Anda di halaman 1dari 49

APERSEPSI

Bandingkan manusia purba dan manusia modern


MENANYA
Bagaimana perbandingan bentuk fisik manusia purba dan manusia modern?
Bagaimana perbandingan budaya manusia purba dan manusia modern?
Apakah manusia modern terkait dengan manusia purba?
Berdasarkan dari penemuan (hingga saat ini) jenis manusia purba
di Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu Meganthropus,
Pithecanthropus dan jenis Homo.

Hasil penemuan banyak terdapat di daerah jawa terutama daerah di


Wajak, Tulungangung, lembah Sungai Brantas dan Sungai
Benggawan Solo.

Manusia jaman dulu sering hidup di daerah dekat sungai karena


terdapat banyak air yang sangat berguna bagi kehidupan.

Banyak teori yang telah dikemukakan oleh para ahli untuk


mengemukakan perkembangan evolusi manusia zaman purba
secara biologis meski secara bukti masih kurang lengkap dan jelas.
Oleh karenanya, kita harus menyeleksi teori para ahli tersebut.

Adapun yang dimaksud evolusi biologis adalah perubahan satu


takson menjadi takson yang lain atau takson lama berubah menjadi
sedikit.

Pada abad ke-19, Darwin dalam bukunya The Origin of


Species mengemukakan bahwa spesies yang hidup saat ini berasal
dari spesies yang berasal dari masa lalu yang telah melewati proses
seleksi alam.

Adapun teori evolusi yang banyak diterima adalah teori evolusi


manusia dari Australopithecus (Homo habilis) berevolusi
menjadi Homo erectus kemudian berevolusi lagi ke Homo
neaderthalensis kemudian berubah keHomo sapiens.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar perbandingan


tengkorak manusia purba di bawah ini.
Gambar. Perbandingan tengkorak manusia purba (Sumber: Pustaka Pengetahuan Modern, Planet Bumi)

Menurut Prof. Dr. T. Jacob, seorang pakar antropologi menuturkan


bahwa manusia purba atau manusia fosil sudah punah.

Kini penemuan banyak yang menemukan fosil-fosil dari hewan dan


tumbuhan saja.

Peneliti yang melakukan penelitian ini di Indonesia antara lain Dokter


Eugene Dubois yang meneliti di daerah Trinil dan Ny. Selenka yang
meneliti di daerah jawa tengah serta peneliti lain seperti C. Ter
Haar, Oppenoorth, dan Von Koenigswald yang meneliti di daerah
Sangiran, Sragen, Ngawi, Mojokerto, Ngandong.
Beberapa jenis manusia purba telah ditemukan di dunia. Manusia purba ini
hidup pada zaman prasejarah. Dari mana kita dapat mempelajari manusia
purba, padahal pada masa itu manusia belum mengenal tulisan? Kita dapat
mempelajari manusia purba dan kehidupannya, karena banyak ditemukan fosil
manusia purba dan benda-benda budaya yang dihasilkannya. Hal ini kita
temukan di berbagai tempat di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Berikut Fosil-fosil yang telah ditemukan di Indonesia.

1. Meganthropus

Gambar. Manusia purba jenis Meganthropus Paleojavanicus (Sumber: kucuba.com)

Meganthropus paleojavanicus merupakan manusia purba yang telah


ditemukan di daerah Sangiran oleh Von Koenigswald pada tahun
1936 dan tahun 1941. Makhluk ini hidup sekitar 1-2 juta tahun yang
lalu dengan makanan utamanya adalah tumbuhan.

Adapun ciri-ciri Meganthropus palaeojavanicus antara lain:


a. Tulang pipi tebal,
b. Otot rahang sangat kuat,
c. Tidak memiliki dagu,
d. Tonjolan belakang yang tajam,
e. Tulang kening menonjol ke depan,
f. Perawakan tegap,
g. Memakan tumbuh-tumbuhan,
H. Kehidupan sosialnya hidup dalam kelompok-kelompok dan
berpindah-pindah.
2. Pithecanthropus

Pithecanthropus memiliki arti sebagai manusia kera yang banyak


ditemukan di daerah Perning daerah Mojokerto, Trinil (Ngawi),
Kedungbrubus (Madiun) dan Sangiran
(Sragen). Tjokrohandojo bersama Duyfjes (ahli purbakala) telah
menemukan fosil tengkorak anak pada lapisan Pleistosen Bawah di
daerah Kepuhlagen, Mojokerto yang kemudian dinamakan
sebagai Pithecanthropus mojokertensis.

Adapun ciri-ciri Pithecanthropus antara lain:


a. Rahang bawah kuat,
b. Tulang pipi tebal,
c. Kening menonjol,
d. Tulang belakang menonjol dan tajam,
e. Tidak berdagu,
f. Memakan tumbuh-tumbuhan,
g. Perawakan tegap serta memiliki perlekatan otot tengkuk besar dan
kuat.

Di Indonesia sendiri banyak ditemukan jenis Pithecanthropus antara


lain:

a. Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak)

Pithecanthropus erectus telah ditemukan di daerah Kedungbrubus


(Madiun) dan Trinil (Ngawi) pada tahun 1890, 1891, dan 1892
oleh Dr. Eugene Dubois. Penemuan ini dianggap mampu menjadi
penghubung (link) yang menghubungkan antara kera dengan
manusia. Bukti ini juga didukung dengan penemuan
manusia Neanderthal di Jerman.
Adapun ciri-ciri dari Pithecanthropus erectus adalah sebagai berikut:
a) Berjalan tegak,
b) Volume otaknya melebihi 900 cc,
c) Badannya tegap dengan
alat pengunyah yang kuat,
d) Tinggi badan sekitar 165
– 170 cm,
e) Berat badan sekitar 100
kg,
f) Makanan masih kasar
yang sedikit dikunyah,
g) Diperkirakan hidup
setengah sampai satu juta
tahun yang lalu.
b. Pithecanthropus robustus (manusia kera berahang besar)

Fosil Pithecanthropus robustus ditemukan oleh Weidenreich pada


tahun 1939 di daerah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah. Selain itu
ditemukan juga fosil tengkorak anak berumur sekitar 5 tahun di
daerah Mojokerto oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 – 1941
yang kemudian dikenal dengan nama Pithecanthropus
mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto). Fosil ini memiliki ciri
hidung lebar, tulang pipi kuat, tubuhnya tinggi, serta hidupnya
mengumpulkan makanan (food gathering).
Di lembah Sungai Benggawan Solo banyak sekali ditemukan fosil-
fosil manusia purba. Oleh karena itu, Dr. Von
Koenigswald membagi lapisan Diluvium sungai tersebut menjadi 3
bagian, yakni:

1) Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah) telah


ditemukan Pithecanthropus robustus,
2) Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah) telah
ditemukan Pithecanthropus erectus,
3) Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas) telah ditemukan Homo
soloensis.

c. Pithecanthropus dubuis (dubuis artinya meragukan)

Fosil Pithecanthropus dubuis ditemukan oleh Von Koenigswald pada


tahun 1939 di daerah Sangiran pada lapisan Pleistosen Bawah.
d. Pithecanthropus soloensis (manusia kera dari Solo)

Pithecanthropus soloensis ditemukan pada tahun 1931 – 1933


oleh Von Koenigswald, Oppennoorth, dan Ter Haar di daerah tepi
Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah.
3. Homo

Homo (manusia) merupakan manusia purba yang dinilai paling


modern daripada jenis manusia purba yang lain. Manusia purba jenis
ini memiliki ciri-ciri sebagia berikut:

a) berat badan sekitar 30 sampai 150 kg,


b) volume otaknya lebih dari 1.350 cc,
c) alat-alatnya berasal dari batu dan tulang,
d) berjalan dengan tegak,
e) muka dan hidung lebar,
f) mulut masih menonjol ke depan.

Manusia jenis homo itu sendiri dapat kita bedakan lagi menjadi
3 jenis, yaitu:

a. Homo wajakensis (manusia dari Wajak)

Homo wajakensis ditemukan pada tahun 1889 oleh Von


Rietschoten di daerah Wajak, Tulungagung yang berupa beberapa
bagian tengkorak. Fosil ini ditemukan pada Pleistosen Atas dimana
termasuk dalam ras Australoid yang bernenek moyang Homo
soloensis. Ini kemudian menjadi nenek moyang Australia. Homo
wajakensis oleh Von Rietschoten dimasukan kejenis sebagai
manusia purba cerdas (Homo Sapiens).

b. Homo soloensis (manusia dari Solo)

Pada tahun 1931 – 1932, ahli Geologi Belanda (C. Ter Haar dan Ir.
Oppenoorth) menemukan 11 tengkorak Homo soloensis pada
lapisan Pleistosen Atas di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur.
Fosil itu kemudian diteliti oleh Von
Koenigswald dan Weidenreich yang kemudian diketahui bahwa
fosil tersebut merupakan fosil sudah manusia (bukan kera).

c. Homo sapiens

Homo sapiens merupakan manusia purba yang cerdas dan bentuk


tubuhnya seperti manusia zaman sekarang. Kehidupan manusia
purba ini masih sering berpindah-pindah (mengembara) dan sangat
sederhana. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1) volume otak sekitar 1.000 cc – 1.200 cc,


2) tinggi badannya bisa mencapai antara 130 – 210 m,
3) otot tengkuk telah mengalami penyusutan,
4) alat kunyah dan gigi telah mengalami penyusutan,
5) muka sudah tidak menonjol ke depan,
6) berdiri dan berjalan dengan tegak,
7) berdagu serta tulang rahangnya biasa dan tidak sangat kuat.

Ada 3 jenis subspesies dari Homo sapiens yang dianggap telah


menurunkan manusia saat ini, yaitu:

1) Ras Mongoloid

Ras Mongoloid menyebar ke Asia Timur seperti Jepang, Korea, Cina


dan Asia Tenggara. Jenis subspesies ini memiliki ciri-ciri kulit kuning,
tipe rambut lurus dan mata sipit.
2) Ras Kaukasoid

Ras Kaukasoid menyebar ke Eropa, India Utara (ras Arya), Yahudi


(ras Semit) dan menyebar ke daerah Arab, Turki serta daerah Asia
Barat lainnya. Jenis subspesies ini memiliki ciri-ciri kulit putih, rambut
lurus, tinggi dan berhidung mancung.

3) Ras Negroid
Ras Negroid menyebar ke Australia (ras Aborigin), Papua dan ke
daerah Afrika. Jenis subspesies ini memiliki ciri-ciri kulit hitam, bibir
tebal dan rambut keriting.
Fosil manusia purba selain ditemukan di Indonesia, juga ditemukan di
tempat-tempat lain yaitu Cina, Afrika, dan Eropa.

Manusia purba di Cina


Manusia purba yang ditemukan di Cina disebut Homo Pekinensis, yang berarti
“manusia dari Peking” (sekarang Beijing). Homo Pekinensis ditemukan di Gua
Choukoutien sekitar 40 km dari Peking. Fosil ini ditemukan oleh seorang sarjana
dari Kanada bernama Devidson Black. Berdasarkan penyelidikan, kerangka jenis
manusia purba ini menyerupai kerangka Pithecanthropus Erectus. Oleh karena
itu, para ahli menyebutnya juga dengan nama Pithecanthropus Pekinensis atau
Sinanthropus Pekinensis yang berarti “manusia kera dari Peking”.
Manusia purba di Afrika
Manusia purba yang ditemukan di afrika disebut Homo Africanus yang berarti
“manusia dari Afrika”. Fosilnya ditemukan oleh Reymond Dart. Fosil ini
ditemukan di dekat sebuah pertambangan Taung Bostwana, tahun 1924. Setelah
direkonstruksi ternyata membentuk kerangka seorang anak yang berusia sekitar
5 sampai 6 tahun. Fosil ini di beri nama Australopithecus Africanus, karena
hampir mirip dengan penduduk asli Australia. Selanjutnya, Robert Broom
menemukan fosil serupa yang berupa tengkorak orang dewasa di tempat yang
sama.
Manusia purba di Eropa
Manusia purba yang ditemukan di Eropa disebut Homo Neandherthalensis. Nama
itu mengandung arti “manusia Neanderthal”. Manusia jenis ini ditemukan oleh
Rudolf Virchow di lembah Neander, Dusseldorf, Jerman Barat tahun 1856.
Selain di Jerman, juga ditemukan di Gua Spy Belgia. Di Prancis ditemukan
manusia purba yang disebut Homo Cro Magnon.
Perbedaan Manusia Purba Indonesia
Menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar geologi,di indonesia terdapat
manusia purba yang hidup jutaan tahun yang lalu,manusia purba yang ada di
indonesia terdapat 6 jenis berbeda beda,yang kesemuanya mempunyai ciri ciri
untuk membedakannya.

Keenam jenis manusia purba


indonesia tersebut adalah Meganthropus Paleojavanicus,Pithecanthropus
Erectus,Pithecanthropus Robustus,Pithecanthropus Mojokensis,Homo
Soloensis,Homo Wajakensis,ke enam manusia purba ini,ditemukan berupa fosil
fosil yang diperkirakan berusia berjuta juta tahun yang lalu.

Untuk mengetahui lebih lanjut,berikut ini ada ciri ciri nya :

Meganthropus Paleojavanicus

 Memiliki tulang pipi yang tebal


 Memiliki otot kunyah yang kuat
 Memiliki tonjolan kening yang mencolok
 Memiliki tonjolan belakang yang tajam
 Tidak memiliki dagu
 Memiliki perawakan yang tegap
 Memakan jenis tumbuhan busuk
 Pithecanthropus
Pithecantropus Erectus Artinya: manusia kera yang berjalan tegak. Ditemukan
oleh Eugene Dubois di Trinil pada tahun 1891. Fosil yang ditemukan berupa
tulang rahang bagian atas tengkorak, geraham dan tulang kaki. Fosil ini
ditemukan pada masa kala Pleistosen tengah.
 Tinggi badan sekitar 165 – 180 cm
 Volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc
 Bentuk tubuh & anggota badan tegap, tetapi tidak setegap megantropus
 Alat pengunyah dan alat tengkuk sangat kuat
 Bentuk graham besar dengan rahang yang sangat kuat
 Bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi
 Bentuk hidung tebal
 Bagian beltakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde
 Muka menonjol ke depan, dahi miring ke belakang
Homo

Homo Soloensis Fosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di


Sangiran dan Sambung Macan, Sragen, oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von
Koenigswald pada tahun 1931—1933 dari lapisan Pleistosen Atas. Homo
Soloensis diperkirakan hidup sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.
Volume otaknya mencapai 1300 cc.

Menurut Von Koenigswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan


dengan Pithecanthropus Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi
dan Pithecanthropus Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis
digolongkan dengan Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba
jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika berasal dari lapisan Pleistosen
Atas.
 Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc
 Tinggi badan antara 130 – 210 cm
 Otot tengkuk mengalami penyusutan
 Muka tidak menonjol ke depan
 Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna
Fosil fosil manusia purba ini,ditemukan oleh para ilmuwan sekitar abad 19 dan
20,dengan analisa dan teknik penelitian yang mendalam,menghasilkan data yang
sampai saat ini menjadi pelajaran pelajaran di sekolah sekolah,akankah semakin
berkembangnya teknologi modern Manusia Purba Indonesia bisa diteliti lebih
jauh.
Masa Bercocok Tanam  Manusia
Purba
Kehidupan manusia setelah masa
berburu dan mengumpulkan makanan
adalah masa bercocok tanam.
Bagaimanakah proses perkembangan
dari masa berburu dan mengumpulkan
makanan ke bercocok tanam?
a. Kehidupan sosial-ekonomi
Kehidupan manusia senantiasa
mengalami perkembangan.
Perkembangan itu dapat disebabkan
karena ada interaksi antara manusia
dengan manusia dan manusia dengan
alam. Ketika kebutuhan hidup manusia
terpenuhi oleh alam, manusia tidak
perlu susah-susah membuat dan
mengolah makanan.
Manusia cukup mengambil dari alam,
karena alam banyak menyediakan
kebutuhan manusia, terutama
makanan. Makanan itu antara lain
buah-buahan dan binatang buruan.
Kehidupan awal manusia sangat
tergantung dari alam. Ketika alam
sudah tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidup manusia, yang
disebabkan populasi manusia
bertambah dan sumber daya alam
berkurang, maka manusia mulai
memikirkan bagaimana dapat
menghasilkan makanan.
Manusia harus mengolah alam. Pada
masa ini kehidupan manusia
berkembang dengan mulai mengolah
makanan dengan cara bercocok
tanam. Karena manusia sudah beralih
pada tingkat kehidupan bercocok
tanam, maka pola hidupnya tidak lagi
nomaden atau berpindah-pindah.
Manusia sudah mulai menetap di
suatu tempat, yang dekat dengan alam
yang diolahnya. Binatang buruan pun
sudah ada yang mulai dipelihara.
Dengan demikian, bercocok tanam
dan beternak sudah berkembang pada
masa ini.
Alam yang dipakai untuk bercocok
tanam adalah hutan-hutan. Hutan itu
ditebang, dibersihkan, kemudian
ditanami dengan tumbuh-tumbuhan,
buah-buahan, atau pepohonan lainnya
yang dibutuhkan oleh manusia atau
masyarakat. Cara yang mereka
lakukan masih sangat sederhana.
Berhuma merupakan cara bercocok
tanam yang sangat sederhana. Karena
berhuma memerlukan tempat yang
subur, maka ketika tanah itu sudah
tidak subur, mereka akan mencari
daerah baru. Dengan demikian hidup
mereka berpindah ke tempat baru
untuk waktu tertentu, dan begitu
seterusnya.
b. Alat-alat yang dihasilkan
Peralatan pada masa bercocok tanam
masuk pada zaman mesolithikum
(zaman batu pertengahan) dan
neolithikum (zaman batu muda).
Namun demikian alat-alat yang
dihasilkan pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan atau zaman
palaeolithikum tidak ditinggalkan. Alat-
alat itu masih dipertahankan dan
dikembangkan, seperti alat-alat dari
batu sudah tidak kasar lagi tapi sudah
lebih halus karena ada proses
pengasahan. Berikut ini alat-alat atau
benda-benda yang dihasilkan pada
masa bercocok tanam.
1) Kjokkenmoddinger
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
bahwa pada masa bercocok tanam,
manusia purba sudah tinggal menetap.
Salah satu bukti adanya sisa-sisa
tempat tinggal itu
ialah kjokkenmoddinger (sampah-
sampah dapur). Istilah ini berasal dari
bahasa Denmark (kjokken = dapur,
modding = sampah).
Penemuan kjokkenmoddinger yang
ada di pesisir pantai Sumatera Timur
menunjukkan telah adanya penduduk
yang menetap di pesisir pantai. Hidup
mereka mengandalkan dari siput dan
kerang. Siput-siput dan kerang-kerang
itu dimakan dan kulitnya dibuang di
suatu tempat. Selama bertahun-tahun,
ratusan tahun, atau ribuan tahun,
bertumpuklah kulit siput dan kerang itu
menyerupai bukit. Bukit kerang inilah
yang disebut kjokkenmoddinger.

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


Di
tempat kjokkenmoddinger ditemukan
juga alat-alat lainnya,
seperti pebble (kapak genggam yang
sudah halus), batu-batu penggiling
beserta landasannya, alat-alat dari
tulang belulang, dan pecahan-pecahan
tengkorak.
2) Abris Sous Rosche
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat
tinggal lainnya ialah abris sous
rosche, yaitu tempat berupa gua-gua
yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam
batu karang. Peralatan yang
ditemukan berupa ujung panah, flakes,
batubatu penggiling, dan kapak-kapak
yang sudah diasah. Alat-alat itu
terbuat dari batu.
Ditemukan juga alat-alat dari tulang
dan tanduk rusa. Tempat
ditemukannya abris sous
rosche,antara lain Gua Lawa di
Ponorogo, Bojonegoro, dan
Lamoncong (Sulawesi Selatan).

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


3) Gerabah
Penemuan gerabah merupakan suatu
bukti adanya kemampuan manusia
mengolah makanan. Hal ini
dikarenakan fungsi gerabah di
antaranya sebagai tempat meyimpan
makanan. Gerabah merupakan suatu
alat yang terbuat dari tanah liat
kemudian dibakar. Dalam
perkembangan berikut, gerabah tidak
hanya berfungsi sebagai penyimpan
makanan, tetapi semakin beragam,
bahkan menjadi barang yang memiliki
nilai seni.
Cara pembuatan gerabah mengalami
perkembangan dari mulai bentuk yang
sederhana hingga ke bentuk yang
kompleks. Dalam bentuk yang
sederhana dibuat dengan tidak
menggunakan roda. Bahan yang
digunakan berupa campuran tanah liat
dan langsung diberi bentuk dengan
menggunakan tangan. Teknik
pembuatan semakin berkembang,
pencetakan menggunakan roda, agar
dapat memperoleh bentuk yang lebih
baik bahkan lebih indah.
Dalam perkembangan ini, pencetakan
sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah
mulai dihias dengan pola hias dan
warna. Hiasan yang ada di antaranya
hiasan anyaman. Untuk membuat
hiasan yang demikian yaitu dengan
cara menempelkan agak keras
selembar anyaman atau tenunan pada
gerabah yang masih basah sebelum
gerabah dijemur. Kemudian gerabah
dijemur sampai kering dan dibakar.
Berdasarkan bukti ini, para ahli
menyimpulkan bahwa pada masa ini
manusia sudah mengenal bercocok
tanam dan orang mulai dapat
menenun.
Masa Bercocok Tanam Manusia Purba
4) Kapak persegi
Pemberian nama kapak persegi
didasarkan pada bentuknya. Bentuk
kapak ini yaitu batu yang garis
irisannya melintangnya
memperlihatkan sebuah bidang segi
panjang atau ada juga yang berbentuk
trapesium. Jenis lain yang termasuk
dalam katagori kapak persegi seperti
beliung atau pacul untuk yang ukuran
besar, dan untuk ukuran yang kecil
bernama tarah.
Tarah berfungsi untuk mengerjakan
kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat
tangkai yang diikatkan. Orang yang
pertama memberikan nama Kapak
Persegi yaitu von Heine Geldern.

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


Daerah-daerah tempat ditemukannya
kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa,
Bali, Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api
dan chalcedon merupakan bahan
yang dipakai untuk membuat kapak
persegi. Kapak persegi kemungkinan
sudah menjadi barang yang
diperjualbelikan. Alat ini dibuat oleh
sebuah pabrik tertentu di suatu tempat
kemudian di bawa keluar daerah untuk
diperjualbelikan. Sistem jual-belinya
masih sangat sederhana, yaitu sistem
barter. Adanya sistem barter tersebut,
kapak persegi banyak ditemukan di
tempat-tempat yang tidak banyak ada
bahan bakunya, yaitu batu api.

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


5) Kapak lonjong
Pemberian nama kapak lonjong
berdasarkan pada bentuk. Bentuk alat
ini yaitu garis penampang
memperlihatkan sebuah bidang yang
berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk
kapaknya sendiri bundar telor.
Ujungnya yang agak lancip
ditempatkan di tangkai dan di ujung
lainnya yang bulat diasah hingga
tajam.
Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu
ukuran yang besar disebut
dengan walzeinbeil dan kleinbeluntuk
ukuran kecil. Kapak lonjong masuk ke
dalam kebudayaan Neolitihikum
Papua, karena jenis kapak ini banyak
ditemukan di Papua (Irian). Kapak ini
ditemukan pula di daerah-daerah
lainnya, yaitu di Seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa, dan
Serawak.
Selain di Indonesia, jenis kapak
lonjong ditemukan pula di negara lain,
seperti Walzeinbeil di temukan di Cina
dan Jepang, daerah Assam dan Birma
Utara. Penemuan kapak lonjong dapat
memberikan petunjuk mengenai
penyebarannya, yaitu dari timur mulai
dari daratan Asia ke Jepang, Formosa,
Filipina, Minahasa, terus ke timur.
Penemuan-penemuan di Formosa dan
Filipina memperkuat pendapat ini. Dari
Irian daerah persebaran meluas
sampai ke Melanesia.
Masa Bercocok Tanam Manusia Purba
6) Perhiasan
Hiasan sudah dikenal oleh manusia
pada masa bercocok tanam.
Perhiasan dibuat dengan bahan-bahan
yang mudah diperoleh dari lingkungan
sekitar, seperti hiasan kulit kerang dari
sekitar pantai. Hiasan lainnya ada
yang terbuat dari yang dibuat dari
tanah liat seperti gerabah, dan ada
pula yang terbuat dari batu. seperti
gelang, kalung, dan beliung.
Masa Bercocok Tanam Manusia Purba
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan
dengan cara, pertama batu
dipukulpukul sampai menjadi bentuk
gepeng. Setelah itu kedua sisi yang
rata dicekungkan dengan cara dipukul-
pukul pula, kedua cekungan itu
bertemu menjadi lobang. Untuk
menghaluskannya, kemudian digosok-
gosok dan diasah sehingga
membentuk suatu gelang. Bentuk
gelang tersebut dari dalam halus rata
dan dari luar lengkung sisinya. Selain
dipukul, cara lain untuk membuat
lobang pada gelang yaitu dengan cara
menggunakan gurdi. Batu yang bulat
gepeng itu digurdi dari kedua belah
sisi dengan sebuah gurdi dari bambu.
Setelah diberi air dan pasir, bambu ini
dengan seutas tali dan sebilah bambu
lainnya diputar di atas muka batu
sampai berlubang.
7) Pakaian
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh
manusia pada masa bercocok tanam
diperkirakan mereka telah memakai
pakaian. Bahan yang digunakan untuk
pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah
tempat ditemukan bukti adanya
pakaian adalah di Kalimantan,
Sulawesi Selatan, dan beberapa
tempat lainnya. Pada daerah-daerah
tersebut ditemukan alat pemukul kulit
kayu. Kulit kayu yang sudah dipukul-
pukul menjadi bahan pakaian yang
akan dibuat.
c. Konsep kepercayaan dan
bangunan megalit
Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa manusia pada zaman berburu
dan mengumpulkan makanan sudah
mengenal kepercayaan. Kepercayaan
manusia ini mengalami
perkembangan. Pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan
kepercayaan baru sebatas adanya
penguburan. Kepercayaan ini
kemudian berkembang pada masa
bercocok tanam dan perundagian.
Bukti peninggalan kepercayaan pada
masa bercocok tanam yaitu
ditemukannya bangunan-bangunan
batu besar yang berfungsi untuk
penyembahan. Zaman penemuan
batu-batu besar ini disebut dengan
zaman megalithikum.
Bangunan-bangunan batu yang
dihasilkan pada zaman megalithikum
antara lain sebagai berikut.
1) Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu
batu yang dibuat untuk menghormati
roh nenek moyang. Daerahdaerah
tempat ditemukannya menhir di
Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatra
Selatan, Sulawesi Tengah,
Kalimantan, dan Bali.

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


2) Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat
atau keranda yang bentuknya seperti
palung atau lesung, tetapi mempunyai
tutup. Benda ini terbuat dari batu
sehingga diperkirakan kehadiran
sarkofagus sezaman dengan zaman
megalithikum (zaman batu besar).
Adanya sarkofagus ini menandakan
kepercayaan pada waktu itu, bahwa
orang yang meninggal perlu dikubur
dalam peti mayat. Di daerah Bali,
sarkofagus ini banyak ditemukan.
3) Dolmen
Tempat lain untuk melakukan
pemujaan pada arwah nenek moyang
pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen
ini terbuat dari batu besar yang
berbentuk meja. Meja ini berkaki yang
menyerupai menhir. Dolmen berfungsi
sebagai tempat sesaji dalam rangka
pemujaan kepada roh nenek moyang.
Di beberapa tempat, dolmen berfungsi
sebagai peti mayat, sehingga di dalam
dolmen terdapat tulang belulang
manusia. Sebagai bekal untuk yang
meninggal, di dalam dolmen
disertakan benda-benda seperti
periuk, tulang dan gigi binatang, dan
alat-alat dari besi.
Masa Bercocok Tanam Manusia Purba
4) Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus,
ditemukan juga kubur batu yang
fungsinya sebagai peti mayat.
Bedanya ialah kubur batu ini dibuat
dari lempengan batu, sedangkan
dolmen dan sarkofagus dibuat dari
batu utuh. Di daerah Jawa Barat,
penemuan kubur batu banyak
ditemukan.
Masa Bercocok Tanam Manusia Purba

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


5) Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk
kubus atau bulat. Bentuknya sama
seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu
dibuat dari batu yang utuh. Di
Sulawesi Tengah dan Utara banyak
ditemukan waruga.

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


6) Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan
pada zaman megalithikum adalah
punden berundak-undak. Bangunan ini
berfungsi sebagai tempat pemujaan
yang berupa batu tersusun secara
bertingkat-tingkat. Di tempat punden
berundak-undak biasanya terdapat
menhir. Daerah ditemukannya punden
berundak-undak antara lain di Lebak
Sibedug (Banten Selatan) dan Ciamis
(Jawa Barat).

Masa Bercocok Tanam Manusia Purba


7) Arca
Arca ini terbuat dari batu yang
berbentuk patung binatang atau
manusia. Tempat ditemukannya arca-
arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa
Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan.
Masa Bercocok Tanam Manusia Purba

Anda mungkin juga menyukai