Anda di halaman 1dari 13

Makalah

sejarah wajib

Di susun oleh:Ahmad Naufal


Kelas:X Lebanon
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 1

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….. 1

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………... 2

2.1 Pengertian Manusia Purba……………………………………………... 2

2.2 Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia……………………………... 2

2.3 Kondisi Alam dan Jenis Manusia Purba di Indonesia…………………. 4

2.4 Peta Temuan Manusia Purba…………………………………………... 8

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………. 10

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 10

3.2 Saran………………………………………………………………….... 10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 11
BAB I
PENDAHULUAN

M
1.1 Latar Belakang
anusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah
menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam
perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan-penemuan
fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan
Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang
cocok dihuni manusia kala itu. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan
ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang
pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia banyak
menyumbang fosil manusia-manusia purba. Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat
dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup.
Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan.
Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Itu sebabnya makalah ini
dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai pengertian manusia purba yang
ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya pada masa itu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan manusia purba?
1.2.2 Siapa sajakah para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia?
1.2.3 Bagaimana kondisi alam dan jenis manusia purba di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian manusia purba.
1.3.2 Untuk mengetahui para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui kondisi alam dan jenis-jenis manusia purba di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia Purba
Manusia purba diyakini sudah tinggal di bumi ini sekitar 4 juta tahun yang lalu. Tetapi para ahli
meyakini bahwa manusia ini sudah ada di bumi sejak 2 juta tahun yang lalu. Manusia purba
adalah manusia penghuni bumi pada zaman praaksara atau prasejarah yaitu zaman ketika
manusia belum mengenal tulisan. Secara fisik, cirri-ciri manusia purba mempunyai kemiripan
dengan manusia modern sekarang (homo sapiens) namun hal kecerdasannya masih rendah
(volume otak < 1200 cc) dibandingkan manusia modern. Mereka biasanya hidup secara
berkelompok dan mengandalkan bahan makanan dari alam sekitar, baik beerupa tumubuh-
tumbuhan maupun binatang, karena belum mengenal cara bercocok tanam. Kehidupannyapun
mereka menggunakan alat-alat yang masih sangat sederhana pula. Alat-alat yang mereka gunakan
biasanya dari tulang-tulang binatang dan batu. Para ahli dapat mendeskripsikan kehidupan
manusia purba setelah menemukan fosil atau artefak peninggalan manusia purba. Fosil adalah
tulang-belulang manusia maupun hewan dan tumbuhan yang telah membatu dalam waktu yang
sangat lama. Sedang Artefak adalah peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia untuk
membantu memenuhi kehidupannya yang terbuat dari batu, tulang, kayu, dan logam. Dengan
ditemukannya fosil dan artefak tersebut dapat disusun dan dirangkai perkiraan kehidupan
manusia pada zaman lampau. Fosil-fosil manusia hampir ditemukan di seluruh permukaan bumi.
Melalui fosil dan artefak itu para ahli dapat meneliti manusia purba untuk mengetahui dan
menentukan usia dan keberadaannya.

2.2 Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia


Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di bumi Indonesia. Namun penemuan itu belum
dapat memastikan secara keseluruhan kehidupan dan keberadaan manusia purba di wilayah
Indonesia. Para ahli hanya dapat membuat berbagai macam perkiraan atau penafsiran sebagian
kecil kehidupan manusia purba. Berikut ini yang pernah meneliti keberadaan manusia purba di
Indonesia.
a. Eugene Dubois dan BD. Van Reitschotten
Ia mempunyai nama lengkap Marie Francois Thomas Dubois, lahir pada 28 Januari 1858.
Eugene Dubois adalah seorang dokter yang berkebangsaan Belanda yang pertama kali datang ke
Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut
tentang manusia purba di indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak manusia dari
salah seorang teman yang bernama BD. Van Reitchotten pada tahun 1889. BD. Van Reitchotten
menemukan tengkorak di daerah Wajak, pada saat ia melakukan penggalian marmer. Eugene
Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak pada tahun 1890 di dekat Desa Trinil, Jawa Timur.
Fosil itu diberi nama Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak). Fosil tersebut
diduga berusia kurang lebih satu juta tahun. Penemuan ini ternyata telah menggemparkan dunia
ilmu pengetahuan di bidang paleontologi dan biologi.

b. Ter Haar, Oppenoorth, dan GRH. Von Koenigswald


Ketiga peneliti mengadakan penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Mereka
berhasil menemukan empat belas fosil manusia purba. Fosilfosil tersebut lebih dikenal dengan
Homo Soloensis, karena ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Sekitar tahun 1936-
1941, Von Koenigswald menemukan fosil rahang bawah yang berukuran sangat besar, sehingga
para ahli member nama Meganthropus Paleojavanicus (artinya manusia besar yang berasal dari
pulau Jawa) yang diduga sama dengan Homo Mojokertensis.

c. Tjokrohandoyo dan Duifjes


Kedua tokoh ini berhasil menemukan dua fosil di Desa Perning dekat Mojokerto dan Desa
Sangiran di daerah Sragen-Surakarta. Penemuan itu menjadi sangat penting karena diperkirakan
berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang diperkirakan dua juta tahun yang lalu).
Fosil yang ditemukan tersebut diberi nama Homo Mojokertensis.
d. Prof. Dr. Teuku Jacob
Ia lahir di Peurlak, Aceh Timur pada 6 Desember 1929. Setelah Indonesia merdeka, penelitian
itu dilakukan oleh Prof. Dr. Teuku Jacob, ia adalah ilmuwan yang terus memperjuangkan
penemuannya bahwa fosil di Flores bukan spesies baru, tetapi bagian dari salah satu subspecies
Homo Sapiens dengan ras Austromelanesid. Ia menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia
purba di kawasan Sangiran, Solo bertradisi mengayau (memenggal kepala lalu memakan otak
sesamanya). Prof. Dr. Teuku Jacob melakukan penelitian di Desa Sangiran dan meluas sampai di
sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan 13 fosil, dan fosil
terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa Sambung Macan dan Sragen.

2.3 Kondisi Alam dan Jenis Manusia Purba di Indonesia


Konon pada zaman es, wilayah kita terbagi menjadi dua bagian. Wilayah barat yang disebut
Paparan Sunda menjadi satu dengan Asia Tenggara kontinental. Paparan ini meliputi Jawa,
Kalimantan, serta Sumatra dan menjadi satu dengan daratan Asia Tenggara, sehingga merupakan
wilayah yang luas. Wilayah timur yang disebut Paparan Sahul menjadi satu dengan Benua
Australia. Wilayah yang terletak di antara Paparan Sunda dan Sahul itu meliputi Kepulauan
Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Kawasan ini kelak, oleh Wallacea disebut penyaring bagi
fauna (bahkan manusia) di kedua daratan. Karenanya, tipe fauna di kedua daratan cenderung
berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan dukungan iklim serta suhu yang baik, evolusi tumbuhan
dan hewan (termasuk Primates) bisa berlangsung. Pada masa itu, manusia hidup dalam kelompok-
kelompok kecil di berbagai daerah dengan mobilitas yang cukup tinggi. Jalur Indonesia-kontinen
Asia bisa mereka tempuh melalui rute darat, begitu pula dengan Indonesia-Australia. Peralatan
batu yang ditemukan di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara serta di Filipina, mungkin bisa
digunakan untuk merunut kehidupan Pithecanthropus yang tinggal di kawasan ini. Kemudahan
komunikasi itu memungkinkan mereka untuk mengadakan migrasi ke dalam dua arah yang
berlawanan. Perubahan mulai terjadi pada daratan dan kehidupan manusia, saat es mulai mencair.
Karena air laut menjadi lebih tinggi dan menutupi bagian-bagian rendah dari kedua paparan, maka
membentuk pulau-pulau baru yang saling terpisah. Dampaknya adalah kelompok-kelompok
manusia itu menjadi tercerai-berai dan hidup di dalam pulau-pulau yang saling berlainan.
Fenomena alam itu tidak hanya sekali terjadi, sehingga memungkinkan faktor-faktor evolusi
seperti seleksi alam, arus gen, dan efek perintis untuk bekerja. Hasilnya adalah populasi baru yang
mungkin sekali berbeda dengan induknya. Mungkin karena faktor hibridisasi yaitu pembauran gen
atau perjodohan antara dua golongan makhluk hidup. Mungkin pula karena pigminasi yaitu proses
pengerdilan individu sebagai akibat adanya seleksi alam dan terbatasnya bahan makanan untuk
populasi yang semakin bertambah. Proses inilah yang antara lain mengakibatkan mengapa
manusia purba yang ditmukan di kawasan Sangiran berbeda dengan yang ditemukan di Flores
pada tahun 2004.
Latar belakang sejarah di atas memunculkan kehidupan manusia di bumi Indonesia.
Berdasarkan penemuan para ahli dapat diketahui adanya beberapa jenis manusia purba yang
berhasil ditemukan di Indonesia, diantaranya:

a. Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata; Megan artinya besar, Anthropus artinya
manusia, Paleo berarti tua, Javanicus yang artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa
Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil
manusia purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa Tengah antara tahun 1936-1941
oleh seorang peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Hasil temuan tersebut berupa
rahang bawah dan atas. Pada tahun 1952, Marks juga menemukan fosil rahang bawah
manusia Meganthropus yang lain pada lapisan Kabuh (Pleistosen tengah) di Sangiran. Fosil
yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun. Ciri-cirinya
sebagai berikut:
1) Memiliki tulang pipi yang tebal.
2) Memiliki otot kunyah yang kuat.
3) Memiliki perawakan yang tegap.
4) Memiliki tonjolan kening yang menyolok.
5) Memiliki tonjolan belakang yang tajam.
6) Tidak memiliki dagu.
7) Memakan jenis tumbuh-tumbuhan.
8) Mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.
b. Pithecanthropus Mojokertensis / Pithecanthropus
Robustus
Pithecanthropus Mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto. Fosil manusia purba
ini ditemukan dan diteliti oleh Tjokrohandoyo yang bekerja di bawah pimpinan ahli
purbakala Duifjes pada tahun 1936 di daerah Kepuhlagen sebelah utara Perning,
Mojokerto. Temuan tersebut berupa fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun.
Pithecanthropus Mojokertensis diperkirakan hidup sekitar 2,5 sampai 2,25 juta tahun yang
lalu. Jenis Phitecanthropus mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
1) Badan tegap, tetapi tidak seperti Meganthropus.
2) Tinggi badannya 165-180 cm.
3) Tidak mepunyai dagu.
4) Tulang tahang dan geraham kuat serta bagian kening menonjol.
5) Volume otak belum sempurna seperti jenis Homo, yaitu hanya berkisar 750 - 1.300 cc.
6) Tulang atap tengkorak tebal dan berbentuk lonjong.
7) Alat pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil.

c. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di sekitar lembah
sungai Bengawan Solo, Desa Trinil (Ngawi), Jawa Timur. Hasil temuan fosil tersebut setelah
diteliti dan direkonstruksi ternyata menunjukkan bentuk kerangka manusia yang
menyerupai kera, sehingga dinamakan Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera
yang berjalan tegak. Mereka hidup sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang
lalu. Berdasarkan penelitian pada temuan fosil yang ada, dapat disimpulkan bahwa
Pithecanthropus Erectus mempunyai ciri-ciri antara lain:
1) Berjalan tegak.
2) Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat.
3) Tinggi badan sekitar 165-170 cm dengan berat badan ± 100 kg.
4) Makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan.
5) Volume otaknya berada di antara kera dan manusia.
d. Homo Wajakensis
Fosil manusia purba jenis Homo adalah jenis manusia purba yang mendekati ciriciri manusia
modern. Fosil ini ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di desa Wajak (Tulung
Agung) Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak, rahang bawah, dan
beberapa ruas tulang leher. Hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Adapun jenis
Homo Wajakensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berbadan tegap.
2) Volume otak lebih besar daripada Pithecanthropus, yaitu berkisar 1.000-2.000 cc dengan
rata-rata 1.350-1.450 cc.
3) Alat pengunyah, rahang, gigi dan otot tengkuk sudah mengecil.
4) Otak besar dan kecil sudah berkembang terutama kulit dan otaknya.
5) Berjalan lebih tegak.
6) Tinggi badan 130-210 cm dengan berat badan 30-150 kg.
7) Muka tidak terlalu menonjol ke depan.
8) Tulang tengkorak mulai membulat.
9) Berkemampuan membuat alat-alat dari batu dan tulang meskipun masih sangat
sederhana.

e. Homo Soloensis
Homo Soloensis merupakan jenis fosil manusia praaksara yang ditemukan di lembah sungai
Bengawan Solo, oleh Ter Haar dan Ir. Oppenoorth pada tahun 1931–1934 di Desa
Ngandong kabupaten Blora. Setelah diteliti oleh Von Koenigswald, fosil tersebut diketahui
bahwa ternyata manusia purba jenis Homo Soloensis lebih tinggi tingkatannya daripada
Pithecanthropus Erectus. Jenis manusia purba tersebut dinamakan Homo Soloensis atau
manusia purba dari Solo. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang kering.
Homo Soloensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Otak kecilnya lebih kecil dari otak kecil Pithecanthropus Erectus.
2) Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.
3) Volume otaknya berkisar 1.000-1.300 cc.
4) Tonjolan kening agak terputus di tengah.
5) Berbadan tegap dan tingginya sekitar 180 cm.
f. Homo Sapiens
Homo sapiens artinya manusia cerdik berasal dari zaman Holosen (±40.000 tahun yang
lalu), telah mengalami pengecilan pada bagian kepala dan tubuh yang lain, sehingga fisiknya
sudah hampir sama dengan manusia zaman sekarang. Jenis Homo Sapiens yang sampai
sekarang masih ada adalah ras Mongoloid, ras Kaukasoid, dan ras Negroid. Ras Mongoloid
memiliki ciri berkulit kuning dan menyebar di Asia Tenggara. Ras Kaukasoid berkulit putih
berhidung mancung dan tubuhnya jangkung, hidupnya menyebar di Eropa dan Asia kecil
(Timur Tengah). Ras Negroid berkulit hitam, bibir tebal, berambut keriting, hidup menyebar
di Papua, Australia dan Afrika. Selain ketiga ras tersebut, terdapat dua ras yang
penyebarannya terbatas yaitu ras Austromelanesoid dan ras Kaukasoid. Ras
Austromelanesoid terdapat di Kepulauan Pasifik dan pulau-pulau di antara Asia dan
Australia, sedangkan ras Kaukasoid atau mungkin yang dimaksud adalah ras Indian yang
terdapat di Benua Amerika dan sekarang terdesak oleh orang kulit putih. Pada zaman
Mesolitikum (zaman Batu Madya atau zaman mengumpulkan makanan), Homo Sapiens di
Indonesia sudah mengenal tempat tinggal yang tetap dan bercocok tanam secara
sederhana. Mereka yang tinggal di tepi pantai membangun rumah-rumah panggung,
sementara yang di pedalaman tinggal di gua-gua.

2.4 Peta Temuan Manusia Purba


Wilayah Indonesia, terutama di daerah lembah sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas,
merupakan daerah temuan fosil manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Setelah
ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus tersebut orang mulai mengadakan penyelidikan
di sekitar Trinil. Pada tahun 1931 dan 1934 Dr. G.H.R. Von Koenigswald di daerah
Ngandong, masih di wilayah lembah Bengawan Solo menemukan dua tulang paha dan
sebelas tengkorak. Sebagian dari tengkorak itu sudah rusak, tetapi ada beberapa yang
masih baik dan bisa digunakan untuk penelitian yang saksama. Penyelidikan yang dilakukan
Dr. G.H.R. Von Koenigswald dan Weidenriech menunjukkan bahwa mahluk ini tingkatannya
lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus, bahkan mungkin dapat digolongkan kepada
manusia (homo sapiens). Pada tahun 1936 Dr. G.H.R. Von Koenigswald menemukan fosil
manusia purba ketika mengadakan penelitian di lembah sungai Solo di dekat Mojokerto. Ia
menemukan kerangka manusia yang diperkirakan lebih tua daripada sisa-sisa yang
ditemukan oleh Dr. Eugene Dubois.
Fosil manusia purba jenis tersebut ditemukan di daerah Wajak, dekat Tulung Agung, Jawa Timur.
Makhluk tersebut di sebut Homo Mojokertensis. Para ahli menyebutnya Homo Wajakensis,
artinya manusia dari Wajak. Fosil manusia purba dari Mojokerto itu merupakan fosil anak-anak.
Menurut ahli purbakala Tn. Van der Hoop, Homo Mojokertensis hidup kira-kira 600.000 tahun
yang lalu, sedangkan mahluk Pithecantropus Erectus 300.000 tahun yang lalu. Pada tahun 1939,
Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba di lembah Bengawan Solo, desa Perning di
dekat kota Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini berupa tengkorak kanak-kanak yang tampak pada
giginya yang diperkirakan berusia 5 tahun. Jenis manusia purba ini disebut Pithecantropus
Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Pada tahun yang sama Von Koenigswald
menemukan lagi fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan Solo. Jenis manusia purbanya
disebut Pithecantropus Robusta, artinya manusia kera yang kuat tubuhnya. Disebut demikian
karena bentuk tubuhnya lebih besar dan kuat daripada Pithecantropus Erectus.
BAB III
PENUTUP
2.1Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Manusia yang
hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba. Manusia purba adalah manusia
penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan.
Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Ada beberapa jenis manusia purba
yang ditemukan di wilayah Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba
bertubuh besar tertua di Jawa dan Pithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak.
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan
manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka
sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di
Indonesia ada 2, yaitu Homo Soloensis yang berarti manusia purba dari Solo dan Homo
Wajakensis yang berarti manusia purba dari Wajak.
2.2 Saran Demikianlah makalah ini kami susun dengan baik. Semoga dapat bermanfaat bagi
teman-teman. Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan
saran dan kritik yang senantiasa bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.plengdut.com/2013/03/Manusia-Purba-Indonesia-yang-Hidup-pada-
MasaPraaksara.html http://indonesiaindonesia.com/f/89905-manusia-purba-indonesia/
http://www.info-asik.com/2012/10/sejarah-manusia-purba.html
http://marhadinata.blogspot.com/2013/01/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html
http://smpn1sdk91bubun2013.blogspot.com/2013/03/sejarah-manusia-purba.html
http://yessicahistory.blogspot.com/2013/04/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html
http://zulfahmigo.blogspot.com/2013/01/manusia-purba-pithecanthropus-erectus.html
http://jagoips.wordpress.com/2012/12/28/kehidupan-manusia-pra-aksara/

Anda mungkin juga menyukai