Setelah mangkir dari panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri pada 10 Maret 2005,
Pollycarpus akhirnya memenuhi panggilan Mabes Polri pada 14 dan 15 Maret dengan diperiksa
intensif. Pada 18 Maret, Pollycarpus ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Pada 29 Juli 2005,
kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan sidang dimulai pada 9 Agustus 2005.
Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dengan motif pembunuhan demi
menegakan NKRI karena Munir banyak mengkritik pemerintah. Pada 18 November 2005, sidang ke-
20, pemeriksaan Pollycarpus. Pada sidang itu, ia mengatakan bahwa ia tidak pernah mengontak
Munir sebelum penerbangan dan sebenarnya hanya basa-basi memberikan kursi di kelas bisnis. 1
Desember 2005, jaksa menuntut Pollycarpus dengan penjara seumur hidup. Pada 20 Desember 2005,
Pollycarpus terbukti turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan
dokumen. Ia divonis penjara 14 tahun dengan putusan nomor 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST.
"Terdakwa Pollycarpus Budi Hari Priyanto terbukti secara sah dah meyakinkan bersalah
melakukan perbuatan pidana, turut melakukan pembunuhan berencana dan turut melakukan
pemalsuan surat. Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 14 tahun," ujar Ketua
Majelis Hakum Cicut Sutiarso dalam sidang saat itu. Dalam pertimbangan hakim pada putusan itu,
terdapat hal menarik.. "Bahwa terdakwa tidak dapat disebut sebagai orang yang melakukan karena
sesuai petunjuk yang didapat di dalam dakwaan pokok, ternyata racun arsen yang ditaburkan ke
terdakwa ke dalam makanan mie goreng baru bisa dimakan habis oleh Munir karena adanya peranan
orang lain yaitu saksi Oedi Irianto dan Saksi Yeti Susmiarti.
"Bahwa sesuai petunjuk yang didapat dalam pembahasan dakwaan, telah ternyata terdakwa di
dalam melakukan perbuatannya menghilangkan jiwa Munir tidak sendirian, di samping terdakwa
yang ikut merencanakan dan melakukan perbuatan pelaksanaan dengan menaburkan racun arsen ke
dalam makanan mie goreng dan pasta sebagai pilihan makanan di kelas bisnis, masih ada dua orang
yaitu saksi Oedi Irianto dan saksi Yeti Sumiarti yang menyiapkan dan menyajikan makan mie goreng
kepada Munir. Bahwa dipastikan apabila tidak ada kerjasama yang disadari dengan kedua saksi itu,
maka niat dari terdakwa untuk menghilangkan jiwa Munir tidak akan terwujud," ujar
hakim.Pertimbangan hakim dalam putusannya juga menyebutkan bahwa otak di balik tewasnya
Munir bukan hanya Pollycarpus.
"Bahwa berdasarkan pembahasan di atas, pengadilan lebih lanjut berpendapat bahwa yang
mempunyai keinginan menghilangkan jiwa Munir adalah bukan hanya terdakwa secara sendirian,
melainkan masih ada pihak lain yang harus ditemukan melalui penyelidikan yang lebih akurat oleh
aparat penegak hukum yang berwenang untuk itu," ujar Cicut. Selain itu, dalam persidangan
terungkap bahwa Pollycarpus kerap melakukan panggilan telpon dengan pemilik nomor telpon
0811900978, milik Muchdi Purwopranjono, yang saat iu menjabat Deputi V Badan Intelejen Negara.
Sidang juga menemukan fakta bahwa terdakwa mulai 25 Agustus atau waktu sebelum Munir
berangkat ke Amsterdam, kemudian pada 6 September 2004 atau waktu sebelum Munir ke
Amsterdam, 7 September 2004 pukul 10.00 dn 11.00. Waktu terdakwa pulang dari Singapura dan
sudah berada di Jakarta dan Munir dalam perjalanan ke Amsterdam, masih 7 September 2004 pukul
16.49 sampai dengan jam 21.05, saat itu dapat dipastikan telah meninggal dunia, setidaknya terjadi
tidak kurang dari lima kali kontak pembicaraan.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Jejak Pollycarpus di Meja Hijau, dari Mulai
Tersangka hingga Bebas Murni dari Penjara, http://jabar.tribunnews.com/2018/08/29/jejak-
pollycarpus-di-meja-hijau-dari-mulai-tersangka-hingga-bebas-murni-dari-penjara?page=all.