Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH AGAMA HINDU DI INDONESIA DAN

PERKEMBANGANNYA

OLEH:

NAMA : NI KADEK AYU VELINTINA

NOMOR : 25

KELAS : XII PH 6

SMK N 1 TEGALLALANG

TAHUN AJARAN

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan astung
kerta wara nugrahanya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.

Selama proses penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan kali ini penyusun membawakan tema tentang
“SEJARAH AGAMA HINDU DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu saran dan kritik dari berbagai sumber yang dapat membangun
sangat kami harapkan sehingga menjadi lebih baik untuk nanti ke depannya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1

1.3 Tujuan..................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2

2.1 Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Agama Hindu di Indonesia pada


Masa Kerajaan...........................................................................................................2

BAB III PENUTUP.....................................................................................................17

3.1 Kesimpulan........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

iii
BAB I

PENDHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seperti halnya masyarakat yang belum di jamah oleh suatu agama, Nusantara yang
sekarang menjadi Indonesia mempunyai masyarakat yang menganut kepercayaan
dinamisme dan animisme, suatu kepercayaan yang sudah membudaya sekian
lamanya. Sehingga kemudian masuklah agama Hindu di Indonesia. Perkembangan
agama Hindu di Indonesia berlangsung pesat, hal itu dikarenakan adanya unsur-unsur
kesamaan antara agama Hindu dengan agama nenek moyang, antara lain pemujaan
agama Hindu terhadap Brahman dan para dewa tidak jauh berbeda dengan
kepercayaan masyarakat Indonesia waktu itu yang memuja roh-roh leluhur, dilihat
dari tempat pemujaannya dalam agama Hindu terdapat lingga, candi, dan arca,
sedangkan masyarakat setempat terdapat menhir, punden berundak, tahta batu, dan
patung, dilihat dari pelaksanaan upacara umat Hindu dipimpin oleh kaum Brahman
sedangkan masyarakat setempay dipimpin oleh dukun. Selain itu hal yang
menjadikan cepatnya penyebaran agama Hindu bahwa kedatangan agama Hindu di
Indonesia tidak merubah budaya asli, melainkan menjiwai sistem budaya yang telah
ada, sehingga mencerminkan nilai kebenaran, kebajikan dan keindahan.

Dalam hal ini, kami akan memaparkan bagaimana sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Hindu di Indonesia: masa kerajaan dan penjajahan (kemunculan
agama Tirta dan ajarannya) secara lebih luas, sehingga nantinya bisa dijadikan
pembelajaran bersama dan menjadi ilmu bantu untuk memahami keberadaan agama
Hindu di Indonesia

1.2 Rumusan Masalah


Untuk lebih mengarahnya pembahasan yang akan kami paparkan selanjutnya, sangat
dierlukan rumusan masalah sebagai batasan pembahasan kami, yaitu:

1 Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di


Indonesia pada masa kerajaan?

1.3 Tujuan
1 Mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di
Indonesia pada masa kerajaan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Agama Hindu di Indonesia pada


Masa Kerajaan
* Kerajaan Kutai

Kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini
terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari
nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh
buah yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah
Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang memerintah
Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.

Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman


dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra
Kudungga, Aswawarman, kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang
bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga
diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga.

Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hamper seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai
hidup sejahtera dan makmur.

*Kerajaan Tarumanegara

Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil


ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten
dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi
berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu
yang merupakan prasasti terpanjang, Tujuh prasasti dari kerajaan Tarumanegara
adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara
Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Munjul.

Sumber sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan
Tarumanegara adalah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina
yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan

2
pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti
Tang. Dari salah satu prasasti, yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa
Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah
berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang
panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman
telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.

* Kerajaan Melayu

Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7.
Sejarah mencatat ada dua kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi
hamper seluruh informasi tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke -7 hingga ke-
11. Kerajaan Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan
bukti-bukti sejarah yang bias ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di
daerah Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai
Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca.

Sumber sejarah lain yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan
Melayu adalah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing (671-
695). Ia menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama
Kerajaan Melayu yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita I-Tsing, diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke
dalam Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan terdekat antara India dan
Cina. Menurut Kitab Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari
kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut
disebut ekspedisi Pamalayu.

Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali
sebagai pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad 17, adityawarman, putra
Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga
tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman.

* Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya yang muncul pada abad ke-6, pada mulanya berpusat di sekitar
Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah kerajaan
Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya,
dan Sunda (kini wilayah Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra
didapat dari seorang pendeta Buddha bernama I-Tsing yang pernah tinggal di

3
Sriwijaya antara tahun 685-689 M. Pada tahun 692, ketika I-Tsing, bias disimpilkan
bahwa Sriwijaya telah menaklukan dan menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.

Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah
Minangatamwan, Jambi. Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu.
Daerah itu merupakan wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan
dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai
kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka.
Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan
meliputi daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda.

Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja


Balaputradewa. Pada masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga
dengan penaklukan wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan
Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah
perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja
Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.

Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman.


Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan
Sriwijaya dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal
itu disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan
Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya. Serangan-
serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.

* Kerajaan Mataram Kuno

Di wilayah Jawa Tenggah, pada sekitar abad ke-8, perkembangan sebuah Kerajaan
Mataram Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi
Mataram yang terletak di pedalaman Jawa Tenggah. Daerah tersebut memiliki banyak
pegununggan dan sungai seperti Sungai Bogowanto, Sungai Progo, dan Bengawan
Solo. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga sempat berpindah ke Jawa
Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tenggah ke Jawa Timur
disebabkan oleh dua hal.

1. Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke


Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan
Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.

4
2. Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau
kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tenggah dianggap tidak layak
lagi untuk ditempati.

*Dinasti Sanjaya

Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir memberikan


gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno.
Prasasti ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan huruf Palawa yang
menggunakan bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna.
Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya Sanjaya. Masa pemerintahan
Sanna dan Sanjaya dapat kita ketahui dari deskripsi kitab Carita Parahyangan. Dalam
prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya dianggap sebagai pendiri Dinasti
Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.

Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada tahun 717 dengan gelar Rakai Mataram Sang
Ratu Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat
Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal
ini ditempuh dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di
Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan
berbentuk candi. Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah
oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.

Raja Rakai Panangkaran banyak mendirikan candi, seperti Candi Sewu, Candi
Plaosan dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa Raja Rakai
Panangkaran beragama Buddha. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran
berturut-turut adalah Rakai Warak dan Rakai Garung. Raja Mataram Kuno
selanjutnya adalah Rakai Pikatan. Persaingan dengan Dinasti Syilendra yang waktu
itu diperintahkan oleh Raja Samaratungga dianggap menghalangi cita-citanya untuk
menjadi Penguasa tunggal di Pulau Jawa.

Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui pernikahan
politik antara Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya dengan Pramodawardhani (Putri
Raja Samaratungga), dari keluarga Syailendra. Namun, perkawinan antara Rakai
Pikatan dengan Pramodawardhani tidak berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat,
Kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari
Pramodawardhani. Menurut beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856),
menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan
Balaputradewa.

5
Balaputradewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra).
Ia kemudian berkuasa sebagai raja, mengantikan kakeknya di kerajaan Sriwijaya. Hal
ini dapat dapat diketahu dari Prasasti Nalanda (India), yang menyatakan bahwa Raja
Deewapaladewa dari Bengala menghadiahkan sebidang tanah kepada Raja
Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk membagun sebuah biara.

Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah Kerajaan Mataram Kuno menjadi


semakin luas kearah selatan (sekarang yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah
wilayah Dinasti Syailendra. Rakai Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya
dan Syailndra dapat hidup rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk
candi, Seperti Candi Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai Pikatan dan
raja-raja Mataram Kuno berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.

Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno
diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jd
pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh
seorang mahapatih ini sangat penting perananya. Raja Mataram selanjutnya adalah
Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian adalah Dyah
Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya
Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja Balitung
berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan.

Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan


dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat
penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua
pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur tiga pejabat itu
menjadi warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya,
seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit.

Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung.
Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di
Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di
Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan
Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat
kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan
Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram
Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa.

Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa. Kerajaan Mataram Kuno dilanda
kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibu kota. Sementara itu, kekuatan
ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya makin mendesak kedudukan Mataram di

6
Jawa. Pada masa itu, wilayah kerajaan mataram kuno juga dilanda oleh bencana
letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan ibu kota kerajaan. Seluruh
masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak.
Kedudukannya kemudian digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi
Rakryan i Hino.

*Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan Yogyakarta pada pertengahan abad
ke-8. Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti Syailendra yang berhasil ditemukan,
antara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan
(778), menyebutkan nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja Wisnu,
penguasa Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara
dan sebuah vihara bagi para pendeta. Rakai Panangkaran kemudian memberikan Desa
Kalasan kepada Sanggha Buddha. Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja
Balaputradewa kalah dalam perang saudara melawan kakaknya, yaitu
Pramodhawardani. Kemudian, ia melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti
Nalanda (860), menyebutkan asal usul Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja
Balaputradewa adalah putra dari Raja Samaratungga dan cucu dari Raja Indra.

Pada abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah KerajaanMataram Kuno mulai
terdesak oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita ketahui dari prasasti Kalasan yang
menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja
Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan, sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra
muncul dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad. Pengaruh
Dinasti Syailendra terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin kuat karena Raja Indra
menjalankan strategi perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang
bernama Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya.

Pengganti Raja Indra adalah Raja Samaratungga. Pada masa kekuasaannya, dibangun
Candi Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja
Samaratungga meninggal dunia, dalam sebuah perang saudara. Balaputradewa
kemudian melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.

* Kerajaan Medang Kemulan

Kerajaan Medang kemulan diperkirakan terletak di Jawa Timur, tepatnya di muara


Sungai Brantas. Ibu kota Medang Kemulan adalah Watan Mas. Kerajaan ini didirikan
oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram
Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan
Medang Kemulan mencakup daerah Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.

7
Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Medang Kemulan, antara lain
adalah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok ditemukan di
Tangeran, Bangil, dan Nganjuk. Prasasti bertahun 933 yang ditemukan di Tangeran,
Jombang, menyebutkan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang
Kemulan bersama permaisurinya Sri Wardhani Mpu Kebi. Selain Prasasti Mpu
Sindok, sumber sejarah yang lain adalah Prasasti Kalkuta.

Prasasti bertahun 951 M ini berasal dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah
keturunan raja-raja dari Raja Mpu Sindok. Dari beberapa sumber yang ditemukan,
diketahui bahwa sebelum menjadi raja, Mpu Sindok pernah memangku jabatan
sebagai Rakai Halu dan Rakai Mapatih i Hino pada kerajaan Mataram. Mpu Sindok
memerintah Kerajaan Medang Kemulan dari tahun 929 hingga 948. Mpu Sindok
memerintah bersama permaisuri yang bernama Mpu Kebi, yang bergelar Sri
Prameswari Wardhani Mpu Kebi. Nama permaisuri Mpu Kebi atau Dyah kebi ini
dapat ditemukan dalam Prasasti Cunggrang dan Prasasti Geweg.

Dari Prasasti Pucangan, kita memperoleh keterangan tentang para pengganti Mpu
Sindok. Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Sri Dharmawangsa dengan gelar
Teguh Anantawikramattanggadewa. Dari prasasti ini di ketahui bahwa pada tahun
1016 Kerajaan Medang Kemulan diserang oleh Kerajaan Wurawari dan Waram.
Pulau Jawa digambarkan mengalami sebuah pralaya (tragedy) yang menyebabkan
banyak orang yang meninggal, termasuk Sri Maharaja Dharmawangsa. Dalam
peristiwa itu, Airlangga (menantu Dharmawangsa) berhasil melarikan diri ke hutan
Wonogiri bersama pengawalnya, Narottama. Mereka hidup bersama dengan para
pertapa selama hamper dua tahun sampai akhirnya Airlangga berhasil menguasasi
Kerajaan Medang Kemulan kembali pada tahun 1019.

Pada tahun 1029, Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wishnupraba dari Waratan.
Setahun Kemudian, Raja Wengker berhasil ditaklukannya. Akhirnya, pada tahun
1032, Raja Wurawari yang dulu menghancurkan Dharmawangsa berhasil dikalahkan.
Setelah musuh-musuhnys dikalahkan, Airlangga mulai menata negaranya. Ia dibantu
oleh Narottama yang diberi gelar Rakryan Kanuruhan. Airlangga kemudian
mengangkat putrinya yang bernama Sanggraman Wijayatunggadewi menjadi
Rakryan Mahamantri i Hino untuk menjadi raja. Namun, rupanya sang putrid tidak
berambisi menjadi raja dan memilih menjadi pertapa.

Dengan mundurnya putri mahkota, pada tahun 1044, Airlangga memutuskan untuk
membagi kerajaan menjadi dua. Kedua kerajaan ini masing-masing dipimpin oleh dua
putranya. Hal itu dilakukan Raja Airlangga untuk mencegah terjadinya perang
saudara. Dengan bantuan seorang Brahmana bernama Mpu Bharada, Kerajaan

8
Medang Kemulan dibagi dua. Kerajan Jenggala (yang berarti hutan)dan Kerajaan
Panjalu (kediri). Jenggala beribu kota di Kahuripan dan Panjalu beribukota di Daha.

* Kerajaan Kediri

Raja Sri Jayawarsha merupakan raja pertama Kerajaan Kediri. Raja yang bergelar Sri
Jayawarsha Digjaya Shastra Prabhu ini mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu
seperti Airlangga. Raja kerajaan kediri selanjutnya adalah Bameswara. Bameswara
bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana
Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatunggadewa. Dalam kitab Kakawin
Smaradahana, karangan Mpu Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah
keturunan pendiri Dinasti Isyana yang menikah dengan Chandra Kirana, putrid
Jayabhaya.

Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita


Suhrtsingha Parkrama Digjayotunggadewa Jayabhayalanchana. Pada masa
pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini diabadikan dalam bentuk
Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh. Jayabhaya
berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah Kediri berhasil
disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini diabadikan dalam
Prasasti Ngantang. Pengganti Jayabhaya yaitu Sarweswara dari Aryyeswara, tidak
banyak diketahui. Raja berikutnya adalah Gandra. Pada masa pemerintahannya,
Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan yang diwariskan Kerajaan Medang
Kemulan.

Para pejabat diberi gelar tertentu dengan nama-nama hewan, seperti Gajah atau Kebo.
Penggunaan nama-nama tersebut menjadi tanda pengenal kepangkatan tertentu di
Kerajaan Kediri. Setelah Gandra, pemerintahan Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja
Kameshwara. Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil karya sastra
Jawa. Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji atau kepehlawanan banyak
dihasilkan seperti juga bentu cerita kakawin.

Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah Kertajaya atau Srengga. Pada masa
pemerintahannya, Kediri mulai mengalami masalah dan ketidakstabilan. Hal ini
karena Kertajaya berusaha membatasi dan mengurangi hak istimewa para kaum
Brahmana saat itu, di daerah Tumapel (sekarang Malang) muncul kekuatan baru di
bawah pimpinan Ken Arok. Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari
wilayah Kediri menuju Tumampel. Kertajaya menyikapi arus pelarian ini dengan
mengerahkan tentara Kerajaan Kediri untuk menyerbu Tumapel.

9
Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken Arok terjadi di Ganter (1222). Pasukan
Ken Arok berhasil menghancurkan kekuasaan pasukan Kertajaya dan dengan
sendirinya mengakhiri kekuasaan Kerajaan Kediri.

* Kerajaan Singasari

Sumber sejarah tentang Kerajaan Singasari di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno,
seperti Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kedua kitab itu berisis
sejarah raja-raja. Kerajaan Singasari dan majapahit yang saling berhubungan erat.
Ketika Ken Arok berkuasa di Tumapel, di Kerajaan Kediri berlangsung perselisihan
antara Raja Kertajaya dengan para Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri
ke Tumapel. Namun, dalam pertempuran di Ganter, ia mengalami kekalahan dan
meninggal. Kemudian, Ken Arok menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta
mendirikan Kerajaan Singasari. Ia bergelar Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau
Girindrawangsa di Jawa Timur.

Dari istri yang pertamanya yang bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat
orang anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi.
Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak,
yaitu Mahisa Wong ateleng, Panji Sabrang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok
juga memiliki seorang anak tiri, yaitu Anusapati yang merupakan anak Tunggal
Tunggul ametung dan Ken Dedes. Tunggul Ametung adalah Bupati Tumapel yang
dibunuh Ken Arok.

Pada tahun1227, masa pemerintahan Ken Arok berakhir ketika ia dibunuh oleh anak
tirinya Anusapati, sebagai balas dendam terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan
bahwa Ken Arok dibunuh dengan menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai
untuk membunuh Tunggul Ametung. Kemudian Ken Arok dimakamkan di
Kagenengan (sebelah selatan Singasari). Setelah Ken Arok wafat, Anusapati yang
bergelar Amusanatha, naik tahta sebagai raja kedua Kerajaan Singasari. Anusapati
memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang mengetahui bahwa ayahnya dibunuh
oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam. Tohjaya membunuh Anusapati
juga dengan mengunakan keris Mpu Gandring.

Setelah Wafat, jenazahanusapati diperabukan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian


mengantikan Anusapati menjadi Raja di Kerajaan singasari pada tahun 1248. Ia tidak
lama memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang
Sinelir dan Rajasa yang digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati. Ranggawuni
dibantu oleh Mahisa Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng, saudara tiri Anusapati
dari ibu yang sama.

10
Pemberontakan Ranggawuni berhasil menyerbu masuk ke istana dan melukai
Tohjaya dengan tombak. Tohjaya berhasil dilarikan oleh para pengawalnya ke luar
Istana, tetapi akhirnya meninggal di Katalang Lumbang. Dengan wafatnya Tohjoyo.
Tahta kerajaan Singasari kembali kosong.

Setelah tohjaya wafat, Ranggawuni naik tahta pada tahun 1248 M dengan gelar Sri
Jaya Wishnuwardhana. Mahisa Cempaka yang telah membantunya merebut tahta,
memperoleh anugrah kedudukan sebagai Ratu Angabhaya, pejabat terpenting kedua
di Kerajaan Singgasari dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254.
Wishnuwardhana menobatkan anaknya yang bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja
atau Kumararaja (Raja Muda). Kertanegara mendampingi ayahnya memerintah
sampai tahun 1268. Ketika Wishnuwardhana meninggal di Mandaragiri, ia
dimuliakan di dua tempat yang berbeda. Di Candi Jago (Jajaghu) sebagai Buddha
Amoghapasha dan di Candi Weleri sebagai Siwa.

Setelah ayahnya wafat, Kertanegara sebagai raja muda langsung dinobatkan sebagai
Raja Singasari. Dalam menjalankan pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga
orang pejabat bawahan, yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu.
Dibawah ketiga Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat bawahan, yaitu
Rakryan Apatih, Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan. Untuk mengatur soal
keagamaan, diangkat pejabat yang disebut Dharmadhyaksa ri Kasogatan.

Raja Kertanegara adalah raja yang terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia
mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan
Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut dengan istilah Cakrawala Mandala.
Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai Kerajaan
Melayu yang disebut sebagai ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan
Melayu berhasil di taklukan tahun1260. Peristiwa ini diabadikan pada alas patung
Amoghapasha di Padangroco (Sungai Langsat) yang berangka tahun 1286.

Raja Melayu saat itu, Tribhuwana atau Raja Mulawarmandewa, beserta rayatnya
menyambut hadiah itu dengan suka cita. Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan
Melayu secara resmi berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Kertanegara juga
membawa putrid Melayu kembali ke Singasari untuk dinikahkan dengan salah
seorang bangsawan Singasari. Tujuh pengiriman arca dan penaklukan Kejaan Melayu
adalah untuk menghadang rencana perluasan kekuasaan Kaisar Kubilai Khan dari
Cina.

Diceritakan bahwa sudah beberapa kali utusan dari Cina dating ke Kerajaan Melayu
menurut pengakuan untuk tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim

11
upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak
mengirim upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk.

Pada tahun 1289, utusan Cina bernama Meng K’i dikirim pulang ke Cina sehingga
Kaisar Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan
Singasari. Sebagian besar pasukan Kerajaan Singasari sedang dikirim ke Sumatra
untuk menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang di
Kerajaan Kediri yang menjadi bawahan Kerajaan Singasari melihat kesempatan yang
baik untuk merebut kekuasaan. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan
Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota Kerajaan Singasari.

Menurut cerita, pada saat serangan musuh dating, Raja Kertanegara beserta para
pejabat dan pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana sehingga dapat dengan
mudah mereka semua dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil
direbut oleh Jayakatwang, Raja Kediri.

* Kerajaan Bali

Informasi tentang raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Bali diperileh


terutama dari prasasti Sanur yang berasal dari 835 Saka atau 913. Prasasti Sanur
dibuat oleh Raja Sri Kesariwarmadewa. Sri Kesariwarmadewa adalah raja pertama di
Bali dari Dinasti Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman
Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang berpusat di Singhamandawa. Pengganti Sri
Keariwarmadewa adalah Ugrasena. Selama masa pemerintahannya, Ugrasena
membuat beberapa kebijakan, yaitu pembebasan beberapa desa dari pajak sekitar
tahun 837 Saka atau 915. Desa-desa tersebut kemudian dijadikan sumber penghasilan
kayu kerajaan dibawah pengawasan hulu kayu (kepala kehutanan). Pada sekitar tahun
855 Saka atau 933, dibangun juga tempat-tempat suci dan pesanggrahan bagi
peziarah dan perantau yang kemalaman.

Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama


permaisurinya, ia berhasil membagun pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau
Manukaya, dekat Tampak Siring. Pengganti Tabanendra Warmadewa adalah raja
Jayasingha Warmadewa. Kemudian Jayasadhu Earmadewa. Masa pemerintahan
kedua raja ini tidak diketahu secara pasti. Pemerintahan kerajaan Bali selanjutnya
dipimpin oleh seorang ratu. Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Ia
memerintah pada tahun 905 Saka atau 938. Beberapa ahli memperkirakan ratu ini
adalah putrid Mpu Sindok dari kerajaan Mataram Kuno.

Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana Warmadewa. Pada masa pemerintahan
Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan Mataram Kuno berjalan sangat baik. Hal ini

12
disebabkan oleh adanya pernikahan antara Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni,
cicit Mpu Sendok yang kemudian dikenal sebagai Mahendradata. Pada masa itu
banyak dihasilkan prasasti-prasasti yang menggunakan huruf Nagari dan Kawi serta
bahasa Bali Kuno dan Sangsekerta.

Setelah Udayana wafat, Marakatapangkaja naik tahta sebagai raja Kerajaan Bali.
Putra kedua Udayana ini menjadi raja Bali berikutnya karena putra mahkota
Airlangga menjadi raja Medang Kemulan. Airlangga menikah dengan putrid
Darmawngasa dari kerajaan Medang Kemulan. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan
terlihat bahwa Marakatapangkaja sangat menaruh perhatian pada kesejahteraan
rakyatnya. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah yang luas termasak Gianjar,
Buleleng. Tampaksiring dan Bwahan (Danau Batur). Ia juga mengusahakn
pembangunan candi di Gunung Kawi.

Pengganti raja Marakatapangkaja adalah adiknya sendiri yang bernama Anak


Wungsu. Ia mengeluarkan 28 buah prasasti yang menunjukkan kegiatan
pemerintahannya. Anak Wungsu adalah raja dari Wangsa Warmadewa terakhir yang
berkuasa di kerajaan Bali karena ia tidak mempunyai keturunan. Ia meninggal pada
tahun 1080 dan dimakamkan di Gunung Kawi (Tampak Siring).

Setelah anak Wungsu, kerajaan Bali dipimpin oleh Sri Sakalendukirana. Raja ini
digantikan Sri Suradhipa yang memerintah dari tahun1037 Saka hingga 1041 Saka.
Raja Suradhipa kemudian digantikanJayasakti. Setelah Raja Jayasakti, yang
memerintah adalah Ragajaya selitar tahun 1155. Ia digantikan oleh Raja Jayapangus
(1177-1181). Raja terakhir Bali adalah Paduka Batara Sri Artasura yang bergelar
Ratna Bumi banten (Manikan Pulau Bali). Raja ini berusaha mempertahahankan
kemerdekaan Bali dari seranggan Majapahit yang di pimpin oleh Gajah Mada.
Sayangnya upaya ini mengalami kegagalan. Pada tahun 1265 Saka tau 1343, Bali
dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan mula-mula di Samprang, kemudian dipindah ke
Gelgel dan Klungkung.

* Kerajaan Pajajaran

Pusat Kerajaan Pajajaran awalnya terletak di daerah Galuh, jawa Barat. Raja pertama
Kerajaan Pajajaran bernama Sena. Namun, tahta Kerajaan Pajajaran kemudian direbut
oleh saudara Raja Sena yang bernama Purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa
meninggalkan keratin. Tidak lama kemudian, Raja Sena berhasil merebut kembali
tahta Kerajaan Pajajaran.

Raja Pajajaran selanjutnya adalah Jayabhupati. Pada masa pemerintahannya,


Kerajaan Pajajaran mengembangkan ajaran Hindu Waisnawa. Setelah Jayabhupati,

13
Kerajaan diperintah oleh Rahyang Niskala Wastu Kencana. Pada masa
pemerintahannya, pusat kerajaan dipindahkan ke Kawali. Raha Wastu kemudian
digantikan oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1357 dan disebut
dalam kitab Pararaton sebagai Perang Bubat.

Ketika perang Bubat terjadi, Sri Baduga Maharaja bersama seluruh pengiringnya
tewas. Kerajaan Pajajaran diambil alih oleh Hyang Bunisora (1357-1371), pengasuh
putra mahkota Wastu Kencana yang masih kecil. Hyang Bunisora berkuasa selama 14
tahun. Pada Prasasti Batu Tulis, raja ini disebut juga Prabu Guru Dewataprani.

Kerajaan Pajajaran selanjutnya diperintah secara berurutan oleh Wastu Kencana.


Tohaan, lalu Sang Ratu Jayadewata. Pada masa pemerintahan Sang Ratu Jayadewata,
diperkirakan bahwa di Kerajaan Pajajaran telah terdapat penduduk yang beragama
islam. Hal ini tergambar dari tulisan seorang ahli sejarah Portugis yang bernama
Tome Pires (1513) yang mengatakan bahwa di wilayah timur kerajaan ini terdapat
banyak penganut Islam. Tampaknya pengaruh Islam belum masuk ke pusat kerajaan.
Namun, pengaruh Islam dari Kerajaan Demak di Jawa Tegah mulai mengancam
Kerajaan Pajajaran.

Oleh karena itu Jayadewata bermaksud meminta bantuan Portugis di Malaka untuk
menghadapi kerajaan Demak. Usaha itu terlambat karena pada tahun1527, pasukan
yang dipimpin oleh Falatehan dari Demak berhasil menguasai pelabuhan Sunda
Kelapa, pelabuhan terbesar Kerajaan Pajajaran. Ketika itu, yang berkuasa di Pajajaran
adalah Ratu Samiam, putra Jayadewata.

Setelah pelabuhan Sunda Kelapa direbut oleh Kerajaan Demak, Kerajaan Pajajaran
harus menghadapi serangan Kerajaan Banten dari arah barat. Pengganti Samiam,
yaitu Prabu Ratu Dewata, berusaha mempertahankan ibu kota Pajajaran dari pasukan
Maulana Hasanuddin dan putranya, Maulana Yusuf. Pada tahun1579, Kerajaan
Pajajaran akhirnya runtuh setelah Kerajaan Banten yang bercorak Islam berhasil
menguasai Ibu kota kerajaan. Orang-orang Hindu Pajajaran yang tidak mau tunduk
pada penguasa Islam akhirnya melarikan diri kedaerah pedalaman dan kemudian
hidup sebagai suku Badui.

* Kerajaan Majapahit

Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit.
Nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang
Madura bernama Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan
sebuah pohon maja yang berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh
karena itu mereka menamakna permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini

14
merupakan daerah yang diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada
Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu Raja Kertanegara dari kerajaan
Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh Jayakatwang,
Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan kepada Bupati
Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang Madura, ia
membangun pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama Majapahit
tersebut.

Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000
orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja
Kertanegara yang menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari
Cina. Mereka tidak mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah
meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.

Melihat peluang ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali
Kerajaan Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja
Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu. Raja
Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina
bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyaka kalau kesempatan itu dipakai
oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang mereka. Pasukan Raden Wijaya berhasil
mengusir armada Cina kembali ketanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majapahit
dianggap sudah berdiri.

Raden Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri
Kertarajasa Jayawardhana. Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan
yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-
pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan
mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi
Artahpura.

Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama


Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya
Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya
masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan
oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian
diungsikan ke Desa Bedager.

Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota
dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia
kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar

15
Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang
berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.

Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa


pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya
adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan
itu pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada
bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti
palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan Nusantara.

Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama
Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri
setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk
dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada
diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan
Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada
Majapahit.

Gajah Mada meninggal tahun 1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak
kemunduran Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan
bijaksana. Keadaan semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada
tahun 1389. Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit
diberikan pada menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri
mahkota Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki putra yang bernama
Bhre Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri sehingga tidak berhak
mewarisi tahta Kerajaan Majapahit.

Meskipun demikian, Wirabhumi tetap diberi kekuasaan di wilayah kekuasaan di


wilayah Kerajaan sebelah Timur, yaitu Blambangan. Dengan cara tersebut,
kemungkinan perpecahan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil
diredam. Masalah kembali timbul ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong
setelah Kusumawardhani meninggal dunia pada tahun 1400. Wikramawardhana
berniat untuk menjadi pendeta dan menunjuk putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan
Majapahit.

Pada tahun 1401, pecah perang antara keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi
yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun
1406 dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan
Kerajaan Majapahit. Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri. Tidak ada
lagi raja yang kuat dan mampu memerintah kerajaan yang demikian luas. Menurut

16
catatan. Kerajaan Majapahit runtuh sekitar tahun 1500-qn yang didasarkan pada tahun
bersimbol Sirna Ilang Kertaning Bhumi.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di Indonesia pada masa
kerajaan berlangsung dengan sangat mudah dan cepat, hal itu dikarenakan terdapat
banyaknya persamaan antara ajaran agama Hindu dengan kepercayaan masyarakat
Indonesia pada waktu itu. Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada abad ke-
4 Masehi, Jejak-jejak pertumbuhan Hindu di Indonesia di temukan di Kalimantan
Timur (Kutai, abad ke-4), Bali, dan Jawa Barat (Purnawarman, abad ke-5). Ada dua
sumber yang dapat dijadikan acuan untuk memahami perkembangan agama Hindu di
tahap awal Nusantara (baca: Indonesia), yaitu prasasti dan bangunan suci (candi)
yang erat kaitannya dengan kerajaan Hindu pada waktu itu.

Sejarah agama Hindu di Indonesia pada masa penjajahan smakin memperkeruh


suasana, karena waktu itu kerajaan Hindu sudah banyak di runtuhkan oleh kerajaan-
kerajaan yang beragama Islam. Di Bali, kedatangan belanda menjadikan catur wangsa
semakin kuat sebagai kasta ala Bali. Pada zaman Jepang didirikan Paruman Pandita
Dharma yang bertujuan untuk mempersatukan berbagai paham keagamaan yang
terdapat di Bali. Pada waktu itu agama yang dianut oleh masyarakat Bali adalah
agama Siwa Raditya atau agama Sang Hyang Surya (sesuai dengan dewa yang dipuja
masyarakat Jepang). Aagama Tirta (air) muncul pada zaman kedudukan Belanda di
Indonesia, karena agama ini menyembah Siwa dan Budha, dan umumnya upacara
yang diadakan oleh agama Tirta menggunakan air suci. Sekarang nama resmi agama
ini adalah agama Hindu Dharma.

18
DAFTAR PUSTAKA
Pebandingan Agama, dalam internet, From www.sarapanpagi.org/perbandingan-
agama-vt2431.html?sid=7ff91da1ee6d1e1eededfa3e9c6efa35, 30 Oktober
2012

Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia,dalam internet, From


http://history55education.wordpress.com/2011/07/20/perkembangan-
kerajaan-hindu-budha-di-indonesia/, 30 Oktober 2012

Sejarah Agama Hindu di Indonesia, dalam internet, From


http://kmhd.lk.ipb.ac.id/2010/11/06/sejarah-agama-hindu-di-indonesia/, 30
Oktober 2012

Sejarah, Teologi dan Etika Agama-Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),


hl:6-10

19

Anda mungkin juga menyukai