Manusia purba dari satu generasi ke generasi selanjutnya berbeda. Fakta sejarah juga menyebutkan
bahwa manusia purba di satu wilayah dengan wilayah lain mempunyai perbedaan. Apa saja perbedaan di
setiap jenisnya? Berikut ini adalah jenis – jenis manusia purba secara umum beserta penjelasannya.
Meganthropus Paleojavanicus
Adalah manusia purba yang paling tua. Bentuk tubuhnya juga merupakan yang paling besar. Adalah Van
Koenigswald seorang arkeolog dari Negeri Kincir Angin Belanda yang pertama kali menemukannya dalam
bentuk fosil. Pada saat itu ia sedang berada di Sangiran untuk sebuah penelitian di tahun 1936. Manusia
purba yang ia temukan ini adalah yang pertama kali hidup di Pulau Jawa.
Dari namanya, sudah cukup menjelaskan tentang manusia purba jenis ini. Megan berarti besar, anthropus
adalah manusia, paleo bisa diartikan sebagai kata sifat “tua” dan javanicus adalah Jawa. Menurut
penelitian yang dilihat dari fosilnya yang berteknik peluruhan karbon, kira – kira manusia purba ini hidup
sekitar satu hingga dua juta tahun lalu.
Yang membedakan dari manusia purba jenis lain, bisa dilihat dari ciri – cirinya, yaitu:
Pithecanthropus Erectus
Seperti Pithecanthropus Paleojavanicus, diperkirakan manusia purba ini hidup sekitar satu sampai dua juta
tahunan yang lalu. Penemunya adalah Eugene Dubois pada 1890 dan diperkirakan hidup pada masa
Pleistosen tengah. Fosil yang pertama kali ditemukan adalah bagian geraham di Lembah Bengawan Solo,
daerah Trinil. Penemuan selanjutnya diikuti dengan tulang rahang, kaki, dan bagian tengkorak atas.
Kehidupannya berlangsung dengan berpindah – pindah atau nomaden, bergantung ketersediaan bahan
pangan yang ada di daerah yang disinggahinya. Inilah mengapa fosil ditemukan di tepi sungai, sebab mata
air, hutan, dan ikan bisa membuat mereka bertahan hidup lebih baik. Tak hanya memakan tumbuh –
tumbuhan, mereka juga sudah kenal berburu dan memakan hewan tangkapan.
Adapun ciri – ciri dari Pithecanthropus Erectus adalah sebagai berikut ini:
Pithecanthropus Soloensis
Secara terjemahan nama Pithecanthropus Soloensis berarti manusia kera dari Solo. Manusia purba jenis
ini fosilnya ditemukan oleh Openorth dan Von Koenigswald di daerah Ngandong sekitar tahun 1931.
Hingga tahun 1933 ada penemuan manusia purba sejenis lainnya di Sangiran dekat dengan Sungai
Bengawan Solo. Bagian awal yang ditemukan adalah tulang kering dan tulang tengkorak.
Ciri – ciri kekhasan manusia purba ini terletak pada bagian – bagian tubuhnya, seperti berikut ini:
Von Koenigswald pada tahun 1939 menemukan fosil dari manusia purba ini di daerah Mojokerto Jawa
Timur. Penemuan pertamanya adalah fosil tengkorak manusia purba anak – anak yang berusia kira – kira
enam tahun. Di tahun 1936 Widenreich juga menemukan temuan serupa di kota yang sama.
Bagian – bagian tubuh yang mencerminkan Pithecanthropus Mojokertensis adalah sebagai berikut ini:
– Menurut temua fosilnya, diperkirakan telah hidup dua setengah juta tahun yang lalu
– Mempunyai tulang tengkorak yang bentuknya lonjong dan lebih tebal
– Kira – kira ukuran volume otaknya 750 cc – 1300 cc
– Memiliki tinggi 165 cm – 180 cm
– Berbadan tegap dan tidak punya dagu
– Seperti manusia purba lain, bentuk keningnya menonjol
Homo Floresiensis
Seperti pada namanya, manusia purba ini ditemukan di Pulau Flores Nusa Tenggara. Penemunya
merupakan para arkeolog nasional dan arkeolog yang berasal dari New England University. Lebih muda
dari jenis Pithecanthropus, Homo Floresiensis hidup sekitar 12000 tahun yang lalu. Bersamaan dengan
penggaliannya di Linag Bua, ditemukan juga fosil lain seperti biawak, tikus besar, dan gajah stegodo.
Manusia purba ini hidupnya juga sudah lebih teratur dan berdampingan dengan jenis manusia purba homo
yang lainnya. Termasuk dalam jenis manusia purba pemakan segala, namun tidak ada indikasi bahwa
mereka kanibal.
Homo Wajakensis
Adalah seorang arkeolog terkenal, yaitu Eugene Dubois yang menemukan manusia purba wajak ini. Fosil
pertama diketahui berada di Campur Darat Tulungagung Jawa Timur. Mereka sudah sedikit modern
karena bersama dengan penemuannya, ditemukan pula peralatan untuk membuat makanan dari batu dan
tulang. Ini berarti membuktikan bahwa mereka sudah tahu bagaimana cara mengolah makanan dengan
dimasak.
Manusia Jawa (Homo Erectus Paleojavanicus) adalah jenis Homo Erectus yang pertama kali
ditemukan. Pada awal penemuannya, makhluk mirip manusia ini diberi nama ilmiah Pithecanthropus
Erectus oleh Eugene Dubois, pemimpin tim yang berhasil menemukan fosil tengkoraknya di Trinil pada
tahun 1891. Nama Pithecanthropus Erectus sendiri berasal dari akar bahasa Yunani dan Latin dan
memiliki arti manusia kera yang dapat berdiri.
Ketika itu, Eugene Dubois tidak berhasil mengambil fosil Pithecanthropus secara banyak melainkan
hanya tempurung tengkorak, tulang paha atas, dan tiga giginya saja. Dan sampai saat ini, belum
ditemukan bukti yang jelas bahwa ketiga tulang tersebut berasal dari spesies yang sama.
Sebuah laporan berisi 342 halaman ditulis pada waktu itu tentang keraguan validitas penemuan tersebut.
meskipun demikian manusia Jawa masih dapat ditemukan di buku-buku pelajaran saat ini. Fosil yang lebih
lengkap kemudian ditemukan di Desa Sangiran (Jawa Tengah), sekitar 18 km ke utara dari kota Solo.
Fosil berupa tempurung tengkorakmanusia ini ditemukan oleh Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald,
seorang ahli paleontologi dari Berlin, pada tahun 1936. Selain fosil banyak pula penemuan-penemuan lain
di situs Sangiran ini.
Sampai temuan manusia yang lebih tua lainnya ditemukan di Great Rift Valley (Kenya), temuan
Dubois dan von Koenigswald merupakan manusia tertua yang diketahui. Temuan ini juga dijadikan rujukan
untuk mendukung teori evolusi Charles Darwin dan Alfred Russel Wallace. Banyak ilmuwan pada saat itu
yang juga mengajukan teori bahwa Manusia Jawa mungkin merupakan mata rantai yang hilang antara
manusia kera dengan manusia modern saat ini. Saat ini, antropolog bersepakat bahwa leluhur manusia
saat ini adalah Homo erectus yang hidup di Afrika.
Seorang kartunis Brazil Mauricio de Sousa, terinspirasi oleh nama ilmiah manusia Jawa, menciptakan
karakter Pitheco, atau lengkapnya Pithecanthropus erectus da Silva.
Penemuan Lainnya:
a. Nama Fosil: Pithecanthropus Erectus
Tempat ditemukan: Desa Trinil di pinggir
sungai Bengawan Solo di dekat Ngawi, Provinsi Jawa Timur.
Nama Penemu: Dr. Eugene Dubois
Tahun ditemukan: 1890
Keterangan: Fosil ini dikenal juga dengan sebutan Manusia Jawa dan merupakan jenis manusia purba
yang pertama kali ditemukan di Indonesia.
Disebut juga dengan kapak Perimbas. Alat ini berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak.
Teknik pembuatannya masih kasar, bagian tajam hanya pada satu sisi. Alat tersebut belum bertangkai,
dan digunakan dengan cara digenggam. Tempat ditemukannya antara lain di Lahat Sumatera Selatan,
Kalianda Lampung, Awangbangkal Kalimantan Selatan, Cabbenge Sulawesi Selatan dan Trunyan Bali.
Merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam. Alat tersebut
berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk atau pisau. Tempat ditemukannya di Punung, Sangiran, dan
Ngandong (lembah sungai Bengawan Solo), Gombong Jawa Tengah, Lahat, Cabbenge, dan Mengeruda
Flores NTT.
Gmbr-3. Sumatralith
Nama lainnya adalah kapak genggam Sumatera. Teknik pembuatannya lebih halus dari kapak
perimbas. Bagian tajama sudah di kedua sisi. Cara menggunakannya masih digenggam. Tempat
ditemukannya di Lhokseumawe Aceh dan Binjai Sumatera Utara.
Gmbr-4. Beliung Persegi
Merupakan alat denganpermukaan memanjang dan berbentuk persegi empat. Seluruh permukaan
alat tersebut telah digosok halus. Sisi pangkal diikat pada tangkai, sisi depan diasah sampai tajam. Beliung
persegi berukuran besar berfungsi sebagai cangkul. Sedangkan yang berukuran kecil berfungsi sebagai
alat pengukir rumah atau pahat. Tempat ditemukannya di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi.
Merupakan alat berbentuk lonjong. Seluruh permukaan alat tersebut telah digosok halus. Sisi pangkal
agak runcing dan diikat pada tangkai. Sisi depan lebih melebar dan diasah sampai tajam. Alat ini
digunakan untuk memotong kayu dan berburu. Ditemukan di Sulawesi, Flores, Tanimbar, Maluku, dan
Papua.
Merupakan alat berburu yang sangat urgent. Selain untuk berburu, mata panah digunakan untuk
menangkap ikan, mata panah dibuat bergerigi. Selain terbuat dari batu, mata panah juga terbuat dari
tulang. Ditemukan di Gua Lawa, Gua Gede, Gua Petpuruh (Jawa Timur), Gua Cakondo, Gua Tomatoa
Kacicang, Gua Saripa (Sulawesi Selatan).
Gmbr-7. Alat Dari Tanah Liat / Gerabah
Alat dari tanah liat antara lain Gerabah, alat ini dibuat secara sederhana, tapi pada masa
perdagangan alat tersebut dibuat dengan teknik yang lebih maju.
Bangunan megalithik adalah bangunan-bangunan yang terbuat dari batu besar didirikan untuk
keperluan kepercayaan. Untuk detailnya yaitu sebagai alat untuk disembah dalam kepercayaan.
Kapak persegi nerupakan alat yang terbuat dari batu dan digunakan oleh manusia purba untuk
mencangkul, memahat, dan berburu. Alat ini terbuat dari berbentuk segi empat yang kedua sisinya diasah
halus. Pada salah satu sisi pangkal, ada bagian berlubang untuk tangkai. Sementara pangkal lainnya
adalah bagian yang tajam. Alat ini banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, mulai dari
Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi.
Gmbr-10. Kapak Lonjong
Kapak lonjong merupakan kapak yang bentuknya lonjong. Pangkal kapak tersebut lebar dan tajam,
sedangkan ujungnya runcing dan diikatkan pada gagang. Alat ini terbuat dari batu yang telah diasah
hingga halus. Kapak lonjong pernah ditemukan di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Gmbr-11. Menhir
Menhir merupakan tugu batu yang tinggi. Diperkirakan menhir digunakan sebagai tempat pemujaan
oleh manusia prasejarah.
Gmbr-12. Dolmen
Dolmen adalah meja yang terbuat dari batu, diperkirakan digunakan sebagai tempat penyimpanan
sesaji untuk sesembahan manusia prasejarah.
Gmbr-13. Sarkofagus
Arca adalah batu yang dibentuk hingga menyerupai makhluk hidup tertentu.
Bejana perunggu adalah benda yang terbuat dari perunggu. Bentuknya mirip dengan gitar spanyol
tanpa gagang. Alat ini hanya ditemukan di dua tempat yaitu Madura dan Sumatera.
Kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu dan bentuk bagian atas mirip dengan corong.
Alat ini pernah ditemukan di Jawa, Bali, Sulawesi, dan Papua.