Anda di halaman 1dari 12

KETERKAITAN ANTARA MANUSIA PURBA INDONESIA DAN DUNIA DENGAN

MANUSIA MODERN DALAM FISIK DAN BUDAYA

Ihwal Manusia Purba


Siapakah yang dimaksud dengan manusia purba itu?
Seorang pemuda bernama Charles Darwin tertarik dengan pertanyaan itu dan
berniat mencari jawabannya. Dia kemudian melakukan penelitian. Berdasarkan hasil

penelitiannya, Darwin mengungkapkan jawaban sementara (hipotesis) bahwa jenis


makhluk bersel satu semacam protozoa merupakan penghuni tertua di Planet Bumi.
Selanjutnya, dalam proses waktu jutaan tahun timbul berbagai bentuk makhluk lain
dengan organisasi yang makin lama makin kompleks. Pada perkembangan yang
paling akhir, berevolusilah makhluk-makhluk seperti kera dan manusia. Pendapat
Darwin tersebut tercatat dalam bukunya yang terkenal, yaitu On The Origin Of Species
yang terbit pada tahun 1859.
Pendapat Darwin didukung oleh Thomas H. Huxley. Pada tahun 1863, Huxley
menerbitkan buku berjudul Man’s Place in Nature. Dalam bukunya itu, dia
mengungkapkan bahwa dengan membandingkan susunan anatomi manusia dengan
kera, terutama dengan simpanse dan gorila, dia berkesimpulan kedua makhluk
tersebut sangat dekat pertaliannya dengan manusia. Huxley kemudian membuat
kesimpulan lanjutan yang menyatakan bahwa perkembangan evolusi kera dan
manusia mirip sekali terjadinya dan menurut hukum yang sama.
Menyusul bukunya yang pertama, pada tahun 1871 Darwin kembali menulis
buku dengan judul The Descent of Man. Dalam bukunya itu, Darwin mengira bahwa
persoalan manusia purba yang diduga nenek moyang manusia dapat dipecahkan
dengan usaha pencarian untuk menemukan sejenis makhluk yang telah hilang
(missing link) yang merupakan penghubung antara kera dan manusia. Mengenai hal
itu, perhatikan gambar di bawah ini!

Pendapat di atas telah menimbulkan salah tafsir, baik Darwin maupun Huxley

1
seakan memaksakan keyakinan bahwa manusia purba atau nenek moyang manusia
adalah kera. Pendapat itu ditentang oleh anggapan lama yang menyatakan segala
jenis makhluk itu telah ada semuanya sejak Tuhan menciptakan kehidupan di dunia.
Anggapan itu seolah tidak memberi tempat pada penelitian mengenai manusia purba
atau nenek moyang manusia yang kemudian kita sebut sebagai manusia yang belum
mengenal aksara.
Penelitian dan pencarian guna mengungkap manusia purba atau nenek moyang
manusia di bumi terus dilanjutkan. Para peneliti kemudian mengajukan dugaan
berikut, ”Jika benar adanya missing link itu, maka ia tak mungkin ada di daerah yang
jarang dihuni manusia, seperti daerah kutub atau gurun. Ia mesti ada di daerah
tropis yang tak banyak terjadi perubahan iklim sepanjang sejarahnya.” Indonesia
sebagai salah satu daerah tropis menjadi fokus contoh daerah yang diteliti. Terlebih
berbagai jenis kera masih banyak hidup di Indonesia saat itu.

Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik
dan budaya
Pada tahun 1889, seorang Belanda yang tengah mencari marmer di Wajak
Tulungagung menemukan sebuah tengkorak. Tengkorak itu kemudian dikirimkan
kepada seorang dokter bernama Eugene Dubois di Belanda. Temuan itu telah
menarik minat Dubois untuk datang sendiri ke Indonesia guna melakukan
penyelidikan lebih lanjut. Mula-mula, dia datang ke Sumatera Barat. Di sana dia
hanya menemukan tulang-tulang hewan. Selanjutnya, dia mengarahkan
penelitiannya ke Pulau Jawa hingga pada tahun 1891 ditemukan olehnya fosil atap
tengkorak di daerah Trinil yang kemudian diberi nama sebagai tengkorak
Pithecanthropus Erectus (pithe = kera; anthropos = manusia; erectus = tegak, jadi
artinya kera manusia yang berjalan tegak). Temuan ini menggemparkan dunia sains
dan penelitian. Mengapa? Karena penemuan itu, seakan membuktikan bahwa
makhluk missing link yang selama ini disebut dan dicari oleh para penganut teori
Evolusi Darwin, sungguh benar adanya.
Temuan hasil penyelidikan tersebut semakin menarik para ahli peneliti dan ahli
purbakala dunia. Kemudian mereka datang secara berkelompok melakukan
penelitian. Pada tahun 1907-1908, sekelompok ahli purbakala di bawah pimpinan
Selenka menemukan fosil-fosil hewan dan tumbuh-tumbuhan yang memberi
petunjuk mengenai lingkungan hidup Pithecanthropus Erectus. Antara tahun 1931-
1933, kelompok peneliti di bawah pimpinan Ter Haar menemukan satu seri tengkorak
dan tulang kering Pithecanthropus di Ngandong, Blora. Sebelumnya, pada tahun
1926 Tjokrohandojo yang bekerja untuk Duyfjes menemukan fosil tengkorak anak-
anak di Perning, sebelah utara Mojokerto.
Penyelidikan selanjutnya dilakukan di daerah Sangiran, Surakarta berlangsung
antara tahun 1936-1941. von Koenigswald pimpinan penyelidikan itu menemukan
rahang bawah yang mirip rahang manusia pada umumnya dan rahang gorila. Fosil
itu karena luar biasa besarnya kemudian diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus
2
(mega = besar; anthropos= manusia; palaeo = tua; javanicus = Jawa, artinya manusia
raksasa dari Jawa zaman kuno).
KARAKTERISTIK JENIS MANUSIA BERDASARKAN URUTAN WAKTU
DILIHAT BERDASARKAN FISIK BIOLOGISNYA

Meganthropus Paleojavanicus
Perawakan Meganthropus Paleojavanicus diperkirakan tegap. Mukanya
diperkirakan masif dengan tulang pipi tebal. Tonjolan kening yang mencolok dan
tonjolan belakang kepala yang tajam serta tempat pelekatan yang besar bagi otot-otot
tengkuk yang kuat. Dengan geraham yang besar maka permukaan kunyah banyak
kerutan dengan gigi yang sangat kuat.
Perhatikan Gambar 2.4 rekonstruksi Meganthropus Paleojavanicus!

Fosil Meganthropus Paleojavanicus kini tersimpan di Leiden (Belanda). Di


Indonesia hanya ada reflikanya yang tersimpan, antara lain di Museum Geologi
Bandung.
Pithecanthropus Erectus
Fosil Pithecanthropus Erectus paling banyak ditemukan di Indonesia. Tinggi
badannya diperkirakan antara 165-180cm dengan tubuh dan anggota badan yang
tegap. Mukanya memiliki tonjolan kening yang kuat, hidung melebar dengan
belakang kepala menyudut. Isi tengkorak berkisar antara 750-1.300cm.
Perhatikan gambar (rekonstruksi) Pithecanthropus Erectus sebagaimana
dibuat oleh Dubois
Menurut para ahli Paleontologi, jenis tertua dari fosil itu yaitu Pithecanthropus
Mojokertensis dan yang belakangan ialah Pithecanthropus Soloensis.
Selain di Indonesia, jenis fosil tersebut ditemukan pula di Cina Selatan yang diberi
nama Pithecanthropus Lautianensis dan di Cina Utara di sebut Pithecanthropus
Pekinensis. Di luar Asia, jenis itu ditemukan di Afrika, yaitu di Tanzania, Kenya, dan
Aljazair. Di Eropa sisanya ditemukan di Jerman Barat dan Jerman Timur (dahulu),

3
Perancis, Yunani, dan Hongaria.

c. Homo Sapiens
Jenis Homo Sapiens memiliki ciri yang lebih maju dibanding dengan
Pithecanthropus Erectus. Berjalan dan berdiri tegak serta sudah lebih sempurna.
Tinggi badannya antara 130-210 cm. Mukanya datar dan lebar, akar hidung lebar
dan bagian mulutnya agak sedikit menonjol. Dahi membulat serta tinggi, sementara
bagian belakang tengkorak juga membulat dengan rahang dan gigi mengecil dan tidak
terlalu menonjol ke bagian depan. Volume tengkorak rata-rata antara 1.350-1.450cm.
Coba amati evolusi tengkorak di bawah ini!

Perkembangan Budaya
Menurut ilmu antropologi, perkembangan budaya manusia purba berlangsung
sebagai akibat adanya perubahan dalam fisik biologis manusia. Perubahan fisik
utama yang mendorong hal itu adalah sikap tubuh dan cara bergerak. Sikap tubuh
yang dimaksud adalah sikap tegak yang dimulai dari duduk tegak, kemudian berlari
tegak, berjalan tegak, dan terakhir berdiri tegak. Sikap-sikap tersebut membawa
perubahan pada tulang belakang, berpindahnya titik berat badan pada anggota badan
bagian bawah serta menguatnya anggota badan bagian bawah dalam menopang
seluruh berat badan ketika bergerak.
Perubahan tersebut membuat perubahan dalam bentuk fisik tubuh dari
membungkuk (horizontal) menjadi tegak (vertikal) yang mengakibatkan bagian dada
menjadi lebih pipih dalam arah muka belakang dan lebar. Hal itu terjadi karena
rongga dada tidak lagi menampung berat tubuh seperti ketika badan dalam posisi
membungkuk (horizontal). Selanjutnya bagian panggul menjadi besar demikian pula
otot-ototnya menjadi menguat. Perubahan itu berakibat pula pada proses peredaran
4
darah dalam tubuh.
Perubahan fisik itu terus berlanjut dengan proses menguatnya tulang-tulang
tungkai, bertambah panjang dan kuatnya tulang paha, bertambah besarnya tulang
kening serta jari kaki yang mengalami reduksi sebagai akibat tidak lagi dipakai untuk
menggenggam. Di samping itu, terjadi perubahan pada tangan yang semula sebagai
penunjang badan kini menjadi terbebas dari fungsi itu dan berganti fungsi untuk
melakukan berbagai jenis pekerjaan dengan cermat.
Dalam proses selanjutnya berbagai pekerjaan yang dilakukan dengan tangan
semakin beragam. Sekali-kali tangan masih dipakai untuk membantu menumpu
badan pada saat yang lain tangan digunakan untuk membuat dan menggunakan
berbagai peralatan; mencari, membawa, mempersiapkan dan memasukkan makanan;
memelihara kebersihan badan; mempertahankan diri; dan mengasuh anak-anak.
Sampai pada penjelasan ini nyatalah perbedaan antara primat dan manusia. Primat
banyak menggunakan mulut untuk melakukan pekerjaan, sementara manusia
banyak menggunakan tangannya untuk mengerjakan pekerjaan.
Dalam pandangan ilmu antropologi dijelaskan bahwa evolusi tangan sangat
berpengaruh bagi evolusi budaya. Membuat, membawa, dan memakai berbagai
peralatan dimungkinkan karena perkembangan dalam fungsi tangan seperti
diuraikan di atas. Perubahan fisik biologis lain yang mendorong perkembangan
budaya manusia adalah evolusi kepala. Termasuk ke dalam evolusi kepala ini adalah
perubahan dalam tengkorak muka dan otak.
Tengkorak muka berevolusi dari tengkorak primat yang menonjol pada bagian
kening dan tulang pipi ditambah rahang yang kuat dan menonjol sebagai bukti lebih
besarnya fungsi mulut daripada tangan menjadi seperti kita sekarang. Hilangnya
moncong rahang bagian depan dan mengecilnya rahang bagian belakang sebagai
akibat berkurangnya fungsi mulut yang hanya digunakan untuk mengunyah
makanan.
Sementara itu, perubahan dalam tengkorak otak juga semakin mendorong
perkembangan budaya manusia awal. Perubahan terutama terjadi pada besar volume
otak serta struktur otak. Perubahan pada tengkorak otak mendorong terjadinya
peristiwa istimewa, yaitu beberapa bagian organisme, seperti tenggorokan, rongga
mulut, lidah dan bibir berevolusi menjadi sedemikian rupa. Perubahan itu dapat
membuat variasi suara yang makin lama makin banyak dan kompleks sehingga
terjadi bahasa. Dengan demikian, perubahan dalam tengkorak otak membuat
lahirnya bahasa, sementara bahasa juga menyebabkan lebih berkembangnya otak
(Koentjaraningrat, 1981: 83). Karena kesimpulan itu, Teuku Jacob beranggapan
bahwa akal dan bahasa merupakan unsur dalam kehidupan manusia yang menjadi
landasan yang memungkinkan kebudayaan berevolusi.

5
Selanjutnya, seluruh perubahan fisik biologis itu mendorong perkembangan
biososial manusia. Dalam posisi ini, ada tiga hal penting yang mempercepat
perkembangan budaya, pembuatan alat, organisasi sosial dan komunikasi dengan
bahasa. Kepandaian membuat berbagai peralatan sebagai akibat dari terbebasnya
tangan dari tugas menumpu badan serta adanya koordinasi antara otot-otot tangan

dan mata. Perkembangan pada otak menimbulkan perubahan dalam mencari dan
mengolah makanan. Perubahan yang dimaksud adalah adanya kemungkinan
dimulainya masa berburu berbagai jenis binatang, kemungkinan berbagi makanan
dalam suatu kelompok, bahkan menyimpannya untuk sementara atau membawanya
ke pangkalan tempat tinggalnya. Berburu binatang seperti tersebut di atas hanya
dapat dilakukan oleh suatu kelompok perburuan. Dalam prosesnya, pengaturan
siasat bersama serta penggunaan isyarat-isyarat sangat diperlukan untuk
berkoordinasi antara satu dan yang lainnya dalam kelompok. Dengan koordinasi itu
timbullah komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting untuk keperluan tertentu
dan meneruskan kepandaian tertentu pada generasi berikutnya.
Kehidupan berburu membuat kelompok manusia purba ini berpindah-pindah
tempat dari satu daerah ke daerah yang lain untuk menyesuaikan dengan sumber
makanan dan musim tertentu. Setiap perpindahan ke daerah-daerah baru, diduga
mereka selalu memiliki daerah pangkalan tempat para perempuan, anak-anak dan
orang tua tinggal karena tidak ikut serta dalam proses perburuan. Para perempuan,
anak-anak, dan orang tua itu diduga hanya bertugas mengumpulkan makanan dari
dari daerah sekeliling mereka yang dekat dengan tempat mangkalnya. Sesuatu yang
dikumpulkan mungkin berupa hewan-hewan kecil, buah-buahan, biji-bijian, umbi-
umbian, dan dedaunan. Dengan begitu sangat mungkin mulai terjadi pembagian
tugas pekerjaan dalam kelompok, terutama pembagian tugas antara kaum
perempuan dan laki-laki.
Dalam proses perburuan, asosiasi dan ingatan sangat penting. Demikian pula
kemampuan bertindak cepat dan gotong royong. Semua itu semakin membuat
pentingnya bahasa dan komunikasi. Selanjutnya, penemuan dan pemakaian serta
pemeliharaan api dapat membuat kegiatan sosial masyarakat purba itu bisa
diteruskan sesudah matahari terbenam. Hal itu disebabkan karena api menjadi alat
penerang, pemanas, dan penangkal terhadap kehadiran binatang buas. Bahasa dan
otak terus meningkat, demikian pula dengan kebudayaan masyarakat terus
meningkat dan berlanjut. Demikianlah rupanya bagaimana terjadinya perkembangan
biologis dan budaya manusia dan masyarakat paling awal di Indonesia.
Akal budi manusia memiliki kesanggupan menghasilkan budaya. Gagasan,

6
tingkah laku dan segala benda yang dibuat dan digunakan manusia merupakan
wujud dan hasil budaya yang abstrak, tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi bisa
dimengerti. Tingkah laku dapat dilihat dan diamati karena terpraktikan dalam
kehidupan sehari-hari dalam situasi masyarakat pada masanya. Jika masyarakatnya
telah tiada, tingkah laku sangat sulit diamati. Karenanya kenampakan tingkah laku
masyarakat masa lalu hanya merupakan tafsiran dari orang yang sedang melakukan
penelitian. Sementara berbagai bentuk budaya yang konkret dapat memberi petunjuk
mengenai kehidupan sosial tertentu.

Perkakas dari batu dan tulang merupakan benda budaya khas yang dihasilkan
manusia purba. Kayu dan bambu atau jenis lain mungkin juga telah dimanfaatkan

manusia saat itu, tetapi karena tidak kuat bertahan di alam, benda-benda itu tidak
sampai kepada kita atau peneliti. Pembuatan perkakas bukan sekedar untuk
mempertahankan hidup, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya.
Selain kebudayaan material seperti tersebut, manusia sebelum mengenal tulisan
juga telah melahirkan budaya spiritual seperti pengaturan masyarakat dan
kepercayaan.

A. Rangkuman
Penelitian tentang manusia purba Indonesia dan Dunia memiliki kaitan erat
dengan dugaan-dugaan tentang siapa nenek moyang umat manusia sebagaimana
diajukan oleh Darwin dan para pendukungnya.
Manusia purba Indonesia dan dunia terdiri dari 3 jenis yakni, Megantropus
Palaeojavanicus, Phitechantropus Erectus, dan Homo Sapiens.

B. Pelatihan Penguasaan Kompetensi Melalui Tes Pilihan Ganda


Pilihlah satu huruf jawaban (A, B, C, D, dan E) yang benar!
1. Hal apakah yang mendorong orang melakukan penelitian mengenai keberadaan
manusia purba?
A. Pemenuhan hasrat ingin tahu mengenai siapa nenek moyang manusia yang
ada di bumi
B. Dorongan memperoleh penjelasan tentang kehidupan manusia yang masih
primitif
C. Kemajuan ilmu pengetahuan manusia mendorong dilakukannya berbagai
penelitian
D. Guna memperoleh gambaran bagaimana sebuah tulisan ditemukan oleh

7
manusia
E. Agar mendapat informasi tentang bagaimana cara melakukan penelitian
manusia awal
2. “Protozoa merupakan penghuni tertua Planet Bumi. Selanjutnya, dalam proses
waktu jutaan tahun timbullah berbagai bentuk makhluk lain dengan organisasi
yang makin lama makin kompleks dan pada perkembangan yang paling akhir
berevolusilah makhluk-makhluk seperti kera dan manusia.”
Pendapat itu dikemukakan oleh . . . .
A. Charles Darwin dalam bukunya On the Origin of Species (1859)
B. Thomas H. Huxley dalam bukunya Man’s Place in Nature (1863)
C. F. Clark Howell dalam bukunya Manusia Purba
D. Ernst Haeckel dalam bukunya The Descent of Man (1871)
E. R. Silverberg dalam bukunya Frontiers in Archeology (1968)
3. “Dengan membandingkan susunan anatomi manusia dengan kera, terutama
simpanse dan gorila, disimpulkan bahwa kera memiliki pertalian yang sangat erat
dengan manusia.”

8
Pendapat di atas dikemukakan oleh . . . .
A. R.G. Bone dalam bukunya Ancient History (1959)
B. Thomas H. Huxley dalam bukunya Man’s Place in Nature (1863)
C. Romer dalam bukunya The Vertebrate Story (1964)
D. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871)
E. R. Silverberg dalam bukunya Frontiers in Archeology (1968)
4. “Persoalan siapa nenek moyang manusia dapat dipecahkan dengan usaha
pencarian untuk menemukan sejenis makhluk yang telah hilang (missing link)
yang merupakan penghubung antara kera dan manusia.”
Pendapat itu dikemukakan oleh . . ..
A. Cootes dan Snellgrove dalam bukunya The Ancient World (1987)
B. Picard dalam bukunya Encyclopedia of Archeology (1974)
C. R.G. Bone dalam bukunya Ancient History (1959)
D. R. Silverberg dalam bukunya Frontiers in Archeology (1968)
E. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871)
5. Teori Evolusi Charles Darwin mendapat penolakan yang luas dari mereka yang
beranggapan bahwa . . . .
A. sangat ragu dan memalukan jika nenek moyang manusia adalah kera
B. segala jenis makhluk itu telah ada semuanya sejak Tuhan mencipta dunia
C. jenis primata tak akan mungkin berubah bentuk menjadi manusia
D. kebenaran dalam lapangan ilmu pengetahuan sangat subjektif
E. penelitian Darwin tidak berdasar dan sangat lemah
6. Hal yang dijadikan alasan mengapa Indonesia menjadi daerah sasaran penelitian
guna mengungkap manusia awal di bumi adalah sebagai berikut, kecuali . . . .
A. Indonesia adalah negara yang berada di wilayah tropis
B. di daerah tropis tidak banyak terjadi perubahan iklim
C. berbagai jenis kera masih banyak hidup di Indonesia
D. Indonesia beriklim tropis
E. Indonesia jajahan Belanda
7. Berikut ini adalah nama-nama tokoh peneliti yang terkenal dalam penelitian fosil
manusia awal, kecuali . . . .
A. Eugene Dubois
B. Weidenreich
C. Ter Haar
D. Wolters
E. von Koenigswald
8. Fragmen fosil yang ditemukan Eugene Dubois dalam penelitian antara tahun 1891-
1900 di Trinil yang berupa rahang bawah, atap tengkorak, dan tulang paha
menggemparkan dunia ilmu pengetahuan saat itu karena . . . .
A. fosil yang ditemukan merupakan fosil yang paling awal ditemukan
B. membenarkan anggapan bahwa semua makhluk hidup di bumi diciptakan
Tuhan
C. dianggap sebagai bukti adanya makhluk missing link
D. ilmu pengetahuan saat itu belum berkembang
E. daerah Trinil daerah asal nenek moyang manusia

9. Fragmen fosil yang ditemukan Dubois dalam penelitian antara tahun 1891-1900
di Trinil diberi nama . . . .
A. Pithecanthropus Erectus
B. Homo Soloensis
C. Homo Wajakensis
D. Meganthropus Paleojavanicus
E. Pithecanthropus Soloensis
10. Pithecanthropus Erectus, artinya . . . .
A. manusia raksasa dari Jawa
B. makhluk missing link
C. kera manusia yang berjalan tegak
D. manusia purba
E. manusia cerdas
11. Fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang memberi petunjuk mengenai lingkungan
hidup Pithecanthropus Erectus yang ditemukan pada 1907-1908 merupakan hasil
penelitian dari . . . .
A. Salenka
B. Weidenreich
C. Oppenoorth
D. Ter Haar
E. Duyfjes
12. Jenis fosil yang lebih tua dan primitif daripada Pithecanthropus Erectus yang
ditemukan di Sangiran antara 1936 sampai dengan 1941 oleh Von Koenigswald,
yaitu . . . .
A. Homo Wajakensis
B. Homo Soloensis
C. Meganthropus Palaeojavanicus
D. Pithecanthropus Mojokertensis
E. Pithecanthropus Soloensis
13. Fosil Homo Wajakensis ditemukan oleh Eugene Dubois di daerah Wajak pada
tahun . . . .
A. 1889-1890
B. 1934-1936
C. 1891-1900
D. 1936-1941
E. 1931-1934
14. Penemu fosil Pithecanthropus Soloensis di Blora pada tahun 1931-1933, yaitu . . .
A. Eugene Dubois dan Weidenreich
B. Ter Haar, Oppenoorth, dan von Koenigswald
C. Weidenreich dan Salenka
D. Duyfjes dan Salenka
E. Salenka dan Weidenreich

15. Pada tahun 1936, di daerah Mojokerto, Von Koenigswald menemukan fragmen
fosil tengkorak anak-anak yang kemudian diberi nama . . ..
A. Homo Wajakensis
B. Pithecanthropus Erectus
C. Homo Soloensis
D. Pithecanthropus Mojokertensis
E. Meganthropus Palaeojavanicus

Catatan:
Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat di bagian akhir
materi pembelajaran modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar.
Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi Anda.

Rumus:
Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar X 100%
15

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai


90% - 100% = baik sekali
80% - 89% = baik
70% - 79% = cukup
< 70% = kurang

Bila tingkat penguasaan Anda mencapai di atas 80%, Anda dapat meneruskan
dengan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Bagus! Tetapi jika penguasaan Anda di
bawah 80% Anda harus mengulagi kegiatan pembelajaran ini, terutama yang belum
Anda kuasai.
E. Jawaban
NO Jawa No Jawa No Jawa
ban ban ban

1 A 6 E 11 A

2 A 7 D 12 C

3 B 8 C 13 A

4 E 9 A 14 B

5 B 10 C 15 E

Anda mungkin juga menyukai