Berbagai jenis fosil manusia purba telah ditemukan di Indonesia. Antara lain di
Jawa, Sumatra Utara, Aceh, Flores, Sulawesi Selatan Bahkan di Kalimantan Selatan.
Namun penemuan fosil manusia banyak terdapat di Pulau Jawa, terutama di sekitar
aliran Sungai Bengawan Solo. Jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia
Antara lain Pithecanthropus Erectus, Homo, dan yang akan saya bahas kali ini, yaitu
Meganthropus Paleojavanicus di temukan oleh VON KONINGSWALD di sanggiran pada
tahun 1939-1941
Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia purba yang tertua di Indonesia.
Meganthropus Paleojavanicus berasal dari kata-kata berikut ini:
Homo erectus (bahasa Latin, berarti "manusia yang berdiri tegak") adalah jenis manusia yang
telah punah dari genus Homo. Pakar anatomi asal Belanda, Eugene Dubois, pada tahun 1890-an
menggambarkannya sebagai Pithecanthropus erectus atau "Manusia Jawa" berdasarkan fosil
tempurung kepala dan tulang paha yang ditemukan timnya di Trinil, Ngawi, Jawa Timur.
Sepanjang abad ke-20, antropolog berdebat tentang peranan H. erectus dalam rantai evolusi
manusia. Pada awal abad tersebut, setelah ditemukannya fosil di Jawa dan Zhoukoudian,
Tiongkok, para ilmuwan mempercayai bahwa manusia modern berevolusi di Asia. Hal ini
bertentangan dengan teori Charles Darwin yang mengatakan bahwa manusia modern berasal dari
Afrika. Namun demikian, pada tahun 1950-an dan 1970-an, beberapa fosil yang ditemukan di
Kenya, Afrika Timur, ternyata menunjukkan bahwa hominin (Hominidae yang berjalan dengan
kaki, atau manusia minus kera besar lainnya) memang berasal dari benua Afrika. Sampai saat ini
para ilmuwan mempercayai bahwa H. erectus adalah keturunan dari makhluk mirip manusia era
awal seperti Australopithecus dan keturunan spesies Homo awal seperti Homo habilis.
H. erectus dipercaya berasal dari Afrika dan bermigrasi selama masa Pleistocene awal sekitar 2,0
juta tahun yang lalu, dan terus menyebar ke seluruh Dunia Lama hingga mencapai Asia
Tenggara.
Tulang-tulang yang diperkirakan berumur 1,8 dan 1,0 juta tahun telah ditemukan di Afrika
(Danau Turkana dan Lembah Olduvai), Eropa (Georgia), Indonesia (hanya Jawa dan, mungkin,
Flores), dan Tiongkok (Shaanxi). H. erectus menjadi hominin terpenting mengingat bahwa
spesies inilah yang pertama kali meninggalkan benua Afrika.
Penemuan di Jawa bertapak di Sangiran (perbatasan Karanganyar dan Sragen), Trinil (Ngawi),
Sambungmacan (Sragen), dan Ngandong, Kradenan, Blora; semuanya di tepi Bengawan Solo.
Sisa tempurung kepala H. erectus ditemukan di Situs Patiayam, Kabupaten Kudus pada tahun
1978 oleh tim Sartono[2]. Penemuan atap tempurung kepala pada tahun 2011 di Semedo,
Kabupaten Tegal, juga ditafsirkan sebagai bagian H. erectus[3].
AUSTRALOPITHECUS AFRICANUS
Homo heidelbergensis ("Manusia Heidelberg", dinamakan dari Universitas Heidelberg jerman ) adalah
sebuah spesies punah dari genus Homo yang mungkin merupakan nenek moyang langsung dari Homo
neanderthalensis di Eropa dan Homo sapiens. Bukti terbaik yang ditemukan bagi anggota hominin ini
berusia antara 600.000 dan 400.000 tahun lalu. Teknologi alat batu dari H. heidelbergensis sangat mirip
dengan alat Acheulean yang digunakan oleh Homo erectus.
H. antecessor dan H. heidelbergensis kemungkinan keturunan dari Homo ergaster dari Afrika
yang mirip secara morfologi. Tapi karena H. heidelbergensis memiliki rangka otak yang besar -
dengan isi kranial yang umumnya 1100–1400 cm³ melebihi rata-rata manusia modern 1350 cm³ -
dan memiliki alat-alat dan perilaku yang lebih maju, karenanya ia dimasukan pada klasifikasi
spesies yang terpisah. Spesies ini tinggi, rata-rata 1,8 m, dan lebih berotot daripada manusia
modern. Jantan memiliki berat 100 kg[butuh rujukan]. Menurut Profesor Lee R. Berger dari
Universitas Witwatersrand, sejumlah fosil tulang mengindikasikan beberapa populasi dari
Heidelberg adalah "raksasa" dengan tinggi 2,13 m dan menghuni Afrika Selatan antara 500.000
sampai 300.000 tahun lalu.
Perilaku sosial
Bahasa
Morfologi dari telinga bagian luar dan tengah menyatakan mereka memiliki sensitifitas suara
serupa dengan manusia modern dan sangat berbeda dari simpanse. Mereka kemungkinan mampu
membedakan antara sejumlah suara yang berbeda. Analisis penggunaan gigi menyarankan
bahwa mereka kemungkinan menggunakan tangan-kanan seperti orang modern.
Bukti berburu
Sejumlah panah proyektil berusia 400.000 tahun ditemukan di Schöningen bagian utara Jerman.
Alat-alat tersebut dianggap dibuat oleh Homo erectus atau H. heidelbergensis. Secara umum,
senjata proyektil umumnya dihubungkan dengan H. sapiens. Tidak adanya persenjataan proyektil
adalah suatu indikasi cara mencari makanan yang berbeda, daripada teknologi atau kemampuan
yang lebih maju. Situasinya mirip dengan orang asli New Zealand Maori, H. sapiens modern,
yang juga jarang melemparkan objek, tetapi menggunakan tombak dan pentungan.
PERIODISASI SECARA ARKEOLOGIS BERDASARKAN
BENDA-BENDA MANUSIA PRAAKSARA
Periodisasi secara arkeologis ditinjau dari benda-benda peninggalan manusia yang digunakan
pada zaman praaksara. Berdasarkan benda-benda yang diteliti, peneleti membagi masa praaksara
menjadi dua zaman, yaitu zaman batu dan zaman logam.
1) ZAMAN BATU
Pada zaman batu, selutuh perkakas penunjang kehidupan manusia terbuat dari batu. Zaman batu
dibagi menjadi zaman Palaelithikum, Mesolithikum, dan Neolithikum.
a) Paleolithikum
Palaeolithikum berasal dari dua kata, Palaeo artinya tua, dan Lithos yang artinya batu, sehingga
zaman ini disebut zaman batu tua. Pacitan dan Ngandong Jawa Timur menjadi daerah yang
banyak ditemukan hasil kebudayaan Palaelithikum. Zaman ini terjadi 600.000 tahun yang lalu.
Pada masa ini manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah. Manusia memperoleh
makanan dengan cara berburu, mereka memanfaatkan alam sebagai sumber kehidupan. Alat-alat
hasil kebudayaan Palaelithikum terbuat dari batu yang bertekstur kasar dan belum diasah,
contonya kapak perimbas atau menguliti hewan buruan, mengiris daging, atau memotong umbi-
umbian.
b) Mesolithikum
Mesolithikum berasal dari kata Meso yang artinya tengah dan Lithos yang artinya batu sehingga
zaman ini dapat disebut zaman batu tengah. Hasil kebudayaan batu tengah sudah lebih maju
apabila dibandingkan hasil kebudayaan zaman Paleolitikum (batu tua). Pada zaman ini, manusia
sudah ada yang hidup menetap sehingga kebudayaan yang menjadi ciri dari zaman ini adalah
kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan Abris sous Roche.
Kjokkenmoddinger berasal dari dua kata dalam bahasa Denmark yaitu kjokken berarti dapur dan
modding aberarti sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger berarti sampah dapur. Kjokkenmoddinger
merupakan sampah dapur berbentuk kulit kerang dan siput yang sudah menggunung dan
memfosil. Kjokkenmoddinger terdapat di sepanjang pantai timur Sumatra, yakni antara Langsa
dan Medan.
Abris Sous Roche (abris = tinggal, sous = dalam, roche = gua) jika digabung berarti gua tempat
tinggal manusia purba untuk melindungi diri dari ancaman cuaca dan binatang buas. Pada gua
tersebut dapat ditemukan alat-alat seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, serta alat-alat dari
tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous roche dapat ditemukan di Besuki, Bojonegoro,
juga di daerah Sulawesi Selatan.
c) Neolithikum
Neolithikum, terdiri dari dua kata yaitu Neo berarti “baru” dan Lithos berarti batu. Neolithikum
disebut juga zaman batu baru. Terjadi perubahan mendasar pada zaman ini, yaitu ditandai
dengan kehidupan masyarakat praaksara yang mulai menetap dan bercocok tanam. Hasil
kebudayaan yang terkenal dari zaman ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong.
Kapak persegi memeunyai bentuk persegi panjang maupun trapesium. Ada dua jenis kapak
persegi menurut ukurannya, yaitu kapak persegi yang berukuran besar dan yang berukuran kecil.
Kapak berukuran besar atau kapak beliung berfungsi sebagai cangkul, sedangkan kapak yang
berukuran kecil bernama tarah atau tatah memunyai fungsi sebagai alat pahat.
Kapak lonjong memiliki bentuk lonjong, yang pada ujung lancip terdapat tangkai dan ujung
yang lain merupakan asahan yang tajam. Ada dua kapak lonjong, yang berukuran besar biasa
disebut Walzenbeil dan kecil biasa disebut Kleinbeil. Kapak lonjong berfungsi seperti kapak
persegi. Selain kedua kapak tersebut, kebudayaan pada zaman Neolithikum adalah perhiasan,
gerabah, dan pakaian. Perhiasan terbuat dari batu dan kulit kerang.
d) Tradisi Megalithik
Megalithik terdiri dari dua kata yaitu Mega berarti ‘besar’ dan Lithos berarti ‘batu’. Megalithik
berarti batu besar. Pada tardisi megalithikum dapat dijumpai bangunan dan batu-batu yang
berukuran besar. Tradisi dizaman megalithikum erat kaitannya dengan pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Jenis-jenis bangunan megalithik antara lain sebagai berikut.
(1). Menhir merupakan tugu tempat pemujaan roh nenek moyang dan dijadikan penanda orang
yang meninggal.
(2). Dolmen merupakan meja batu yang berwujud batu lebar yang ditopang oleh batu lain. Pada
dolmen dijadikan sebagai tempat persembahan untuk memuja arwah leluhur dan tempat duduk
kepala suku atau raja.
(3). Kubur peti batu merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan mayat. Kubur peti
batu terdiri dari enam buah papan batu dan sebuah penutup peti. Kubur peti batu diletakkan
membujur ke arah sungai atau gunung.
(4). Waruga merupakan peti kubur batu dalam ukuran yang kecil, berbentuk kubus dan bulat.
Bentuknya kubus dan bulat. Waruga terdapat di Sulawesi Tengah.
(5). Sarkofagus berbentuk mirip lesung dan terdapat tutup di atasnya. Sarkofagus terdapat di
Bali.
(6) Punden berundak merupakan tempat pemujaan roh nenek moyang yang berbentuk bangunan
bertingkat yang dihubungkan tanjakan kecil.
2) ZAMAN LOGAM
Zaman ini merupakan perkembangan dari zaman batu. Pada zaman ini mulai muncul peralatan
selain dari batu yaitu besi dan perunggu. Berdasarkan perkembangannya, zaman logam dibagi
menjadi tiga, yaitu zaman perunggu, zaman tembaga dan zaman besi. Untuk Indonesia
mengalami dua zaman saja, yaitu zaman perunggu dan zaman besi. Hasil kebudayaan zaman
logam antara lain kapak corong (kapak yang menyerupai corong), nekara, moko, bejana
perunggu, manik-manik, cendrasa (kapak sepatu).