Secara keseluruhan, ada sepuluh jenis manusia purba yang berada di Indonesia,
yaitu :
1. Meganthropus Paleojavanicus
2. Pithecanthrophus
Pithecanthrophus Erectus
Penemu fosil Pithecanthrophus Erectus adalah seorang dokter Belanda bernama
Eugene Dubois. Awalnya ia mengadakan penelitian di Sumatera Barat tetapi tidak
menemukan apa-apa, lalu pindah ke pulau Jawa. Ia pun berhasil menemukan fosil
Pithecanthrophus Erectus di desa Trinil, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada tahun
1891. Pithecantrophus Erectus sendiri berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Fosil yang ditemukan adalah berupa tulang rahang atas, tulang kaki, dan
tengkorak. Fosil Pithecanthrophus Erectus sendiri ditemukan pada masa kala
Pleistosen tengah.
Pithecanthrophus Mojokertensis
Pithecanthrophus Mojokertensis disebut juga sebagai Pithecantrophus Robustus.
Von Koenigswald berhasil menemukan fosil yang hanya berupa tulang tengkorak
anak – anak yang dinamakan Pithecanthrophus Mojokertensis di Jetis dekat
Mojokerto, Jawa Timur. Selanjutnya, pada tahun 1936, Weidenrich menemukan
fosil tengkorak anak yang dinamakan Pithecantropus Robustus di Lembah Sungai
Brantas, Desa Jetis, Mojokerto.
Pithecanthrophus Soloensis
Sedangkan, Pithecanthrophus Soloensis ditemukan di Ngandong, Lembah
Bengawan Solo oleh Von Koenigswald, Ter Harr dan Oppernoorth. Lebih jelasnya,
fosil ini ditemukan di dua tempat yang berbeda oleh Von Koenigswald dan
Oppernoorth di daerah Ngandong dan Sangiran sekitar tahun 1931 – 1933. Adapun
fosil yang ditemukan adalah berupa tengkorang dan juga tulang kering.
Adapun contoh peralatan yang terbuat dari batu yang pernah digunakan oleh
Pithecanthrophus antara lain adalah kapak genggam, kapak penetak, pahat,
genggam, kapak perimbas, dan alat – alat serpih. Dimana peralatan tersebut banyak
ditemukan di sekitaran daerah Pacitan, Jawa Timur.
3. Homo
Homo Soloensis
Jenis fosil ini ditemukan di daerah Ngandong, Lembah Bengawan Solo tepatnya
disekitar sungai Bengawan Solo oleh Von Koeningswald dan Weidenrich antara
tahun 1931 – 1934. Fosil yang berhasil ditemukan hanyalah berupa tulang
tengkorak. Homo Soloensis diperkirakan sudah hidup diantara rentang tahun
900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.
Kehidupannya pun sudah lebih maju dengan adanya berbagai peralatan untuk
bertahan hidup. Sebagian ahli menggolongkan Homo Soloensis dengan Homo
Neanderthalensis. Homo Neanderthalensis sendiri merupakan jenis manusia purba
Homo Sapiens dari Asia, Eropa dan Afrika yang berasal dari lapisan Pleistosen
atas. Selain itu, menurut Von Koegniswald, Homo Soloensis memiliki tingkatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pithecanthrophus Erectus.
Homo Wajakensis
Jenis fosil ini ditemukan oleh Eugene Dubois di Wajak, Tulungagung, Jawa Timur
pada tahun 1889. Fosil yang berhasil ditemukan hanya berupa tulang tengkorak,
rahang bawah dan beberapa ruas tulang leher. Diperkirakan bahwa Homo
Wajakensis merupakan nenek moyang dari ras Australoid yang merupakan
penduduk asli Australia. Adapun ciri – ciri dari Homo Wajakensis antara lain :
Homo Floresiensis
Jenis fosil ini ditemukan oleh tim arkeologi gabungan dari Puslitbang Arkeologi
Nasional, Indonesia dan University Of New England, Australia pada tahun 2003
saat melakukan penggalian di Liang Bua, Flores. Ketika penggalian sudah
mencapai kedalaman lima meter, ditemukan kerangka mirip manusia yang belum
menjadi fosil dengan ukuran yang sangat kerdil. Diperkiran hidup diantara 94.000
– 13.000 tahun SM. Adapun ciri – ciri dari Homo Floresiensi antara lain :
1. Kapak Genggam
2. Kapak Sumatera
Kapak sumatera ini juga dikenal dengan nama pebble. Sesuai namanya, kapak
jenis ini banyak ditemukan di daerah sumatera, khususnya di Sepanjang
Pantai Timur Pulau Sumatra, antara Langsa (Aceh) dan Medan. Sama seperti
kapak genggam, kapak sumatera ini juga terbuat dari batu. Hanya saja, kapak
sumatera atau pebble tersebut terbuat dari batu kali yang dipecah-pecah,
berbentuk bulat serta memilik permukaan yang lebih halus. Kapak ini diduga
merupakan hasil kebudayaan jaman Mesolithikum, dimana manusia pada
waktu itu sudah mulai hidup menetap, namun kadang juga masih berpindah-
pindah atau semi nomaden.
3. Kapak Pendek
Satu lagi jenis yang serupa dengan kapak genggam, yakni kapak pendek. Kapak
pendek ini berbentuk setengah lingkaran dan memiliki sisi yang tajam sehingga
lebih mempermudah untuk memotong daging atau hal-hal lainnya.
Sama seperti kapak sumatera, kapak pendek ini banyak ditemukan di daerah
sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatra. Para peneliti kemudian mencari persebaran
pebble dan kapak pendek sampai ke tempat asal mula ras Papua melanosoide di
teluk Tonkin,Vietnam. Akhirnya ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal
dari Hoabinhian dan Bacsonian,Vietnam Utara.
4. Pipisan
5. Kapak Persegi
6. Kapak Bahu
Kapak bahu adalah sejenis kapak persegi yang pada tangkainya diberi leher
sehingga membentuk botol persegi. Kapak bahu ini ditemukan pada zaman
neolithikum. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa,
Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya
adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini
tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya,
meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.
7. Kapak Lonjong
Kapak lonjong ini terbuat dari batu kali dan memiliki warna yang
kehitam-hitaman. Sama seperti namanya, kapak lonjong ini memiliki
bentuk yang lonjong, ujungnya yang lancip menjadi tempat
tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Ukuran
yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan
Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan
fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi, yakni untuk menggarap tanah,
dan berbagai keperluan lainnya.
8. Sarkofagus
9. Menhir
10. Dolmen
Arca adalah Patung yang terbuat dari batu utuh. Bentuknya ada
bermacam-macam, ada yang menyerupai manusia, kepala
manusia, dan juga hewan. Arca banyak ditemukan di Sumatera
Selatan, Lampung ,Jawa Tengah, dan Jawa Tengah. Arca ini juga
merupakan salah satu sarana penyembahan pada masa praaksara.