Anda di halaman 1dari 9

Jameslim X-MM

 Jenis – Jenis Manusia Purba di Indonesia

Secara keseluruhan, ada sepuluh jenis manusia purba yang berada di Indonesia,
yaitu :

1. Meganthropus Paleojavanicus

Kata Meganthropus berasal dari dua kata yakni megas


yang artinya besar dan anthropus yang artinya manusia.
Sedangkan, kata Paleojavanicus berasal dari kata paleo
yang artinya tua dan javanicus yang artinya Jawa. Jadi,
Meganthropus Paleojavanicus berarti manusia raksasa
tertua dari Jawa dan diperkirakan sebagai manusia purba
tertua di Indonesia dan juga disebut sebagai salah satu fosil
manusia purba yang paling primitif.

Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh Van


Koenigswald, seorang peneliti Belanda pada tahun 1936 M di daerah Sangiran,
Jawa Tengah dan diperkirakan berusia 1-2 juta tahun saat masa penelitian.
Penemuan fosil meganthropus tidaklah ditemukan lengkap melainkan hanya
berupa beberapa bagian tengkorak, rahang bawah, serta beberapa gigi yang telah
lepas. Jenis fosil ini diperkirakan hidup dengan cara mengumpulkan bahan
makanan terutama tumbuh-tumbuhan.

Ciri – ciri Meganthropus Paleojavanicus :

 Makanannya berupa jenis tumbuh – tumbuhan.


 Tidak memiliki dagu sehingga lebih mirip kera.
 Memiliki tonjolan yang tajam di belakang kepala.
 Memiliki tulang pipi yang tebal dengan tonjolan kening yang mencolok.
 Memiliki otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat.
 Memiliki postur tubuh yang tegap.

2. Pithecanthrophus

Pithecantrophus merupakan jenis fosil manusia purba yang paling


banyak ditemukan di Indonesia. Di Indonesia, ada tiga jenis
Pithecanthrophus yang sudah ditemukan antara lain Pithecanthrophus Erectus,
Pithecanthrophus Mojokertensis, dan Pithecanthropus Soloensis. Berikut rincian
dari ketiga jenis fosil Pithecantrophus.

 Pithecanthrophus Erectus
Penemu fosil Pithecanthrophus Erectus adalah seorang dokter Belanda bernama
Eugene Dubois. Awalnya ia mengadakan penelitian di Sumatera Barat tetapi tidak
menemukan apa-apa, lalu pindah ke pulau Jawa. Ia pun berhasil menemukan fosil
Pithecanthrophus Erectus di desa Trinil, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada tahun
1891. Pithecantrophus Erectus sendiri berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Fosil yang ditemukan adalah berupa tulang rahang atas, tulang kaki, dan
tengkorak. Fosil Pithecanthrophus Erectus sendiri ditemukan pada masa kala
Pleistosen tengah.

Berdasarkan hasil penelitian,  Pithecanthrophus Erectus hidup dengan berburu


kemudian mengumpulkan makanan serta hidup secara nomaden yang artinya selalu
berpindah – pindah tempat untuk mencari sumber bahan makanan dari satu tempat
ke tempat lain atau untuk melakukan pemburuan hewan – hewan. Adapun ciri –
ciri dari Pithecanthropus Erectus adalah :

 Volume otaknya diantara 750 – 1350 cc.


 Tinggi badan sekitar 165 – 180 cm.
 Postur tubuh yang tegap tetapi tidak setegap
meganthropus.
 Memiliki gigi geraham yang besar dengan
rahang yang sangat kuat.
 Memiliki hidung yang tebal.
 Memiliki tonjolan kening yang tebal dan
melintang di dahi dari sisi ke sisi.
 Wajah menonjol ke depan serta dahinya
miring ke belakang.
 Pada bagian belakang kepala terlihat
menonjol yang mirip dengan wanita berkonde.
 Memiliki alat pengunyah dan alat tengkuk
yang sangat kuat.

 Pithecanthrophus Mojokertensis
Pithecanthrophus Mojokertensis disebut juga sebagai Pithecantrophus Robustus.
Von Koenigswald berhasil menemukan fosil yang hanya berupa tulang tengkorak
anak – anak yang dinamakan Pithecanthrophus Mojokertensis di Jetis dekat
Mojokerto, Jawa Timur. Selanjutnya, pada tahun 1936, Weidenrich menemukan
fosil tengkorak anak yang dinamakan Pithecantropus Robustus di Lembah Sungai
Brantas, Desa Jetis, Mojokerto.

 Pithecanthrophus Soloensis
Sedangkan, Pithecanthrophus Soloensis ditemukan di Ngandong, Lembah
Bengawan Solo oleh Von Koenigswald, Ter Harr dan Oppernoorth. Lebih jelasnya,
fosil ini ditemukan di dua tempat yang berbeda oleh Von Koenigswald dan
Oppernoorth di daerah Ngandong dan Sangiran sekitar tahun 1931 – 1933. Adapun
fosil yang ditemukan adalah berupa tengkorang dan juga tulang kering.

Fosil Pithecanthrophus yang ditemukan di Indonesia memiliki umur yang


bervariasi yakni diantara 30.000 sampai 1 juta tahun yang lalu, hal itu didasarkan
pada hasil pengukuran umur lapisan tanah.

Di dalam kehidupan sehari – hari, Pithecanthrophus menggunakan peralatan yang


terbuat dari batu atau kayu yang didapatkannya. Berdasarkan hasil penelitian, tidak
ditemukan tanda – tanda bahwa makanan yang dimakan oleh Pithecanthrophus
tersebut sudah diolah ataupun dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan meskipun
pada saat itu mereka sudah menggunakan peralatan dari kayu dan batu serta
memakan apa saja yang terdapat di alam baik berupa tumbuh – tumbuhan dan
hewan.

Adapun contoh peralatan yang terbuat dari batu yang pernah digunakan oleh
Pithecanthrophus antara lain adalah kapak genggam, kapak penetak, pahat,
genggam, kapak perimbas, dan alat – alat serpih. Dimana peralatan tersebut banyak
ditemukan di sekitaran daerah Pacitan, Jawa Timur.

Adapun ciri-ciri dari Pithecantrophus secara umum antara lain :

 Memiliki volume otak yang berkisar antara 750 – 1350 cc.


 Memiliki tinggi badan sekitar 165 – 180 cm.
 Badannya tegap tetapi tidak setegap Meganthrophus.
 Memiliki tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
 Memiliki hidung yang lebar dan tidak berdagu.
 Memiliki rahang yang kuat dan gigi geraham yang besar.
 Makanannya berupa daging hewan buruan dan tumbuh – tumbuhan.

3. Homo

Jenis fosil Homo merupakan jenis fosil manusia purba yang


termuda dari fosil manusia purba lainnya. Fosil ini
diperkirakan berasal dari 15.000 – 40.000 SM. Jenis Homo
diperkirakan bukan manusia kera lagi ( Pithecanthrophus )
melainkan sudah tergolong jenis manusia (Homo), hal itu
dapat dilihat pada volume otaknya yang menyerupai manusia
modern. Di Indxcxonesia, sudah ditemukan tiga jenis manusia
purba Homo yakni Homo Soloensis, Homo Wajakensis, dan
Homo Floresiensis. Berikut rincian dari ketiga jenis Homo
tersebut.

 Homo Soloensis
Jenis fosil ini ditemukan di daerah Ngandong, Lembah Bengawan Solo tepatnya
disekitar sungai Bengawan Solo oleh Von Koeningswald dan Weidenrich antara
tahun 1931 – 1934. Fosil yang berhasil ditemukan hanyalah berupa tulang
tengkorak. Homo Soloensis diperkirakan sudah hidup diantara rentang tahun
900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.

Kehidupannya pun sudah lebih maju dengan adanya berbagai peralatan untuk
bertahan hidup. Sebagian ahli menggolongkan Homo Soloensis dengan Homo
Neanderthalensis. Homo Neanderthalensis sendiri merupakan jenis manusia purba
Homo Sapiens dari Asia, Eropa dan Afrika yang berasal dari lapisan Pleistosen
atas.  Selain itu, menurut Von Koegniswald, Homo Soloensis memiliki tingkatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pithecanthrophus Erectus.

Adapun ciri – ciri dari Homo Soloensis antara lain :

1. Volume otak antara 1000-1300 cc.


2. Memiliki tinggi badan 130 – 210 cm.
3. Wajahnya tidak menonjol ke depan.
4. Berjalan tegap dengan dua kaki (bipedal) sehingga cara berjalannya lebih
sempurna.
5. Otot tengkuknya mengalami penyusutan.
Ditemukan pula hasil dari kebudayaan manusia purba Homo Soloensis yaitu kapak
genggam atau kapak perimbas, alat – alat serpih, peralatan yang terbuat dari tulang,
dan peralatan zaman dahulu lainnya.

 Homo Wajakensis
Jenis fosil ini ditemukan oleh Eugene Dubois di Wajak, Tulungagung, Jawa Timur
pada tahun 1889. Fosil yang berhasil ditemukan hanya berupa tulang tengkorak,
rahang bawah dan beberapa ruas tulang leher. Diperkirakan bahwa Homo
Wajakensis merupakan nenek moyang dari ras Australoid yang merupakan
penduduk asli Australia. Adapun ciri – ciri dari Homo Wajakensis antara lain :

1. Memiliki hidung yang lebar dan bagian mulut yang menonjol.


2. Memiliki wajah lebar dan datar.
3. Tulang tengkorak membulat.
4. Memiliki tonjolan yang sedikit mencolok di dahi.

 Homo Floresiensis
Jenis fosil ini ditemukan oleh tim arkeologi gabungan dari Puslitbang Arkeologi
Nasional, Indonesia dan University Of New England, Australia pada tahun 2003
saat melakukan penggalian di Liang Bua, Flores. Ketika penggalian sudah
mencapai kedalaman lima meter, ditemukan kerangka mirip manusia yang belum
menjadi fosil dengan ukuran yang sangat kerdil. Diperkiran hidup diantara 94.000
– 13.000 tahun SM. Adapun ciri – ciri dari Homo Floresiensi antara lain :

1. Memiliki badan yang tegap.


2. Berjalan dengan dua kaki (bipedal).
3. Tinggi badannya kurang dari satu meter.
4. Volume otaknya sekitar 417 cc.
5. Tidak mempunyai dagu.
Perkembangan dari Homo Soloensis dan Homo Wajakensis lebih lanjut disebut
Homo Sapiens. Homo Sapiens perkembangannya lebih sempurna daripada homo
lainnya. Hal itu dapat dilihat dari cara berpikirnya meskipun masih sangat
sederhana tetapi setidaknya lebih maju daripada homo lainnya. Oleh karena itulah,
disebut sebagai Homo Sapiens yang berarti manusia yang cerdas dan diperkirakan
hidup 40.000 tahun yang lalu setelah masa – masa penelitian.
Homo Sapiens memiliki postur tubuh yang sama dengan manusia zaman sekarang
tetapi masih hidup secara nomaden yang artinya berpindah dari tempat yang satu
ke tempat yang lain.  Jenis homo ini diperkirakan merupakan nenek moyang dari
bangsa Indonesia.

Benda-benda Peninggalan Sejarah Di Indonesia

1. Kapak Genggam

Barangkali dalam bayangan anda


kapak genggam di sini merupakan
kapak yang terbuat dari besi
sebagaimana yang sering anda
jumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Namun, tentu itu berbeda
pada zaman praaksara. Kapak
genggam pada zaman praaksara
yang terbuat dari batu atau
lempung dan tak bertangkai itu
ditemukan oleh seorang bernama Ralph von Koenigswald pada tahun 1935 di
Punung Kabupaten Pacitan.

Kapak genggam ini digunakan oleh manusia praaksara pada


zaman paleolithikum sebagai alat penetak atau alat yang digunakan untuk
membelah kayu, menggali umbi – umbian, memotong dagimg hewan buruan,
serta berbagai keperluan lainnya. Kapak genggam ini memiliki kesamaan
dengan kapak berimbas yang juga ditemukan pada zaman praaksara. Hanya saja
kapak berimbas berukuran lebih besar bila dibandingkan dengan kapak
genggam. Menurut salah satu sumber, kapak berimbas ini dibuat oleh manusia
pithecantropus dan banyak ditemukan di Indonesia, khususnya kabupaten
pacitan. Adapun kegunaannya tak jauh berbeda dengan kapak genggam, yakni
untuk memotong daging hewan, dll.

2. Kapak Sumatera
Kapak sumatera ini juga dikenal dengan nama pebble. Sesuai namanya, kapak
jenis ini banyak ditemukan di daerah sumatera, khususnya di Sepanjang
Pantai Timur Pulau Sumatra, antara Langsa (Aceh) dan Medan. Sama seperti
kapak genggam, kapak sumatera ini juga terbuat dari batu. Hanya saja, kapak
sumatera atau pebble tersebut terbuat dari batu kali yang dipecah-pecah,
berbentuk bulat serta memilik permukaan yang lebih halus. Kapak ini diduga
merupakan hasil kebudayaan jaman Mesolithikum, dimana manusia pada
waktu itu sudah mulai hidup menetap, namun kadang juga masih berpindah-
pindah atau semi nomaden.

3. Kapak Pendek

Satu lagi jenis yang serupa dengan kapak genggam, yakni kapak pendek. Kapak
pendek ini berbentuk setengah lingkaran dan memiliki sisi yang tajam sehingga
lebih mempermudah untuk memotong daging atau hal-hal lainnya.

Sama seperti kapak sumatera, kapak pendek ini banyak ditemukan di daerah
sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatra. Para peneliti kemudian mencari persebaran
pebble dan kapak pendek sampai ke tempat asal mula ras Papua melanosoide di
teluk Tonkin,Vietnam. Akhirnya ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal
dari Hoabinhian dan Bacsonian,Vietnam Utara.

4. Pipisan

Pipisan adalah batu-batu Penggiling beserta landasannya.


Bila dibandingkan dengan zaman sekarang, barangkali
pipisan ini serupa dengan ulekan karena sama-sama
digunakan untuk menghancurkan biji-bijian. Hanya saja
bentuk pipisan ini datar dan halus. Pipisan ini tidak hanya
digunakan untuk menggiling makanan, tetapi juga untuk
menghaluskan cat merah yang terbuat dari tanah merah yang
merupakan bentuk aktivitas yang berkaitan dengan upacara ritual dan kepercayaan.
Alat ini ditemukan di kjokkenmoddinger di sepanjang Sumatera Timur laut, di
antara Langsa (Aceh) dan Medan (Sumatera Utara).

5. Kapak Persegi

Tampaknya pada zaman praaksara, terdapat


berbagai macam kapak yang ditemukan, salah
satunya adalah kapak persegi. Kapak persegi ini
sendiri berasal dari von Heine Geldern.  Alat ini
memiliki bentuk yang memanjang dengan
penampang Alang berbentuk persegi dan bagian
pangkalnya tidak biasa sebagai tempat ikatan
tangkai. Sesuai namanya, kapak persegi ini terbuat dari batu yang berbentuk
persegi. Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, Serta
melaksanakan upacara. Di daerah Indonesia sendiri, kapak persegi banyak
ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan,Sulawesi , dan Nusa Tenggara.

6. Kapak Bahu

Kapak bahu adalah sejenis kapak persegi yang pada tangkainya diberi leher
sehingga membentuk botol persegi. Kapak bahu ini ditemukan pada zaman
neolithikum. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa,
Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya
adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini
tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya,
meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.

7. Kapak Lonjong

Kapak lonjong ini terbuat dari batu kali dan memiliki warna yang
kehitam-hitaman. Sama seperti namanya, kapak lonjong ini memiliki
bentuk yang lonjong, ujungnya yang lancip menjadi tempat
tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam.  Ukuran
yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan
Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan
fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi, yakni untuk menggarap tanah,
dan berbagai keperluan lainnya.

8. Sarkofagus

Bentuk lain dari peninggalan masa praaksara adalah


makam. Salah satunya dikenal dengan nama sarkofagus.
Sarkofagus ini merupakan peti mati yang terbuat dari batu
yang utuh dan diberikan penutup pada bagian atasnya.
Salah satu tempat penemuan sarkofagus adalah  Bali, serta
beberapa lainnya juga ditemukan di Bondowoso Jawa
Timur.

9. Menhir

Menhir merupakan benda peninggalan praaksara yang berkaitan


dengan kepercayaan yang dianut oleh manusia pada masa
itu. Menhir ini berbentuk tiang atau tugu terbuat dari batu yang
berdiri tegak di atas tanah. Menhir didirikan sebagai sarana
menyembah arwah nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di dataran tinggi
pasemah yaitu pegunungan antara wilayah Palembang dan Bengkulu, Ngada
(Flores),  Gunung Kidul, Rembang(Jawa Tengah), Sungai Talang Koto dan daerah
lainnya.

10. Dolmen

Sama halnya dengan menhir, dolmen juga merupakan salah


satu sarana penyembahan arwah nenek moyang pada masa
praaksara. Dolmen yang memiliki bentuk seperti meja yang
tersusun dari beberapa batu itu banyak ditemukan di daerah
Besuki Jawa Timur. Di daerah tersebut biasanya dinamai
pandhusa.

11. Arca atau Patung

Arca adalah Patung yang terbuat dari batu utuh. Bentuknya ada
bermacam-macam, ada yang menyerupai manusia, kepala
manusia, dan juga hewan. Arca banyak ditemukan di Sumatera
Selatan, Lampung ,Jawa Tengah, dan Jawa Tengah. Arca ini juga
merupakan salah satu sarana penyembahan pada masa praaksara.

12. Kapak corong

kapak corong yang terbuat dari perungu dan bentuk bagian


atas mirip dengan corong. Alat ini pernah ditemukan di
Jawa, Bali, Sulawesi, dan Papua.

Anda mungkin juga menyukai