Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH INDONESIA

JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

MODUL SEJARAH INDONESIA


MENGENAL JENIS-JENIS MANUSIA PURBA1

Ayudya Nilamjati Widyani


Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta

Jelajahi Museum Manusia Purba Sangiran melalui Virtual Tour di surel berikut: Virtual Tour
Museum Sangiran

Gambar Tampak Udara Situs Museum Manusia Purba Sangiran. Gambar ini diambil ketika
melakukan Virtual Tour Museum Manusia Purba Sangiran.

Semenjak penemuan pertama fosil Pithecantropus Erectus oleh Eugene Dubois, dan
penemuan fosil yang lainnya di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo, maka nama pulau
Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya menjadi perhatian tersendiri di
kalangan pakar kepurbakalaan dunia. Sebagian besar dari fosil tersebut ditemukan pada
lapisan pleistosen, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan fisiknya. Secara
garis besar, jenis manusia purba yang ditemukan di Pulau Jawa berdasarkan lapisan
ditemukannya adalah sebagai berikut:

1
Sumber Penulisan : Herimanto. 2019. Sejarah Indonesia Masa Pra Aksara.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.

1
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

A. LAPISAN PLEISTOSEN BAWAH


1. MEGANTHROPUS (MANUSIA RAKSASA)
G.H.R Von Koenigswald pada tahun
1936 sampai dengan 1941 melakukan
penelitian di sepanjang lembah sungai
Bengawan Solo. Pada penelitiannya di
Sangiran tahun 1941, Koenigswald
menemukan fosil2 manusia purba pada
lapisan pleistosen bawah3. Fosil yang
ditemukan tersebut memiliki ukuran tubuh
yang jauh lebih besar dari ukuran manusia
purba yang pernah ditemukan sebelumnya
oleh karenanya fosil ini dinamakan
Meganthropus Palaeojavanicus atau Gambar 1. Fosil Tengkorak
manusia raksasa dari Jawa. Fosil ini Meganthropus Palaeojavanicus.
mempunyai kemiripan dengan Homo (Sumber : https://anthropology-
ru.livejournal.com/342773.html)
Habilis dari Jurang Oldwai di Afrika.
Fosil ini diperkirakan memiliki badan tegap dan rahang besar serta kuat.
Meganthropus diperkirakan hidup dengan cara mengumpulkan makanan.
Tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan menjadi makanan utama Meganthropus.
Makanan tersebut dikunyah dan dimakan secara mentahan karena pada masa
itu belum mengenal api. Meganthropus diperkirakan hidup antara 2 juta sampai
dengan 1 juta tahun yang lalu.
2. PITHECANTROPUS
Fosil Pithecantropus atau manusia kera merupakan jenis fosil manusia
purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Pithecantropus ditemukan
pada lapisan Pleistosen Bawah (Jetis) dan Tengah (Trinil). Femur atau tulang
pahanya, bentuk dan ukurannya seperti milik manusia yang menandakan bahwa
makhluk itu berjalan diatas kedua kakinya. Pithecantropus hidup secara

2
Fosil yang ditemukan berupa rahang manusia berukuran besar
3
Diliteratur yang lain, Pleistosen Bawah juga dapat disebut dengan istilah Pleistosen
Awal

2
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

berkelompok dan hunting and food gathering. 4 Dalam mencari makanan


tersebut, Pithecantropus menggunakan alat-alat dari batu maupun kayu. Alat-
alat bantu tersebut diantaranya kapak genggam, kapak perimbas, kapak
penetak, pahat genggam, serta alat-alat serpih.
Secara biologis, menurut Eugene Dubois, Pithecantropus memiliki volume
otak sekitar 900 cc yang berarti diantara volume otak manusia (diatas 1000 cc)
dan volume otak kera (maksimal 600 cc). Di Asia, fosil Pithecantropus ditemukan
di goa Chou-Kou-Tien dan dikenal sebagai Pithecantropus Pekinensis sedangkan
di Afrika disebut sebagai Australopithecus Africanus dan di Eropa Barat dan
Eropa Tengah disebut sebagai Plitdown dan Heidelberg.
a. PITHECANTROPUS MOJOKERTENSIS (MANUSIA KERA DARI
MOJOKERTO)
Pada tahun 1936, Von Koenigswald menemukan fosil tengkorak
anak yang diperkirakan berusia lima sampai enam tahunan pada lapisan
Pleistosen bawah di daerah Perning, Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini
diduga merupakan keturunan dari Pithecantropus oleh karenanya fosil
temuan ini dinamakan Pithecantropus Mojokertensis yang berarti
manusia kera dari Mojokerto. Adapun ciri-ciri dari fosil ini ialah berbadan
tegap, mukanya menonjol kedepan, kening tebal, serta tulang pipi yang
kuat.
b. PITHECANTROPUS ROBUSTUS (MANUSIA KERA YANG BESAR/ KUAT)
Von Koenigswald pada tahun 1939 menemukan beberapa jenis fosil
manusia purba di Desa Trinil, dekat Ngawi, Jawa Timur. Bersama dengan
peneliti Weidenreich menemukan fosil manusia purba sejenis
Pithecantropus di Mojokerto namun dengan ukuran yang jauh lebih besar
dan kuat. Pithecantropus Robustus ditemukan pada lapisan Pleistosen
Bawah sehingga diperkirakan seusia dengan Pithecantropus
Mojokertensis namun lebih tua dari Pithecantropus Erectus.

4
Bertahan hidup dengan cara berburu, menangkap ikan, dan mengumpulkan
makanan. Makanan tersebut dikonsumsi secara mentahan tanpa diolah dan dimasak
terlebih dahulu.

3
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

B. LAPISAN PLEISTOSEN TENGAH


Eugene Dubois melakukan penelitian di
Pulau Jawa pada tahun 1890 dan berhasil
menemukan tengkorak-tengkorak manusia
purba di Desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada
lapisan Pleistosen Tengah. Dari penelitian
tersebut, Dubois berkesimpulan bahwa makhluk
tersebut berada diantara manusia dan kera serta
sudah berjalan tegak (erectus) sehingga makhluk
ini dinamakan Pithecantropus Erectus atau
manusia kera yang berjalan tegak. Fosil manusia
Gambar 2. Fosil Tengkorak
purba ini ditemukan pada lapisan Pleistosen
Pithecantropus/Homo Erectus/ Tengah dan diperkiran hidup sekitar satu sampai
Sangiran 17. satu setengah juta tahun yang lalu.Temuan
(Sumber : https://anthropology- Pithecantropus Erectus oleh Eugene Dubois
ru.livejournal.com/342773.html)
sempat menjadi perhatian dunia karena
dianggap sebagai missing link atau peralihan dari kera ke manusia sebagaimana teori
yang diungkapkan oleh Darwin.
Sejumlah fosil Pithecantropus yang ditemukan pada lapisan Pleistosen
diperkiran berusia lebih muda, yang hidup antara 900.000 – 200.000 tahun yang lalu.
Fosil-fosil tersebut ditemukan di lembah Sungai Bengawan Solo yang meliputi
Sambungmacan (Sragen), disekitar Karanganyar, dan Sangiran di Solo. Fosil ini
kemudian diberinama Pithecantropus Soloensi atau Manusia Kera dari Solo.
Pithecantropus diperkirakan hidup di Jawa (penemuan fosil Pithecantropus paling
banyak didapati di Jawa khususnya di sekitar Sangiran, Solo), Pulau Sumatera, dan
Kalimantan.
Terjadi perbedaan pendapat diantara para ahli terkait dengan istiah
Pithecantropus. Penggunaan istilah Pithecantropus dirasa kurang tepat karena
makhluk ini telah berbudaya. Pendapat tersebut didasarkan pada temuan-temuan
yang ada seperti ditemukannya alat-alat dari batu seperti berbagai macam kapak yang
digunakan untuk berburu dan mengumpulkan makanan. Oleh karenanya, tidak sedikit
ahli yang menyebutnya dengan istilah Homo Erectus.

4
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

C. LAPISAN PLEISTOSEN ATAS


Pada lapisan Pleistosen Atas ditemukan berbagai fosil kerangka manusia purba
yang diperkiran usianya lebih muda dari Pithecantropus. Fosil manusia purba tersebut
kemudian diidentifikasi sebagai Manusia Purba jenis Homo seperti Homo Soloensis,
Homo Wajakensis, dan Homo Floresiensis. Manusia Purba jenis Homo dinilai lebih
maju dan sempurna jika dibandingkan dengan Meganthropus maupun
Pithecantropus. Ciri fisik manusia purba jenis Homo memiliki kesamaan dengan ciri
manusia modern. Manusia Purba jenis Homo memiliki bentuk kepala tidak lonjong/
lebar, hidung dan mulutnya menonjol, dahi masih menonjol, memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih dari jenis-jenis sebelumnya, dan dalam kehidupannya sudah
menggunakan alat bantu yang terbuat dari batu maupun tulang.
Manusia purba jenis Homo sudah mengenal api sehingga hasil buruan yang
diperoleh diolah terlebih dahulu sebelum dimakan, begitupun dengan umbi-umbian
yang diperolehnya. Manusia Purba jenis Homo hidupnya berpindah-pindah
(nomaden) guna mencari persediaan bahan makanan dialam sekitarnya (food
gathering).
a. HOMO SOLOENSIS (MANUSIA DARI SOLO)
Menurut pendapat para ahli, Pithecantropus mulai hilang dari muka bumi
ketika zaman es yang ketiga. Disaat yang sama, muncul makhluk baru yang
disebut sebagai Homo Soloensis. Tidak kurang dari sebelas tengkoran, fragmen-
fragmen, dan dua buah tulang kering Homo Soloensis ditemukan di Sungai
Bengawan Solo, Desa Ngandong, Blora, Jawa Tengah. Fosil tersebut ditemukan
oleh Ter Haar dan Oppenoorth sekitar tahun 1931 sampai dengan tahun 1933
pada lapisan Pleistosen Atas. Dengan penemuan yang begitu banyak, para ahli
memberikan hipotesis bahwasannya Homo Soloensis berkumpul ditepi sungai
dan saling memburu satu sama lain. Perburuan tersebut dimaksudkan untuk
mendapatkan otak dari musuh yang dikalahkannya. Hipotesis tersebut
didasarkan pada temuan tengkorak dalam kondisi ditebas atau dipecahkan yang
kemungkinan untuk diambil otaknya.
Menurut Von Koenigswald, Homo Soloensis memiliki kecerdasan yang
lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus. Tidak jarang, para ahli
mengkategorikan Homo Soloensis kedalam kelompok Homo Neaderthalensis5

5
Homo Neaderthalensis merupakan jenis Homo Sapiens yang ditemukan di daratan
Asia, Eropa, dan Afrika pada lapisan Pleistosen Atas.

5
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

dan diduga merupakan evolusi dari Pithecantropus Mojokertensis. Homo


Soloensis mempunyai ciri-ciri berbadan tegak dengan tinggi badan kurang lebih
180 cm, tonjoloan pada kening agak terputus ditengah (diatas hidung), serta
otak kecil yang lebih besar dari pada otak kecil jenis Pithecantropus.
b. HOMO WAJAKENSIS (MANUSIA DARI WAJAK)
Pada zaman es keempat atau zaman es terakhir, muncul makhluk purba
yang oleh para ahli diberi nama Homo Wajakensis. Hal tersebut diawali dengan
penemuan dua buah tengkorak yang telah membatu di daerah Wajak, sebelah
selatan Gunung Wilis, Tulungagung, Jawa Timur. Dua buah tengkorak tersebut
ditemukan oleh Van Riestchoten pada tahun 1889. Temuan ini kemudian
ditindaklanjuti oleh Eugene Dubois, seorang dokter militer dari Belanda.
Menurut Sartono Kartodirjo, temuan tersebut berupa tengkorak, fragmen
rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Tengkorak yang ditemukan
menunjukkan ciri muka yang datar dan lebar, akar hidungnya lebar, mulutnya
menonjol sedikit, pada bagian dahi agak miring dan diatas matanya ada busur
kening nyata. Tengkorak tersebut diperkirakan berumur 30 tahun dan
mempunyai volume otak 1.630 cc. Sementara itu, temuan Dubois tahun 1890
didapatkan temuan yang terdiri dari fragmen tulang tengkorak, rahang atas,
rahang bawah, tulang paha, dan tulang kering. Pada tengkorak yang ditemukan
Dubois menunjukkan adanya busur kening yang nyata, pada tengkorak laki-laki
perlekatan otot sangat nyata, langit-langit dalam, rahang bawah besar dengan
gigi yang besar. Dari tulang paha yang ditemukan, diperkirakan mempunyai
tinggi badan kurang lebih 173 cm.
Berdasarkan hasil penelitian, Homo Wajakensis diperkirakan mempunyai
tinggi badan sekitar 130-210 cm, berat badan antara 30-15- kg, bentuk muka
tidak terlalu menonjol ke depan, alat pengunyah, rahang, gigi, dan otot tengkuk
sudah mengecil, serta sudah berjalan lebih tegak. Volume otak Homo
Wajakensis berkisar antara 1000-2000 cc dengan rata-rata antara 1350-1450 cc.
Dari temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa Homo Wajakensis telah
menunjukkan kemajuan jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk
sebelumnya. Homo Wajakensis sudah mengenal pengolahan makanan
meskipun masih dalam taraf yang sederhana.
Menurut Dubois, tengkorak Homo Wajakensis mempunyai kesamaan
dengan tengkorak suku Aborigin, penduduk asli Benua Australia. Sehingga patut
diduga, Homo Wajakensis termasuk ke dalam ras Australoide, bernenek moyan

6
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

Homo Soloensis, dan menurunkan bangsa Aborigin.6 Homo Wajakensis


diperkirakan hidup antara 40.000 sampai dengan 25.000 tahun yang lalu pada
lapisan Pleistosen Atas.
c. HOMO FLORESIENSIS (MANUSIA DARI FLORES)
Homo Floresiensis juga disebut sebagai Manusia Liang Bua. Liang Bua
mempunyai arti sebagai gua yang dingin, berukuran sangat lebar dan tinggi,
sehingga menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi manusia purba. Tahun 1958,
seorang pastor bernama Verhoeven berhasil menemukan beberapa fragmen
dari fosil manusia purba di Goa Liang Bua, Manggarai, Pulau Flores, Nusa
Tenggara Timur. Temuan fosil makhluk ini kemudian diberi nama Homo
Floresiensis. Pada tahun 1965, ditemukan tujuh buah rangka manusia beserta
beberapa bekal kubur berupa beliung dan barang-barang gerabah. Menurut R.P
Soejono, hasil temuan tersebut menunjukkan hunian dari fase zaman Paleolitik,
Mesolitik, Neolitik.
Pada tahun 2003, R.P Soejono dan Mike J. Morwood melakukan penelitian
lanjutan dan penggalian di situs Liang Bua. Pada penelitian ini ditemukan tidak
kurang enam fosil manusia yang secara morfologis dan postur sejenis dengan
penemuan awal oleh Verhoven. Dalam pengamatan yang lebih mendalam,
ditemukan percampuran karakter kranial yang cukup kuat antara karakter
Homo Erectus dan Homo Sapiens. Temuan fosil Liang Buang 1 dan 6
menunjukkan dominasi karakter arkaik yang sering ditemukan pada Homo
Eructus, meskipun disatu sisi ciri modern Homo Sapiens juga terlihat. Jika
dikaitkan dengan masa hidup Homo Floresiensis, manusia Liang Bua dapat
dikatakan sebagai satu dari variasi Homo Sapiens.
Homo Floresiensis termasuk jenis kerdil karena diperkirakan tinggi
tubuhnya hanya sekitar 1 meter, tengkoraknya menyerupai tengkorak anak
kecil (Panjang dan rendah, berukuran kecil) dengan volume otak 380 cc, ukuran
tangannya panjang, serta diperkirakan hidup pada 30.000 – 18.000 tahun yang
lalu. Menurut para ahli, Homo Floresiensis sudah mampu untuk membuat
peralatan dari batu, keterampilan berburu yang baik, dan memasak dengan api.
Penemuan fosil ini, secara resmi dipublikasikan pada tahun 2004. Masyarakat
setempat menyebut Homo Floresiensis sebagai Ebu Gogo.

6
Fosil Homo Wajakensis juga memiliki kesamaan dengan fosil manusia Niah dari
Serawak Malaysia, manusia Tabon dari Pulau Palawan Filipina, dan fosil-fosil Australoide,
baik yang berasal dari Cina Selatan maupun Australia Selatan.

7
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

D. LAPISAN HOLOCEN
Ketika zaman es berakhir, paparan Sunda (Indonesia bagian Barat) terbagi
menjadi beberapa pulau. Pada kondisi ini, makhluk Homo Soloensis hilang dan muncul
makhluk jenis Homo Sapiens atau Manusia Cerdas. Homo Sapiens mampu
menjangkau pulau-pulau tersebut dengan menggunakan perahu sederhana.
Diperkirakan, Homo Sapiens muncul sekitar 20.000 tahun yang lalu. Homo Sapiens
mempertahankan hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka
hidup dalam kelompok yang terdiri dari 40 sampai dengan 70 orang. Pada masa ini
ditemukan indikasi bahwa Homo Sapiens sudah mencoba untuk hidup menetap
dengan salah satunya ditemukannya bukit-bukit karang atau Kjokkenmoddinger
sebagai bekas tempat tinggal mereka.
Selain Kjokkenmoddinger, Homo Sapiens juga menempati gua-gua (abris sous
roche) sebagai tempat tinggal. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya bekas
kerangka manusia purba dan sisa alat budayanya di gua-gua seperti di gua daerah
Sampung, Jawa Timur maupun di Sulawesi Selatan. Meskipun lebih cerdas dari
makhluk pendahulunya, Homo Sapiens belum mengenal pola hidup sehat maupun
cara menyimpan bahan makanan yang tersisa. Ketika mereka mengumpulkan
makanan, maka bahan makanan tersebut juga akan langsung dihabiskan, sehingga
bisa saja mereka mengalami paceklik atau sulit mendapakan makanan. Kehidupan
Homo Sapiens sudah mengenal adanya pembagian kerja antara laki-laki dan
perempuan.7
Homo Sapiens merupakan makhluk yang muncul pada masa Mesolithikum.
Homo Sapiens mendukung tiga macam kebudayaan yang berkembang pada saat itu
yang meliputi Pabble Culture/ Bacson Hoabinh, Flakes Culture, dan Bone Culture.
Kehidupan Homo Sapiens masih sangat sederhana dan bergantung pada alam, namun
mereka sudah mampu menggunakan akal serta mempunyai sifat seperti manusia
modern. Secara biologis, Homo Sapiens mengalami pengecilan pada bagian kepala
mapun bagian tubuh yang lainnya, hingga bentuk dan ukurannya pun hampir sama
dengan manusia hari ini. Homo Sapiens telah berkembangan ke dalam beberapa sub

7
Laki-laki bertugas untuk mengumpulkan makanan (berburu binatang besar) dan
memerangi kelompok yang memusuhi mereka. Sedangkan perempuan berperan dalam
membuat barang anyaman, mengumpulkan sayuran liar, buah-buahan, maupun binatang
kerrang.

8
SEJARAH INDONESIA
JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

spesies (ras) yaitu Ras Mongoloid, Ras Kaokasoid, Ras Negroid, Ras Austro
Melanesoid, dan Ras Kaosanoid (Ras Indian).
Homo Sapiens dapat diartikan sebagai manusia sempurna baik dari segi fisik,
volume otak, maupun bentuk serta postur tubuhnya. Tidak jarang, Homo Sapiens juga
diartikan sebagai manusia bijak karena telah mengalami kemajuan dalam berpikir dan
bertahan hidup dialam liar. Homo Sapiens mempunyai postur tubuh yang tidak
sekokoh (tulang belulang tidak tebal dan kompak) seperti Pithecantropus/ Homo
Erectus. Homo Sapiens mempunyai kapasitas otak rata-rata 1400 cc, bentuk
tengkorak lebih bundar dan lebih tinggi daripada Homo Erectus. Homo Sapiens
menjadi spesies yang mampu beradaptasi dengan lingkungan/ alam.

Periodisasi Berdasarkan Lapisan Bumi Jenis Manusia Purba


Lapisan Holocen Homo Sapiens
Homo Floresiensis
Lapisan Pleistosen Atas Homo Wajakensis
Homo Soloensis
Lapisan Pleistosen Tengah Pithecantropus Erectus
Pithecantropus Robustus
Lapisan Pleistosen Bawah Pithecantropus Mojokertensis
Meganthropus Palaeojavanicus
Tabel 1. Penemuan Manusia Purba di Indonesia Berdasarkan Lapisan Bumi

Anda mungkin juga menyukai