnya di Kesultanan Cirebon. Dalam
upaya untuk menanamkan pengaruh di Kesultanan Cirebon, Mataram pada pemerintahan
Sultan Amangkurat I dengan pemerintahannya yang diktator menyandera Panembahan
Ratu II hingga wafat dan dimakamkan di Yogyakarta, Sultan Amangkurat I juga
menyandera kedua putra dari Panembahan Ratu II yaitu Pangeran Kartawijaya dan
Pangeran Martawijaya. Akibatnya Kesultanan Cirebon mengalami kekosongan kekuasaan
dan kemudian Pangeran Wangsakerta diangkat menjadi Sultan. Dengan bantuan
Trunojoyo dari Banten yang dulunya merupakan daerah kekuasaan Cirebon yang
melepaskan diri kemudian berhasil mengeluarkan kedua pangeran yang disandera oleh
Sultan Amangkurat II di Kesultanan Mataram.
Kemudian Dipati Anom sebagi kakak tertua membagi keraton menjadi dua yaitu
Kesultanan Kasepuhan dipimpin oleh Pangeran Dipati Anom dengan gelar Sultan Sepuh
II dan Kacirebonan dipimpin oleh Pangeran Aria Adiwijaya dengan gelar Pangeran Aria
Cirebon. Selain menjadi Sultan Kacirebonan, Pangeran Aria Cirebon juga diangkat
menjadi overseer atau pengawas bupati di Priangan oleh VOC pada tahun 1706.
Pengangkatan ini merupakan dalih VOC untuk menguasai Cirebon secara seutuhnya.
Karena Pangeran Aria yang banyak melanggar peraturan VOC maka ia dibuang dan
diasingkan oleh VOC sehingga Kacirebonan dihapuskan dan digantikan menjadi
Keanoman. Pada akhirnya di Cirebon terdapat dua kesultanan yaitu Kasepuhan dan
Keanoma.
Keraton Keanoman dibangun oleh Sultan Kartawijaya dengan gelar Sultan Anom
I. Hingga pada akhirnya terdapat konflik diantara para sultan akan kekuasaan atas
Cirebon. Hal ini dimanfaatkan oleh VOC untuk menanamkan pengaruhnya dalam
6
keluarga keraton. VOC berlagak sebagai penegah dan melakukan banyak perjanjian yang
menguntungkan VOC dan para sultan harus menyetujuinya. Pada akhirnya akibat
banyaknya campur tangan VOC dalam lingkup kesultanan di Cirebon membuat
kesultanan menjadi terpuruk. Sultan tak memiliki kuasa atas keraton dan hanya menjadi
simbol dan sepenuhnya menjadi boneka bagi pemerintahan VOC sebab apapun keputusan
yang akan diambil sultan harus atas persetujuan dan izin VOC.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Daerah Cirebon merupakan daerah kekuasaan dari Kerajaan Demak, dan Cirebon
merupakan komoditi ekspor beras, gula, garam, dan bahan makanan lainnya. Islam sendiri
di Cirebon telah berkembang sejak 1470 M oleh Syarif Hidatullah dan pada 1479 M
Syarif Hidatullah menggantikan mertuanya dan menjadi Penguasa di Cirebon dengan
gelar Susuhunan Jati atau Gunung Jati. Semenjak kepemimpinan Sunan Gunung Jati ini
agama Islam terus berkembang Kegiatan politik pertama yang diambil oleh Sunan
Gunung Jati sebagai pemimpin di Cirebon adalah mengulang dan memperbaiki hubungan
dengan Kesultanan Demak serta melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Sunda
Pajajaran dengan cara memberhentikan pembayaran upeti tahunan yang berupa garam
dan terasi. Karena dianggap sebagai sebuah penghinaan dan upeti ditolak maka
pemberian upeti dihentikan.Dengan berhentinya pengiriman upeti ke Kerajaan Sunda
Pajajaran hal ini berarti Cirebon sudah memiliki kekuasan yang penuh dan absolut
terhadap daerahnya dan kemudian mereka merdeka dengan mendirikan Kesultanan
Cirebon tanpa campur tangan dari puhak luar manapun.
Selain mampu membebaskan Cirebon dari kekuasaan Sunda, Sunan Gunung Jati
mampu melahirkan segudang prestasi dalam masa pemerintahannya, yaitu antara lain :
a. Melakukan ekspansi wilayah hingga menguasai separuh wilayah dari Jawa Barat dan
Banten dengan jumlah rakyat mencapai jumlah 600.000 jiwa, sekaligus sebagai proses
Islamisasi penduduk.
b. Pembangunan infrastruktur dan suprastruktur di berbagai bidang, seperti melakukan
pembangunan keraton, mendirikan masjid di seluruh wilayah kekuasaan, serta
memperlancar mobilitas dengan pembuatan jalan.
Maka dari itu, lewat berbagai langkah itulah Kesultanan Cirebon akhirnya dapat
mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, sekaligus tumbuh menjadi negara
yang kuat.
8
Mataram dan Kesultanan Banten. Pada akhirnya akibat banyaknya campur tangan VOC
dalam lingkup kesultanan di Cirebon membuat kesultanan menjadi terpuruk. Sultan tak
memiliki kuasa atas keraton dan hanya menjadi simbol dan sepenuhnya menjadi boneka
bagi pemerintahan VOC sebab apapun keputusan yang akan diambil sultan harus atas
persetujuan dan izin VOC.
Kesultanan Cirebon yang merupakan salah satu kerajaan islam besar di Nusantara
memiliki banyak sisi yang menarik untuk dipelajari. Namun, selama pengerjaan ini kami
memiliki kendala mengenai sumber yang kredibel sehingga apabila dalam penulisan
sejarah terdapat hal yang kurang lengkap mohon dikoreksi.
Dalam pengerjaan makalah ini kami mengaharapkan kritik dan saran dari
pembaca terhadap makalah kami. Selama pengerjaan apabila terdapat kekurangan mohon
dimaafkan dan apabila terdapat penulisan kata yang tidak sesuai mohon dijadikan
maklum dan dapat menjadi koreksi bagi kami kedepannya. Terima Kasih.
9
DAFTAR PUSTAKA
Erwantoro, H. (2012). Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012:
170-183 .
iv