Anda di halaman 1dari 8

MATERI DARING_3.

SEJARAH INDONESIA
Senin, 8 Agustus 2021

Kompetensi Dasar :
3.2 Menganalisis kehidupan manusia dan hasil-hasil budaya masyarakat pra- aksara Indonesia.
3.2.1 Menelaah corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara
3.2.2 Menganalisis hasil budaya masyarakat praaksara berdasar- kan tipologinya
3.2.3 Menganalisis teori asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia (Proto Melayu, Deutero
Melayu dan Melanesoid)
3.2.4 Mengaitkan nilai-nilai budaya masyarakat praaksara dengan budaya masyarakat dalam
konteks kekinian
4.2 Menyajikan informasi mengenai manusia dan hasil-hasil budaya khususnya masyarakat
praaksara Indonesia
4.2.1 Mengolah informasi tentang corak kehidupan masyarakat praaksara
4.2.2 Menyajikan hasil kesimpulan tentang hasil budaya masyarakat praaksara berdasarkan
tipologinya
4.2.3 Menyajikan hasil kesimpulan tentang teori asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia
4.2.4 Menyajikan hasil kesimpulan tentang kaitan nilai-nilai budaya masyarakat praaksara
dengan budaya masyarakat dalam konteks kekinian

Masa Praaksara dan Prasejarah Di Indonesia


Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
kepada masa di mana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan
bermula pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa
di mana terdapat kehidupan di muka Bumi; contohnya, dinosaurus biasanya disebut hewan prasejarah
dan manusia gua disebut manusia prasejarah.
Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini
menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan,
sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya
zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama, tergantung dari peradaban bangsa tersebut.
Dalam mempelajari zaman prasejarah, di mana belum ditemukan bukti-bukti tertulis, maka untuk
mengetahui peristiwa atau kejadian pada masa tersebut, para ahli melakukan hal-hal sebagai berikut:
Ekskavasi, melakukan penggalian untuk menemukan peninggalan budaya yang kebanyakan tertanam di
dalam tanah. Mempelajari kehidupan suku-suku terasing yang sekarang masih hidup seperti yang tinggal
di daerah-daerah pedalaman. Hal ini dilakukan karena, dengan mempelajari alat yang digunakan suku
terasing/suku primitif tersebut, sehingga dapat memberikan pengertian tentang kehidupan dan
kebudayaan manusia di zaman prasejarah

GAMBAR HUNIAN MANUSIA PURBA


A. Pengertian Manusia Purba

Manusia purba sering disebut dengan manusia prasejarah atau manusia yang hidup sebelum tulisan
ditemukan. Manusia purba yang paling tertua di dunia diperkirakan berumur lebih dari 4 juta tahun yang
lalu. Maka dari itu, para ahli sejarah menyebutnya sebagai Prehistoric People atau manusia prasejarah.
Manusia purba banyak ditemukan diberbagai bagian dunia, tapi lebih banyak ditemukan di negara
Indonesia. Fosil-fosil yang ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya ada yang sudah
berumur jutaan tahun yang lalu.
Untuk mengetahui keberadaan kehidupan manusia purba lebih dalam. Anda bisa melihat sisa-sisa tulang
manusia, hewan, dan tumbuhan, yang sudah menjadi batu atau jadi fosil. Atau bisa melewati
peninggalan-peninggalan peralatan yang digunakan oleh manusia purba. Seperti, peralatan rumah tangga,
senjata, bangunan, atau perhiasan.
Penelitian manusia purba di Indonesia :
1. Eugena Dobois,
Dia adalah yang pertama kali tertarik meneliti manusia purba di Indonesia setelah mendapat
kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von Reitschoten yang menemukan tengkorak di Wajak, Tulung
Agung.
• Fosil itu dinamai Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo Sapien (manusia yang sudah
berpikir maju)
• Fosil lain yang ditemukan adalah :
Pithecanthropus Erectus (phitecos = kera, Antropus Manusia, Erectus berjalan tegak) ditemukan di
daerah Trinil, pinggir Bengawan Solo, dekat Ngawi, tahun 1891. Penemuan ini sangat
menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.

2. G.H.R Von Koeningswald


Hasil penemuannya adalah : Fosil tengkorak di Ngandong, Blora. Tahun 1936, ditemukan
tengkorak anak di Perning, Mojokerto. Tahun 1937 – 1941 ditemukan tengkorak tulang dan rahang
Homo Erectus dan Meganthropus Paleojavanicus di Sangiran, Solo. Penemuan lain tentang manusia
Purba :
Ditemukan tengkorak, rahang, tulang pinggul dan tulang paha manusia Meganthropus, Homo
Erectus dan Homo Sapien di lokasi Sangiran, Sambung Macan (Sragen),Trinil, Ngandong dan
Patiayam (kudus).

3. DR. T. Jacob
Penelitian tentang manusia Purba oleh bangsa Indonesia dimulai pada tahun 1952 yang dipimpin
oleh Prof. DR. T. Jacob dari UGM, di daerah Sangiran dan sepanjang aliran Bengawan Solo.

B. Jenis Dan Ciri Manusia Purba Indonesia


Di indonesia penelitian tentang manusia purba sudah lama dilakukan, yaitu sejak abad ke-18 M.
Penelitian manusia purba di Indonesia dipelapori oleh Eugene Dubois, beliau adalah seorang dokter dari
Belanda.
Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis manusia purba yang ada di Indonesia. Hal itu
dibuktikan dengan penemuan-penemuan fosil yang ditemukan di daerah Solo, Pacitan, Ngandong,
Mojokerto, Sangiran, dan masih banyak lagi.
Setelah melakukan banyak penelitian mengenai manusia purba yang berada diberbagai daerah di
Indonesia. Para Ahli kemudian membagi manusia purba di Indonesia menjadi tiga jenis. Yaitu,
Meganthropus (Manusia besar), Pithecanthropus (Manusia kera yang berjalan tegak), dan Homo
(Manusia yang berpikir).
Para ilmuwan sejarah di seluruh belahan dunia, sebagian besar menganut teori evolusi kera. Atau yang
lebih dikenal dengan teori Australopithecus yang sudah punah sebagai ras nenek moyang manusia.
Sebenarnya teori tersebut terjadi banyak perbedaan yang sangat signifikan. Serta jauh sekali, tidak ada
hubungannya antara manusia dan kera. Perbedaan tersebut tidak bisa dijelaskan oleh penganut teori
Australopithecus, dengan peristiwa yang hilang atau lebih dikenal dengan sebutan missing link.
1. Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus
a. Meganthropus Palaeojavanicus
Manusi purba Meganthropus Palaejavanicus adalah manusia purba yang paling besar dan tertua
di Indonesia. Manusia purba ini ditemukan oleh seorang arkeolog dari Belanda yang bernama
Van Koenigswald. Ia merupakan orang yang pertama kali menemukan fosil di daerah Sangiran
pada tahun 1936.

Meganthropus Palaeojavani memiliki arti manusia besar tua yang berasal dari Jawa. Ini unsur-
unsur namanya yang terdiri dari kata megan berarti besar, anthropus = manusia, paleo = tua, dan
javanicus = berasal dari Jawa.
Diperkirakan Meganthropus Palaeojavanicus hidup sejak 1 juta sampai 2 juta tahun yang lalu.
Hal tersebut dibuktikan dari fosil yang ditemukan tekniknya dengan peluruhan karbon. Maka
dari itu, usia dari fosil tersebut dapat diketahui.
Berikut ini adalah ciri-ciri manusia purba jenis Meganthropus Palaeojavanicus :
1) Memiliki tulang pipi yang sangat tebal
2) Memiliki otot rahang yang kuat sekali
3) Tidak memiliki dagu dan memiliki hidung yang lebar
4) Memiliki tonjolan belakang yang tajam dan melintang sepanjang pelipis
5) Memiliki tulang kening menonjol dan mempunyai otot kunyah, gigi, serta rahang yang besar
kuat
6) Memiliki tinggi badan sekitar 165 – 180 cm
7) Berbadan tegap dan volume otok 900cc
8) Makanannya jenis tumbuh-tumbuhan

b. Manusia Purba Pithecanthropus Erectus


Pithecanthropus merupakan manusia purba yang fosilnya banyak ditemukan di Indonesia. Di
Indonesia sendiri, ada tiga jenis manusia purba ini dan yang sudah ditemukan. Diantaranya
adalah Pithecanthrophus Erectus, Pithecanthrophus Mojokertensis, dan Pithecanthropus
Soloensis.

Manusia purba ini diperkirakan hidup di Indonesia sejak satu sampai dua juta tahun yang lalu.
Pithecanthropus Erectus ditemukan oleh seorang dokter dari Belanda yaitu Eugene Dubois.
Pada awalnya dia mengadakan penelitian di Sumatera Barat, tetapi tidak menemukan fosil
disana. Kemudia dia berpindah ke pulau Jawa, ia pujn berhasil menemukan fosil
Pithecanthrophus Erectus di desa Trinil, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1891.
Fosil yang ditemukan pada saat itu adalah berupa tulang rahang atas, tulang kaki, dan tengkorak.
Fosil tersebut ditemukan pada masa kala Pleistosen tengah.
Pithecanthrophus Erectus hidup dengan cara berburu hewan-hewan. Kemudian mereka
mengumpulkan makanan dan hidup secara nomaden atau berpindah-pindah tempat. Untuk
mencari sumber bahan makanan dari satu tempat ke tempat lain.
Berikut ini adalah ciri-ciri manusia purba Pithecanthrophus Erectus :
1) Memiliki Volume otaknya sekitar 750 – 1350 cc.
2) Memiliki tinggi badan sekitar 165 – 180 cm.
3) Memiliki postur tubuh yang tegap tetapi tidak setegap meganthropus.
4) Mempunyai gigi geraham yang besar dengan rahang yang sangat kuat.
5) Mempunyai hidung yang tebal.
6) Memilik tonjolan kening yang tebal dan melintang di dahi.
7) Memiliki wajah menonjol ke depan serta dahinya miring ke belakang.
8) Pada bagian belakang kepala terlihat menonjol
9) Memiliki alat pengunyah dan alat tengkuk yang sangat kuat.

c. Manusia Purba Homo Wajakensis


Pada tahun 1889 Fosil dari Manusia Purba Homo Wajakensisi telah ditemukan di Wilayah
Wajak. Lebih lengkapnya di dekat Campur Darat, Tulungagung, Jawa Timur dan ditemukan oleh
Eugene Dubois.

Hasil dari penemuan tersebut, berupa tulang paha, rahang atas dan bawah, tulang kering. Dan
fragmen tengkorak yang mempunyai volume sekitar 1.600 cc. Dalam penelitian diperkirakan
manusia purba jenis ini sudah dapat membuat peralatan yang terbuat dari batu dan tulang. Serta
sudah mengerti caranya untuk memasak.
Dibawah ini adalah ciri-ciri manusia purba Homo Wajakensis, sebagai berikut :
1) Memiliki muka datar dan lebar
2) Memiliki hidung lebar dan bagian mulut menonjol
3) Dahinya sedikit miring dan diatas mata terdapat kerutan dahi yang nyata
4) Pipinya menonjol ke samping
5) Berat badan sekitar 30 – 150 kg
6) Tinggi badan sekitar 130 -210 cm
7) Jarak antara hidung dan mulut masih jauh
8) Berdiri dan berjalan sudah tegak

d. Manusia Purba Pithecanthropus Soloensisi


Pithecanthropus Soloensisi merupakan salah satu jenis manusia purba yang ditemukan di
Indonesia. Fosil-fosil manusia purba ini dapat ditemukan di wilayah sekitar Jawa Tengah dan
Jawa Timur.

Pithecanthropus Soloensis ditemukan oleh sejarawan, yaitu Oppenort, Ter Harr, dan G.H.R.
Koenigswald di wilayah Ngandong, Jawa Tengah.
Pithecantropus Soloensis adalah salah satu manusia purba khas Indonesia. Yang memiliki
beberapa ciri khusus yang tidak dimiliki oleh semua manusia purba pada umumnya.

Berikut ini ciri dari pithecantropus soloensis.


1) Makanannya berupa hewan buruan dan tumbuhan
2) Mempunyai gigi geraham yang besar dan rahang yang kuat
3) Bentuk hidung lebar dan tidak berdagu
4) Terdapat tonjolan pada kening tebal dan melintang di sepanjang pelipis
5) Volume otak sekitar 750-1350 cc
6) Berbadan tegap
7) Tinggi tubuh sekitar 165-180 cm.

e. Manusia Purba Homo Floresiensis


Homo Floresiensis adalah termasuk salah satu dari manusia purba yang berjenis Homo di
Indonesia. Manusia purba ini ditemukan saat penggalian di Liang Bua, di Pulau Flores oleh tim
arkeolog gabungan. Yang terdiri dari Pusilitbang Arkeolog Nasional, Indonesia dan Unikversity
of New England.

Homo Floresiensis biasanya disebut disebut dengan manusia kerdil. Manusia purba ini
diperkirakan hidup sekitar 12.000 tahun yang lalu. Pada saat ditemukan oleh tim gabungan dari
Pusilitbang Arkeolog Nasional, Indonesia dan Unikversity of New England, Australia pada tahun
2003.
Kerangka dari manusia purba ini belum membatu atau belum menjadi fosil. Selain kerangka
Homo Floresiensis, juga ditemukan kerangka homo sapiens dan berbagai hewan mamalia
lainnya. Seperti Gajah Stegodo, Biawak, dan Tikus besar. Dan alat-alat batu seperti pisau, tulang
yang terbakar, arang, beliung dan mata panah.
Seorang Ahli yang menemukan kerangka ini menyatakan dugaannya bahwa Homo Floresiensis
ini hidup berdampingan. Atau hidup bersama dengan jenis spesies manusia purba Homo Sapiens,
dan manusia modern lainnya.
Berikut ini ciri-ciri manusia purba Homo Floresiensis :
1) Kepala dan badan memliki ukuran yang kecil
2) Ukurab bentuk otak yang sangat kecil
3) Volume otak 380 cc
4) Mempunyai rahang yang menonjol atau berdahi sempit
5) Berat badan sekitar 25 kg
6) Tinggi badan diperkirakan sekitar 1,06 m
CORAK KEHIDUPAN MANUSIA PRA AKSARA

Pola Hunian
Air adalah kebutuhan utama manusia dalam bertahan hidup. Manusa lebih baik kelaparan
daripada kehausan. Oleh sebab itu, air sangat dibutuhkan manusia sejak dahulu sampai sekarang. Hal itu
juga yang mempengaruhi pola kehidupan manusia sejak dahulu. Suatu tempat apabila mengandung
sumber air biasanya tanahnya subur dan tanamanpun hidup subur. Di daerah sumber air juga banyak
didatangi hewan dan ikan. Hal inilah yang menjadi dasar utama bahwa manusia purba hidup di dekat
sungai atau sumber air lainnya. Keberadaan air juga dapat dijadikan sarana penghubung atau transportasi
untuk dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain itu, mereka juga
memanfaatkan gua-gua di sekitar aliran air sungai untuk dijadikan tempat tinggal.
Hal tersebut di perkuat dengan penemuan barang-barang dan sisa-sisa peralatan yang ditemukan
di dekat sungai. Pola hunian manusia purba memperli-hatkan dua karakter, yaitu kedekatan dengan
sumber air dan hidup di alam terbuka.
Ketika persediaan makanan di daerah yang mereka huni menipis, manusia purba akan segera
berpindah tempat mencari daerah yang memiliki banyak persediaan sumber makanan. Pola tersebut terus
berlangsung hingga manusia purba menemukan cara bercocok tanam. Setelah bercocok tanam mereka
mulai hidup menetap. Selain bercocok tanam menusia purba juga mulai memelihara dan beternak
binatang.

Pembabakan zaman praaksara berdasarkan ciri kehidupan


Berdasarkan penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang
berbeda antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara menurut
para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan.
Pada masa ini, kehidupan manusia hanya terpusat pada upaya mempertahankan diri di tengah-tengah
alam yang penuh tantangan dengan kemampuannya yang sangat terbatas. Kegiatan pokoknya adalah
berburu dan mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari batu, kayu, dan tulang.
1) Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
a) Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, hanya
mengutamakan segi praktis sesuai dengan tujuan penggunaannya saja, namun lama
kelamaaan ada penyempurnaan bentuk, Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok, yaitu
teknik pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi kapak perimbas dan tradisi serpih. Pada
perkembangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari batu
yang digunakan sebagai perkakas zaman praaksara dapat digolongkan menjadi : kapak
perimbas dan kapak genggam.
b) Kehidupan sosial
Manusia purba semenjak Pithecanthropus hingga Homo Sapiens dari Wajak,
menggantungkan kehidupannnya pada kondisi alam. Daerah sekitar tempat tinggalnya harus
memberikan persediaan makanan dan air yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
Mereka hidup berkelompok dengan pembagian tugas, bahwa yang laki-laki ikut kelompok
berburu dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuhan dan hewan-hewan
kecil. Selain itu mereka juga bekerja sama dalam hal menganggulangi seranan binatang buas
maupun adanya bencana alam yang sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan mereka.
2) Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
a) Keberadaan Manusia
Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada permulaan kala Holosin, yaitu Austromelanesoid
dan Mongoloid. Mereka berburu rusa, gajah, dan badak untuk dimakan. Dibagian barat dan
utara ada sekelompok populasi dengan ciri-ciri terutama Austromelanesoid dengan hanya
sedikit campuran Mongoloid. Sedangkan di Jawa hidup juga sekelompok Austromelanesoid
yang lebih sedikit lagi dipengaruhi leh unsur-unsur Mongloid. Lebih ke timur lagi, yaitu
Nusa Tenggara, terdapat pula Austromelanesoid.
b) Teknologi
Ada tiga tradisi pokok pada masa Pos Pletosin, yaitu tradisi serpih bilah, tradisi alat tulang,
dan tradisi kapak genggam Sumatera.
c) Masyarakat
Manusia yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut,
mendiami gua-gua terbuka atau gua payung yang dekat dengan sumber air atau sungai
sebagai sumber makanan. Mereka membuat lukisan-lukisan di dinding gua, yang
menggambarkan kegiatannya, dan juga kepercayaan masyarakat pada saat itu.
b. Masa bercocok tanam.
Masa bercocok tanam Pada masa ini sudah mulai ada usaha untuk bertempat tinggal menetapdi suatu
perkampungan yang terdiri dari beberapa tempat tinggal sederhana yang didiami secara
berkelompok. Mulai ada kerjasama dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan adanya
peningkatan kesejahteran masyarakat dan ketentraman hidupnya.
1) Keberadaan manusia
Pada masa ini, di Indonesia barat mendapat pengaruh besar dari ras Mongoloid, sedangkan di
Indonesia timur smpai sekarang lebih diengaruhi oleh komponen ras Austromela-nesoid.
Kelompok manusia sudah lebh banyak, karena hasil pertanian dan peternakan sudah daat
memberi makan sejumlah orang yan lebih besar.
2) Teknologi
Masa bercocok tanam dimulai kira-kira bersamaan dengan berkembangnnya kemahiran
mengasah alat dari batu dan mulai dikenalnya teknologi pembutan gerabah. Alat yang terbuat
dari batu yang biasa diasah adalah beliung, kapak batu, dan mata tombak.
c. Masa perundagian
Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia mulai semakin
berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu menemukan cara membuat perkakas dari
logam. Penemuan logam mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan
sehari-hari. Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang
menjadi mata pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model terlebih dahulu
dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian atas dan bawahnya
diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat dibakar, lilin melelh dan
meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah
dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak ekonomis karena hanya
menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu
membuat perkakas dengan cetak masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan
dipakai berulang-ulang. Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa;
nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya

Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan mulai muncul pada zaman Neolithikum. Pada zaman ini, masyarakat
purba sudah memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka juga meyakini adanya hubungan
antara orang hiup dan roh yang telah meninggal. Berkaitan dengan peristiwa itu maka kegiatan ritual
yang paling menonjol adalah upacara penguburan sebagai bentuk kehormatan terakhir pada orang
yang meninggal.
Bukti adanya sistem kepercayaan padazaman batu adalah terlihat melalui peninggalan berupa
tugu-tugu batu atau bangunan Megalithikum yang letaknya beradadi pucak bukit, dilereng gunung
atau bangunan yang lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini muncul dari anggapan masyarakat
bahwa roh-roh tersebut berada di suatu tempat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, selain ada upacara-
upacara penguburan pada zaman tersebut telah muncul upacara-upacarauntuk mendirikan bangunan
suci atau kebudayaan Megalithikum (Batu Besar) yang meliputi bangunan berikut ini.
A. Menhir
Menhir adalah bangunan berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati
roh nenek moyang. Bentuk menhir ada yang berdiri tunggal juga ada yang berdiri berkelompok,
ada pula yang dibuat bersama bangunan lain seperti punden berundak-undak. Namun, bangunan
menhir yang dibuat oleh masyarakat praaksara tidak berpedoman kepada satu bentuk saja. Lokasi
tempat yang ditemukan menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumtera Selatamn), Sulawesi tenah
dan Kalimantan.
B. Punden Berundak-undak.
Punden berundak-undak adalah banguna dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya
sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Bangunan tersebut dianggap sebagai
bangunan suci. Lokasi tempat penemuanny adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lerengg
Bukit Hyang di Jawa Timur.
C. Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang fungsinya sebagai tempat meletakan sesaji untuk
pemujaan. Adakalanya dibawah dolmen dipkai untuk meletkkan mayat. Agar mayat tersebut tidak
dimakan binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Dolmen yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan mayat disebut kuburn batu. Lokasi
penemuan dolmen, antara lain Cupari Kuningan, Jawa Barat, Bondowoso, Jawa Timur, Merawan,
Jember, Jatim, Pasemah Sumatera, dan NTT. Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang
dibayahnya digunakan sebagai kuburan lebih dikenal dengan sebutan pandhusa atau makan
Tionghoa.
D. Sarkofagus.
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya
menyerupai lesung dar batu utuh yang diberi tutup. Umumnya sarkofagus yang ditemukn mayat di
dalamnya dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan, dan benda-benda dari
perunggu atau besi. Daerah penemuan sarkofagusa adalah Bali. Menurut masyarakat Bali,
sarkofagus memiliki kekuatan gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal
masyarakat Bali sejk zaman logam.
E. Peti Kubur.
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Peti kubur dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan
alas dan bidang atasnya juga barasal dari papan batu. Daerah penemuan pati kubur tersebut adalah
Cepari kuningan, Cirebon, Wonosari, dan Cepu. Di dalam kubur batu juga ditemukan rangka
manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik.

EVALUASI PEMBELAJARAN DARING-3


1. Dari pembahasan diatas kita tahu bahwa pada zaman manusia purba telah mengenal sistem
kepercayaan yaitu pada zaman Neolithikum. Pada zaman ini, masyarakat purba sudah memahami
adanya kehidupan setelah mati. Mereka juga meyakini adanya hubungan antara orang hidup dan roh
yang telah meninggal. Bukti adanya sistem kepercayaan pada zaman batu adalah terlihat melalui
peninggalan berupa tugu-tugu batu atau bangunan Megalithikum yang letaknya berada di puncak
bukit, dilereng gunung atau bangunan yang lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Bangunan-bangunan
apa saja yang dimaksud dan berilah penjelasan tentang Fungsi dari bangunan-bangunan tersebut.

2. Dari pembahasan diatas coba anda sebutkan jenis-jenis manusia purba yang pernah ditemukan di
Indonesia beserta tempat penemuannya.!

TETAP SEMANGAT MESKIPUN BELAJAR DARI RUMAH. OK.......

Anda mungkin juga menyukai