Anda di halaman 1dari 12

Zaman Batu

Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di
samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:

Zaman Batu Tua


Zaman batu tua (palaeolitikum) disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan
secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000
SM. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya, periode ini disebut masa food gathering
(mengumpulkan makanan) tingkat sederhana, manusianya masih hidup secara nomaden (berpindah-
pindah) dan belum tahu bercocok tanam.

Manusia manusianya :
1. Meganthropus Paleojavanicus (sekaligus yang tertua).
Manusia purba jenis ini berada di Sangiran oleh Von Koeningswald, berupa rahang bawah.
Fosil Meganthropus paleojavanicus pernah ditemukan di Sangiran oleh Von Koenigswald pada tahun
1936 dan 1941.

Bagian tubuh yang ditemukan berupa bagian rahang bawah dan tiga buah gigi terdiri atas gigi taring dan
dua geraham. Meganthropus paleojavanicus ini makanan utamanya adalah tumbuhan. Makhluk ini
hidup kira-kira 2 juta hingga 1 juta tahun yang lalu.

Meganthropus berasal dari lapisan Pleistosen Bawah. Sampai sekarang, perkakas yang menerangkan
kehidupan jenis manusia purba ini masih belum ditemukan perkakasnya.
Berikut adalah ciri ciri Meganthropus palaeojavanicus :

a. memiliki perawakan yang tegap,


b. memiliki tulang pipi yang tebal,
c. tidak memiliki dagu,
d. memiliki otot rahang yang kuat,
e. memiliki tonjolan belakang yang tajam,
f. memiliki tulang kening yang menonjol,
g. memakan tumbuh-tumbuhan, dan hidup berkelompok dan berpindah-pindah.
2. Pithecanthropus (Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus Robustus, Pithecanthropus erectus,
pithecanthropus soloensis).
Pithecanthropus berarti manusia kera. Fosil jenis manusia purba ini banyak ditemukan di daerah Trinil
(Ngawi), Perning daerah Mojokerto, Sangiran (Sragen, Jawa Tengah), dan Kedungbrubus (Madiun, Jawa
Timur).
Fosil ini juga ditemukan oleh seorang peneliti manusia purba bernama Tjokrohandojo. Ia bersama
dengan ahli purbakala Duyfjes menemukan fosil tengkorak anak di lapisan Pucangan, atau pada lapisan
Pleistosen Bawah di daerah Kepuhlagen, sebelah utara
Perning daerah Mojokerto.
Mereka memberikan nama jenis Pithecanthropus
mojokertensis, yang merupakan jenis
Pithecanthropus paling tua. Jenis manusia
purba Pithecanthropus memiliki ciri-ciri tubuh dan
kehidupan seperti :
a. Memiliki rahang bawah yang kuat.
b. Memiliki tulang pipi yang tebal.
c. Keningnyamenonjol.
d. Tulang belakang menonjol dan tajam.
e. Tidak berdagu.
f. Perawakannya tegap, mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.
g. Memakan jenis tumbuhan.
Jenis Pithecanthropus inilah yang paling banyak jenisnya ditemukan di Indonesia. Pithecanthropus yang
diketahui juga masih terbagi ke dalam beberapa kelompok, yakniPithecanthropus
erectus, Pithecanthropus robustus, dan Pithecanthropus dubuis.

a. Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak)


Jenis Pithecanthropus erectus ini adalah fosil yang paling terkenal. Fosil ini ditemukan oleh Dr. Eugene
Dubois pada tahun 1890, 1891, dan 1892 di Kedungbrubus (Madiun) dan Trinil (Ngawi).
Temuan Eugene Dubois ini berupa rahang bawah, tempurung kepala, tulang paha, serta geraham atas
dan bawah.
Berdasarkan dari penelitian para ahli, Pithecanthropus erectus memiliki ciri tubuh sebagai berikut :
1) Berjalan tegak.
2) Volume otaknya melebihi 900 cc.
3) Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang
kuat.
4) Tinggi badannya sekitar 165 – 170 cm.
5) Berat badannya sekitar 100 kg.
6) Makanannya masih kasar dengan sedikit
dikunyah.
7) Hidupnya diperkirakan satu juta sampai setengah
juta tahun yang lalu.
Hasil temuan Pithecanthropus erectus oleh para ahli purbakala dianggap sebagai temuan yang amat
penting. Ini karena manusia purba ini menjadi kunci revolusi dari temuan-temuan fosil manusia purba
yang sejenis.
Jenis fosil Pithecanthropus erectus diyakini sebagai missing link, di mana kedudukannya menjadi
makhluk yang menghubungkan antara kera dan manusia. Penemuan ini pula yang mejadi bukti yang
menguatkan teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin dalam teori evolusinya.
Dalam bukunya The Descent of Man (Asal Usul Manusia), Darwin mengungkapkan tentang teori berupa
perkembangan binatang menuju manusia. Binatang yang paling mendekati ini adalah kera.
Hal inilah juga diperkuat melalui penemuan manusia Neanderthal di Jerman yang menyerupai kera
maupun manusia.

b. Pithecanthropus robustus, (manusia kera berahang besar)


Fosil Pithecanthropus robustus ditemukan di Sangiran tahun 1939 oleh Weidenreich. Von Koenigswald
menyebut fosil ini dengan nama Pithecanthropus mojokertensis. Penemuan ini dilakukan pada lapisan
Pleistosen Bawah di Mojokerto antara tahun 1936–1941.
Pithecanthropus mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto. Fosil manusia purba yang
ditemukan berupa tengkorak anak yang berumur 5 tahun. Jenis manusia purba ini memiliki ciri ciri
seperti :
1. hidung lebar,
2. tulang pipi kuat,
3. tubuhnya tinggi,
4. hidupnya masih dari mengumpulkan makanan (foodgathering).

Pithecanthropus dubuis (dubuis artinya meragukan)


Fosil Pithecanthropus dubuis ditemukan di Sangiran pada
tahun 1939 oleh Von Koenigswald. Tempatnya
ditemukan pada lapisan Pleistosen Bawah.

d. Pithecanthropus soloensis (manusia kera dari Solo)


Pithecanthropus soloensis ditemukan oleh Von
Koenigswald, Oppennoorth, dan Ter Haar pada tahun
1931 – 1933 di Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo.
Hasil temuan ini memiliki peranan penting karena
menghasilkan satu seri tengkorak dan tulang kening.

3. Homo Erectus (Homo Wajakensis, Homo Soliensis).


Homo berarti manusia. Jadi, manusia purba ini merupakan jenis manusia purba yang paling maju bila
dibandingkan dengan jenis temuan yang lain. Ciri ciri jenis manusia ini adalah :
a. berjalan tegak,
b. berat badan kira-kira 30 sampai 150 kg,
c. volume otaknya lebih dari 1.350 cc,
d. alatnya dari batu dan tulang,
e. muka dan hidung lebar,
f. mulut masih menonjol.
Berikut ini adalah beberapa temuan jenis Homo :

1. Homo wajakensis (manusia dari Wajak)


Homo wajakensis ditemukan di daerah Wajak,
Tulungagung pada tahun 1889. Temuan ini diperoleh
Von Rietschoten berupa beberapa bagian tengkorak.
Temuan Von Rietschoten ini kemudian diselidiki oleh
Dr. Eugene Dubois.
Selanjutnya, manusia purba ini pun disebut Homo
wajakensis. Lapisan asal jenis manusia purba ini
adalah Pleistosen Atas, termasuk ras Australoid dan
bernenek moyang Homo soloensis serta menurunkan
penduduk asli Australia.
Oleh Von Koenigswald, Homo wajakensis dimasukkan
dalam kelompok Homo sapiens(manusia cerdas). Hal
ini didasarkan pada pengetahuannya yang telah
mengenal tentang upacara penguburan.

2. Homo soloensis (manusia dari Solo)


Homo soloensis dimukan ketika para geologi Belanda, C. Ter Haar, melakukan penggalian lapisan tanah
di Ngandong (Ngawi Jawa Timur) bersama Ir. Oppenoorth tahun 1931 – 1932.
Mereka menemukan sebelas tengkorak fosil Homo soloensis pada lapisan Pleistosen Atas. Temuan ini
kemudian diselidiki oleh Von Koenigswald dan Weidenreich. Berdasarkan keadaannya, jenis ini sudah
bukan lagi kera, tetapi sudah masuk dalam kelompok manusia.

 Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:

1. Kebudayaan Pacitan (Pithecanthropus)

Pengertian kebudayana pacitan

Kenapa disebut kebudayaan pacitan? Karena kebudayaan ini dipercaya berkembang di Pacitan,
Jawa Timur. Nah di daerah ini ternyata ditemukan beberapa alat dari batu.

Von Koeningwald, seorang peneliti ahli yang lahir di berlin telah menemukan beberapa hasil
teknologi bebatuan atau alat alat dari batu di sungai baksosa, dekat punung pada tahun 1935.

Hasil kebudayaan pacitan

Alat yang ditemukan oleh von koeningwald itu kapak genggam serta alat serpih yang masih
kasar.

Diperkirakan alat alat itu hasil kebudayaan manusia purba jenis pichecantropus atau keturunan
keturunanaya. Sesuai sama pendapat tentang usia budaya pacitan yang di duga berlangsung di
akhir plestosen tenggah atau permulaan plestosen akhir. Gak cuma kapak genggam budaya
pacitan juga dikenal sama nama tradisi kapak perimbas, hasil budaya pacitan dianggap sebagai
alat budaya batu yang paling awal di indonesia. Alat alat tersebut masih kasar dan sederhana
cara buatnya.

Daerah persebaran kebudayaan pacitan


Daerah persebaran kapak perimbas terutama terdapat di tempat tempat penemuan tradisi
kapak perimbas yaitu di:

Punung (pacitan, jawa timur)

Lahat (sumatera selatan)

Awangbangkal (kalimantan selatan)

Cabbenge (sulawesi selatan)

Ciri-ciri kebudayaan pacitan

Pastinya kebudayaan pacitan ini punya ciri ciri biar kita bisa bedain mana yang kebudayaan
pacitan mana yang kebudayaan ngandong. Ciri-ciri kebudayaan pacitan yaitu : Ditemuinnya alat
batu dan kapak genggam oleh von koeningswald, kapak geggam itu berbentuk kapak tapi tidak
memiliki gagang.

Ditemuinnya alat alat seperti kapak perimbas (chooper), kapak penetak, pahat genggam, dan
alat serpih (flake).

Manusia purba di zaman itu jenisnya adalah pithecanthropus erectus.

Alat alat kebudayaan pacitan

Pacitan itu tempat yang paling banyak ditemuinnya alat alat jenis peleolitik dan menduduki
tempat terpenting dalam penemuan alat alat jenis paleolitik.

1. Kapak perimbas

Tajaman yang bentuknya cembung atau kadang kadang lurus yang dibuat dengan cara
pemangkasan pada salah satu sisi pinggiran batu jadi kulit batu masih melekat pada sebagian
besar permukaan batunya. Kapak perimbas budaya pacitan oleh heekeren di bagi jadi beberapa
jenis atas dasar ciri ciri tertentu lainnya di luar ciri ciri pokok yang sudah di tentukan sebagai
landasan pengolanggan movius.

2. Chopper

Alat ini dibuat dari batu yang ditajamkan dan dibentuk liku-liku. Caranya penyerpihannya
dilakukan selang seling pada kedua pinggiran batu.

3. Kapak genggam

Kayak yang tadi di atas udah dijelasin. Kapak genggam itu adalah jenis alat yang banyak sebuah
alat dari batu yang bentuknya meruncing. Teknik pemangkasan alat ini dilakukan di satu
permukaan batu biar mendapatkan tajaman.
Kapak genggam adalah jenis alat yang banyak di temuin dan juga merupakan jenis alat kedua
yang tergolong penting dalam budaya pacitan.

2. Kebudayaan Ngandong, Blora (Homo Wajakinensis dan Homo Soloensis)

Pengertian Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan ngandong merupakan kebudayaan manusia praaksara di Indonesia dimana


kebudayaan ini berkembang di daerah NGANDONG dekat ngawi, Jawa Timur. Di daerah ini
banyaaak banget ditemukan bukti seajrah peradaban manusia zaman paleolitikum seperti alat
dari tulang, tanduk dan batu. Alat tersebut digunakan untuk aktivitas sehari-sehari tentunya
seperti untuk berburu, memotong, menumbuk dan lainnya.

Ciri-ciri kebudayan ngandong

Yang menjadikan ciri khas dari budaya ngandong sendiri ialah gampang banget dikenali. Dari
mana?

Ciri-ciri yang gampang banget dikenali ialah alat hasil kebudayaan ngandong terbut dari tulang
yang ditemukan umumnya berasal dari tulang binatang yang berukurang sedang hingga besar.
Dan untuk tanduknya kan dari tanduk rusa, dilihat dari desainnya ini digunakan untuk menusuk
atau menombak.

Persebaran kebudayaan ngandong

Kita tidak cuman bisa melihat hasil budaya ngandong di Jawa timur saja temen-temen, karena
sebaran artefak dan peralatan kebudayaan ngandong tersebar luas di nusantara seperti di :
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT, Halmahera. Kok bisa tersebar gini sih? Jadi gini,
dulu cara hidup manusia praaksara zaman paleolitikum tinggalnya masih nomaden atau
berpindah-pindah. Mereka belum mengenal tuh gimana cara berococok tanam, jadi kalau dirasa
persediaan makanan di daerah mereka tinggal sementara sudah mau habis mereka akan
berpindah tempat tinggal lagi.

Hasil budaya ngandong

Berikut ini beberapa alat-alat atau hasil peninggalan budaya ngandong zaman paleolitikum :

Flake : flake adalah alat alat serpih berukuran kecil yang terbuat dari tulang.

Chalcedon (kalsedon) : Alat alat yang terbuat dari batu yang memiliki tampilan yang indah dan
menarik seperi chalcedon.

Kapak genggam : Alat alat yang terbuat dari tanduk rusa yang sudah diruncingkan terlebih
dahulu. Alat alat ini menurut para ahli digunakan untuk perlindugan diri, berburu, dan mengolah
makanan.
Alat alat yang terbuat dari tulang yang berukuran lebih besar yang digunakan sebagai belati, alat
penusuk, mata tombak, ujung tombak dengan dua mata tombak, alat perobek daging atau ubi,
dan sebagainya.

Manusia purba kebudayaan ngandong

Kebudayaan ngandong diatas ditemukan di lapisan pleistosen atas.

Alat alat kebudayaan ngandng ini sebelumnya sudah ditemukan juga di dekat fosil manusia
purba, Homo Wajakensis di daerah ngandong dan juga Homo Soloensis yang telah ditemukan di
daerah Ndirejo, Sragen, Jawa Tengah. Dari penemuan tersebut, para ahli menyimpulkan kalau
kebudayaan ngandong itu berasal dari dua spesies manusia purba yaitu dari :

Homo soloensis

Homo wajakensis

 Alat-alat yang dihasilkan antara lain: kapak genggam/perimbas (golongan chopper/pemotong),


Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa dan Flakes dari batu Chalcedon (untuk mengupas

makanan)

Zaman Batu Tengah


Zaman mesolitikum adalah zaman di mana manusia masih menggunakan batu sebagai alat dalam
kegiatan sehari – harinya. Zaman mesolitikum sendiri disebut dengan zaman batu tengah dan terjadi
pada masa holsen sekitar 10. 000 tahun yang lalu.

Pada zaman mesolitikum di Indonesia, manusia hidup tidak jauh berbeda dengan zaman paleolitikum,
yaitu dengan berburu dan menangkap ikan, namun manusia pada masa itu juga mulai mempunyai
tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Tempat tinggal yang mereka pilih
umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche) sehingga di lokasi-
lokasi tersebut banyak ditemukan berkas-berkas kebudayaan manusia pada zaman itu.

Kjokkenmoddinger yang diambil dari bahasa Denmark, yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding
yang berarti sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur. Dalam pengertian yang
sebenarnya, Kjokkenmoddinger adalah fosil yang berupa timbunan atau tumpukan kulit kerang dan
siput sehingga mencapai ketinggian ± 7 meter. Fosil ini ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera,
yakni antara daerah Langsa hingga Medan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba
pada zaman ini sudah mulai menetap.

Sedangkan Abris Sous Roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai
tempat tinggal. Ceruk-ceruk di dalam batu karang memberikan perlindungan terhadap hujan dan panas.
Di dalam dasar gua ini didapatkan banyak peninggalan kebudayaan, dari jenis paleolitikum sampai
permulaan neolitikum, tetapi sebagian besar dari zaman mesolitikum.

Penyelidikan terhadap abris sous roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung
(Ponorogo, Madiun), dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang ditemukan banyak sekali macamnya : alat-alat
bantu, seperti ujung panah dan flakes, batu-batu penggilingan, kapak-kapak yang sudah diasah, alat-alat
dari tulang dan tanduk rusa, dll. Kebanyakan terbuat dari tulang sehingga disebut Sampung Bone
Culture.

Dibandingkan dengan zaman paleolitikum, pada zaman ini manusia mulai mengalami perkembangan
budaya yang lebih cepat. Perkembangan budaya yang cepat ini disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah keadaan alam yang lebih stabil. Akibatnya, manusia pada zaman ini hidup dengan
lebih tenang, sehingga mereka bisa mengembangkan kebudayaannya. Salah satu perkembangannya
adalah manusia pada zaman itu sudah mempunyai kemampuan membuat kerajinan gerabah dari tanah
liat.

Mereka juga sudah mulai bercocok tanam meskipun dengan cara yang masih sederhana. Manusia
purba pada masa ini masih menggunakan alat – alat yang diambil dari tulang dan tanduk hewan untuk
digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti pada masa mengumpulkan makanan tingkat awal atau
paleolitikum. Bahkan, mereka telah mulai mengenal kepercayaan.

1. Ciri zaman Mesolithikum:

1. Manusia di zaman ini sudah tidak lagi nomaden atau menetap di gua, maupun di pantai.

2. Manusia zaman ini sudah mengumpulkan makanan dan bercocok tanam.

3. Manusia zaman ini sudah bisa membuat kerajinan dari gerabah.

4. Ditemukannya kyokkenmodinger (bukit-bukit kerang hasil sampah dapur).

5. Ditemukannya abris sous roche (gua-gua tempat tinggal).

6. Manusia zaman tersebut telah mengenal seni berupa lukisan pada dinding gua, seperti lukisan
pada dinding gua, lukisan bercap tangan dan babi hutan.
Apa arti Kjokkenmoddinger. Saat berbicara tentang kjokkenmoddinger atau juga bisa disebut
abris sous roche, maka kita akan membuat flashback atau refleksi ke kuno, pra sejarah. Pada
zaman prasejarah atau yang disebut masa pra-literal, banyak menghasilkan beberapa budaya
seperti budaya paleothikum, budaya mesolitik, budaya neolitik, budaya logam, dan budaya
megalitik.

Istilah abris sous roche dan kjokkenmoddinger mulai dikenal pada zaman mesolithium, yang
berarti hasil penemuan ditemukan pada saat itu.

Era mesolithium adalah zaman batu abad pertengahan atau transisi antara batu paleotik (batu
tua) dan periode neolitik (batu baru). Sesuai dengan kata mesolithikum yang merupakan bahasa
Yunani, berasal dari kata mesos berarti pertengahan dan litos berarti batu.

Pada zaman sekarang ini, alat yang telah digunakan telah berevolusi dari sebelumnya berasal
dari batu yang sangat besar sudah mulai berubah menjadi sederhana, yakni dengan
menggunakan tulang.

Di Indonesia sendiri, kehidupan di era ini juga tak jauh berbeda. Masyarakat sudah mulai tinggal
sedikit menetap, yang berarti tidak sering bergerak dan mulai bertani sederhana.

Umumnya di mana mereka tinggal di pantai dan gua. Maka tak jarang jika sisa-sisa warisan
budaya sering ditemukan di lokasi seperti sous roche abris dan kjokkenmoddinger itu sendiri.

Abris sous roche adalah gua yang menyerupai ceruk berbatu yang digunakan sebagai tempat
tinggal manusia pada saat itu.

Bentuk ceruk di dalam batuan sudah cukup untuk memberikan perlindungan dari sengatan
matahari di siang hari dan udara dingin di malam hari.

Penelitian pertama tentang sous roche abris dilakukan pada tahun 1928-1931 oleh Dr. P. V.
Stein Callecels di goa Lawu dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur.

Ditempat itu ditemukan beberapa alat seperti batu gerinda, kapak, ujung batu panah, alat
tulang dan tanduk binatang yang digunakan untuk berburu dan lainnya.

Karena rata-rata yang ditemukan adalah alat dari tulang, itu disebut Sampung Bone Culture.
Penemuan lain dari budaya sous roche abris juga didapat di Lamancong, Sulawesi Selatan, yang
dikenal dengan budaya Toala.

Temuan ini semakin diperkuat dengan ditemukannya alat yang hampir identik di Timor dan
Rote, Papua oleh Alferd Buhler, yang diduga merupakan peninggalan ras Melanesoide
/Melanesia.
Sedangkan kjokkenmoddinger yang berasal dari kata kjokken berarti dapur dan modding berarti
sampah, yang berarti limbah dapur adalah penemuan yang ditemukan di sepanjang pantai timur
pulau Sumatera.

Disebut sebagai limbah dapur karena merupakan tangkapan bekicot tangkapan dan kerang
setinggi 7 meter. Dr. P. V. Stein Callecels yang pada saat itu melakukan penelitian.

Tepatnya pada tahun 1925, menduga bahwa manusia pada saat itu bergantung pada siput dan
cangkangnya.

Akumulasi sampah pada hewan dalam bentuk kulit dan sebagainya juga diduga terjadi sangat
lama dilihat dari ketinggian tumpukan yang dihasilkan.

Penemuan lain yang didapat adalah alat seperti penggiling batu dan sumbu genggam atau kerikil
yang disebut, beberapa menyebutnya kapak sumatera

7. Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache
Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.

8. Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang
disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak
persegi dan alat-alat dari tulang.

2. Tiga bagian penting kebudayaan Mesolithikum:

a. Pebble-Culture (alat kebudayaan kapak genggam dari Kjoken Mondinger)

b. Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang)

c. Flakes Culture (kebudayaan alat serpih dari Abris Saus Roche)

3. Manusia pendukung kebudayaan Mesolithikum adalah bangsa Papua—Melanosoid

Bangsa Melanesia termasuk ras Negroid yang mempunyai cirri-ciri antara lain kulit kehitam-hitaman,
rambut hitam dan keriting, bibir tebal, badan tegap, dan hidung lebar. Bangsa ini tersebar di Riau, yaitu
suku Sakai/ Siak dan suku bangsa Papua Melanosoid yang mendiami pulau Papua, Kepualauan Kei, dan
Kepulauan Melanesia.

Manusia wajak atau manusia solo diperkirakan nenek moyang dari manusia Melanosoid yang menjadi
penduduk pulau papua dan Australia sebelum naiknya permukaan laut pada akhir zaman glasial (zaman
es). Di papua sebagian kelompok wajak berkembang menjadi masyarakat yang mempunyai kebudayaan
berburu dan meramu. Pada masa sekarang bkas-bekas itu dapat ditemukan di daerah teluk McCluer dan
teluk Triton di kepala Cenderawasih. Bekas-bekas itu berupa tempat-tempat perlindungan di bawah
karang atau yang disebut abris sous roche.

Mereka kemudian mengambangkan budaya perahu yang digunakan sebagai sarana untuk menangkap
ikan di rawa-rawa dan di sepanjang panatai atau di muara sungai. Setelah berhasil mengembangkan
budaya perahu, manusia yang menjadi penduduk Papua ini sebagian bermigrasi kea rah timur dan
menjadi penduduk Kepulauan Malanesia. Tempat yang pernah mereka gunakan dapat dijadikan bukti
dengan adanya lukisan dinding dan alat-alat dari batu. Hal ini dapat memperkuat dugaan bahwa
penduduk Pulau Papua, Kepulauan Malanesia, dan Australia berasal dari arah barat menyebar ke timur.

Zaman Batu Muda


Neolitikum atau Zaman Batu Muda adalah fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah yang
mempunyai ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah, pertanian
menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar, dimulai sekitar tahun 1500 SM di Indonesia. Ciri utama
pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis
sehingga halus dan indah. Ciri ciri lainnya:

1. Peralatan yang sudah dihaluskan dan diberi tangkai.

2. Jenis alat yang dipergunakan adalah kapak persegi dan kapak lonjong.

3. Pakaian terbuat dari kulit kayu, perhiasannya terbuat dari batu dan manik-manik.

4. Telah bertempat tinggal menetap (sedenter).

5. Telah mempunyai kemampuan untuk bercocok tanam dabn beternak.

6. Telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme

Alat-alat peninggalan zaman neolithikum

1. Beliung persegi atau kapak persegi ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, berfungsi
sebagai:

Tajak untuk menanam tumbuhan`

Pisau untuk mengetam padi.

Alat pembuat perahu(memotong, mengerat, memukul).

Alat yang kecil sebagai pahat.

Komoditas dagang (barter).

Bekal kubur.

2. Kapak lonjong yang berfungsi sama dengan kapak persegi.

3. Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang dibuat dari batu kecubung.


4. Gerabah yang mempunyai fungsi sebagai wadah atau tempat untuk keperluan rumah tangga.

5. Perhiasan (gelang dan kalung yang terbuat dari batu indah).

6. Pakaian dari kulit kayu.

7. Tembikar ( Periuk belanga )

Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)

Zaman Batu Besar (megalithikum)


Zaman ini disebut juga sebagai zaman megalithikum. Kebudayaan ini berkembang dari zaman
Neolitikum sampai Zaman Perunggu.
Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang
yaitu:

1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir,
punden berundak-undak, Arca-arca Statis.

2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung
Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen,
waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain:
1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
5. Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum.
6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka

Anda mungkin juga menyukai