Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah
PraAksara, Budha, dan Islam yang diampu oleh: Kuncoro Hadi, S.S., M.A
Disusun Oleh:
Muhlisoh (21407141025)
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan selalu pada Allah SWT yang selalu melimpahkan nikmat
dan karunianya sehingga kami dapat menjalani kegiatan perkuliahan dengan baik tanpa ada
hambatan yang berarti. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umat manusia dari zaman kegelapan menuju terang benderang.
Terimakasih tidak lupa kami ucapkan kepada Bapak Kuncoro Hadi, S.S., M.A selaku
dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Inonesia Pra Aksara, dan juga kepada teman-teman
prodi Ilmu Sejarah yang selalu membantu kami dalam memahami materi dan penugasan yang
diberikan.
Makalah bertema Penelitian Terbaru/Aktual Pra Aksara Di Indonesia ini dibuat untuk
memenuhi penugasan mata kuliah Sejarah Inonesia Pra Aksara yang kami harap mendapatkan
tanggapan positif.
Makalah ini kami akui masih memiliki banyak kesalahan dalam penulisan dan materi
yang dimuat dan membutuhkan banyak pembetulan. Kami terbuka terhadap kritik, saran dan
koreksi yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia yang hidup pada zaman pra aksara sekarang sudah berubah menjadi
fosil.Penemuan-penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan
Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala
itu. fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa
jenis. Manusia purba meninggalkan petunjuk, entah itu jejak kaki, batu pahat, materi genetik,
dan lainnya yang dapat mengungkapkan mereka bertahan dan akhirnya menyebar ke seluruh
Bumi. Nenek moyang kita ini tidak begitu berbeda dari kita, mereka melakukan perjalanan
jauh dan luas, terhubung satu sama lain dan bahkan menambang untuk sumber daya alam.
Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang
ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu maupun hewan yang pernah
hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. dilihat dari hasil
penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah
peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari
Eropa pada abad ke-1 dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil
manusia di Indonesia. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan
fosil-fosil yang ditemukan. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan
terperinci mengenai manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah kami buat, dapat dirumuskan permasalah yang akan
diteliti lebih lanjut sebagai berikut:
4
1.3. Tujuan Penelitian
Setelah merumuskan beberapa masalah, sebagaimana tujuan penelitian ini yaitu mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penelitian serta penemuan terbaru fosil manusia purba
di Indonesia
2. Untuk mengetahui jenis jenis manusia purba apa saja yang ditemukan di
Indonesia
3. Untuk mengetahui dimana saja lokasi lokasi penemuan yang ada di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta telah menemukan fosil manusia purba di situs
purbakala Bumiayu di Kabupaten Breves, Jawa Tengah. Tim yang dipimpin Profesor Harry
Widianto dari LIPI menemukan fosil tulang paha, akar, dan rahang Homo erectus. Fosil
tersebut diperkirakan berusia 1,8 juta tahun yang lalu, 300.000 tahun sebelum Homo erectus
ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah. Adanya perkiraan tersebut menjadikan penemuan fosil
Homo erectus di Bumiayu sebagai manusia tertua di Pulau Jawa. Penanggalan dilakukan
dengan analisis stratifikasi batuan tempat fosil ditemukan. Formasi batuan Caligraga di bagian
tengah bawah juga telah diidentifikasi. Hasil penelitian menegaskan bahwa fosil tersebut
berasal dari sedimen terendah Formasi Caligraga.
Kesimpulan diambil setelah penemuan bahwa napal karbonat dari deposit Caligraga
dikaitkan dengan fosil yang ditemukan. Menurut Harry, penemuan fosil-fosil tersebut dapat
memperkuat dasar klaim teori multi-regional bahwa evolusi dari Homo erectus menjadi Homo
sapiens tidak hanya terjadi di Afrika Tengah. Mungkin temuan ini memodifikasi teori non-
Afrika bahwa Homo erectus dimulai di Afrika 1,8 juta tahun yang lalu, kemudian menyebar ke
Eropa, Asia, dan Sangiran, dan kemudian diciptakan oleh nenek moyang manusia modern, atau
Homo sapiens. Meskipun fosil yang ditemukan di Bumiayu sama tuanya dengan yang
5
ditemukan di Afrika. Teori-teori non-Afrika sendiri telah lama menghadapi perlawanan dari
teori-teori multi-regional. Tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah itu
benar-benar dapat mengubah teori non-Afrika. Penemuan fosil manusia purba itu sendiri
merupakan hasil survei lapangan yang dilakukan pada 17 Juni hingga 4 Juli 2019. Banyak jejak
sejarah yang ditemukan di reruntuhan berupa fosil. Seperti fosil kuda laut, gajah purba, kura-
kura raksasa, bahkan rusa. Tidak hanya makhluk fosil, tetapi juga tempat-tempat berbentuk
candi. Peneliti Belanda telah mempelajari di lokasi di Bumiayu ini selama satu abad. Namun
hal itu luput dari perhatian peneliti. Setelah itu, situasi berubah ketika warga berinisiatif untuk
mengumpulkan fosil dan memasukkannya ke dalam museum mini.
Penemuan ini juga mengundang tim dari LIPI dan Balai Arkeologi Yogyakarta untuk
melakukan penelitian lebih lanjut. Wilayah Bumiayu merupakan wilayah pegunungan yang
menjadi buktinya. Namun, kawasan Bumiayu ini kemudian diduga sebagai laut setelah
ditemukan banyak fosil hewan laut. Sekitar 2 juta tahun yang lalu, daerah itu adalah laut. Selain
itu, situs ini dianggap sebagai situs tertua di Jawa Tengah. Sofwan Nurwidi, ahli fosil di Balai
Arkeologi Yogyakarta, mengutip Liputan6.com, masuk akal jika situs Kabupaten Breves itu
yang tertua, karena pengangkatan Jawa dari laut berasal dari barat. Jawa Tengah, seperti
Brebes, Tonjeong dan Bumiayu, kini berada di barat. Di situs Bumiayu juga ditemukan fosil
purba selain fosil manusia purba yaitu fosil Shinomastodon dan gajah purba 1,5 juta tahun yang
lalu. Fosil itu ditemukan di Sungai Graga di distrik Dongjeong. Saat ini Pemkab Brebes
berencana membangun Museum Butonsite (Bumiayutongjeong). Pada tahun 2019, beberapa
tokoh masyarakat di Brebes mengusulkan kepada pemerintah Brebes untuk membangun
museum daerah. Hal ini dikarenakan kawasan Bumi Ayu tetap perlu dilestarikan,
dikembangkan dan disosialisasikan. Usulan telah dijawab dan lahan akan segera siap. Terakhir,
pada Januari 2020, rapat koordinasi diadakan di gedung pertemuan Eastgull di distrik
Dongjeong. Rencananya, bangunan akan ditempatkan di bagian lengkung Desa Galuh Timur.
Pembangunan akan dilakukan selama 15 tahun dengan kerjasama pemerintah daerah dan desa
dan dapat diperpanjang.
2. Situs sangiran
Situs Sangiran adalah salah satu situs manusia purba di Indonesia. Situs Sangiran terletak
di dua kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Slagen dan Kabupaten Karanganyar, seluas
59,21KM persegi. Situs ini dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP)
Sangiran, salah satu Unit Pelaksana Teknologi (UPT) Kementerian Pendidikan dan
6
Kebudayaan (Kemendikbud). Museum Sangiran di kawasan Reruntuhan Sangiran dibagi
menjadi lima cluster. Cluster pertama adalah cluster Kurikiran yang berperan sebagai visitor
center atau pusat pengunjung dan memberikan informasi lengkap tentang situs Sangiran.
Selanjutnya ada Cluster Daewoo, Cluster Bukuru, Cluster Neighboring, dan Museum Kastil
Manyo.
Situs ini buka pada pukul WIB dari hari Selasa sampai Minggu dari jam 8 pagi sampai jam
4sore. Pengunjung hanya akan dikenakan tiket Rp 5.000 per orang untuk mengikuti wisata
edukasi situs manusia purba ini. Seperti museum lainnya, Situs Sangiran ditutup pada hari
Senin untuk pembersihan dan pemeliharaan koleksi. Pada tahun, situs Sangirang tidak hanya
di Indonesia, tetapi secara internasional sebagai situs yang dapat memberikan pengetahuan
penting tentang bukti evolusi manusia (perubahan fisik) yang terjadi 2 juta tahun yang lalu,
evolusi fauna, budaya, dan lingkungan. Karena nilainya, situs arkeologi Sangiran telah terdaftar
sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Pada tahun 1996, UNESCO menamai Situs
Warisan Dunia Situs Sangiran No. 593 dengan nama Situs Manusia Purba Sangiran.
Sejak penemuan intensif alat-alat serpih di desa Ngebung pada tahun 1934 oleh GHR Von
Koeningswald, situs tersebut telah menggambar gambaran panjang evolusi manusia selama
jutaan tahun terakhir melalui evolusi Homo. Homo erectus diekspresikan. Homo erectus adalah
manusia purba terpenting dalam sejarah kehidupan manusia, sebelum mencapai 103 manusia
pada tahap Homo sapiens modern. Hingga satu dekade terakhir, fosil Homo erectus secara
sporadis dan terus menerus ditemukan di area seluas 8 x 7kilometer persegi. Pentingnya situs
Sangiran diketahui dari potensi situs yang sangat penting bagi kehidupan manusia pada masa
Pleistosen. Ini termasuk fosil hominid, strata, fauna, dan budaya Paleolitik. Nilai-nilai penting
tersebut meliputi nilai-nilai penting ilmiah (scientific values), nilai sejarah (historis values),
dan nilai budaya penting (Widianto, 1994). Menurut Hall dan Mc Arthur (1993), pengelolaan
cagar budaya harus memperhatikan empat aspek penting yaitu kepentingan ekonomi, sosial,
politik dan spiritual.
Penemuan fosil gigi manusia purba di gua Lida Ayer yang lokasinya ada di wilayah
Sumatera Barat. Gua ini memiliki sejarah dan peran penting dalam sejarah penyebaran
manusia modern dari Afrika. Sampai saat ini memang para ahli purbakala dunia menyepakati
bahwa manusia modern dalam perjalanannya dari Afrika menuju Australia sampai di wilayah
Asia Tenggara khsusnya Indonesia sekitar 60.000-65.000 tahun yang lalu. Namun tampaknya
7
hipothesis ini berubah total setelah adanya analisa terbaru terhadap potongan gigi manusia
purba yang ditemukan di gua di Sumatera Barat baru baru ini oleh tim peneliti dari the
Macquarie University dan University of Queensland yang dipublikasikan di jurnal imiah
bergengsi dunia Nature.
Perhatian dunia terhadap manusia purba Indonesia dimulai ketika ahli paleo-anthropologist
Belanda Eugene Dubois menemukan "manusia Jawa" yang mengguncang dunia ilmu
antropologi saat itu. Saat itu di era tahun 1800an Eugene Dubois sebenarnya juga melakukan
serangkaian ekspedisi penelitian di berbagai gua di wilayah Sumatera. Hasilnya Eugene
Dubois ternyata menemukan potongan gigi manusia purba yang membuat dirinya sangat
tertarik. Namun tampaknya di era tersebut tidak ada ahli antropologi purbakala yang serius
menekuni penemuan Eugene Dubois ini. Lebih dari seratus tahun kemudian gabungan tim
peneliti ini berhasil menemukan kembali gua tempat Eugene Dubois menemukan potongan
gigi ini. Gua ini lokasinya berada di Sumatera Barat yang dinamakan gua Lida Ajer.
Berdasarkan temuan fosil hewan dan tanaman di gua tersebut, disimpulkan bahwa gua ini
merupakan bukti penggunaan hutan tropis untuk tinggal manusia modern. Diperkirakan hutan
tropis ini memang sangat menantang bagi manusia modern yang tiba saat itu yang terbiasa
hidup di wilayah savanna. Oleh sebab itu, diperlukan tingkat intelegensi dan teknologi
adaptasi agar dapat hidup dan bertahan di hutan tropis yang kondisinya sangat berbeda.
Dari hasil analisa kembali temuan gigi yang ada digua ini disimpulkan bahwa gigi temuan
ini berasal dari manusia modern Homo sapiens yang hidup sekitar 73.000 tahun yang
lalu. Berarti temuan ini berhasil membuktikan bahwa manusia modern yang tiba di Indonesia
sekitar 20.000 tahun lebih awal dari perkiraan semula yang selama ini disepakati.
Analisa pembuktian umur temuan gigi ini cukup menyakinkan karena datanya digabung
dengan berbagai temuan fosil dan juga sedimen yang ada pada bebatuan di dalam gua yang
berkesuaian dengan gigi hewan mamalia lainnya yang hidup bersamaan waktunya dan hasilnya
dianalisa dengan berbagai peralatan tercanggih di dunia. Tidak pelak lagi tim peneliti ini
setelah sekitar 120 tahun setelah temuan Eugene Dubois berhasil merekonstruksi ketibaan
manusia modern di Indonesia dengan menggunakan peralatan yang tercanggih saat ini. Tim
peneliti ini memang memfokuskan diri untuk menggali informasi manusia purba Indonesia,
karena sebelumnya tim ini juga berhasil menemukan manusia kerdil Flores yang
menghebohkan dunia. Dalam dunia antropologi dan manusia purba wilayah Asia Tenggara
khususnya Indonesia memang merupakan wilayah yang penting dan berperan dalam
penyebaran manusia purba dari Afrika menuju Australia dan kini Sumatera Barat menjadi
8
perhatian dunia ilmu pengetahuan sebagai salah satu wilayah yang menentukan sejarah
manusia.
Sulawesi diyakini sebagai salah satu wilayah kunci bagi kehidupan awal manusia modern
(Homo sapiens). Di kawasan karst terbesar kedua dunia di Kabupaten Maros-Pangkajene
Kepulauan (Maros-Pangkep), Sulawesi Selatan, tersebar 296 gua yang di dalamnya terdapat
lukisan berusia ribuan tahun. Beberapa di antara lukisan-lukisan itu telah diteliti sebagai
gambar hewan tertua di dunia - juga diyakini menunjukkan tingkat kecerdasan pembuatnya,
termasuk kandungan nilai spiritualitas. Leang Tedongnge di Kabupaten Pangkajene
Peneliti menemukan fosil manusia purba di Gua Liang Bua, di Dusun Rampasasa, Desa
Liangbua, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Di gua inilah
ditemukan fosil Homo Floresiensis. Yang membuatnya unik adalah, banyak penelitian
menunjukkan manusia purba yang ditemukan berukuran kecil atau kerdil. Pada 2001
ditemukan fosil yang hanya memiliki tinggi 100 cm dengan berat yang diperkirakan hanya 25
kg. Informasi tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan tahun 2001 yang
merupakan kerjasama antara University of New England, Australia dengan Arkeolog
Nasional. Manusia purba yang ada di gua ini memang mencuri perhatian dunia arkeologi
karena dari berat dan tingginya mirip Hobbit.
Fosil ini ditemukan pada 2003 yang membuat nama Gua Liang Bua menjadi dikenal
seluruh dunia. Nama Liang Bua sendiri diambil dari bahasa Manggarai berarti gua atau
lubang sejuk. Gua ini adalah gua karst yang terbentuk karena proses cuaca. Gua ini menjadi
tempat tinggal bagi manusia Homo Floresiensis atau Hobbit dari Flores, ini terlihat dengan
ditemukan potongan rangka, rahang bawah, perkakas bekas Homo Erectus, serta sisa-sisa
9
tulang Stegodon (gajah purba) kerdil, biawak raksasa, serta tikus besar. Hampir semua
lapisan yang mengandung temuan tersebut berusia antara 95.000-12.000 tahun silam. Tidak
mengherankan arkeolog dari Belanda, Inggris, dan Indonesia menjadikan gua ini sebagai
tempat penggalian dan penelitian sejak 1930-an.
Bila dari geologi, gua ini bentukan endokars yang berkembang pada batu gamping.
Bentukan endokars itu berselingan dengan batu gamping pasiran. Batuan gamping itu
diperkirakan berasal dari periode Miosen tengah atau sekitar 15 juta tahun yang lampau.
Situasi di dalam gua yang memiliki ukuran tinggi atap bagian dalam 25 meter, lebar 40
meter, dan panjang 50 meter. Lokasinya berada di sekitar 200meter dari pertemuan Sungai
Wae Rancang dan Wae Mulu. Dari dua sungai inilah temuan batuan artefak dan arteak batu,
seperti rijang, kalsedon dan tufa kersikan.
Dari uji laboratorium sampel sediman di pojok selatan Gua Liang Bua terbentuk
dari190.000 tahun silam. Gua ini terbentuk dari bebatuan yang terbawa arus sungai hingga
terbentuk gundukan bukit. Dari dalam gua anda juga dapat melihat stalaktit yang menawan
menjuntai di langit-langit gua. Pemandangan ini dapat dinikmati dengan mudah karena gua ini
dijadikan tempat wisata dan tempat penelitian kelas internasional.
Gua Harimau terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Kikim Selatan, Kabupaten
Lahat, Sumatera Selatan. Gua ini ditemukan pada tahun 2008 dan mulai diteliti tahun 2009.
Penelitian yang berlanjut sampai sekarang telah menghasilkan penemuan-penemuan
spektakuler yang memberikan pandangan-pandangan baru kearkeologian.
1. Sisa hunian, bengkel, serta kuburan dari budaya neolitik hingga paleometalitik. Di
Gua Harimau ini telah ditemukan sebanyak kuburan 81 individu. Pada kedua lapisan
budaya tersebut. Penemuan sebanyak itu sangat Orientasi, posisi, system, dan jenis
kubur yang sangat menantang untuk dikaji dengan studi yang mendalam
2. Lukisan cadas yang ditemukan langit-langit bagian timur dan barat. Penemuan yang
baru satu satuntya di Sumatera menjelaskan budaya seni cadas.
3. Sisa hunian akhir pleistosen . dibawah lapisan Neolitik masih terdapat lapisan hunian
preneolitik yang kemungkinan besar Ras Australomelanesia. Sisa hunian akhir
Pleistosen Gua harimau tampaknya sudah dihunu jauh sebelum Kala Holosen .
10
Kemajuan penelitian ini telah mencapai lapisan hunian dengan pertanggalanmencapai
15000 tahun yang lalu.
Padang Bindu adalah nama dari sebuah desa di Baturaja, Sumatera Selatan. Letaknya
sendiri berbatasan langsung dengan wilayah Bukit Barisan. Padang Bindu masuk kedalam 2
formasi batuan yaitu, Formasi Baturaja dan Gumai. Formasi Baturaja oleh para ahli
diperkirakan berumur Miosen Akhir. Sementara Formasi Gumai kira-kira berumur era Miosen
Awal-Tengah. Gua Harimau sendiri merupakan salah satu situs gua yang berada di dalam
formasi-formasi tersebut. Sebenarnya masih terdapat sekitar kurang lebih 12 gua lain yang
berada di Padang Bindu.
Letak Gua Harimau berada di sebelah tenggara bukit Karang Sialang, lereng timur
pegunungan Bukit Barisan, tepatnya berada pada 4°4’26,5” Lintang Selatan dan 103°55’52,0”
Bujur Timur. Gua Harimau sendiri merupakan kompleks gua kapur atau karst. Penamaan Gua
ini dengan nama Harimau adalah karena menurut penduduk setempat kerap kali terdengar
suara harimau dari dalam gua tersebut.
Gua Harimau sendiri menarik untuk dikaji, karena merupakan satu-satunya gua, sejauh ini,
di Sumatera yang di dalamnya ditemukan lukisan pada dinding gua (rock art). Hal ini
sekaligus menjadi bantahan terhadap hipotesis awal para arkeolog bahwa kebudayaan lukis
gua tidak ada di bagian barat Indonesia.
Selain rock art, di dalam Gua Hariamau juga ditemukan benda-benda arkologis lain,
diantaranya adalah gerabah dan kapak genggam. Selain benda-benda arkeologis juga
ditemukan 81 kubur manusia dengan 78 kerangka Homo Sapiens. Dari 78 fosil kerangka yang
ada, 74 di antaranya merupakan sub spesies Mongoloid, sementara 4 lainnya adalah sub
Austromelanesid. Selain fosil manusia purba, ditemukan pula fosil gastropoda yaitu Littorina,
Amnicola Helisoma, Solariella, dan Achtina Fulica yang ditemukan di lantai gua.
Terdapat benda-benda seperti pecahan tembikar yang ditemukan di dalam gua. Penemuan
ini didapatkan dari penggalian pada tahun 2009 dan 2010. Diantara pecahan tembikar yang
ditemukan, terdapat diantaranya merupakan jenis tembikar berhias. Pecahan. Jika dijumplah,
temuan pada tahun 2009 berjumplah 401 pecahan tembikar, sementara untuk penggalian pada
tahun 2010 jumplahnya kurang dari apa yang ditemukan pada tahun 2009. Semua benda
temuan tadi berasal dari lapisan geluh lempungan (geluh yang bercampur lempung).
Untuk lukisan gua sendiri, Gua Harimau di Padang Bindu telah membuka penelitian
mengenai persebaran kebudayaan rock art di bagian barat Indonesia. selain di Gua Harimau,
budaya lukis gua sebenarnya ditemukan pula di Maros, Sulawesi Selatan. Menurut para
peneliti, usia lukisan gua di Maros hampir sama tuanya dengan pertanggalan tertua Eropa yaitu
11
sekitar 40.000 tahun lampau.
Lukisan yang terdapat di Gua Harimau terletak di dua tempat yaitu, Galeri Wahyu dan
Galeri Barat. Penamaan Galeri Wahyu sendiri diambil dari nama penemu gambar atau lukisan
tersebut yakni E. Wahyu Saptomo. Galeri ini setidaknya mempunyai 36 imaji gambar cadas
yang semuanya ditemukan pada rentang tahun 2009-2014. Rincian persebaran lukisan adalah
sebagai berikut: panil Galeri Wahyu Utara 21 imaji, panil Relung Galeri Wahyu enam imaji,
dan panil Galeri Wahyu Selatan sembilan imaji.Beralih ke Galeri Barat. Terdapat sekitar 15
gambar yang dibagi menjadi dua panil yaitu, Galeri Barat dan Galeri Barat Utara. Panil Galeri
Barat berisi 14 imaji, sementara Galeri Barat Utara sebanyak satu imaji.
13
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Begitu banyak penemuan- penemuan actual yang terbaru di Indonesia masa pra akasara.
Diberbagai wilayah Indonesia banyak fosil fosil yang ditemukan dengan berbagai jenis
peniggalan masa Pra Aksara. Penemuan manusia purba di Indonesia dapat menjelaskan
tentang asal usul dan penyebaran manusia di Indonesia. Berdasarkan penemuan-penemuan
tersebut maka timbul berbagai teori mengenai asal usul dan persebaran manusia di Indonesia.
Dengan berbagai penemuan tersebut kita dapat mengetahui kehidupan serta budaya yang
dilakukan manusia pada masa Pra aksara.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aditiya, M. (2021). Homo Erectus Bumiayu, Penemuan Fosil Manusia Purba Tertua di Jawa.
Dari
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/06/30/homo-erectus-bumiayu-
penemuan-fosil-manusia-purba-tertua-di-jawa
Maulipaksi, Desliana. (2017). Mengenal Situs Manusia Purba Sangiran. Dari:
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/04/mengenal-situs-manusia-purba-
sangiran
Nuryanti, Wiendu., dan Suwarno, Nindyo. (2008). Kajian Zonasi Pengembangan Kawasan
Pusaka Studi
Kasus: Situs Sangiran, Sragen. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Volume 15(3), pp.
101-110.
Rahman, Ronny. (2017). Temuan Fosil di Gua Lida Ajer Sumatera Barat Menentukan Sejarah.
Dari:
https://www.kompasiana.com/rrnoor/5991101f894eb15bba4ed3c4/temuan-fosil-di-gua-lida-
ajer-di-sumatera-barat-menentukan-sejarah-ketibaan-manusia-purba-indonesia
Lestari Ningsih, Widya. (2021). Situs Gunung Padang, Situs Megalitik Terbesar di Asia
Tenggara. Dari:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/03/080000679/situs-gunung-padang-situs-
megalitik-terbesar-di-asia-tenggara?page=all.
Kemedikbud. (2016). Penelitian Situs Harimau dan Rumah Peradaban di Padang Bindu.
Dari:
https://arkenas.kemdikbud.go.id/contents/read/article/ovwzxk_1484620331/situs-gua-
harimau-dan-rumah-peradaban-di-padang-bindu-ogan-komering-ulu-sumatera-
selatan#gsc.tab=0
Kemedikbud. (2015). Penemuan Rangka Manusia Kerdil (Homo Floroensis) di Situs Liang
Bua , Flores Dari:
https://arkenas.kemdikbud.go.id/contents/read/news/6l54gk_1422333049/penemuan-rangka-
manusia-kerdil-homo-floresiensis-di-situs-liang-bua-flores#gsc.tab=0
Pranita, Ellyvon. (2021). Situs Prasejarah Maros Pangkep, Ada Gambar Cadas
Theriantropik Tertua di Dunia. Dari:
https://www.kompas.com/sains/read/2021/02/27/130000623/situs-prasejarah-maros-
pangkep-ada-gambar-cadas-theriantropik-tertua-di?page=all
Oktaviana, Adhi Agus dan Setiawan, Pindi. (2014). Pola Gambar Cadas di Situs Cua Harimau,
Sumatera Selatan, Pusat Arkeologi Nasional. Dari:
(PDF) Pola Gambar Cadas Di Situs Gua Harimau, Sumatera Selatan | Adhi Agus Oktaviana and Pindi
Setiawan - Academia.edu
15
Dwiputra, Maulido Armi. (2021). Perancangan Buku Saku Paleoart: Gua Harimau. Skipsi Institut
Seni Indonesia Yogyakarta. Dari:
Tim Penilitian Padang Bindu. (2009). Laporan Penelitian Arkeologi: Penelitian Hunian Prasejarah di
Padang Bindu, Baturaja, Sumatera Utara. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
16
17