Anda di halaman 1dari 3

Jenis-Jenis Manusia Purba

Manusia purba yang ditemukan di Indonesia terdiri atas beberapa jenis. Jenis-jenis manusia purba
tersebut, yaitu Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo sapiens. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis
manusia purba yang ditemukan di Indonesia.

1. Meganthropus
Secara etimologi, Meganthropus berarti manusia berukuran besar. Fosil Meganthropus pertama kali
ditemukan oleh Ralph von Koenigswald pada 1941 di Desa Sangiran sekitar lembah Sungai Bengawan
Solo. Meganthropus merupakan jenis manusia purba paling tua. Fosil yang ditemukan berupa fragmen
rahang bawah sebelah kanan (dengan kedua geraham muka dan geraham bawah), rahang atas sebelah
kiri (dengan geraham kedua dan ketiga), dan gigi lepas. Dari hasil penemuan fosil tersebut, para ahli
memperkirakan manusia jenis ini memiliki ukuran sangat besar atau raksasa. Oleh karena itu, fosil ini
dinamakan Meganthropus palaeojavanicus.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli memperkirakan Meganthropus palaeojavanicus
memiliki ciri-ciri fisik sebagai berikut.
a. Tulang pipi tebal.
b. Kening menonjol. h. Memiliki bentuk gigi homonin.
c. Tidak memiliki dagu. i. Memakan tumbuh-tumbuhan.
d. Geraham besar-besar. j. Otot-otot kunyah sangat kukuh.
e. Memiliki badan tegap. k. Kepala bagian belakang sangat menonjol.
f. Bentuk muka diduga masif. l. Permukaan kunyah tajuk terdapat banyak kerut.
g. Rahang bawah sangat tegap.
Meganthropus palaeojavanicus diperkirakan hidup pada 1–2 juta tahun lalu. Fragmen fosil
Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Sampai sekarang belum ditemukan perkakas
atau alat-alat yang digunakan oleh Meganthropus. Para ahli juga mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang ditinggalkan Meganthropus. Oleh karena itu, para
ahli memiliki perbedaan pendapat tentang keberadaan Meganthropus. Sebagian ahli menganggap
sebagai Pithecanthropus, tetapi ada juga ahli yang menganggapnya sebagai Australopithecus.

2. Pithecanthropus
Pithecanthropus merupakan jenis manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia.
Sisa-sisa kehidupan Pithecanthropus dapat ditemukan di Mojokerto, Kedungbrubus, Trinil, Sangiran,
Sambungmacan, dan Ngandong. Pada masa lalu daerah-daerah tersebut diduga berupa padang rumput
dengan pohon-pohon jarang sehingga cocok sebagai daerah perburuan. Pithecanthropus hidup dengan
cara berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka tinggal di tempat-tempat terbuka dan berkelompok.
Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthropus mojokertensis dan
Pithecanthropus erectus. Setiap jenis manusia purba tersebut memiliki ciri fisik berbeda.
a. Pithecanthropus mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis merupakan manusia
purba jenis Pithecanthropus tertua yang ditemukan di
Indonesia. Pithecanthropus yang ditemukan oleh von
Koenigswald di Mojokerto pada 1936 di lapisan pleistosen
bawah dan hidup pada 2,5–1,25 juta tahun lalu. Fosil
Pithecanthropus mojokertensis yang berhasil ditemukan
berupa tengkorak anak-anak, atap tengkorak, rahang
atas, rahang bawah, dan gigi lepas. Berdasarkan temuan
tersebut, Pithecanthropus mojokertensis diperkirakan
memiliki ciri-ciri fisik seperti tulang pipi kuat, berbadan
Ralph von Koenigswald
tegap, tonjolan kening tebal, otot-otot tengkuk kukuh, Sumber: https://web.archive.org/web/20200627062458/
muka menonjol ke depan, dan volume otak 650–1.000 cc. http://museum.geology.esdm.go.id/tokoh-
geologi/g-h-r-von-koenigswald, diunduh
27 Januari 2021
b. Pithecanthropus erectus atau Homo erectus
Pithecanthropus erectus merupakan jenis manusia purba yang memiliki daerah persebaran
paling luas di Indonesia. Pada 1890 Eugene Dubois berhasil menemukan beberapa fragmen fosil
Pithecanthropus erectus di Kedungbrubus, Trinil, dan Ngawi. Beberapa fragmen fosil yang berhasil
ditemukan tersebut antara lain atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, rahang atas, gigi lepas,
dan tulang kering. Sebagian besar fosil tersebut ditemukan di tepi Sungai Bengawan Solo dan
terdapat di lapisan pleistosen tengah. Berdasarkan fosil-fosil yang berhasil ditemukan, para ahli
memperkirakan ciri-ciri fisik Pithecanthropus erectus, yaitu badan tegap, hidung lebar, dagu tidak
ada, alat pengunyah kuat, berat badan 80–100 kg, tinggi badan 160–180 cm, terdapat tonjolan
kening pada dahi, tulang tengkorak berbentuk lonjong, volume otak 750–1.000 cc, dan muka
didominasi oleh bagian rahang yang menonjol.
Pada saat ini nama ilmiah Pithecanthropus erectus adalah Homo erectus. Sebagian ahli
paleoantropologi memperkirakan Homo erectus berasal dari Afrika. Homo erectus bermigrasi
selama masa pleistosen pada 2 juta tahun lalu dan menyebar ke seluruh dunia hingga mencapai Asia
Tenggara. Studi mengenai Homo erectus pernah dipublikasikan dalam Cambridge Archaeological
Journal pada Februari 2013. Dalam jurnal tersebut dipaparkan bahwa Homo erectus memiliki
kemampuan inteligensia tinggi yang ditandai dengan kemampuan menggunakan api. Penggunaan
api pada masa itu membutuhkan perencanaan jangka panjang dan kerja sama kelompok. Bukti dalam
studi ini menunjukkan manusia purba jenis Homo erectus mungkin lebih cerdas dari perkiraan para
ahli sebelumnya.
c. Homo sapiens
Homo sapiens berarti manusia cerdas. Kecerdasan manusia purba jenis ini ditandai dengan
kemampuan membuat peralatan sederhana dari batu dan tulang untuk berburu dan mengolah
makanan. Homo sapiens mempunyai volume otak jauh lebih besar daripada jenis manusia purba
sebelumnya. Selain itu, atap tengkoraknya jauh lebih bundar dan lebih tinggi.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, Homo sapiens diperkirakan memiliki ciri-ciri fisik antara
lain tengkorak besar, volume otak 1.650 cc, muka datar dan lebar, akar hidung lebar, bagian mulut
menonjol sedikit, dahi agak miring, di atas rongga mata ada busur kening yang nyata, langit-langit
mulut besar dan dalam, rahang bawah masif, gigi besar-besar, gigitan gigi seri atas tepat mengenai
gigi bawah, serta tinggi badan kira-kira 173 cm.
Jenis Homo sapiens sebagai berikut.
1) Homo wajakensis
Homo wajakensis berarti manusia dari Wajak. Fragmen fosil manusia purba ini ditemukan
di lembah Sungai Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur. Fosil Homo wajakensis ditemukan
pada lapisan pleistosen atas oleh Eugene Dubois pada 1889. Manusia purba ini diperkirakan
hidup pada 40–25 ribu tahun lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo wajakensis termasuk ras
Australoid dan bernenek moyang Homo soloensis. Von Koenigswald kemudian mengategorikan
Homo wajakensis dalam jenis Homo sapiens (manusia cerdas) karena sudah mengenal upacara
penguburan.
2) Homo soloensis
Fosil Homo soloensis pertama kali ditemukan oleh von Koenigswald pada 1931–1934 di
daerah Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo. Selain itu, fosil Homo soloensis ditemukan di
daerah Sambungmacan dan Ngawi. Ciri-ciri Homo soloensis antara lain volume otak 1.000–
2.000 cc, tinggi badan 130–210 cm, dan berat badan 30–150 kg.
Otak Homo soloensis sudah berkembang, terutama bagian kulit otak dan otak kecil. Bagian
belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi. Otot-otot bagian tengkuk sudah mengalami
reduksi. Alat pengunyah menyusut sehingga gigi dan tulang rahang menjadi kecil. Menyusutnya
alat pengunyah ini menyebabkan otot-otot kunyah dan bentuk muka Homo soloensis tidak lagi
menonjol. Selain itu, Homo soloensis sudah bisa berjalan dan berdiri dengan sempurna. Manusia
purba Homo soloensis diperkirakan hidup pada 900–200 ribu tahun lalu.
3) Homo floresiensis
Pada 2003 para ilmuwan dari Australia dan
Indonesia melakukan ekskavasi (penggalian)
di gua Liang Bua, Flores. Mereka berhasil
menemukan fosil tengkorak manusia purba yang
diberi nama Homo floresiensis. Ukuran manusia
ini tidak lebih besar dari anak-anak usia lima
tahun. Homo floresiensis diperkirakan memiliki
tinggi badan 100 cm dan berat badan 30 kg.
Selain itu, Homo floresiensis diperkirakan sudah
berjalan tegak dan tidak memiliki dagu. Manusia Gua Liang Bua, Flores
purba ini hidup di Flores pada 18.000 tahun Sumber: https://web.archive.org/web/20200701154558/https://
lalu. Homo floresiensis hidup sezaman dengan www.indonesia-tourism.com/east-nusa-tenggara/
liang_bua.html, diunduh 3 Februari 2021
gajah-gajah pigmi (gajah kerdil) dan kadal-kadal
raksasa (komodo) di Flores.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil tersebut, Homo floresiensis merupakan
keturunan spesies Homo erectus yang hidup di Asia Tenggara kira-kira 1 juta tahun lalu. Akibat
proses seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi bentuk lebih kecil. Teori ini didasarkan
pada penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo erectus di sekitar fosil
Homo floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon (gajah purba) berukuran kecil.
Penemuan ini menguatkan hipotesis para ilmuwan bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini
menyesuaikan diri dengan habitatnya.
Dalam jurnal ilmiah Nature, para ilmuwan menjelaskan Homo floresiensis sebagai
spesies baru manusia. Akan tetapi, pendapat para ilmuwan ini ditentang oleh para peneliti
dari Universitas Gadjah Mada. Menurut Teuku Jacob, Homo floresiensis bukan merupakan
spesies baru, melainkan nenek moyang orang-orang Katai di Flores yang menderita penyakit
microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil.

Anda mungkin juga menyukai