Anda di halaman 1dari 11

X

Kurikulum 2013

s
Kela
sejarah
MANUSIA PURBA DI INDONESIA

SEMESTER 1 KELAS X SMA/MA/SMK/MAK – KURIKULUM 2013

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami berbagai penelitian manusia purba di Sangiran dan Trinil.
2. Memahami temuan-temuan fosil di Sangiran dan Trinil.
3. Memahami jenis manusia purba di Sangiran dan Trinil.
4. Memahami pengertian fosil dan jenis manusia praaksara di Indonesia.
5. Memahami ciri-ciri manusia praaksara di Indonesia.
6. Memahami corak kehidupan manusia praaksara di Indonesia.

A. Penelitian Manusia Purba di Sangiran dan Trinil


Mengenal kehidupan manusia purba di Indonesia tidak lepas dari dua daerah penemuan
terbesar fosil-fosil manusia purba di Sangiran dan Trinil. Kedua situs manusia praaksara
tersebut menjadi salah satu tempat penemuan manusia purba terbesar di Indonesia
dan menjadi pusat penelitian manusia purba. Pada 1996, salah satu organisasi PBB, yaitu
UNESCO menetapkan Sangiran sebagai situs manusia purba yang ditetapkan sebagai
warisan dunia. Kedua situs tersebut tidak hanya dijadikan sebagai pusat penelitian manusia
purba tetapi juga sebagai tempat wisata dan sarana pengembangan ekonomi masyarakat
setempat. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai situs Sangiran dan Trinil.
1. Situs Sangiran
Pada 1996, situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO nomor
593 dengan nama The Sangiran Early Man. Terletak di dua kabupaten, yaitu daerah
Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah, yang
luasnya mencapai 59,21 kilometer persegi. Berdasarkan materi tanahnya, situs
Sangiran berupa endapan lempung hitam dan pasir fluvio-vulkanik berupa tanah
tidak subur dan pada musim kemarau cenderung terlihat gersang. Situs Sangiran
berbentuk kubah raksasa yang berupa cekungan besar di pusat kubah akibat adanya
erosi pada bagian puncaknya. Kubah raksasa tersebut diwarnai dengan perbukitan
yang bergelombang. Kondisi tersebut menyebabkan tersingkapnya berbagai
lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia purba dan binatang, termasuk
artefak.
Situs Sangiran ditemukan pertama kali
pada 1864 oleh ilmuwan bernama P.E.C.
Shemulling yang melaporkan penemuan
fosil vertebrata di Kalioso, Sangiran. Akan
tetapi, penemuan Schemulling tersebut
tidak menjadi sesuatu berita yang besar.
Situs Sangiran menjadi terkenal sejak peneliti
Belanda bernama Gustav Heindrech Ralph
von Koenigswald menemukan artefak-
Gambar 1. G.H.R von Koenigswald
artefak di sekitar wilayah Ngebung sekitar
Sumber: Tropenmuseum, wikipedia.org
1934. Penemuan-penemuan Koenigswald
berkaitan dengan fosil-fosil Homo erectus yang merupakan takson paling penting
dalam sejarah manusia purba sebelum memasuki zaman Homo sapiens.
Dalam buku Sangiran Menjawab Dunia karya Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak menerangkan Sangiran merupakan sebuah kompleks situs manusia
purba dari kala Pleistosen yang paling lengkap dan paling penting di Indonesia, dan
pusat perkembangan manusia dunia yang memberikan petunjuk awal mengenai
keberadaan manusia sejak 150.000 tahun yang lalu.
Situs Sangiran tidak hanya menjadi pusat penelitian manusia purba nasional,
tetapi juga sudah dikenal dunia internasional sebagai situs yang memberikan
pengetahuan tentang kehidupan praaksara dari sejak dua juta tahun yang lalu. Tidak
hanya gambaran mengenai evolusi fisik manusia saja, tetapi tentang evolusi hewan,
budaya, dan lingkungan.

2
2. Situs Trinil
Peran penting sungai bagi kehidupan manusia praaksara dapat dilihat dari berbagai
penemuan yang ada di sekitar Sungai Bengawan Solo, Jawa Timur. Salah satunya
yang ditemukan di daerah Trinil yang merupakan desa di pinggiran Bengawan Solo.
Situs Trinil berdasarkan penelitian merupakan salah satu situs yang menjelaskan
mengenai kehidupan zaman praaksara masa Pleistosen tengah atau sekitar kurang
lebih satu juta tahun yang lalu.
Situs Trinil terkenal sejak penemuan fosil oleh Eugene Dubois. Sebelum
menemukan daerah Trinil, Eugene Dubois pernah meneliti mengenai Sangiran.
Namun, ia tidak begitu tertarik mengenai temuan-temuan di wilayah Sangiran.
Eugene Dubois melakukan ekskavasi (penggalian) pada endapan alluvial di
Bengawan Solo yang kemudian ditemukan atap tengkorak Pitchecanthropus erectus
dan beberapa tulang paha (utuh dan fragmen). Ekskavasi yang dilakukan Eugene
Dubois di Trinil memiliki arti penting bagi ilmu pengetahuan terutama mengenai
jejak manusia purba.
Penemuannya pun menunjukkan antitesis terhadap penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh ilmuwan Charles Darwin yang menyimpulkan bahwa manusia
berasal dari evolusi kera. Salah satu penemuannya yang tidak mendukung teori
human origins Charles Darwin adalah temuan mengenai fragmen rahang bawah
dengan sebagian prageraham yang masih tersisa. Prageraham tersebut menunjukkan
ciri gigi manusia bukan gigi kera, sehingga diyakini bahwa fragmen rahang bawah
tersebut adalah milik rahang hominid. Penemuan Eugene Dubois di Trinil dikenal
dengan nama Pitchecanthropus.

1. Temuan-temuan Fosil di Sangiran dan Trinil


a. Sangiran
Sebelum kedatangan von Koenigswald di Sangiran untuk melakukan penelitian
mengenai manusia purba di Indonesia, masyarakat Sangiran menganggap
keberadaan fosil-fosil itu sebagai balung buto (tulang raksasa). Balung buto
merupakan tradisi lisan yang berkembang pada masyarakat setempat yang berkaitan
dengan asal-usul tulang-belulang. Menurut versi Balung buto tulang-belulang itu
adalah hasil dari peperangan yang menyebabkan banyak raksasa yang mati dan
terkubur di Sangiran. Balung buto kemudian dipercaya masyarakat sebagai benda
yang memiliki kekuataan magis. Masyarakat menggunakan balung buto sebagai
alat pelindung diri atau jimat. Bahkan, digunakan sebagai alat untuk memudahkan
seorang wanita dalam melahirkan.

3
Terdapat lebih dari 100 individu fosil jenis Homo erectus yang ditemukan di
wilayah Sangiran. Berdasarkan penelitian, fosil-fosil tersebut mengalami masa evolusi
tidak kurang dari satu juta tahun. Berdasarkan jumlah tersebut dapat disimpulkan
bahwa penemuan tersebut mewakili 65% dari seluruh fosil manusia purba yang
ditemukan di Indonesia dan 50% dari jumlah fosil sejenis yang ditemukan di dunia.
Terdapat sekitar 50 jenis/individu temuan fosil di Sangiran yang menjadi koleksi
museum Sangiran sebagai berikut.
1.) Fosil manusia seperti Australopithecus africanus, Meganthropus paleojavanicus,
Pithecanthropus mojokertensis (robustus), Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis, Homo neanderthal Asia, Homo neaderthal Eropa, dan Homo sapiens.
2.) Fosil binatang bertulang belakang seperti jenis gajah (Elephas namadicus,
Stegodon trigonocephalus, dan Mestodon sp), Felis paleojavanicus atau harimau,
Sus sp/babi, Rhinocerus sondaicus atau badak, Bubalus paleokarabau/kerbau,
Bovidee/sapi/banteng, dan Cervus sp sejenis rusa dan domba.
3.) Fosil binatang air seperti buaya (Crocodillus sp), kudanil (Hippopotamus sp, ikan
dan kepiting, gigi ikan hiu, kura-kura (Chelonia sp), foraminifera, dan mollusca
(kelas pelecypoda dan gastropoda).
4.) Batu-batuan seperti meteroit/taktit, kalesdon, ametis, agate, dan diatome.
5.) Alat-alat batu di antaranya adalah seperti alat serpih, alat bilah, serut dan gurdi,
kapak perimbas, kapak penetak, bola batu, dan kapak persegi.

b. Trinil
Beberapa fosil di situs Trinil, Ngawi Jawa Timur sebagai berikut.
1.) Fosil tengkorak dan tulang-tulang paha (Pithecanthropus erectus).
2.) Fosil tumbuhan di antaranya adalah fosil pohon jeruk purba (Reevesia wallichii),
pohon salam (Altyngio exessa), dan pohon rasamala (Liquidambar excelsa)
3.) Fosil hewan purba seperti gajah probosceda, rusa atau ceruus, Hippopotamus
siravajavanicus atau kudanil, hewan karnivora seperti Felis trigrsi, Felix pardus,
dan Felis bengalensis), hewan pemakan serangga (exchinosorex), dan hewan
pengerat (Lepus kepis, Lepus nigricollis)
4.) Fosil jenis primata seperti Pithecanthropus soloensis, Pithecanthropus erectus,
Symphalangus, Macaca trigonocephalus, Trachypitheus cristates dan Pongo
pygmaeus.

4
2. Jenis Manusia Purba di Sangiran dan Trinil
Berikut adalah jenis manusia purba di Sangiran dan Trinil.
a. Meganthropus paleojavanicus
Meganthropus adalah manusia purba yang tertua yang ditemukan di Indonesia.
Penelitian Meganthropus dilakukan pertama kali oleh von Koenigswald dari 1936-
1941 di sepanjang Sungai Bengawan Solo. von Koenigswald melakukan penelitian
panjang di wilayah tersebut. Penelitian pertama dilakukan pada tahun 1936 di daerah
Perning, Mojokerto. Pada 1939 di daerah Trinil, Ngawi Jawa Timur dan terakhir pada
1941 di daerah Sangiran, Sragen. Pada penelitian terakhirnya tersebut, pada 1941
Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba berupa rahang bagian bawah
dan atas, ditemukan pada lapisan pleistosen yang tertua (bagian bawah). Manusia
purba yang ditemukannya kemudian diberi nama Meganthropus paleojavanicus yang
memiliki arti ‘manusia raksasa (besar) yang berasal dari Jawa’. Ciri-ciri jenis manusia
Meganthropus paleojavanicus adalah sebagai berikut.
1.) Bertubuh besar (raksasa).
2.) Tulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok.
3.) Memiliki tonjolan tajam di belakang kepala.
4.) Cenderung menyerupai kera karena tidak memiliki dagu.
5.) Memiliki otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat.
6.) Makanan utamanya berupa tumbuh-tumbuhan.

Meganthropus paleojavanicus diperkirakan hidup pada masa Pleistosen awal


ketika kehidupannya masih food gathering. Karena Meganthropus paleojavanicus
memiliki otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat, disimpulkan bahwa
manusia purba jenis Meganthropus paleojavanicus belum mengenal api sehingga
belum mengenal cara mengolah makanan dengan dimasak. Hal ini menyebabkan
makanan yang didapat dimakan dengan cara dikunyah dalam keadaan mentah.

b. Pithecanthropus
Pithecanthropus merupakan jenis fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan
di Indonesia. Daerah penemuannya meliputi daerah Mojokerto, Solo, dan Trinil,
Ngawi Jawa Timur. Salah satu penemuan Pitechanthropus yang terkenal adalah
Pithecanthropus erectus. Manusia purba jenis Pithecanthropus memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1.) Badan tegap tetapi berbeda dengan Meganthropus.
2.) Memiliki tinggi badan sekitar 165-180 cm.

5
3.) Tulang rahang dan geraham kuat.
4.) Memiliki bagian kening yang menonjol.
5.) Tidak memiliki dagu.
6.) Volume otak sekitar 750-1300 cc.
7.) Memiliki tulang atap tengkorak tebal dan berbentuk lonjong.
8.) Alat pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil.

Hasil peninggalan manusia purba jenis Pithecanthropus adalah kapak perimbas,


kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih, dan alat-alat tulang.
Berikut manusia purba jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia.
1.) Pithecanthropus erectus
Pithecanthropus erectus berasal
dari tiga kata, yaitu Pithecos,
anthropus, erectus yang memiliki
arti ‘manusia kera yang berjalan
tegak’. Fosil Pithecanthropus
erectus ditemukan oleh Eugene
Dubois di Desa Trinil, Ngawi Jawa
Timur pada 1891. Pithecanthropus
erectus diperkirakan hidup pada
masa antara 1-1,5 juta tahun yang Gambar 2. Fosil Pithecanthropus di Museum
lalu. Fosil yang ditemukan berupa Naturals History di Leiden
tulang rahang atas, tengkorak, Sumber: en. Wikipedia.org
dan tulang kaki. Berikut ciri-ciri
Pithecanthropus erectus.
• Berjalan tegak.
• Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat.
• Tinggi badan sekitar 165-170 cm.
• Berat badan sekitar kurang lebih 100 kg.
• Makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan.
• Diperkirakan hidup sekitar satu juta sampai satu juta tahun yang lalu.
2.) Pithecanthropus mojokertensis
Fosil Pithecanthropus mojokertensis ditemukan oleh von Koenigswald pada
1936 di Mojokerto, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak
anak-anak yang diperkirakan usianya 5-6 tahun. Ciri utama Pithecanthropus

6
mojokertensis adalah berbadan tegap, mukanya menonjol, kening tebal, dan
tulang pipi yang kuat.
3.) Pithecanthropus robustus
Setelah menemukan Pithecanthropus mojokertensis, von Koenigswald pada
1939 menemukan fosil manusia purba di daerah Trinil, Ngawi Jawa Timur.
Dalam penelitiannya, Koenigswald ditemani peneliti lain, yaitu Weidenreich
menemukan jenis fosil Pithecanthropus pada lapisan Pleistosen Bawah (Jetis)
yang dinamakan Pithecanthropus robustus. Pithecanthropus robustus seusia
dengan Mojokertensis, tetapi lebih tua dari Pithecanthropus erectus. Ciri yang
paling utama pada manusia purba jenis Pithecanthropus robustus ini adalah
bentuk tubuhnya yang lebih besar dan kuat.
4.) Pithecanthropus soloensis
Pithecanthropus soloensis ditemukan di dua tempat terpisah, yaitu Ngandong
dan Sangiran oleh peneliti von Koenigswald dan Oppernoorth. Penemuan
Pithecanthropus soloensis yang ditemukan di lapisan Pleistosen Tengah ini
memiliki arti penting karena menghasilkan satu seri tengkorak berjumlah
besar dalam waktu yang relatif singkat pada satu tempat. Fosil yang ditemukan
berupa bagian atap tengkorak, tulang dahi, fragmen tulang pendinding, dan
tulang kering.

c. Homo
Fosil manusia purba jenis Homo pertama kali diteliti von Reitschoten di Wajak.
Manusia purba jenis Homo dinilai sudah lebih maju dan sempurna dibandingkan
dengan manusia purba sebelumnya, seperti Meganthropus dan pithecanthropus
karena secara fisik, Homo sudah lebih mirip dengan manusia modern zaman
sekarang. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk kepalanya yang sudah tidak lonjong
dan tingkat kecerdasan yang sudah lebih tinggi. Terdapat dua jenis Homo, yaitu
Homo erectus dan Homo sapiens.
1.) Homo erectus
Homo erectus memiliki ciri sebagai berikut.
• Hidup lebih dulu dibandingkan Homo sapiens.
• Postur homo erectus lebih kekar dan kuat dibandingkan Homo sapiens,
karena tulang belulangnya lebih tebal.
• Memiliki kapasitas otak kurang lebih sekitar 1000 cc.
• Atap tengkorak jauh lebih bundar dan lebih tinggi dibandingkan Homo
sapiens.

7
2.) Homo sapiens
Homo sapiens memiliki arti “manusia sempurna” baik dari segi fisik maupun
kapasitas otak yang hampir sama dengan manusia modern saat ini. Homo
sapiens juga dikenal dengan manusia bijak karena dapat berpikir lebih maju
dalam menyiasati tantangan alam. Ciri-ciri Homo sapiens adalah sebagai
berikut.
• Ciri-ciri tubuh lebih maju dibandingkan jenis pithecanthropus.
• Volume otak lebih besar antara 1.350-1.450 cc.
• Berjalan lebih tegak.
• Tinggi badan kurang lebih 130-210 cm.
• Berat badan kurang lebih 30-150 kg.
• Tulang tengkorak mulai membulat.
• Muka tidak terlalu menonjol ke depan.
• Alat pengunyah, rahang, gigi dan gigi tengkuk sudah mengecil.
• Memiliki kemampuan untuk membuat peralatan dari batu dan tulang
meskipun masih sangat sederhana.
Berikut jenis Homo sapiens yang ditemukan di Indonesia.
a) Homo wajakensis
Fosil Homo wajakensis ditemukan oleh Eugene Dubois pada 1889 di
Wajak, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa rahang bawah, tulang
tengkorak, dan beberapa ruas tulang leher. Ciri utama Homo wajakensis
sebagai berikut.
• Memiliki muka lebar dan datar.
• Memiliki hidung yang lebar dan bagian mulut yang menonjol.
• Tulang tengkorak sudah membulat.
• Memiliki tonjolan yang agak mencolok di dahi.
• Diperkirakan hidup antara 40.000 sampai 25.000 tahun yang lalu.
b) Homo soloensis
Homo soloensis ditemukan oleh von Koenigswald dan Weidenrich sekitar
1931-1934 di sekitar Sungai Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan berupa
tulang tengkorak. Berikut ciri Homo soloensis.
• Volume otak antara 1000-1300 cc.
• Memiliki tinggi badan 130-210 cm.
• Memiliki muka tidak menonjol.

8
• Berjalan tegap secara dua kaki (bipedal).
• Hidup antara 900.000-300.000 tahun yang lalu.
Hasil budaya manusia purba jenis Homo soloensis adalah berupa kapak
genggam/kapak perimbas, alat serpih, dan alat-alat tulang.

SUPER "Solusi Quipper"


Ingat SUPER untuk mengingat jenis manusia purba berikut ini.
MEGA Pinta SAPI (Meganthropus, Pithecantropus, Homo sapiens)

B. Manusia Purba Lainnya di Indonesia


Selain penemuan fosil-fosil di Sangiran dan Trinil, terdapat jenis fosil lain di daerah lain, yaitu
Homo floresiensis. Penelitian menunjukkan bahwa Homo floresiensis sudah berlangsung
sejak lama. Akan tetapi, bukti-bukti yang menguatkan mengenai keberadaan jenis baru
manusia purba baru dipastikan saat memasuki tahun 2003 oleh Peter Brown dan Mike J
di Liang Bua, Flores Nusa Tenggara Timur. Penggalian di Liang Bua tersebut merupakan
penggalian gabungan yang dilakukan oleh tim arkeologi dari Puslitbang Arkeologi
Nasional dari Indonesia dan tim arkeolog dari University of New England, Australia. Ciri
utama Homo floresiensis adalah sebagai berikut.
1. Tinggi badan kurang lebih 100 cm.
2. Berbadan tegap.
3. Berjalan secara bipedal.
4. Volume otak sekitar 417 cc.
5. Tidak memiliki dagu.

C. Corak Kehidupan Masyarakat Praakasara di Indonesia


Berikut corak kehidupan masyarakat praaksara di Indonesia.
1. Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana masih
sangat tergantung pada apa yang disediakan oleh alam sehingga masyarakatnya
masih melakukan perpindahan tempat dari satu wilayah ke wilayah lain yang
menyediakan makanan (nomaden). Masyarakat sudah mengenal pembagian tugas
antara perempuan dan laki-laki. Tugas laki-laki adalah berburu secara berkelompok,
sedangkan perempuan bertugas untuk mengumpulkan makanan dari tumbuhan
dan binatang-binatang kecil. Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan

9
makanan tingkat sederhana teknologi yang digunakan masih bersifat praktis sesuai
dengan tujuan dari penggunaannya. Seperti kapak perimbas, kapak genggam, kapak
penetak, dan pahat genggam.
Pada sistem kepercayaan, masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat sederhana mulai memercayai anggapan bahwa kehidupan tidak akan
berhenti meskipun orang tersebut sudah mati. Mereka menganggap bahwa orang
mati pergi ke tempat yang lebih baik dan menganggap bahwa orang yang mati
masih dapat berhubungan dengan orang yang masih hidup meskipun dunia mereka
berbeda. Contoh manusia purba yang hidup pada masa ini adalah Meganthropus
paleojavanicus.

2. Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut


Masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sudah mengenal dan
membuat lukisan-lukisan di dinding gua yang menceritakan dan menggambarkan
aktivitas sehari-hari juga kepercayaan mereka pada saat itu. Masyarakat berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana sudah mengenal gua-gua yang
dijadikan tempat tinggal yang biasanya berbentuk payung yang terletak dekat
sumber air sebagai sumber kehidupan. Teknologi pada masa ini dikenal ada tiga
tradisi pembuatan alat-alat, yaitu tradisi serpih bilah, tradisi alat tulang, dan tradisi
kapak genggam Sumatra.

3. Bercocok tanam
Masyarakat yang memasuki masa bercocok tanam tidak lagi hidup secara nomaden,
tetapi sudah tinggal menetap dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, mereka
sudah mengenal cara menghasilkan makanan melalui bercocok tanam. Hidupnya
sudah berkelompok dalam jumlah yang banyak sehingga budaya gotong royong
terlihat dalam mendirikan tempat tinggal dan membersihkan saluran air bersama-
sama. Pada masa ini, masyarakat sudah mengenal sistem kepercayaan animisme,
dinamisme, dan totemisme. Hasil kebudayaan pada masa ini banyak terbuat dari
tanah, batu dan tulang. Hasil-hasil kebudayaannya adalah sebagai berikut.
a. Beliung persegi yang berbentuk menyerupai cangkul. Digunakan untuk
mengolah kayu. Contohnya dalam membuat rumah dan perahu.
b. Kapak lonjong berbentuk bulat telur dengan penampang lintang lonjong
dengan ujung agak lancip yang dikaitkan ditangkai.
c. Mata panah yang digunakan untuk menangkap ikan terbuat dari tulang.
d. Gerabah yang digunakan untuk menyimpan benda-benda perhiasan.

10
e. Perhiasaan yang umumnya terbuat dari kulit kerang, tanah liat, dan bahan batu
yang digunakan untuk membuat gelang, kalung dan beliung.

4. Perundagian
Pada masa ini, masyarakat sudah lebih maju dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya. Hal tersebut dilihat dari alat yang digunakan dan cara berpikirnya.
Masyarakat pada masa ini sudah mengenal berbagai upacara keagamaan seperti
upacara memanggil hujan dengan menggunakan nekara. Hal tersebut berhubungan
dengan sistem kepercayaan kepada arwah nenek moyang yang dipercaya sangat
berpengaruh terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Teknologi
yang digunakan sudah beragam seperti teknologi peleburan, percampuran,
penempaan, dan pencetakan logam.

11

Anda mungkin juga menyukai