Anda di halaman 1dari 6

Dosen Pengampu:

Nainunis Aulia Izza, S.Pd., M. Hum.

Dibuat oleh:
Haryanto Armadha Saputra
(I1C118053)

Manusia Purba

Program Studi Arkeologi

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Jambi

2019
HOMO ERECTUS DI JAWA DAN HASIL KEBUDAYAANNYA
LATAR BELAKANG MASALAH
Pulau jawa merupakan tempat yang paling terkenal dengan endapan-endapan
Plestosennya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena jenjang ini dipandang dari segi litologi
memang baik perkembangannya, yakni sebagian berfasies laut, sebagian limne dan fluviatil,
dan sebagian vulkanik. Hal yang kedua ialah karena endapan-endapan kwarter di Pulau Jawa
dikenal banyak kandungan fosil terutama fosil manusia purba. Kala plesetosen dalam
pembabakan waktu geologis terjadi sejak 2.6 juta tahun lalu hingga berakhir kira-kira 11.000
tahun lalu. Pada masa itulah terjadi pembentukan pulau Jawa dimulai dari Jawa bagian barat
kemudian secara progresif bergerak ke arah timur sampai akhirnya terbentuklah keseluruhan
pulau Jawa pada kala Plestosen. Pembentukan daratan di pulau Jawa pada awalnya ditandai
oleh terangkatnya Pegunungan Selatan Jawa dan kemudian diikuti oleh regresi laut di sebelah
utara yang dicirikan oleh Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng. Pada masa
Plestosen terjadi fluktuasi iklim glasial-interglasial yang menyebabkan perubahan permukaan
air laut secara signifikan. Pada masa tersebut, terjadi migrasi Homo erectus dan pada masa itu
juga banyak terjadi kepunahan mamalia besar, dan beberapa di antaranya mungkin disebabkan
oleh aktivitas perburuan manusia. Berdasarkan penjelasan diatas banyak hal yang bisa di
telusuri mengenai kehidupan dan hasil kebudayaan Homo erectus yang di Jawa. Hal tersebut
yang meyebabkan saya memilih topik ini.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kehidupan manusia Homo erectus ?
2. Apa pendukung kebudayaan Homo erectus ?
METODE
Dalam tulisan ini Metode yang digunakan berupa pengumpulan studi literature seperti: buku,
jurnal, dan artikel ilmiah lainnya. Hal itu dilakukan untuk mengetahui lapisan-lapisan
kebudayaan, mengetahui kondisi kehidupan di masa itu, mengetahui fungsi dan ciri alat-alat
batu, serta untuk mengetahui ciri-ciri manusia purba sebagai salah satu species yang diyakini
pernah menghuni menetap di kawasan tersebut.
PEMBAHASAN
Penelitian tentang manusia purba di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Eugene
Dubois pada tahun 1891 di Trinil, yang menumukan fosil atap tengkorak dan tulang paha kiri
Homo erectus (Pithecantropus erectus). Homo erectus diperkirakan berasal dari Afrika yang
bermigrasi ke kepulauan Indonesia pada kala Plestosen awal sekitar 1,7 Juta tahun yang lalu
(Semah 2000). Hingga kini di Indonesia telah tercatat 76 individu Homo erectus yang
ditemukan. Homo erectus secara anatomis memilki bentuk tengkorak yang massif, terutama
pada bagian sisi kanan dan kiri tengkorak. Bagian kening menonjol ke depan dan dahi miring
ke belakang. Bentuk atap tengkorak pendek dan bagian belakang kepala menonjol. Tulang
tengkorak tebal dengan kapasitas otak 700-1100 cc. Memiliki alat pengunyah yang sangat kuat
terlihat dari besarnya rahang. Proposisi badan tegap. Berdasarkan perbandingan karakter
morfologi dan lapisan penemuannya, Homo erectus dari jawa dapat dibedakan dalam tahapan
evolusinya, yaitu Homo erectus archaic berasal dari lapisan Plestosen Bawah sekitar 1,5-1 Juta
tahun lalu, Homo erectus typical berasal dari lapisan Plestosen Tengah sekitar 0,9-0,3 Juta
tahun lalu, dan Homo erectus progressif berasal dari lapisan Plestosen Atas sekitar 0,2-1 Juta
tahun lalu.
Penemuan Homo erectus (Pithecantropus erectus) dianggap penting oleh para ahli,
kerena Homo erectus diyakini sebagai missing link, yakni makhluk yang kedudukannya antara
kera dan manusia. Penemuan ini menggemparkan dunia ilmu pengetahuan sebab seakan-akan
dapat membuktikan teori yang dikemukakan oleh Charles Darwin dalam teori evolusinya.
Dalam bukunya yang berjudul The Descent of Man (Asal Usul Manusia) menerapkan teori
berupa perkembangan binatang menuju manusia.
Sejak penemuan sisa fosil manusia yang legendaris di sekitar aliran sungai Bengawan
Solo pertanyaan tentang peralatannya yang digunakan menjadi sering muncul. Di karenakan
penumuan fosil manusia purba di suatu situs tidak pernah diikuti dengan penemuan
peralatannya dan sebaliknya penemuan peralatannya tidak di ikuti dengan penemuan sisa
manusianya. Hal tersebut menyebabkan terdapat dua jenis situs tertua yaitu situs Hominid yang
bercirikan dengan tinggalan fosil sisa manusia dan hewan (Sangiran, Perning, Kedungbrubus,
dan Trinil) dan situs Paleolitik dengan tinggalan artefak (Kali Baksoka, Kali Ogan, Cabenge,
Manikin, dll). Betapapun sederhananya yang alat diciptakan untuk mengeksploitsai
lingkungannya, hal tesebut dapat memberikan gambaran tentang kehidupan pendukung
kebudayaan tersebut. Terutama untuk mengetahui hubungan timbal-balik anatara manusia
dengan lingkungan kehidupannya.
Di karenakan pada umumnya situs-situs tertua bukan merupakan situs insitu, hal
tersebut di sebabkan karena lapisan tanah telah mengalami proses pengendapan ulang
(reworking) yang menyebabkan lapisan tanah yang mengandung temuan bukan merupakan
lapisan tanah asli.Tinggalan yang dulunya dalam satu konteks terspisahkan kerena hal tersebut.
Lingkungan sedimentasi dengan tingkat ke asaman yang tinggi atau laterisasi dengan endapan
ekstrim dapat meneyebabkan hacurnya sisa organisme, sehingga yang tersisa hanya terbatas
pada artefak yang terbuat dari bahan yang keras. Tatapi di karenakan penelitian pada situs
Paleotik belum di teliti secara intesif dengan ekskavasi yang sistematis menyebabkan temuan
situs yang Insitu belum ditemukan.
Mnegenai teori Movius yang mempolarisasi alat-alat paleolitik, memisahkan antara
“Hand-Axe Culture” (yang tersebar di Afrika dan Eropa barat daya) dengan “Chopper
Chopping Tools Culture” (yang tersebar di Semenanjung India dan Asia Timur termasuk
Indonesia). Menurut teori ini, di barat berkembang teknologi Acheulian yang didominasi
dengan kapak genggam (hand-axe) dan kapak pembelah (cleaver), sedangkan di timur
berkembang teknologi yang didominasi oleh kapak perimbas (chopper) dan kapak penetak
(chopping). Namun berdasarkan hasil penelitian terbaru dapat diketahui bahwa di kawasan yang
diidentifikasi sebagai Chopper-Chopping Tools Culture, ditemukan alat batu dengan teknologi
Acheulian seperti misalnya Baksoka, Koboran, dan Ngebung di Indonesia. Lembah Yujian di
China, serta Arubo. Mindanao, dan Cagayan de Oro di Filipina. Begitu pula sebaliknya, di
kawasan yang diidentifikasi sebagai Hand-Axe Culture, ditemukan alat batu dengan teknologi
Chopper-Chopping Tools Culture yaitu Maharastra (India), Thuringen (Jerman), Verteszollos
(Hungaria) serta Arago (Prancis). Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi jejak migrasi manusia
yang keluar dari Afrika dan menyebar keseluruh penjuru dunia dengan membawa
kebudayaanya.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, alat batu massif
serta serpih dan bilah merupakan temuan yang dominan, di karenkan alat-alat tersebut lebih
sesuai untuk melakukan pekerjaan berat. Pada masa tersebut binatang-binatang besar
merupakan buruan utama seperti, Stegodon triogonocephallus, Hippopotamus antiqunus,
Cervus lydekkeri dan Duboisia kroesenii. Binatang-bintang tersebut berasosiasi langsung
dengan fosil Pithecantropus erectus yang ditemukan oleh Dubois pada tahun 1892 di Trinil.
Menyakut lokasi hunian, manusia purba cenderung memilih lingkungan yang dapat
menyediakan sumber daya untuk kehidupannya. Situs-situs tertua yang ditemukan di Indonesia
sejauh ini selalu berada di sekitar aliran sungai atau bekas aliran sungai purba. Hal tersebut
mencerminkan kehidupan Homo erectus berorientasi pada bentang alam di sekitar aliran sungai.
Sumber daya yang tersedia di sepanjang aliran sungai dan lingkungan sekitarnya membuat
manusia purba tertarik memilihnya sebagai pusat aktivitas. Dapat diperkirakan Homo erectus
membuat pangkalan (station) di sekitar sungai untuk tempat tinggal sementara. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-seharinya, kegiatan eksploitasi di lakukakan disepanjang aliran
sungai dan lingkungan sekitarnya. Berbagai jenis bintang, hasil-hasil tanaman liar, serta air
sungai merupakan sumber daya penting untuk keberlangsungan kehidupan mereka.
Dibandingkan dengan penumuan-penumuan di belahan lain dunia terjadi perbedaan
dalam pemilihan bentang alam sebagai pusat aktivitas. Hal tersebut dapat dilihat dengan bukti-
bukti hunian gua yang telah berlangsung sejak 900.000 tahun yang lalu di Gua Vallonet dan
sekitar 450.000 tahun yang lalu di Gua Argo, Prancis. Di Cina paling tidak kehidupan di dalam
Gua Chou Kou Tian telah berlangsung sejak 400.000 tahun yang lalu. Di Asia Tenggara dan
Indonesia pada umumnya hunian Gua sebagai pusat aktivitas baru dikenal pada periode yang
jauh lebih muda. Sejauh ini penemuan bukti-bukti pemenafaatan Gua tertua berlangsuang sejak
60.000 tahun yang lalu di Gua Tabuhan, semnatara kebanyakan Gua lainnya berlangsung sejak
40.000 tahun yang lalu hingga kala Holosen.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disumpulkan bahwa Homo erectus yang ada di Jawa berasal
dari Afrika yang bermigrasi ke kepulauan Indonesia pada kala Plestosen awal sekitar 1,7 Juta
tahun yang lalu, hal tersebut didukung oleh hasil penelitian terbaru dengan bukti-bukti
penemuan alat-alat batu dengan teknologi Acheulian di Indonesia. Pada umumnya alat-alat
yang ditemukan berupa alat batu massif serta serpih dan bilah, hal ini disebabakan karena alat-
alat tersebut lebih sesuai untuk melakukan pekerjaan berat dan berburu binatang-binatang yang
besar. Pada umumnya Homo erectus yang berada di Indonesia memilih tinggal di sekitar aliran
sungai yang dapat menyediakan sumber daya untuk kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Noerwidi, Sofwan dan Siswanto. (2015). PERBANDINGAN DATA GEOLOGI,
PALEONTOLOGI DAN ARKEOLOGI SITUS PATIAYAM DAN SEMEDO. Balai
Arkeologi Yogyakarta, 169-185.

Poesponegoro, D. Marwati dan Notosusanto, Nugroho. (1992). SEJARAH NASIONAL


INDONESIA I. JAKARTA: BALAI PUSTAKA.

Simanjuntak, Truman. (2000). WACANA BUDAYA MANUSIA PURBA. AMERTA BERKALA


ARKEOLOGI, 1-17.

Noerwidi, Sofwan dan Siswanto. ( 2009). SANGIRAN - PATIAYAM: PERBANDINGAN


KARAKTER DUA SITUS PLESTOSEN DI JAWA. YOGYAKARTA: BALAI
ARKEOLOGI YOGYAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai