Anda di halaman 1dari 7

TUGAS SEJARAH II

MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN

NAMA : RINI LARASATI

KELAS : X MIA 5

MANUSIA PURBA TRINIL


Museum Trinil terletak di pinggiran Sungai
Bengawan Solo, tepatnya di Dusun Pilang, Desa Kawu,
Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Dari
penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang
dokter berkebangsaan Belanda ditemukan beberapa
pecahan batu dan penemuan sisa-sisa manusia purba.
Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia
purba dan binatang. Koleksi museum yang berjumlah
sekitar 1.200 fosil yang terdiri dari 130 jenis.
GAMBAR MUSEUM TRINIL

Museum Trinil memamerkan beberapa replika fosil manusia


purba, di antaranya replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di
Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di
Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman,
yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis.
Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati
bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa
museum di Belanda dan Jerman. Selain fosil manusia, museum ini
juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris),
fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus), fosil
tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos
Palaeosondaicus), serta fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus).
Fosil-fosil hewan ini umumnya EUGENE DUBOIS lebih besar dan panjang

daripada ukuran hewan sekarang.Dan fosil fauna dan flora lainnya.

Pada tahun 1890, E. Dubois menemukan fosil yang ia beri nama Pithecanthropus
Erectus di dekat Trinil, sebuah desa di Pinggir Bengawan Solo, tak jauh dari
Ngawi (Madiun).
Dubois pertama-tama menemukan sebagian rahang.
Kemudian pada tahun berikutnya kira-kira 40 km dari
tempat penemuan pertama, ditemukan sebuah geraham
dan bagian atas tengkorak. Pada tahun 1892, beberapa
meter dari situ ditemukan sebuah geraham lagi dan sebuah
tulang paha kiri. Untuk membedakan apakah fosil itu, fosil
manusia atau kera, E.Dubois memperkirakan isi atau volume
otaknya. Volume otak dari fosil yang ditemukan itu,
diperkirakan 900 cc. Manusia biasa memiliki volume otak
lebih dari 1000 cc, sedangkan jenis kera yang tertinggi
hanya 600 cc. Jadi, fosil yang ditemukan di Trinil merupakan
makhluk di antara manusia dan kera. Bentuk fisik dari
makhluk itu ada yang sebagian menyerupai kera, dan ada
yang menyerupai manusia. Oleh karena bentuk yang demikian, maka E.
Dubois memberi nama Pithecanthropus Erectus artinya manusia-kera
yang berjalan tegak (pithekos = kera, anthropus = manusia, erectus =
berjalan tegak). Jika makhluk ini kera, tentu lebih tinggi tingkatnya dari
jenis kera, dan jika makhluk ini manusia harus diakui bahwa tingkatnya
lebih rendah dari manusia (Homo Sapiens).

Ditemukan pula Golongan primata :


1. Pithecanthropus Erectus Dubois
2. Pithecanthropus Soloensis
3. Pongo Pygmaeus Hoppins
4. Symphalangus Syndoctylus Raffles
5. Hyaobates Ofmeloch Andebert
6. Nacaca Fascicalois
Contoh koleksinya:

Gading gajah dari seekor gajah purba Tanduk banteng


Gigi geraham atas gajah Replika Manusia Purba
yang ditemukan di Daerah Trinil

Berbagai Fosil Manusia Purba dari berbagai macam jenis dan ukuran otak yang disesuaikan dengan jamannya.
Dibelakangnya nampak peta penyebaran penemuan Fosil manusia purba yang ada diseluruh dunia .

MANUSIA PURBA DI SANGIRAN

Museum Manusia Purba Sangiran sendiri terletak di dalam kawasan Kubah


Sangiran. Kawasan Kubah Sangiran sendiri terletak di kawasan Depresi Solo,
memiliki luas sekitar 56 kilometer persegi di kaki Gunung Lawu, di sekitar
lembah Sungai Bengawan Solo. Secara administratif, Museum Manusia Purba
Sangiran ini berada di Desa Krikilan, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Memiliki jarak tempuh sekitar 40 km dari arah Kota
Sragen, atau sekitar 17 km dari arah Kota Solo.
Museum Manusia Purba Sangiran sendiri memiliki
koleksi fosil lebih dari 13.809 fosil, di mana sekitar
2.934 di antaranya dipamerkan di ruang pameran
museum, dan sebagian lainnya masih disimpan di
dalam gudang penyimpanan untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut. Sebagian fosil-fosil manusia
purba Sangiran ini disimpan di Museum Geologi Bandung dan juga Museum
Palaenthropologi Yogyakarta. Tak heran jika koleksi fosil pada jaman purba yang
sebanyak ini menjadikan Museum Manusia Purba Sangiran merupakan salah satu
museum manusia terlengkap di Asia bahkan di dunia. Keunikan dan kelengkapan
koleksi di museum ini menjadikan Museum Manusia Purba Sangiran dinobatkan
menjadi salah satu Situs Warisan Dunia oleh UNESCO sebagai World.

Menurut para ahli geologi, dahulu wilayah Sangiran


merupakan kawasan lautan yang cukup luas. Namun,
karena proses geologi dan juga akibat dari letusan
beberapa gunung seperti Gunung Lawu, Gunung Merapi,
dan Gunung Merbabu, kawasan Sangiran akhirnya
berubah menjadi daratan. Hal ini mengakibatkan Sangiran
memiliki lapisan tanah yang berbeda dengan kawasan-
kawasan di sekitarnya. Secara ilmiah dapat dijelaskan
dengan ditemukannya fosil-fosil binatang laut yang berada
di lapisan tanah paling bawah yang menandakan bahwa
dahulu kawasan ini memang berupa lautan. Tak heran jika
Sangiran menjadi salah satu situs yang sangat penting
bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang antropologi, arkeologi, bologi, palaentologi,
geologi, dan juga dalam bidang kepariwisataan.
Keberadaan Sangiran sebagai salah satu tempat ditemukannya fosil manusia
purba tidak bisa dilepaskan penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli
paleoantropologi yang bernama Gustav Heinrich von Koenigswald pada tahun
1934. Penemuan pertama adalah fosil manusia purba berjenis Pithecanthropus
Erectus atau biasa disebut dengan manusia Jawa.

Museum Manusia Purba Sangiran memiliki koleksi fosil seperti fosil


manusa purba yang terdiri dari berbagai jenis seperi Australopithecus Africanus,
Pithecanthropus Mojokertensis, Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus
Erectus, Homo Soloensis, Homo Neanderthal Eropa, Homo Neanderthal
Asia serta Homo Sapiens. Data yang menarik adalah mengenai manusia purba
jenis Homo Erectus yang ditemukan di wilayah Sangiran ini berjumlah sekitar
lebih dari 100 individu. Angka ini mewakili sekitar 65% dari seluruh fosil manusia
purba jenis Homo Erectus yang ditemukan di Indonesia atau sekitar 50% dari
total fosil manusia purba sejenis di dunia. Tak heran jika kawasan Sangiran
sangatlah penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik dalam kancah
nasional maupun internasional. Selain koleksi fosil manusia purba, museum ini
juga memiliki koleksi fosil-fosil binatang yang hidup pada jaman purba baik
hewan verteberata hingga cangkang molusca. Beberapa fosil hewan verteberata
antara lain adalah fosil gajah purba, harimau, babi, badak, sapi, banteng, rusa
serta domba. Ada pula fosil binatang air seperti buaya, ikan dan kepiting, gigi
ikan hiu, kuda nil, dan juga kura-kura serta berbagai macam molusca. Selain itu
ada pula beberapa batuan yang ditemukan seperti batuan meteorit/taktit,
kalesdon, diatome, agate, dan ametis.

Gambar koleksi:
Sangiran 17

DISEBUT sebagai Sangiran 17 (sesuai dengan


nomor seri penemuan yang diberikan), fosil tengkorak
Homo erectus yagn ditemukan dari endapan pasir fluvio-
volkanik di Pucung ini merupakan salahs atu temuan
master piece Homo erectus Sangiran. Desebut demikian
karena temuan ini merupakan temuan fosil manusia
terbaik dari Sangiran, yang terdiri atas atap tengkorak
dan dasar tengkorak dengan muka masih terkonservasi
secara baik meski proses transportasi dan deformasi telah memintalnya selama
lebih dari 500.000 tahun.

Inilah satu-satunya fosil Homo erectus Asia yang mempunyai muka


sehingga tidak dapat dimungkiri lagi bahwa Sangiran 17 memiliki nilai penting
yang amat besar dalam rekonstruksi muka Homo erectus yang sebenarnya.
Dalam konteks yang lebih luas, Sangiran 17 adalah salah satu dari dua tengkorak
Homo erectus di dunia yang ditemukan lengkap dengan mukanya. Spesimen
lainnya berasal dai Afrika Timur.

Inilah bentuk muka Homo erectus itu. Dahi sangat datar, tulang kening
menonjol, orbit mata persegi, pipi lebar menonjol, mulut menjorok ke depan dan
tengkorak pendek memanjang. Berdasarkan morfologi tengkorak yang dipenuhi
dengan superstruktur tengkorak yang berat dan insersi otot-otot yang sangat
berkembang, tengkorak ini adalah individu laiki-laki dewasa.

Dia hidup pada saat Sangiran didominasi oleh lingkungan sungai yang luas
pada periode sekitar 500.000 tahun yang lalu. Mengingat primanya kondisi
temuan ini telah menjadikan nilai teramat penting baginya. Sangiran 17 menjadi
data banding dalam telaah evolusi fisik bagi temuan-temuan fosil homo erectus
lainnya sehingga cetakan fosil ini dapt ditemukan di berbagai laboratorium
evolusi manusia paling terkemuka di dunia meski fosil aslinya saat ini tersimpan
damai di salah satu laboratorium di Bandung.

Anda mungkin juga menyukai