Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di
samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:
Manusia manusianya :
1. Meganthropus Paleojavanicus (sekaligus yang tertua).
Manusia purba jenis ini berada di Sangiran oleh Von Koeningswald, berupa rahang bawah.
Fosil Meganthropus paleojavanicus pernah ditemukan di Sangiran oleh Von Koenigswald pada tahun
1936 dan 1941.
Bagian tubuh yang ditemukan berupa bagian rahang bawah dan tiga buah gigi terdiri atas gigi taring dan
dua geraham. Meganthropus paleojavanicus ini makanan utamanya adalah tumbuhan. Makhluk ini
hidup kira-kira 2 juta hingga 1 juta tahun yang lalu.
Meganthropus berasal dari lapisan Pleistosen Bawah. Sampai sekarang, perkakas yang menerangkan
kehidupan jenis manusia purba ini masih belum ditemukan perkakasnya.
Berikut adalah ciri ciri Meganthropus palaeojavanicus :
Kenapa disebut kebudayaan pacitan? Karena kebudayaan ini dipercaya berkembang di Pacitan,
Jawa Timur. Nah di daerah ini ternyata ditemukan beberapa alat dari batu.
Von Koeningwald, seorang peneliti ahli yang lahir di berlin telah menemukan beberapa hasil
teknologi bebatuan atau alat alat dari batu di sungai baksosa, dekat punung pada tahun 1935.
Alat yang ditemukan oleh von koeningwald itu kapak genggam serta alat serpih yang masih
kasar.
Diperkirakan alat alat itu hasil kebudayaan manusia purba jenis pichecantropus atau keturunan
keturunanaya. Sesuai sama pendapat tentang usia budaya pacitan yang di duga berlangsung di
akhir plestosen tenggah atau permulaan plestosen akhir. Gak cuma kapak genggam budaya
pacitan juga dikenal sama nama tradisi kapak perimbas, hasil budaya pacitan dianggap sebagai
alat budaya batu yang paling awal di indonesia. Alat alat tersebut masih kasar dan sederhana
cara buatnya.
Pastinya kebudayaan pacitan ini punya ciri ciri biar kita bisa bedain mana yang kebudayaan
pacitan mana yang kebudayaan ngandong. Ciri-ciri kebudayaan pacitan yaitu : Ditemuinnya alat
batu dan kapak genggam oleh von koeningswald, kapak geggam itu berbentuk kapak tapi tidak
memiliki gagang.
Ditemuinnya alat alat seperti kapak perimbas (chooper), kapak penetak, pahat genggam, dan
alat serpih (flake).
Pacitan itu tempat yang paling banyak ditemuinnya alat alat jenis peleolitik dan menduduki
tempat terpenting dalam penemuan alat alat jenis paleolitik.
1. Kapak perimbas
Tajaman yang bentuknya cembung atau kadang kadang lurus yang dibuat dengan cara
pemangkasan pada salah satu sisi pinggiran batu jadi kulit batu masih melekat pada sebagian
besar permukaan batunya. Kapak perimbas budaya pacitan oleh heekeren di bagi jadi beberapa
jenis atas dasar ciri ciri tertentu lainnya di luar ciri ciri pokok yang sudah di tentukan sebagai
landasan pengolanggan movius.
2. Chopper
Alat ini dibuat dari batu yang ditajamkan dan dibentuk liku-liku. Caranya penyerpihannya
dilakukan selang seling pada kedua pinggiran batu.
3. Kapak genggam
Kayak yang tadi di atas udah dijelasin. Kapak genggam itu adalah jenis alat yang banyak sebuah
alat dari batu yang bentuknya meruncing. Teknik pemangkasan alat ini dilakukan di satu
permukaan batu biar mendapatkan tajaman.
Kapak genggam adalah jenis alat yang banyak di temuin dan juga merupakan jenis alat kedua
yang tergolong penting dalam budaya pacitan.
Yang menjadikan ciri khas dari budaya ngandong sendiri ialah gampang banget dikenali. Dari
mana?
Ciri-ciri yang gampang banget dikenali ialah alat hasil kebudayaan ngandong terbut dari tulang
yang ditemukan umumnya berasal dari tulang binatang yang berukurang sedang hingga besar.
Dan untuk tanduknya kan dari tanduk rusa, dilihat dari desainnya ini digunakan untuk menusuk
atau menombak.
Kita tidak cuman bisa melihat hasil budaya ngandong di Jawa timur saja temen-temen, karena
sebaran artefak dan peralatan kebudayaan ngandong tersebar luas di nusantara seperti di :
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT, Halmahera. Kok bisa tersebar gini sih? Jadi gini,
dulu cara hidup manusia praaksara zaman paleolitikum tinggalnya masih nomaden atau
berpindah-pindah. Mereka belum mengenal tuh gimana cara berococok tanam, jadi kalau dirasa
persediaan makanan di daerah mereka tinggal sementara sudah mau habis mereka akan
berpindah tempat tinggal lagi.
Berikut ini beberapa alat-alat atau hasil peninggalan budaya ngandong zaman paleolitikum :
Flake : flake adalah alat alat serpih berukuran kecil yang terbuat dari tulang.
Chalcedon (kalsedon) : Alat alat yang terbuat dari batu yang memiliki tampilan yang indah dan
menarik seperi chalcedon.
Kapak genggam : Alat alat yang terbuat dari tanduk rusa yang sudah diruncingkan terlebih
dahulu. Alat alat ini menurut para ahli digunakan untuk perlindugan diri, berburu, dan mengolah
makanan.
Alat alat yang terbuat dari tulang yang berukuran lebih besar yang digunakan sebagai belati, alat
penusuk, mata tombak, ujung tombak dengan dua mata tombak, alat perobek daging atau ubi,
dan sebagainya.
Alat alat kebudayaan ngandng ini sebelumnya sudah ditemukan juga di dekat fosil manusia
purba, Homo Wajakensis di daerah ngandong dan juga Homo Soloensis yang telah ditemukan di
daerah Ndirejo, Sragen, Jawa Tengah. Dari penemuan tersebut, para ahli menyimpulkan kalau
kebudayaan ngandong itu berasal dari dua spesies manusia purba yaitu dari :
Homo soloensis
Homo wajakensis
makanan)
Pada zaman mesolitikum di Indonesia, manusia hidup tidak jauh berbeda dengan zaman paleolitikum,
yaitu dengan berburu dan menangkap ikan, namun manusia pada masa itu juga mulai mempunyai
tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Tempat tinggal yang mereka pilih
umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche) sehingga di lokasi-
lokasi tersebut banyak ditemukan berkas-berkas kebudayaan manusia pada zaman itu.
Kjokkenmoddinger yang diambil dari bahasa Denmark, yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding
yang berarti sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur. Dalam pengertian yang
sebenarnya, Kjokkenmoddinger adalah fosil yang berupa timbunan atau tumpukan kulit kerang dan
siput sehingga mencapai ketinggian ± 7 meter. Fosil ini ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera,
yakni antara daerah Langsa hingga Medan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba
pada zaman ini sudah mulai menetap.
Sedangkan Abris Sous Roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai
tempat tinggal. Ceruk-ceruk di dalam batu karang memberikan perlindungan terhadap hujan dan panas.
Di dalam dasar gua ini didapatkan banyak peninggalan kebudayaan, dari jenis paleolitikum sampai
permulaan neolitikum, tetapi sebagian besar dari zaman mesolitikum.
Penyelidikan terhadap abris sous roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung
(Ponorogo, Madiun), dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang ditemukan banyak sekali macamnya : alat-alat
bantu, seperti ujung panah dan flakes, batu-batu penggilingan, kapak-kapak yang sudah diasah, alat-alat
dari tulang dan tanduk rusa, dll. Kebanyakan terbuat dari tulang sehingga disebut Sampung Bone
Culture.
Dibandingkan dengan zaman paleolitikum, pada zaman ini manusia mulai mengalami perkembangan
budaya yang lebih cepat. Perkembangan budaya yang cepat ini disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah keadaan alam yang lebih stabil. Akibatnya, manusia pada zaman ini hidup dengan
lebih tenang, sehingga mereka bisa mengembangkan kebudayaannya. Salah satu perkembangannya
adalah manusia pada zaman itu sudah mempunyai kemampuan membuat kerajinan gerabah dari tanah
liat.
Mereka juga sudah mulai bercocok tanam meskipun dengan cara yang masih sederhana. Manusia
purba pada masa ini masih menggunakan alat – alat yang diambil dari tulang dan tanduk hewan untuk
digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti pada masa mengumpulkan makanan tingkat awal atau
paleolitikum. Bahkan, mereka telah mulai mengenal kepercayaan.
1. Manusia di zaman ini sudah tidak lagi nomaden atau menetap di gua, maupun di pantai.
6. Manusia zaman tersebut telah mengenal seni berupa lukisan pada dinding gua, seperti lukisan
pada dinding gua, lukisan bercap tangan dan babi hutan.
Apa arti Kjokkenmoddinger. Saat berbicara tentang kjokkenmoddinger atau juga bisa disebut
abris sous roche, maka kita akan membuat flashback atau refleksi ke kuno, pra sejarah. Pada
zaman prasejarah atau yang disebut masa pra-literal, banyak menghasilkan beberapa budaya
seperti budaya paleothikum, budaya mesolitik, budaya neolitik, budaya logam, dan budaya
megalitik.
Istilah abris sous roche dan kjokkenmoddinger mulai dikenal pada zaman mesolithium, yang
berarti hasil penemuan ditemukan pada saat itu.
Era mesolithium adalah zaman batu abad pertengahan atau transisi antara batu paleotik (batu
tua) dan periode neolitik (batu baru). Sesuai dengan kata mesolithikum yang merupakan bahasa
Yunani, berasal dari kata mesos berarti pertengahan dan litos berarti batu.
Pada zaman sekarang ini, alat yang telah digunakan telah berevolusi dari sebelumnya berasal
dari batu yang sangat besar sudah mulai berubah menjadi sederhana, yakni dengan
menggunakan tulang.
Di Indonesia sendiri, kehidupan di era ini juga tak jauh berbeda. Masyarakat sudah mulai tinggal
sedikit menetap, yang berarti tidak sering bergerak dan mulai bertani sederhana.
Umumnya di mana mereka tinggal di pantai dan gua. Maka tak jarang jika sisa-sisa warisan
budaya sering ditemukan di lokasi seperti sous roche abris dan kjokkenmoddinger itu sendiri.
Abris sous roche adalah gua yang menyerupai ceruk berbatu yang digunakan sebagai tempat
tinggal manusia pada saat itu.
Bentuk ceruk di dalam batuan sudah cukup untuk memberikan perlindungan dari sengatan
matahari di siang hari dan udara dingin di malam hari.
Penelitian pertama tentang sous roche abris dilakukan pada tahun 1928-1931 oleh Dr. P. V.
Stein Callecels di goa Lawu dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur.
Ditempat itu ditemukan beberapa alat seperti batu gerinda, kapak, ujung batu panah, alat
tulang dan tanduk binatang yang digunakan untuk berburu dan lainnya.
Karena rata-rata yang ditemukan adalah alat dari tulang, itu disebut Sampung Bone Culture.
Penemuan lain dari budaya sous roche abris juga didapat di Lamancong, Sulawesi Selatan, yang
dikenal dengan budaya Toala.
Temuan ini semakin diperkuat dengan ditemukannya alat yang hampir identik di Timor dan
Rote, Papua oleh Alferd Buhler, yang diduga merupakan peninggalan ras Melanesoide
/Melanesia.
Sedangkan kjokkenmoddinger yang berasal dari kata kjokken berarti dapur dan modding berarti
sampah, yang berarti limbah dapur adalah penemuan yang ditemukan di sepanjang pantai timur
pulau Sumatera.
Disebut sebagai limbah dapur karena merupakan tangkapan bekicot tangkapan dan kerang
setinggi 7 meter. Dr. P. V. Stein Callecels yang pada saat itu melakukan penelitian.
Tepatnya pada tahun 1925, menduga bahwa manusia pada saat itu bergantung pada siput dan
cangkangnya.
Akumulasi sampah pada hewan dalam bentuk kulit dan sebagainya juga diduga terjadi sangat
lama dilihat dari ketinggian tumpukan yang dihasilkan.
Penemuan lain yang didapat adalah alat seperti penggiling batu dan sumbu genggam atau kerikil
yang disebut, beberapa menyebutnya kapak sumatera
7. Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache
Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
8. Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang
disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak
persegi dan alat-alat dari tulang.
Bangsa Melanesia termasuk ras Negroid yang mempunyai cirri-ciri antara lain kulit kehitam-hitaman,
rambut hitam dan keriting, bibir tebal, badan tegap, dan hidung lebar. Bangsa ini tersebar di Riau, yaitu
suku Sakai/ Siak dan suku bangsa Papua Melanosoid yang mendiami pulau Papua, Kepualauan Kei, dan
Kepulauan Melanesia.
Manusia wajak atau manusia solo diperkirakan nenek moyang dari manusia Melanosoid yang menjadi
penduduk pulau papua dan Australia sebelum naiknya permukaan laut pada akhir zaman glasial (zaman
es). Di papua sebagian kelompok wajak berkembang menjadi masyarakat yang mempunyai kebudayaan
berburu dan meramu. Pada masa sekarang bkas-bekas itu dapat ditemukan di daerah teluk McCluer dan
teluk Triton di kepala Cenderawasih. Bekas-bekas itu berupa tempat-tempat perlindungan di bawah
karang atau yang disebut abris sous roche.
Mereka kemudian mengambangkan budaya perahu yang digunakan sebagai sarana untuk menangkap
ikan di rawa-rawa dan di sepanjang panatai atau di muara sungai. Setelah berhasil mengembangkan
budaya perahu, manusia yang menjadi penduduk Papua ini sebagian bermigrasi kea rah timur dan
menjadi penduduk Kepulauan Malanesia. Tempat yang pernah mereka gunakan dapat dijadikan bukti
dengan adanya lukisan dinding dan alat-alat dari batu. Hal ini dapat memperkuat dugaan bahwa
penduduk Pulau Papua, Kepulauan Malanesia, dan Australia berasal dari arah barat menyebar ke timur.
2. Jenis alat yang dipergunakan adalah kapak persegi dan kapak lonjong.
3. Pakaian terbuat dari kulit kayu, perhiasannya terbuat dari batu dan manik-manik.
1. Beliung persegi atau kapak persegi ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, berfungsi
sebagai:
Bekal kubur.
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir,
punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung
Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen,
waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain:
1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
5. Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum.
6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka