Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

MUNCULNYA NEGARA TRADISIONAL (KERAJAAN) BERCORAK


HINDU-BUDHA

Disusun Oleh:

1. Agdel Chesaria Putrihanny (01)


2. Ahmad Afif Alauddin (02)
3. Ahmad Zaki (03)
4. Aisyah Nindita (04)

MAN 14 JAKARTA TIMUR (KAMPUS A)


Jl. Madrasah No.80, RT.3/RW.9, Pekayon, Kec. Ps. Rebo, Kota Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13710
KATA PENGANTAR

Senantiasa kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini
masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Munculnya Negara Tradisional (Kerajaan)
bercorak Hindu-Budha.” Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai mata
pelajaran Sejarah Indonesia.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya


kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis ini selama
proses penyelesaian tugas, hingga selesainya makalah ini.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai masuknya pengaruh Hindu-Budha di


Indonesia di bidang pemerintahan menyebabkan bergesernya pola
pemerintahan dari bentuk suku-suku menjadi kerajaan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari
sempurna serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan penulis.
Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 27 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI..............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................vi
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Manfaat dan Tujuan ..................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ iv


2.1 Kerajaan Kutai .............................................................................................. 6
2.2 Kerajaan Tarumanegara ............................................................................... 6
2.3 Kerajaan Kalingga ..........................................................................................7
2.4 Kerajaan Sriwijaya .........................................................................................8
2.5 Kerajaan Mataram Kuno ...............................................................................8
2.6 Kerajaan Medang Kamulan ...........................................................................9
2.7 Kerajaan Kediri ..............................................................................................9
2.8 Kerajaan Singasari .......................................................................................10
2.9 Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa ................................11
2.10 Kerajaan Sunda (Pajajaran) .......................................................................11
2.11 Kerajaan Majapahit ...................................................................................12

BAB III PENUTUP...................................................................................................xiii


3.1 Kesimpulan dan Saran .................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah kerajaan di Indonesia tidak terlepas dari periode kerajaan Hindu-


Buddha. Munculnya kerajaan-kerajaan ini tentunya juga dipengaruhi oleh
kedatangan agama tersebut di Nusantara.
Pada periode ini, Indonesia berkembang karena adanya jalur maritim yang
memudahkan negara lain untuk singgah. Negara lain itu meliputi India,
Tiongkok, serta negara wilayah Timur Tengah lainnya.
Terdapat lima teori yang mengungkapkan bagaimana cara agama tersebut
menyebar ke Indonesia hingga berdiri menjadi kerajaan bercorak Hindu-
Buddha. Dalam buku Silang Budaya Lokal dan Hindu Budha yang diterbitkan
oleh Kemendikbud pada 2017, disebutkan bahwa C. C. Berg menganggap
ksatria-ksatria yang berasal dari India memiliki peran besar dalam sejarah
kerajaan di pulau Jawa. Pendapat ini disebut sebagai Teori Ksatria dan
merupakan teori pertama. Setelah itu, munculah teori-teori lain. Von Van
Faber mengemukakan pendapatnya yang dikenal sebagai Teori Sudra. Ia
menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha masuk Indonesia melalui orang
berkasta Sudra atau yang dibuang dari India. Lalu, teori ketiga datang dari
kepala N. J. Krom. Ia menyatakan, yang membawa agama Hindu-Buddha
adalah para pedagang India dan ini dikenal sebagai teori Waisya. Perdebatan
belum berakhir, teori keempat mengungkapkan bahwa para brahmana yang
menyebarkan agama Hindu-Buddha. Sebagai yang berpendapat, J. C. Van
Leur menamainya Teori Brahmana. Setelah ada empat teori, F. D. K. Bosch
muncul menanggapi dengan Teori Arus Balik. Ia menerangkan, agama
Hindu-Buddha dibawa oleh orang Indonesia yang pulang setelah belajar di
India.
Terlepas dari teori tersebut, kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Nusantara
sudah dimulai pada sekitar tahun 130 M.
1.2 Manfaat dan Tujuan

Diharapkan makalah ini dapat memperluas wawasan dan pengetahuan bagi


penulis dan pembacanya, memberi sumbangan atau mendukung konsep
pemikiran bagi pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai Martapura adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang


didirikan sekitar abad ke-4. Letak kerajaan ini berada di daerah Muara
Kaman di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan Kutai
diketahui berdasarkan sumber sejarah yang ditemukan, yaitu berupa tujuh
Prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta.
Dalam Prasasti Yupa, disebut nama Raja Kudungga yang pertama menduduki
takhta Kerajaan Kutai. Disebut pula bahwa Kudungga memiliki seorang putra
bernama Asmawarman yang menjadi raja kedua Kutai. Asmawarman
memiliki tiga orang putra, salah satunya bernama Mulawarman, yang
akhirnya menjadi raja dan berhasil membawa Kerajaan Kutai menuju masa
kejayaan.
Dari Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Mulawarman
disebut-sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah
mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum
Brahmana yang bertempat di Waprakecvara.
Waprakecvara adalah tempat suci (keramat) yang merupakan sinkretisme
antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia. Sebagai
keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara
Vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
2.2 Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan bercorak Hindu di nusantara yang


berdiri pada abad ke-4 hingga abad ke-7 masehi. Kerajaan Tarumanegara
terletak di tepi Sungai Citarum, Jawa Barat. Pendiri Kerajaan Tarumanegara
adalah Maharesi Jayasingawarman dari India, yang datang ke nusantara
karena kekacauan dan penjajahan oleh pasukan Maharaja Samudragupta
dari Kerajaan Magada.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja
Purnawarman yang berkuasa antara 395-434 masehi. Di bawah
kekuasaannya, rakyat dipimpin secara bijaksana dan Tarumanegara berhasil
menguasai 48 kerajaan daerah. Dari sumber sejarah Kerajaan
Tarumanegara, diketahui wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
Jawa Barat.
Sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanegara bermula ketika Maharesi
Jayasingawarman dari Salankayana, India, datang ke Indonesia. Setelah
diterima oleh Raja Dewawarman VIII di Kerajaan Salakanagara, ia dinikahkan
dengan salah seorang putrinya. Jayasingawarman kemudian membuka
wilayah (sekarang diperkirakan di sekitar Bekasi) dan mendirikan Kerajaan
Taruma pada 358 masehi. Raja Jayasingawarman berkuasa selama 24 tahun,
dari 358-382 masehi.

2.3 Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga atau Kerajaan Holing adalah kerajaan bercorak Hindu-


Buddha di Jawa yang berdiri pada abad ke-6 hingga abad ke-7. Letak
kerajaan ini berada di pantai utara Jawa Tengah, antara Kabupaten
Pekalongan dan Jepara. Pendiri Kerajaan Kalingga adalah keturunan Dinasti
Syailendra, yang nantinya menjadi penguasa Kerajaan Mataram Kuno.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Ratu
Shima yang berkuasa antara 674-695 M. Tidak banyak cerita maupun
keterangan mengenai Kerajaan Kalingga. Bukti-bukti yang menyebutkan
keberadaannya lebih banyak berasal dari Tiongkok, salah satunya berasal
dari pendeta bernama Hwi-ning yang mengunjungi Kerajaan Kalingga pada
664-667 M.

2.4 Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan bercorak Buddha yang didirikan oleh


Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7. Kerajaan Sriwijaya terletak di
tepian Sungai Musi, di daerah Palembang, Sumatera Selatan.
Pada masanya, kerajaan maritim ini banyak memberi pengaruh di nusantara.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan ketika diperintah oleh Raja
Balaputradewa, yang berkuasa pada abad ke-9. Pada masa kejayaannya,
Sriwijaya mengontrol perdagangan di jalur utama Selat Malaka dan daerah
kekuasaannya meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, dan sebagian Jawa. Selain itu, kebesarannya juga dapat dilihat
dari keberhasilannya di beberapa bidang, seperti bidang maritim, politik,
dan ekonomi.
Dalam Bahasa Sanskerta, Sriwijaya berasal dari kata sri yang berarti cahaya
dan wijaya yang artinya kemenangan. Jadi, arti Sriwijaya adalah
kemenangan yang gemilang. Setelah beberapa abad berkuasa, Kerajaan
Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke-11.

2.5 Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa


Tengah bagian selatan pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur
pada abad ke-10. Di Jawa Tengah, letak Kerajaan Mataram Kuno
diperkirakan terletak di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta).
Pusat kerajaan ini kemudian mengalami beberapa kali perpindahan hingga
sampai ke Jawa Timur.
Kerajaan Mataram Kuno juga sering disebut sebagai Kerajaan Mataram
Hindu atau Kerajaan Medang. Pendiri Kerajaan Mataram Kuno adalah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya yang berkuasa antara 732-760 masehi. Kerajaan
Mataram Kuno berdiri pada tahun 732 masehi dan runtuh pada 1007
masehi.
Selama hampir tiga abad berkuasa, terdapat tiga dinasti yang memerintah,
yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra (di Jawa Tengah), serta Dinasti
Isyana (di Jawa Timur).
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno dapat diketahui dari prasasti Canggal,
Prasasti Kalasan, Prasasti Balitung, Prasasti Klurak, Candi Gedong Songo,
Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, dan
masih banyak lainnya.

2.6 Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang adalah lanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno di Jawa


Tengah yang dipindah oleh Mpu Sindok. Mpu Sindok memindahkan pusat
pemerintahannya ke Jawa Timur karena alasan keamanan dan faktor alam.
Namun, Medang Kamulan akhirnya hancur setelah diserang Kerajaan
Sriwijaya dengan bantuan Raja Wurawari.
Kerajaan Medang Kamulan didirikan oleh Mpu Sindok pada abad ke-10.
Kerajaan ini diperkirakan berada di daerah Jombang, Jawa Timur. Mpu
Sindok adalah keturunan dari Dinasti Sanjaya yang berkuasa di Mataram
Kuno.
Kerajaan Medang merupakan lanjutan dari Mataram Kuno di Jawa Tengah.
Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur karena
adanya tekanan dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Selain itu, faktor
bencana alam juga menjadi alasan Mpu Sindok memindahkan Mataram
Kuno ke Jawa Timur. Mpu Sindok kemudian merintis dinasti baru, yakni
Dinasti Isyana yang diambil dari gelar Mpu Sindok, yaitu Isyana Tungga
Dewa.

2.7 Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan bercorak Hindu yang pernah
berdiri di wilayah Jawa Timur. Dalam catatan sejarah, Kerajaan Kediri juga
disebut dengan nama Kerajaan Kadiri, Daha, dan Panjalu. Kerajaan Kediri
berpusat di Daha atau Dhanapura sekarang dikenal dengan Kota Kediri.
Berdirinya Kerajaan Kediri tak lepas dari peran Raja Airlangga. Ia membagi
daerah kekuasaannya menjadi dua bagian pada tahun 963 M demi
menghindari pertikaian. Dilakukan oleh seorang Brahmana bernama Mpu
Bharada, Raja Airlangga membagi wilayah Kahuripan menjadi Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai
Brantas. Panjalu (Kediri) kemudian diberikan kepada Sri Samarawijaya yang
membangun pusat pemerintahannya di kota baru, yaitu Daha.
Kerajaan Kediri berkembang menjadi kerajaan agraris yang sukses dengan
hasil pertanian di sekitar Sungai Brantas yang melimpah. Selain bercocok
tanam, mereka juga melakukan perdagangan emas, perak, kayu cendana,
rempah-rempah, dan pinang dan berperan dalam perdagangan di Asia.
Pada masa itu, berkembang pula kebudayaannya terutama di bidang sastra
dengan adanya beberapa peninggalan karya sastra dari Kerajaan Kediri yang
terkenal hingga kini. Salah satunya adalah Kitab Bharatayudha yang berisi
sebuah ramalan Jayabaya atau Jangka Jayabaya.

2.8 Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari atau Kerajaan Tumapel adalah kerajaan bercorak Hindu-


Buddha di Jawa Timur yang terletak di daerah Singasari, Malang. Kerajaan
ini didirikan oleh Ken Arok yang juga menjabat sebagai raja pertama dengan
gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi pada 1222 M.
Masa kejayaan Kerajaan Singasari berlangsung pada masa pemerintahan
Raja Kertanegara, yang berkuasa antara 1272-1292 M. Di bawah
kekuasaannya, wilayah kekuasaannya mencapai Bali, Sunda, sebagian
Kalimantan, dan sebagian Sumatera. Sumber-sumber Kerajaan Singasari
dapat diketahui dari Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama, serta
prasasti-prasasti peninggalannya.
Berdirinya Kerajaan Singasari tidak lepas dari kisah pendirinya, Ken Arok. Ken
Arok awalnya hanya seorang pengawal Tunggul Ametung, seorang akuwu
(camat) di Tumapel. Ken Arok kemudian membunuh Tunggul Ametung dan
menikahi istrinya yang bernama Ken Dedes. Setelah menjadi Akuwu
Tumapel, Ken Arok bersekutu dengan para Brahmana untuk menaklukkan
Kerajaan Kediri. Serangannya pun berhasil hingga memaksa Raja Kertajaya
menyerahkan kekuasaan kepada Ken Arok dan kerajaan dipindah ke
Singasari.
2.9 Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa

Kerajaan Buleleng adalah salah satu kerajaan bercorak Hindu di Bali yang
letaknya berada di Singaraja. Kerajaan ini berdiri pada sekitar pertengahan
abad ke-17, setelah seluruh wilayah Bali utara yang sebelumnya dikenal
dengan nama Den Bukit, berhasil disatukan.
Pendiri Kerajaan Buleleng adalah I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa
Kepakisan. Setelah hampir dua abad berkuasa, masa pemerintahan kerajaan
ini berakhir pada abad ke-19 karena jatuh ke tangan Belanda.
I Gusti Anglurah Panji Sakti adalah putra penguasa Kerajaan Gelgel dari istri
seorang selir. Karena dikhawatirkan akan menggeser posisi pewaris takhta,
Panji Sakti diasingkan ke kampung halaman ibunya di Den Bukit, Bali utara.
Di daerah itu, Panji Sakti berhasil menyatukan wilayah-wilayah di sekitarnya
dan akhirnya dinobatkan menjadi raja pada 1660 dan kerajaannya dikenal
dengan nama Kerajaan Buleleng. Pada awal didirikan, Kerajaan Buleleng
mampu berkembang pesat dan bahkan mencapai masa kejayaan.
I Gusti Anglurah Panji Sakti tidak hanya menjadi pendiri dan raja pertama
yang berkuasa, tetapi juga berhasil membawa Kerajaan Buleleng menikmati
masa kejayaan. Pada masa pemerintahannya, kekuasaannya meluas sampai
ke Blambangan di ujung Jawa Timur.

2.10 Kerajaan Sunda (Pajajaran)

Kerajaan Sunda adalah pemecahan dari Kerajaan Tarumanegara. Namun,


sebagian orang belum mengetahui sejarah singkat pemecahan tersebut.
Berikut sejarah singkat terbentuknya Kerajaan Sunda. Sebelum terjadi
pemecahan, Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh Linggawarman. Ia
menikah dengan seorang putri Indraprahasta yang bernama Déwi
Ganggasari. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai dua orang putri,
pertama Déwi Manasih, putri kedua bernama Sobakancana.
Putri pertama Linggawarman yang bernama Déwi Ganggasari menikah
dengan Tarusbawa dari Sunda. Sementar itu putri kedua Linggawarman yang
bernama Sobakancana menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa (pendiri
Kerajaan Sriwijaya). Dalam masa pemerintahan Kerajaan Tarumanegara
hanya ada 12 orang yang memimpin kerajaan tersebut. Di tahun 669 Masehi,
raja terakhir Kerajaan Tarumanegara, yaitu Linggawarman kedudukannya
digantikan oleh menantunya yang bernama Tarusbawa.
Tarusbawa sendiri berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa. Ia melihat pamor
Kerajaan Tarumanegara sudah mulai menurun. Karena hal itulah, Tarusbawa
ingin sekali mengembalikan kejayaan dan keharuman seperti zaman
Purnawarman yang bekedudukan di Purasaba (ibu kota) Sundapura.
Di tahun 670 Masehi, Tarusbawa mengganti Kerajaan Tarumanegara
menjadi Kerajaan Sunda. Penggantian nama itu membuat Wretikandayun
pendiri Kerajaan Galuh memisahkan negaranya dari kekuasaan atau
kepemimpinan Tarusbawa.

2.11 Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-13. Kerajaan Hindu-Buddha ini
mengalami masa kejayaan pada abad ke-14. Raja pertama adalah Raden
Wijaya. Dia dinobatkan menjadi raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215
Saka, atau bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Raden Wijaya, sang pendiri Kerajaan Majapahit, bergelar Sri Maharaja
Kertarajasa Jayawardhana. Masa pemerintahan Raden Wijaya berlangsung
selama 16 tahun, yakni pada 1293 Masehi hingga 1309 Masehi.
Sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit bermula dari permohonan Raden
Jayawijaya kepada Jayakatwang untuk membuka hutan di daerah Tarik.
Jayakatwang merupakan raja Kerajaan Gelanggelang. Ia adalah sosok yang
berpengaruh terhadap keruntuhan Kerajaan Singasari.
Kertanegara, pemimpin Singasari yang juga mertua Raden Jayawijaya, gugur
akibat serbuan tentara Gelanggelang yang dikirim Jayakatwang. Istana
Singasari pun telah diduduki. Hal tersebut membuat Raden Wijaya bersama
istrinya dan sejumlah pasukan yang tersisa, meninggalkan Singasari untuk
menuju Madura. Mereka hendak menemui Adipati Wiraraja.
Mengutip buku “Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit”,
karya Prof. Dr. Slamet Muljana (2005), Wirajaya menyarankan Raden Wijaya
agar menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Wirajaya jugalah yang
mengusulkan kepada Raden Wijaya untuk membuka hutan di daerah Tarik.
Raden Wijaya menuruti perkataan Wirajaya. Ketika mengabdi kepada
Jayakatwang, Raden Wijaya mengusulkan untuk membuka hutan Tarik
sebagai tempat berburu Raja Jayakatwang. Hutan itu pun diubah menjadi
hunian sekaligus tempat untuk membanguan kekuatan. Tempat tersebut
kemudian dinamakan Majapahit atau Wilwatikta.
Kerajaan Majapahit mengalami masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam
Wuruk. Cucu Raden Wijaya ini memerintah pada 1350 M hingga 1389 M. Saat
memimpin, ia didampingi Patih Gajah Mada.
Masa kejayaan Kerajaan Majapahit disebut tak terlepas dari peran Gajah
Mada. Dia diangkat sebagai patih amangku bhumi pada 1336 M atau sewaktu
Tribhuwana Tunggadewi berkuasa. Saat penobatannya, Gajah Mada
bersumpah untuk menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit. Sumpah
itu dinamakan Amukti Palapa atau dikenal dengan Sumpah Palapa.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Munculnya pemerintahan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan
India itu bersentuhan dengan kebudayaan Indonesia. Persentuhan
kebudayaan ini terjadi sebagai salah satu akibat dari adanya hubungan
yang dilakukakan oleh orang-orang India dengan orang-orang Indonesia
atau sebaliknya. Hubungan itu berawal dari kegiatan perdagangan
sehingga pengaruh-pengaruh kebudayaan India dengan Budha masuk ke
Indonesia.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan
yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga
bisa terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi
banyak orang.
HASIL DISKUSI KELOMPOK

TANYA JAWAB

Anda mungkin juga menyukai