DI INDONESIA
Disusun Oleh :
1. Indah Melonia
2. Lala prilia
3. Dohan Edi V
4. Oktavian Candra Faizal
Kelas : VII.F
Assalamu’alaikum wr. wb
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua
sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar. Sholawat serta salam
semoga senantiasa selalu tercurah kepada uswah hasanah kita yang telah menyampaikan
risalah kebenaran dan telah membawa kita dari zaman kegelapan (jahiliyah) menuju zaman
yang terang benderang yang penuh dengan petunjuk (dinul islam) beserta keluarga, sahabat
serta kita yang insyaallah selalu melaksanakan sunnahnya.
Penyusun optimis makalah ini dapat membantu dan dapat dengan mudah untuk di jadikan
bahan pembelajaran bagi semua kalangan pembaca Dengan diambil dari berbagai sumber.
Alhamdulillah makalah ini dapat segera disajikan dan penulis mempunyai orientasi makalah
ini akan bermanfaat bagi kita untuk menambah wawasan kita.
Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar lebih baik
lagi untuk selanjutnya. Akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah.
Penulis
BAB I
PITECAN TROPUS ERECTUS
A. Penemu Fosil Pitecan Tropus Erectus
Pithecanthropus erectus merupakan fosil manusia purba yang paling terkenal dan paling
awal ditemukan di Indonesia. Pada awalnya, Eugene Dubois memberi nama temuannya
ini sebagai Anthropopithecus erectus. Nama Pithecanthropus erectus kemudian
ditetapkan karena fosil-fosil yang ditemukan membentuk kerangka manusia yang
menyerupai kera. Kata Pithecanthropus erectus berasal dari bahasa Yunani, fithkos yang
artinya kera, anthropus berarti manusia, dan erectus berarti tegak. Pithecanthropus
erectus berarti manusia kera yang berjalan tegak. Temuannya berupa fragmen rahang
yang pendek dan sangat kekar, dengan sebagian prageraham yang masih tersisa.
Prageraham itu menunjukkan ciri gigi manusia, bukan gigi kera, sehingga diyakini bahwa
fragmen rahang tersebut milih rahang hominid. Penggalian yang dipimpin oleh Eugene
Dubois di Trinil dilakukan pada endapan alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan tersebut
ditemukan bagian atas tengkorak, tulang rahang, dan beberapa buah tulang paha yang
menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak. Baca juga: Kehidupan Sosial Manusia
Purba Lihat Foto Pohon pilang yang tumbuh di seberang bengawan Solo yang sempat
terabadikan dalam foto saat Eugene Dubois melakukan penggalian dan menemukan fosil
Pithecanthropus Erectus sampai saat ini masih bisa di lihat dan menjadi tanda mudah
mencari lokasi penggalian fosil(KOMPAS.COM/SUKOCO) Tengkorak Pithecanthropus
erectus yang ditemukan di Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke belakang. Tulang
keningnya sangat menonjol dan di bagian belakang mata terdapat penyempitan yang
sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Volume otaknya sekitar 900
cc, di antara otak kera (600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400 cc). Pada bagian
belakang kepala terlihat bentuk yang meruncing, diduga pemiliknya adalah perempuan.
Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala, diperkirakan individu
tersebut telah dewasa.
Homo Soloensis: Penemu, Ciri-ciri, dan Hasil Kebudayaan Foto Manusia purba berjenis
Homo Soloensis(Sciencesource) Penulis Widya Lestari Ningsih | Editor Nibras Nada
Nailufar KOMPAS.com - Homo merupakan manusia purba paling maju dibandingkan
dengan jenis lainnya. Manusia purba jenis ini terdiri dari beberapa macam, salah satunya
adalah Homo Soloensis. Fosil-fosil Homo Soloensis ditemukan di Ngandong, tepi
Bengawan Solo, dan Sangiran serta Sambungmacan (Sragen) dari penggalian yang
dilakukan oleh Willem Frederik Florus Oppenoorth, Carel ter Haar, dan G. H. R. von
Koenigswald pada 1931 hingga 1933. Fosil yang ditemukan terdiri dari 14 tengkorak, 2
tulang kering, dan tulang panggul. Diperkirakan Homo Soloensis adalah evolusi dari
Pithecanthropus Mojokertensis yang hidup sekitar 117 hingga 108 ribu tahun lalu pada
Zaman Pleistosen Akhir. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis digolongkan dengan Homo
Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa,
dan Afrika. Baca juga: Pithecanthropus Erectus: Penemuan, Ciri-ciri, dan Kontroversi
Ciri-ciri Homo Soloensis Volume otak cukup besar mulai dari 1.013-1.251 cc Tinggi
badan berkisar antara 130-210 cm Berat badan antara 30-150 kg Bagian belakang
tengkorak telah membulat dan tinggi Otot-otot pada bagian tengkuk mulai mengalami
reduksi Alat pengunyah menyusut sehingga gigi dan tulang rahang menjadi kecil Wajah
dan hidungnya lebar Dahi dan mulut masih menonjol, namun tidak seperti
Pithecanthropus Diperkirakan bisa berjalan dan berdiri sempurna Kehidupan dan Hasil
Kebudayaan Homo Soloensis Kehidupan Homo Soloensis sudah lebih maju daripada
manusia purba lainnya. Mereka memiliki volume otak yang mendekati manusia masa
kini. Mereka memiliki berbagai peralatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
mempertahankan hidup dari berbagai ancaman. Alat-alat yang dimaksud berupa
peralatan dari tulang binatang, perkakas dari serpihan dari batu (flakes), dan ujung
tombak yang bergerigi pada sisi-sisinya. Karena ditemukan di daerah Ngandong, alat-
alat tersebut dikenal sebagai Kebudayaan Ngandong. Baca juga: Meganthropus
Paleojavanicus: Penemuan, Kehidupan, dan Ciri-ciri Sebagian flakes yang ditemukan
terbuat dari batu-batuan indah kalsedon, menandakan masyarakatnya telah mengenal
seni. Peralatan dari tulang binatang diperkirakan digunakan untuk mengorek umbi-
umbian dari dalam tanah, sementara tombak yang bergerigi dimanfaatkan untuk
menangkap ikan. Homo Soloensis kemungkinan besar mendiami lingkungan hutan
terbuka bersama dengan gajah, harimau, tapir, kuda nil, dan banyak lainnya. Kepunahan
Homo Soloensis Penyebab punahnya Homo Soloensis memang masih menjadi teka-teki,
namun beberapa faktor berikut ini diduga menjadi alasannya.
- Terkena letusan gunung berapi
- Penyebaran penyakit Dimangsa predator
- Kurang pandai bersosialisasi
- Badai meteor
Manusia jenis ini tidak hanya mampu membuat peralatan untuk sehari-hari, tetapi juga
telah menggunakan akal dan memiliki sifat seperti manusia modern. Ciri-ciri fisiknya juga
hampir menyamai fisik manusia yang hidup di masa sekarang. Homo sapiens
merupakan spesies yang sangat tangguh dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Selain itu, kapasitas otaknya jauh lebih besar daripada jenis manusia sebelumnya. Ciri-
ciri :
- Tinggi badan berkisar antara 130-210 cm
- Berat badan antara 30-150 kg
- Volume otak antara 1.000-2.000 cc
- Reduksi pada bagian gigi, rahang, dan otot-otot kunyah sehingga mulai terdapat dagu
pada rahang bawah Otot-otot dan tulang-tulang ukurannya menjadi lebih mungil
- Telah menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
Persebaran Homo sapiens berawal dari Afrika, kemudian meluas ke berbagai belahan
dunia, termasuk Indonesia. Selama masa perubahan iklim yang dramatis sekitar 300 ribu
tahun lalu, Homo sapiens berevolusi di Afrika. Baca juga: Pithecanthropus Erectus:
Penemuan, Ciri-ciri, dan Kontroversi Seperti manusia purba lainnya, mereka menjalani
kehidupan sederhana dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Seiring berjalannya
waktu, mereka mulai mengembangkan kemampuan untuk menanggapi tantangan
bertahan hidup di tengah kondisi lingkungan yang tidak stabil. Fosil tertua Homo sapiens
ditemukan di Jebel Irhoud, Maroko, pada tahun 2000. Temuan tersebut berupa pecahan
tengkorak, tulang rahang lengkap, dan perkakas batu, yang diperkirakan berumur 315
ribu tahun. Homo sapiens kemudian menyebar ke seluruh benua dan tiba di Cina antara
120 ribu sampai 80 ribu tahun lalu. Sementara jenis Homo sapiens yang ditemukan di
Indonesia diperkirakan berasal dari Zaman Holosen, yang berlangsung sekitar 40 ribu
tahun lalu. Baca juga: Homo Soloensis: Penemu, Ciri-ciri, dan Hasil Kebudayaan
Kehidupan Homo sapiens tidak hanya membuat dan menggunakan perkakas dari batu,
mereka juga membuat peralatan yang lebih kecil dan kompleks. Seperti contohnya mata
pancing, anak panah, pelempar tombak, dan jarum jahit. Dalam 12 ribu tahun terakhir,
Homo sapiens melakukan transisi dari mengumpulkan makanan menjadi menghasilkan
makanan sendiri.
Masyarakatnya juga menyadari bahwa mereka dapat mengembangbiakkan tanaman dan
hewan. Saat mereka mulai menginvestasikan lebih banyak waktu untuk memproduksi
makanan dan menjinakkan hewan, mereka memutuskan untuk hidup menetap.
Penemuan Homo sapiens di Indonesia Dalam beberapa temuan, jenis manusia purba di
Indonesia yang paling mendekati jenis manusia sekarang adalah Homo sapiens.
Penemuan fosil Homo sapiens di Indonesia berawal pada 1889, saat van Rietschoten
menemukan beberapa bagian tengkorak dan rangka manusia di daerah Tulungagung,
Jawa Timur. Homo wajakensis Homo wajakensis ditemukan di Wajak, Tulungagung, oleh
van Rietschoten pada 1889. Temuan Rietschoten digolongkan sebagai Homo sapiens
pertama di Asia. Homo soloensis Manusia purba jenis Homo soloensis ditemukan oleh
von Koenigswald dan Weidenrich di dekat Desa Ngandong, lembah Sungai Bengawan
Solo. Oleh sebagian ahli, manusia purba ini digolongkan dengan Homo
Neanderthalensis yang merupakan jenis Homo sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika yang
berasal dari lapisan Pleistosen Atas. Homo Floresiensis (Manusia Liang Bua) Homo
Floresiensis ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood pada September 2003.
Manusia Liang Bua dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi
nama sesuai dengan tempat ditemukannya, di Liang Bua, Flores.
BAB IV
KESIMPULAN
Pithecanthropus erectus merupakan fosil manusia purba yang paling terkenal dan paling
awal ditemukan di Indonesia. Pada awalnya, Eugene Dubois memberi nama temuannya ini
sebagai Anthropopithecus erectus Pithecanthropus erectus atau disebut juga sebagai Manusia
Jawa adalah fosil manusia purba yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada 1890 di Trinil, tepi
Sungai Bengawan Solo, Ngawi, Jawa Timur
Von Koenigswald menemukan fosil tersebut di Desa Sangiran, lembah Bengawan Solo.
Fosil yang ditemukan berupa fragmen rahang bawah sebelah kanan (dengan kedua geraham
muka dan geraham bawah), rahang atas sebelah kiri (dengan geraham kedua dan ketiga), dan
gigi lepas. Oleh karena fosil tersebut berukuran sangat besar dan menyerupai raksasa, maka
von Koenigswald menyebutnya Meganthropus Paleojavanicus