Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
yang telah memberi rahmat serta hidayahNya kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia”.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan karena masih
dalam tahap belajar. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka akan menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca khususnya.

Kotabumi utara, Agustus 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang
dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah
Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa
oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan
sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha
Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad
ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga
menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit
antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang
kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan
dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti
yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam
yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya
kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses masuknya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses masuknya kerajaan-kerajaan Hindu-
Budha di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang
memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Terumanegara dibangun oleh raja Jayasinghawarman ketika memimpin pelarian


keluarga kerajaan dan berhasil meloloskan diri dari musuh yang terus menerus menyerang
kerajaan Salakanagara.
Di pengasingan, tahun 358 M, Jayasinghawarman mendirikan kerajaan baru di tepi Sungai
Citarum, di Kabupaten Lebak Banten dan diberi nama Tarumanegara. Nama Tarumanegara
diambil dari nama tanaman yang bernama tarum, yaitu tanaman yang dipakai untuk ramuan
pewarna benang tenunan dan pengawet kain yang banyak sekali terdapat di tempat ini.
Tanaman tarum tumbuh di sekitar Sungai Citarum. Selain untuk pengawet kain, tanaman ini
merupakan komoditas ekspor dan merupakan devisa pemasukan terbesar bagi Kerajaan
Tarumanegara.
Raja Jayasinghawarman berkuasa dari tahun 358-382 M. Setelah raja mencapai usia lanjut,
raja mengundurkan diri untuk menjalani kehidupan kepanditaan. Sebagai pertapa,
Jayasinghawarman bergelar Rajaresi. Nama dan gelar raja menjadi Maharesi Rajadiraja Guru
Jayasinghawarman.
Kerajaan Tarumanegara banyak meninggalkan Prasasti , sayangnya tidak satupun yang
memakai angka tahun. Untuk memastikan kapan Tarumanegara berdiri terpaksa para ahli
berusaha mencari sumber lain. Dan usahanya tidak sia-sia. Setelahnya ke Cina untuk
mempelajari hubungan Cina dengan Indonesia dimasa lampau mereka menemukan naskah-
naskah hubungan kerajaan Indonesia dengan kerajaan Cina menyebutnya Tolomo. Menurut
catatan tersebut, kerajan Tolomo mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 528 M, 538 M,
665 M, 666M. sehingga dapat disimpulkan Tarumanegara berdiri sejak sekitar abad ke V dan
ke VI.
Masa kejayaan Tarumanegara diperkirakan berada pada tahun 395-434, saat diperintah
oleh Purnawarman. Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397. Ibukota ini
letaknya lebih dekat ke pantai dan terkenal dengan nama Sundapura.
Di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 kerajaan daerah di bawah Tarumanegara.
Wilayahnya terletak mulai dari sekitar Pandeglang (Rajatapura ) hingga Purwalingga (diduga
inilah asal usul nama kota Purbalingga) di Jawa Tengah. Secara umum wilayah kekuasaan
meliputi hampir seluruh Jawa Barat; dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon
Pada masa Suryawarman berkuasa lebih banyak lagi kerajaan daerah yang dibangun.
Pada tahun 526 misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan Kendan,
yang terletak di kawasan Nagreg, wilayah perbatasan Bandung-Garut sekarang. Lalu pada
masa Kertawarman (561-628) berdiri pula Kerajaan Galuh.
B. Letak dan Wilayah Kekuasaan Kerajaan Tarumanegara

Berdasarkan sumber – sumber sejarah yang ada dapat disimpulkan bahwa Tarumanegara
terletak di Jawa Barat. Pusatnya belum dapat dipastikan, namun para ahli menduga kali
Chandabagha adalah kali Bekasi, kira – kira antara sungai Citarum dan sungai Cisadane.
Adapun wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara meliputi daerah Banten, Jakarta, sampai
perbatasan Cirebon.
Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta (Naskah Wangsakerta adalah
istilah yang merujuk pada sekumpulan naskah yang disusun oleh Pangeran Wangsakerta
secara pribadi atau oleh "Panitia Wangsakerta".)
Raja-raja Tarumanegara
No Raja Masa pemerintahan
1 Jayasingawarman 358-382
2 Dharmayawarman 382-395
3 Purnawarman 395-434
4 Wisnuwarman 434-455
5 Indrawarman 455-515
6 Candrawarman 515-535
7 Suryawarman 535-561
8 Kertawarman 561-628
9 Sudhawarman 628-639
10 Hariwangsawarman 639-640
11 Nagajayawarman 640-666
12 Linggawarman 666-669
C. Kehidupan Masyarakat Tarumanegara
1) Kehidupan Sosial
Masyarakat Kerajaan Tarumanegara sudah menanamkan sikap gotong royong,
berdasarkan isi dari prasasti Tugu. Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah
teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya Raja Purnawarman untuk terus meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya. Beliau sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang
dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di
kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
Pengkastaan di Kerajaan Tarumanegara tidak jauh berbeda dengan yang ada di
Kerajaan Kutai. Golongan brahmana bertugas mengatur tugas keagamaan. Kaum kesatria
merupakan golongan bangsawan (raja dan kerabat). Sedangkan golongan biasa meliputi
para petani, peternak, pemburu, pelaut dan nelayan.
2) Kehidupan Ekonomi

Masyarakat Tarumanegara mengutamakan bidang pertanian sebagai sumber mata


pencaharian mereka. Mereka berladang secara berpindah-pindah. Selain itu, bidang
pelayaran dan perdagangan tidak kalah penting dalam perekonomian Tarumanegara.
Dalam prasasti Tugu, dinyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan
rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Terusan ini (Gomati
dan Candrabhaga) dibangun oleh golongan budak dan kaum sudra. Pada akhirnya terusan
ini selain berfungsi sebagai sarana pencegah banjir, juga berfungsi sebagai sarana lalu
lintas pelayaran perdagangan antar daerah di Kerajaan Tarumanegara dengan daerah lain
di luar kerajaan. Berdasarkan catatan Fa-Hien, seorang musafir Cina, masyarakat
Tarumanegara memperdagangkan beras dan kayu jati.
3) Kehidupan Politik
Sumber sejarah politik dan pemerintahan Kerajaan Tarumanegara kurang jelas.
Meskipun demikian, catatan dari Fa-Hien (sejarawan) mengatakan Tarumanegara
mampu menciptakan stabilitas politik di wilayahnya. Kondisi itu dibuktikan dari
laporannya tentang cukup majunya perekonomian kerajaan tersebut. Kuatnya
pemerintahan dibuktikan oleh informasi prasasti mengenai proyek penggalian saluran
Gomati dan sungai Candrabhaga. Proyek itu membutuhkan tenaga manusia yang cukup
besar, sehingga mungkin terselenggara oleh pemerintahan yang berwibawa, yang
kekuasaanya diakui rakyatnya. Karena merupakan kerajaan, kekuasaan raja bersifat
mutlak. Hal itu tergambar dari pengakuan Raja Purnawarman sebagai jelmaan Dewa
Wisnu.

4) Kehidupan Agama

Kepercayaan yang dianut warga di dalam Kerajaan Tarumanegara yaitu Hindu,


tepatnya Hindu Wisnu. Sebagai bukti, pada prasasti Ciareteun ada tapak kaki raja yang
diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Sedangkan agama yang dianut warga di luar
kerajaan ada beberapa. Seperti yang dinyatakan oleh Fa-Hien, dalam bukunya yang
berjudul Fa Kao Chi, menceritakan bahwa saat mengunjungi Jawadwipa, dia hanya
menjumpai sedikit orang beragama Buddha. Kebanyakan masyarakat menganut
kepercayaan Hindu dan “beragama kotor” (maksudnya animisme).
D. Penyebab Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara

Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya,


Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama
Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Kerajaan Sunda dan yang kedua bernama
Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara
otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya,
yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa. Ia
memilih mengembangkan Kerajaan Sunda yang sebelumnya merupakan kerajaan daerah
yang berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Kerajaan Sunda
ini, kerajaan lain bernama Kerajaan Galuh memutuskan untuk berpisah dari Kerajaan Sunda.
Akhirnya wilayah bekas Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi dua, sehingga kekuatan
kerajaan Tarumanagara menjadi lemah.
Tahun 686 Kerajaan Tarumanegara runtuh ditaklukan Dapunta Hyang Salendra, yaitu
raja Sriwijaya dari Kedah. Dalam prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di dekat
Palembang mempunyai angka tahun 605 Caka atau sama dengan 683 Masehi, menerangkan
tentang perjalanan penjelajahan Raja Dapunta Hyang Cri Jayanaca. Raja berangkat dari
Minangatamwan dengan armada berkekuatan 20.000 tentara dan menaklukan beberapa
daerah sehingga menjadikan Palembang sebagai Bandar pelabuhan terbesar di Sumatra
(Suwarna Dwipa). Dalam sejarah, Palembang menjadi tempat penting untuk pusat ziarah
umat beragama Buddha Mahayana. Karena kejayaan Kerajaan Sriwijaya pada tahun 670 M
dan didirikannya Bandar pelabuhan Palembang, maka kekuatan armada laut semakin kuat
dan bertambah besar sehingga dengan mudah memperluas kekuasaannya di Tanah Jawa
termasuk Kerajaan Tarumanegara.

E. Sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara

1. Prasasti
a. Prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor)

Sebelumnya dikenal dengan nama prasasti Ciampea, terletak di pinggir sungai Ciaruteun,
dekat muaranya dengan Cisadane. Di atasnya terdapat lukisan laba-laba dan tapak kaki yang
dipahatkan di atas aksaranya. Prasasti terdiri dari 4 baris, ditulis dalam bentuk puisi India
dengan irama anustubh (Anustubh: jumlah suku kata pada masing-masing baris dalam satu
bait puisi Jawa kuno sebanyak 8 suku kata). Prasasti ini mengingatkam adanya hubungan
dengan prasasti raja Mahendawarman I dari keluarga Pallawa. Bunyi dari prasasti ini ialah :
vikrantasyavanipateh
srimatah purnavarmmanah
tarumanegarendrasya
visnor iva padadvayam
‘’Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang
Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia’’
b. Prasasti Jambu/ Pasir Koleangkak

Di temukan di bukit, daerah perkebunan Jambu kira-kira 30 km sebelah barat Bogor. Bunyi
dan terjemahan prasasti ini adalah :
-sriman-data krtajno narapatir- asamo yah pura/ta/r/u/maya/m/namna sri-purnnavarmma
pracura-ripusarabhedya-vikhyatavarmmo
-tasyedam-padavimbadvayam-arinagaroysadane nityadaksambhaktanamyandripanam-
bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam
‘’ gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada
taranya- yang termashur Sri Purnnawarman- yang sekali waktu( memerintah) di Taruma dan
yang baju zirahnya yang terkenal (=varmman) tidak dapat di tembus senjata musuh. Ini
adalah sepasang tapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh,
hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya’’
Dari Prasasti diatas kita dapat keterangan bahwa Purnawarman suka memakai Warman (baju
Zirah/Besi) yang tidak dapat ditembus senjata. Dari itu juga kita tahu dia sering berperang
dan menggempur kota – kota musuhnya.
c. Prasasti Kebon Kopi (kampung Muara Hilir, Cibungbulang)

Terdapat dua tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata. Bunyinya
sebagai berikut:
jayavsalasya taruma/ ndra/ sya ha/st/inah- sira/ vatabhasya vibhatidam- padavayam
‘’ Disini nampak sepasang tapak kaki….yang seperti Airavata, gajah penguasa taruma (yang)
agung dalam….dan(?) kejayaan’
d. Prasasti Tugu (Tugu, Jakarta)

Merupakan prasasti terpanjang dari semua peninggalan Purnawarman. Tulisannya dipahatkan


pada sebuah batu bulat panjang secara melingkar.
Yang khas dari prasasti ini adalah:Di dalamnya disebutkan nama dua sungai yang terkenal di
Panjab, yaitu sungai Candrabhaga dan Gomati.
 Merupakan satu-satunya prasasti purnawarman yang menyebutkan anasir penanggalan
namun tidak memuat angka tahun yang pasti, hanya menyebutkan phalguna dan caitra yang
bertepatan dengan bulan Februari- April.
 Menyebutkan dilakukannya upacara selamatan oleh Brahmana diserati 1000 ekor sapi
yang dihadiahkan
 Menyebutkan dua nama lain dari Purnawarman
 Candrabhaga merupakan nama sungai India yang diberikan kepada sebuah sungai di
Jawa dan nama itu sekarang dikenal dengan nama Bekasi, Chandrabagha dapat diartikan
menjadi bekasi = Bhagasasi = Baghacandra = Chandabagha (Sasi = Candra = Bulan), yang
diduga pusat Kerajaan Tarumanegara. Bunyi Prasasti Tugu sebagai berikut :
pura rajadhirajena guruna inabahuna
khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau
pravarddhamana-dvavinsad-vatsare srigunaujasa
narendradhvajabhutena srimata purnnavarmmana
caitrasukla-trayodsyam dinais siddhaikavinsakaih
ayata satrasahasrena dhanusam sasaterna ca
dvavinsena nadi ramya gomati nirmalodaka
pitamahasya rajasser vvidarya sibiravanim
brahmanair ggo-sahasrena prayati krtadaksina
‘’Dulu (kali yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan
mempuyai lengan kencang dan kuat( yakni raja Purnawarman) untuk mengalirkannya ke laut
setelah kali ini sampai di istana kerajaan yang termasyur. Di dalam tahun keduapuluh-duanya
dari tahta yang mulai raja Purnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan
kebijaksanaanya serta menjadi panji segala raja, maka sekarang beliau menitahkan pula
menggali kali yang permai dan berair jenih, Gomati namanya, setelah sungai itu mengalir di
tengah-tengah tanah kediaman yang mulia Sang Pendeta nenek-da( Sang Purnawarman).
Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal 8 paro-petang bulan Phalguna dan
disudahi pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra, jadi hanya 21 saja, sedang galian itu
panjangnya 6.122 tumbak (12 km). Selamatan baginya dilakukan oleh para brahmana disertai
1000 ekor sapi yang dihadiahkan ‘’
Pembuatan galian tersebut yang jelas untuk pengairan sawah dan pengantisipasi banjir. Dari
sini kita lihat Purnawarman raja yang memperhatikan kesejahteraan rakyat. Penggalian ini
juga memeperhatikan kesejahteraan rakyat. Penggalian ini juga memperlihatkan bahwa
pengetahuan bertani Tarumanegara sudah cukup maju. Menurut para ahli sejarah,
kemungkinan besar sungai yang digali adalah terusan untuk membantu pengaliran sungai
Bekasi, sebab disebutkan sungai Candrabagha. Menurut Prof. Purbacaraka Chandrabagha
dapat diartikan menjadi bekasi = Bhagasasi = Baghacandra = Chandabagha (Sasi = Candra =
Bulan)
Selaian itu Prasasti tugu ini. Mempunyai unsur penanggalan tetapi tidak memakau angka
tahun. Dalam Prasasti tugu terdapat kata Phalaguna dan Carita. Yaitu bulan yang bertepatan
dengan pebruari – april dalam tarikh Masehi
e. Prasasti Pasir Awi (Pasir Awi, Bogor)

Tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Pada prasasti ini juga terdapat gambar
tapak kaki.
f. Prasasti Muara Cianten (muara Cianten, Bogor)

Prasasti ini di temukan di muara Cianten Bogor , prasasti ini juga terdapat telapak kaki.
Sayang tulisannya belum dapat diartikan sebab tulisannya dalam huruf ikal sehingga tidak
banyak yang diketahui tentang isinya.
g. Prasasti Cidanghiang atau Lebak

Ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul, kabupaten


Pandeglang, Banten. Prasasti Cidanghiyang dilaporkan pertama kali oleh Toebagus Roesjan
kepada Dinas Purbakala tahun 1947 (OV 1949:10), tetapi diteliti pertama kali tahun 1954 dan
berisi dua baris aksara yang merupakan satu Sloka dalam metrum anustubh. Bunyi prasasti
ini:
vikranto yam vanipateh prabhuh satyapara (k) ra (mah)
narendraddvajabhutena srimatah purnnavarmmanah
“Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja
dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”
Dari Prasasti ini kita bisa tahu rupanya Raja Purnawarman seorang raja yang perkasa yang
mempunyai wilayah kekuasaan yang luas. Dia banyak menaklukan raja – raja di daerah
sekitarnya.

2. Arca
a. Arca Rajasi
Diperkirakan ditemukan di Jakarta.menggambarkan rajarsi yang menggambarkan sifat-sifat
Wisnu-Surya. Ada yang berpendapat bahwa arca itu adalah arca Siwa dari abad II.
b. Arca Wisnu Cibuaya I
Berasal dari abad 7 dan bisa dianggap bisa melengkapi prasasti-prasasti Purnawarman. Arca
ini memperlihatkan adanya persamaan dengan arca yang ditemukan di Kemboja, Siam dan
Semenanjung Melayu.
c. Arca Wisnu Cibuaya II ( di desa Cibuaya)
Terdapat kesamaan dengan arca-arca dari seni Pala abad ke 7-8, yaitu:
- Jenis batu yang digunakan
- Bentuk arca dan laksananya
- Bentuk badan
- Makuta

3. Sumber lain
a. Fa-Hien
Dia adalah musafir Cina (pendeta Budha) yang terdampar di Yepoti (Yawadhipa/Jawa)
tepatnya Tolomo (Taruma) pada tahun 414. dalam catatannya disebutkan rakyat Tolomo
sedikit sekali memeluk Budha yang banyak dijumpainya adalah Brahmana. Fa Hien juga
menyebutkan dalam bukunya Fa Kuo Chien bahwa rakyat Tolomo bermata pencaharian
bertani, berdagang dan pandai membuat minuman dari malai kelapa. Dari bukti-bukti yang
ada, para ahli sejarah menduga Tolomo/ Taluma menurut Fa hien adalah Tarumanegara
b. Dinasti Soui
Selain berita Fa Hien keberadaan Taruma juga diperkuat dari berita Dinasti Soui, bahwa
tahun 528 dan 535 datang utusan dari Negeri Tolomo yang terletak disebelah selatan
c. Dinasti Tang Muda
Berita dinasti Tang Muda menyebutkan tahun 666 dan tahun 669 M datang utusan dari
Tolomo nama Tolomo di duga lafal bahasa Cina untuk Tarumanegara.

2. KERAJAAN KALINGGA
1. Kehidupan Politik
Pada abad VII Masehi Kerajaan Kalingga pernah dipimpin seorang ratu bernama Sima.
Ratu Sima menjalankan pemerintahan dengan tegas, keras, adil, dan bijaksana. Ia melarang
rakyatnya untuk menyentuh dan mengambil barang bukan milik mereka yang tercecer di jalan.
Bagi siapapun yang melanggar akan mendapat hukuman berat. Hukum di Kalingga dapat
ditegakkan dengan baik. Rakyat taat terhadap peraturan yang dibuat ratu mereka. Oleh karena
itu, ketertiban dan ketentraman di Kalingga berjalan baik.
Menurut naskah Carita Parahyangan, Ratu Sima memiliki cucu bernama Sahana yang
menikah dengan Raja Brantasenawa dari Kerajaan Galuh. Sahana memiliki anak bernama
Sanjaya yang kelak menjadi Dinasti Sanjaya. Sepeninggalan Ratu Sima, Kerajaan Kalingga
ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.

2. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Kalingga mengembangkan perekonomian perdagangan dan pertanian.
Letaknya yang dekatdengan pesisir utara Jawa Tengah menyebabkan Kalingga mudah diakses
oleh para pedagang dari luar negeri. Kalingga merupakan daerah penghasil kulit penyu, emas,
perak, cula badak, dan gading sebagai barang dagangan. Sementara wilayah pedalaman yang
subur, dimanfaatkan penduduk untuk mengembangkan pertanian. Hasil-hasil pertanian yang
diperdagangkan antara lain beras dan minuman. Penduduk Kalingga dikenal pandai membuat
minuman berasal dari bunga kelapa dan bunga aren. Minuman tesebut memiliki rasa manis dan
dapat memabukkan. Dari hasil perdagangan dan pertanian tersebut, penduduk Kalingga hidup
makmur.

3. Kehidupan Agama
Kerajaan Kalingga merupakan pusat agama Buddha di Jawa.Agama Buddha yang
berkembang di Kalingga merupakan ajaran Buddha Hinayana. Pada tahun 664 seseorang pendeta
Buddha dari Cina bernama Hwi-ning berkunjung ke Kalingga. Ia datang untuk menerjemahkan
sebuah naskah terkenal agama Buddha Hinayana dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Cina.
Usaha Hwing-ning dibantu oleh seorang pendeta Buddha dari Jawa bernama Jnanabadra.

4. Kehidupan Sosial dan Budaya


Penduduk Kalingga hidup dengan teratur. Ketertiban dan ketentraman sosial di Kalingga
dapat berjalan dengan baik berkat kepemimpinan Ratu Sima yang tegas dan bijaksana dalam
menjalankan hukum dan pemerintahan. Dalam menegakkan hukum Ratu Sima tidak
membedakan antara rakyat dengan anggota kerabatnya sendiri.
Berita tentang ketegasan hukum Ratu Sima pernah didengar oleh Raja Ta-Shih. Ta-Shih
adalah sebutan Cina untuk kaum muslim Arab dan Persia. Raja Ta-Shih kemudian menguji
kebenaran berita tersebut. Ia memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan satu kantong emas
di jalan wilayah Kerajaan Ratu Sima. Selama tiga tahun kantong itu dibiarkan tergeletak di jalan
dan tidak seorangpun berani menyentuh. Setiap orang melewati kantong emas tersebut berusaha
menyingkir.

5. Peninggalan Sejarah
a. Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
b. Candi Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
c. Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi. Prasasti bertuliskan
huruf Pallawa yang berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih
dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di
India.
d. Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Raban, Kabupaten Batang, Jawa
Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi danberbahasa Melayu dan berasal dari sekitar abad ke-7M.
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya.
e. Prasasti Upit

6. Penyebab runtuhnya kerajaan Kalingga


Ratu Shima meninggal sekitar tahun 732 (abad ke-7) dan digantikan oleh keturunannya.
Mulai dari sini, telah nampak runtuhnya Kerajaan Kalingga secara perlahan.
Di sisi lain, Kerajaan Sriwijaya mulai muncul dan kuat baik dalam hubungannya dengan
kerajaan luar maupun militer. Kerajaan Sriwijaya menghendaki untuk melakukan penyerangan
terhadap bumi Jawa. Dari serangan tersebut, Kerajaan Kalingga dapat dikalahkan dan di
taklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya
3. KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di nusantara. Kerajaan
yang dikenal dengan kekuatan maritimnya tersebut berhasil menguasi pulau Sumatra, Jawa,
Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya yang kemudian
menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan yang berhasil menguasai perdagangan di Asia-
tenggara pada masa itu. Kata 'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu 'Sri' yang berarti
bercahaya atau gemilang dan 'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi Sriwijaya berarti
kemenangan yang gemilang.

1. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya Kerajaan Sriwijaya.
Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta
Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di
Sriwijaya untuk mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan Sriwijaya
pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya,
diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari prasasti terseubt
adalah Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian
berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya
menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan Kerajaan Sriwijaya berdiri
pada abad ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa,
dan pada saat itu pula kegiatan perdagangan di luar negri ditunjang dengan menaklukkan
wilayah sekitar hingga wilayah kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai
Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah
tentang kepemimpinan Raja Balaputradewa ini dimuat dalam prasasti Nalanda dan prasasti
Ligor. Raja Kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada
masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Chola dari india yang semula sangat erat mulai renggang, hal ini disebabkan oleh
serangan yang dilancarkan Kerajaan Chola dibawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah
Sriwijaya di Semenanjung Malaya. Serangan yang berlangsung pada tahun 1017, 1025, dan 1068
ini mengakibatkan kemunduran kerajaan sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh setelah
kerajaan Chola berhasil menyandera Raja Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Setelah itu
Kerajaan Chola mengambil alih pengaruh perdagangan dan politik.
2. Letak Kerajaan
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6
bulan. Dalam hal kerajaan Sriwijaya ini, jarak waktu yang terlalu jauh menjadikan banyak
perdebatan mengenai sejarah kerajaan sriwijaya ini, termasuk diantaranya adalah letak pasti
kerajaan yang berkembang di abad ke-7 masehi ini. Pendapat ini memiliki dukungan bukti
tertentu yang membuat semakin sulit mengetahui letak kerajaan Sriwijaya secara pasti. Pendapat
yang pertama datang dari Pirre-Yves Manguin yang melakukan penelitian pada tahun 1993,
dimana ia berpendapat bahwa kerajaan Sriwijaya terletak di daerah sungai Musi antara Bukit
Siguntang dan Sabokiking yang saat ini masuk dalam wilayah provinsis Sumatera Selatan.
Pendapat lain adalah dari ahli sejarah Soekmono yang mengatakan bahwa pusat kerajaan
Sriwijaya ada di hilir sungai Batanghari, yakni antara Muara Sabak hingga Muara Tembesi yang
berada di provinsi Jambi. Ada lagi pendapat lain yang mengatakan bahwa pusat kerajaan
Sriwijaya ada di sekitar candi Muara Takus yang masuk dalam provinsi Riau yang dikemukakan
oleh Moens. Dasar dari pendapat ini adalah petunjuk rute perjalanan I Tsing dan ide mengenai
persembahan untuk kaisar China pada tahun 1003, yakni berupa candi. Namun hingga kini
belum ada kesepakatan dan bukti yang sangat kuat dimana pusat kerajaan Sriwijaya sebenarnya
berada.
Namun, Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti disimpulkan bahwa Kerajaan
Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota
Palembang sekarang.

3. Sistem Pemerintahan
Wilayah Sriwijaya ternyata membutuhkan pengawasan yang ekstra karena luasnya
kekuasaan kerajaan ini. Untuk menjaga eksistensi kekuasaan, Raja Sriwijaya menerapkan
beberapa kebijakan, misalnya saja dalam beberapa prasasti dituliskan tentang kutukan bagi siapa
saja yang tidak taat pada raja, seperti dalam Prasasti Telaga Batu Kota Kapur. Fungsi ancaman
(kutukan) ini semata-mata untuk menjaga eksistensi kekuasaan seorang raja terhadap daerah
taklukannya. Secara struktural, Raja Sriwijaya memerintah secara langsung terhadap seluruh
wilayah kekuasaan (taklukan). Di beberapa daerah taklukan ditempatkan pula wakil raja sebagai
penguasa daerah. Wakil raja ini biasanya masih keturunan dari raja yang memimpin. Maka
masuk akal jika dijumpai pula prasasti yang berisi kutukan untuk anggota keluarga kerajaan.
Maksud dari kutukan ini adalah untuk menunjukkan sikap keras dari raja yang berkuasa,
sekaligus suatu sikap dari raja yang tidak menghendaki kebebasan bertindak yang terlalu besar
pada penguasa daerah.

4. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam.
Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai
lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai
Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke
Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh
Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang
membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea
cukai bagi kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor
Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan
wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah
sebagai berikut.
a. Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
b. Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
c. Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan
kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
d. Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan
Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
5. Kehidupan sosial
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan
internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh
asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia
perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar
terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang.
Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat-istiadat, serta
tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan
ajaran Buddha di Asia Tenggara.

6. Kehidupan masyarakat
Karena kerajaan sriwijaya dipengaruhi oleh agama budhamaka kehidupan masyarakat
sesuai dengan ajaranya selain itumasyarakat juga menjali hubungan dengan kerajaan lain. Agama
Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang
terkenal ialah Dharmakirti.

7. Budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi kebudayaan India, pertama ialah kebudayaan
agam Hindu, kemudian diikuti kebudayaan agama Buddha. berdasarkan berbagai sumber
sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam
pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti
Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual Budha untuk
memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja
Sriwijaya untuk rakyatnya. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan
tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar
yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India.
Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak
peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan
Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.

8. Agama
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari
Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang
ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya
tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan
Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia
pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).

9. Keruntuhan Sriwijaya
Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
1) Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di Koromande, India
Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya dan
membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun Kerajaan
Sriwijaya masih berdiri.
2) Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan
diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian
menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya,
Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
3) Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan
aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerha-daerah strategis
yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan raja-raja sekitarnya.
4) Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya
seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi yang bernama
ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.

10. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Ada dua jenis sumber sejarah yang menggambarkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya,
yaitu Sumber berita asing dan prasasti.
1) Sumber Berita Asing
 Berita dari Cina Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing
pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia
menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya
adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha.
 Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa
Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg.
Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina
daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena
banyak menghasilkan emas.
2) Sumber Prasasti
Selain dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga tercatat pada
prasasti-prasasti yang pernah ditinggalkan, diantaranya:
 Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isinya: Dapunta Hyang mengadakan ekspansi
8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan menguasai
beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
 Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan sebuah
Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
 Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
 Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Keduanya berisi permohonan kepada Dewa untuk
keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
 Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya kutukan-kutukan terhadap
mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
 Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya Lampung Selatan telah diduduki oleh
Sriwijaya.
 Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan kerajaan ho – ling selanjutnya tidak diketahui dengan jelas. Kemungkinan
dipindahkan ke Jawa Timur. Ada satu berita dari China yang mengatakan bahwa ibukota
kerajaan ho-ling dipindahkan ke Jawa Timur oleh Ki-Yen mungkin seorang rakryan, tapi sebab-
sebab kepindahan tidak diketahui. Di Malang, Jawa Timur di desa Dinoyo ditemukan sebuah
prasasti berupa angka tahun 760 M yang isinya mengenai pembuatan sebuah arca Agastya.
Sedangkan Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan terlupakan
dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini oleh Coedès
pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan politik raya,
berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit,
tumbuh, dan berjaya di masa lalu.
Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama jalan di
berbagai kota, dan nama ini juga digunakan oleh Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun
1960 di Palembang. Demikian pula Kodam II Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk
Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di
Palembang), Sriwijaya TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion Gelora Sriwijaya,
dan Sriwijaya Football Club (Klub sepak bola Palembang), semua dinamakan demikian untuk
menghormati, memuliakan, dan merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.
1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan dijuluki
sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan
negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan baik di
dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.
4. Faktor penyebab keruntuhan :
a. Berulang kali diserang kerajaan Colomandala
b. Kerajaan taklukan Sriwijaya banyak yang melepaskan diri
c. Terdesak perkembangan kerajaan di Thailand
d. Terdesak pengaruh kerajaan Singosari
e. Mundurnya perekonomian dan perdagangan Sriwijaya
f. Tidak adanya raja yang cakap dan berwibawa
g. Serangan Majapahit dalam upaya penyatuan nusantara

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan baik dari isi
maupun cara penulisan. Untuk itu kami, mohon maaf apabila pembaca tidak merasa puas dengan
hasil yang kami sajikan. Kritik dan saran kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini agar
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai