Anda di halaman 1dari 5

Kronologi kasus Munir, aktivis HAM yang diracun di udara.

oto: CNNIndonesia

Jakarta - Munir Said Thalib adalah seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang dibunuh di dalam
pesawat pada 7 September 2004. Munir diracun di udara dalam perjalanannya dari Jakarta menuju
Amsterdam.

Meski sudah 18 tahun berlalu, tetapi kasus ini masih terus menyisakan tanda tanya. Sebab, alasan
mengapa Munir dibunuh dan siapa dalang pembunuhan belum terungkap.

Munir sendiri merupakan salah satu aktivis pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS), lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia,
khususnya penghilangan paksa dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) lain.

Kronologi Kasus Munir 2004-2022

Pada 7 September 2004

Munir meninggal di dalam pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam
untuk melanjutkan kuliah pascasarjana.

Pada November 2004, Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan Munir meninggal akibat racun
arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

Pada 18 Maret 2005

Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot senior Garuda Indonesia resmi ditetapkan sebagai tersangka
kasus Munir bersama dua kru Garuda, yaitu kru pantry Oedi Irianto dan pramugari Yeti Susmiarti.

Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana

Pada Desember 2005 Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut menuntut hukuman penjara seumur hidup
untuk Pollycarpus.

Pada 3 Oktober 2006


Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti
melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Munir.

Polly hanya terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan dan hanya divonis 2
tahun penjara.

Pada 25 Desember 2006

Pollycarpus bebas dari LP Cipinang setelah mendapat remisi susulan 2 bulan dan remisi khusus satu
bulan.

Pada 10 April 2007

Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Indra Setiawan ditetapkan sebagai tersangka baru.

Pada Februari 2008, Indra Setiawan divonis satu tahun penjara di kasus tersebut.

Pada 19 Juni 2008

Muchdi Purwoprandjono (Muchdi Pr) ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Munir. Deputi V
BIN/Penggalangan (2001-2005) itu diduga kuat terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap aktivis
HAM Munir.

Pada 31 Desember 2008

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Muchdi PR bebas murni dari segala
dakwaan.

Pada 10 Juli 2009

MA menguatkan vonis bebas Muchdi PR. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Valerine JL Kriekhof dengan
anggota hakim agung Hakim Nyak Pha dan Muchsin.

Pada 28 Januari 2010


MA menghukum Garuda Indonesia dengan mewajibkan memberikan ganti rugi kepada istri Munir,
Suciwati, lebih dari Rp 3 miliar.

Pada 2 Oktober 2013

Polly mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan MA mengabulkannya dengan mengurangi Pollycarpus
dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara.

Pada 13 Oktober 2016

Presiden Joko Widodo meminta Jaksa Agung HM Prasetyo mengusut kasus Munir lagi.

Pada Februari 2017

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait
dengan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir.

Pada September 2017

Suciwati mengirimkan surat kepada presiden Jokowi. Suciwati menagih janji Presiden Jokowi untuk
menuntaskan kasus kematian suaminya, Munir Said Thalib.

Pada September 2018

Aktivis dari Amnesty International meminta Polri menindaklanjuti hasil penyelidikan dan mendalami
fakta-fakta persidangan kasus Munir yang muncul. Polri juga diminta untuk membentuk tim khusus di
internal Polri dalam penanganan kasus dengan melibatkan beberapa pihak profesional.

Pada September 2019

Koalisi Keadilan untuk Munir mendesak Presiden Jokowi mengumumkan ke publik dokumen hasil
penyelidikan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Hal itu mengacu
pada Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus
Meninggalnya Munir.
Pada September 2020

Lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
menuntut kasus Munir dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat 2004.

Pada 7 September 2022

Komnas HAM resmi membentuk tim ad hoc untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM berat di kasus
kematian aktivis Munir Said Thalib.

Pada 11 September 2022

Heboh di media sosial, Hacker Bjorka membongkar identitas otak pembunuhan aktivis HAM Munir Said
Thalib. Bjorka dan Munir pun menjadi trending topic Twitter pada Minggu (11/9/2022).

Trending topic ini berawal dari netizen yang menantang Bjorka mengungkap kasus pembunuhan Munir
atau Supersemar.

Bjorka lalu mengungkap identitas dalang pembunuh Munir dan melampirkan artikel terkait kasus
tersebut. Bjorka menyebut dalang pembunuh Munir adalah Muchdi Purwopranjono.

Hacker Bjorka kemudian kembali melakukan doxing. Dalam tulisannya, Bjorka mengunggah data pribadi
Muchdi Purwopranjono, mulai dari nomor telepon, email, NIK, nomor KK, alamat, hingga data vaksin.

Usai Bjorka mengunggah data pribadi Muchdi Purwopranjono, tak sedikit netizen yang meragukan aksi
Bjorka.

Nah, itulah kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.

KESIMPULAN

Kasus pembunuhan terhadap munir terjadi pada 7 September 2004. Kasus ini digolongkan dalam kasus
pelanggaran HAM yang berat karena telah melakukan tindak pidana pembunuhan yang berarti
merenggut nyawa seseorang. Akibat dari kasus ini adalah meledaknya kasus kasus HAM yang terjadi di
Indonesia karena Munir sendiri adalah seorang aktivis HAM yang menentang keras pemerintahan pada
masa itu karena kasus kasus pelanggaran HAM yang sebelumnya telah ada di Indonesia tidak
terselesaikan dengan baik.Oleh karena itu Munir yang seorang aktivis HAM dibunuh karena dianggap
meresahkan NKRI karena telah mengkritik pemerintahan dengan keras. Pelaku pada pembunuhan
berencana ini adalah Pollycarpus yang dibantu dengan 2 kru pesawat lainnya yaitu krupentry Oedi
Irianto dan pramugari Yeti Susmiarti serta menyeret pula salah satu petinggi TNIyaitu Mayor Jenderal
(Purn) Muchdi Purwoprandjono. Meskipun demikian Muchdi menyangkal memiliki hubungan dengan
Pollycarpus. Dari kejadian ini Pollycarpus mendapatkan hukuman 14 Tahun penjara karena telah
melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dengan cara memasukkan racun arsenik ke dalam
mie goreng yang disantap Munir saat penerbangan menuju Singapura. Namun Pada 3 Oktober 2006 MA
mengeluarkan keputusan kasasi yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan tindak pidana
pembunuhan berencana terhadap Munir. Polly hanya terbukti bersalah menggunakan surat dokumen
palsu untuk perjalanan. Polly lantas hanya divonis 2 tahun penjara.Tetapi pada 25 Januari 2007 MA
mengabulkan permohonan PK yang diajukan kejaksaan terkait pembunuhan aktivis HAM Munir. Polly
divonis 20 tahun penjara. Ia menyatakan akan mengajukan PK atas putusan PK tersebut. Sedangkan
Muchdi dibebaskan murni dari segala dakwaan yang didakwakan kepadanya. Pada pihak Garuda sendiri
mewajibkan memberikan ganti rugi kepada Suciwati lebih dari Rp 3 miliar.

Anda mungkin juga menyukai