Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pada masa interglansial (es mencair) karena naiknya suhu udara, permukaan air
laut naik. Hal ini menyebabkan wilayah Indonesia dipisahkan oleh lautan dengan
wilayah daratan asia dan Australia. Berkas daerah Asia menjadi dasar lautan dengan
Paparan sunda, sedangkan berkas daratan yang menghubungkan Indonesia timur
dengan Australia Disebut Paparan Sahul. Penemuan manusia purba diawali dengan
kegiatan excavasi / penggalian di tempat-tempat yang diyakini terdapat fosil-fosil
manusia purba. penggalian dilakukan dengan teknik arkeologi agar fosi tidak
mengalami kerusakan. setelah digali, maka fosil akan dibersihkan dengan bahan-bahan
kimia tertentu, agar unsur-unsurnya tdk mengalami kerusakan. Langkah selanjutnya
adalah merekonstruksi / menyusun lagi fosil-fosil seprti pada saat ditemukan.
Penelitian ilmiah mengenai fosil dimulai pada akhir abad ke-19. Penelitian
Paleoantropologi manusia purba di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu
1889-1909, 1931-1941, dan 1952 hingga sekarang.
Eugone Dubois menduga bahwa manusia purba pasti hidup di daerah tropis.
Menurutnya, hal ini disebabkan perubahan iklim sepanjang sejarah tidak banyak dan di
daerah tropis pula monyet serta kera masih banyak yang hidup. Ketika datang ke
Indonesia, Eugone Dubois mulai menyelidiki gua-gua di Sumatera Barat. Namun, hanya
tulang-tulang subresen yang ditemukan.
Penemuan Eugena Dubois : Dia adalah yang pertama kali tertarik meneliti
manusia purba di Indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von
Reitschoten yang menemukan tengkorak di Wajak, Tulung Agung.yang menyebabkan
Dubois memindahkan kegiatan penelitiannya ke daerah Jawa. Fosil kiriman itu dinamai
Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo Sapien (manusia yang sudah berpikir
maju). homo sapiens dengan isi volum otak kira-kira 1450 cm kubik hidup sekitar
15.000 hingga 150.000 tahun yang lalu. Temuan Dubois pertama, 1889, berupa fosil
atap tengkorak Pithecanthropus Erectus (phitecos = kera, Antropus Manusia, Erectus
berjalan tegak) ditemukan di daerah Trinil, pinggir Bengawan Solo, dekat Ngawi, , tahun
1891. Volume otak Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik.
Bagian tulang-belulang fosil manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang
rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang tengkorak.Temuan lainnya adalah
Pithecanthropus Mojokertensis, ditemukan di daerah Mojokerto dan Pithecanthropus
Soloensis, ditemukan di daerah Solo.
Wilayah Indonesia terbentuk pada zaman Pleistosen. Sebelum zaman es atau

Wilayah Indonesia bagian barat menjadi satu dengan daratan Asia, Wilayah Indonesia
bagian timur menjadi satu dengan daratan Australia.Hal ini mempengaruhi kehidupan

plora dan pauna yang ada di Indonesia.

Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia

mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan

begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil- fosil yang ditemukan.

Makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai fosil- fosil

manusia purba yang ditemuakan di Indonesia. Penemuan –penemuan terbaru juga

termasuk di dalamnya. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan fosil

terbaru yang ditemukan seperti Homo Moernman.

Dalam hal penemuan manusia purba, Indonesia menempati posisi yang penting,

sebab fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia berasal dari semua kala

Plestosen. Sehingga nampak jelas perkembangan fisik manusia purba tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Kehidupan awal di Indonesia


Keberadaan masyarakat awal Indonesia duiketahui dan di dukung oleh beberapa

teori dan pendapat dari para ahli. Teori-teori tentang awal kehidupan di Indonesia

dikasifikasikan menjadi dua macam yaitu :

Teori yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan imigrasi atau perpindahan

penduduk dari daratan asia. Teori ini didasarkan pada perbandingan bahasa, karena

bahasa yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanesia,Micronesia, yang


berawal dari satu bahasa yang bernama bahasa Austronesia maupun perbandingan

hasil kebudayaan yang ditemukan. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh H. Kern,

Brandens, dan Von Hiene Gldern.

Von Hiene Gldern

Teori yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia dari daerah Indonesia

sendiri. Hal ini di buktikan dengan penemuan fosil dan artefak-artefak tertua dengan

jumlah terbanyak yang ditemukan di daerah Indonesia. Pendapat ini di kemukakan oleh

Prof. Moh. Yamin.

Beberapa paktor yang megemukakan pendapat tentang asal usul bangsa Indonesia ,

di antaranya:

a. Max Muller, Menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Daerah asia

Tenggara.

b. Prof. Dr. H. Kern, Menyatakan bahwa bansa Indonesia berasal dari daerah

Cempaka, Kochin, Cina, dan kamboja.

c. William Smith, asal usul bangsa Indonesia diketahui melalui pengunaan bahasa

oleh bangsa Indonesia, Bahasa yang ada di di bedakan atas: Bangsa yang

berbahasa Togon, Bangsa yang berbahasa Jerman, dan Bangsa yang

berbahasa Australia, (Austro-asiua dan Austronesia (yang mendiami wilayah

Indonesia , Melanesia, dan polinesia).


d. Hogen, Menyatakan bahwa yang mendiami daerah pesisir melayuberasal dari

daerah Sumatra.

e. Drs. Moh. Ali, Menyatakan bahwa bangsa Indonesia barasal dari yunani

f. Prof. dr. Kroom, menyatakan bahwa bangsa Inedonesia berasal dari daerah Cina

Tengah.

g. Mayundar, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari yang berhasa

Austreonesia. Berasal dari india yang menyebar ke Indonesia, Cina, terus ke

daerah Indonesia dan Pasifik.

h. Prof. Moh. Yamin, Mengemukakan sesuatu peryatan tentang “Blood undbreden

unchro”, Yang berarti daerah dan tanah Indonesia berasal dari Indonesia sendiri.

Dengan kata lain , Moh. Yamin menentang semua pendapat dari para ahli.

Meskipun demikian, Beberapa ahli berpendapat bahwa masyarakat awal yang

menepati wilayah Indonesia termasuk bangsa melayu (Nenek moyang bangsa

Indonesia) yang dapat dibedakan menjadi dua, Yaitu :

Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua)

Bangsa proto Melayu (Melayu Tua) diperkirakan datang ke Indonesia kurang lebih

tahun 1.500 SM melalui dua jalur, yakni jalur barat melalui semenanjung melayu ke

Sumatra dan tersebar ke Indonesia dan jalur Timur melalui korea, Jepang, Filipina,

Sulawesi dan tersebar ke Indonesia. Kebudayaan yang di bawa oleh bangsa proto

melayu adalah kebudayaan Neolitikum, diantaranya yng dominan, yaitu kapak

lonjong dan kapak persegi

Bangse Deutro Melayu (Melayu Muda)

Bangsa Deutro Melayu (melayu Muda) di perkirakan datang ke Indonesia Dari

daratan Asia kurang lebih tahun 500 SM. Kebudayan yang dibawa adalah kebudayan

yang terbuat dari logam, khususnya dari perungu, antara lain kapak corong, nekara,

moko, dan candrasa. Dalam membuat alat mengunakan tehnik cire perdue bivalve.

B. Asal Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia


Kehidupan manusia di mana pun dia berada, tidak pernah terlepas dari alam
yang melingkunginya. Interaksi antara manusia dengan alam itulah yang bisa
mendorong lahirnya kebudayaan. Oleh karena itu, cara paling baik untuk mengetahui
bagaimana kehidupan manusia pada masa-masa awal, bisa dimulai dengan
menganalisis struktur dan umur bumi. Dan hal ini bisa diawali dengan meneliti fosil yang
ditemukan. Dari situlah, kita bisa mengetahui seperti apa wujud manusia, kapan dia
hidup, berapa umurnya, dan bagaimana bentuk kebudayaannya.
Untuk bisa mengetahui bagaimana karakteristik bumi dari zaman ke zaman itu, kita
perlu bantuan ilmu geologi dan geografi. Menurut ilmu geologi, bumi itu dibagi menjadi
beberapa zaman.

a. Zaman Arkhaicum atau Zaman Tertua


Periode mi terjadi kira-kira beberapa puluh juta tahun Sebelum Masehi. Zaman
ini berlangsung kira-kira 2500 juta tahun yang lalu. Pada masa ini, belum ada
binatang-binatang yang bertulang, yang hidup hanyalah binatang-binatang
rendah.
b. Zaman Palaeozoicum atau Zaman Pertama
Periode ini terjadi kira-kira 340 juta tahun Sebelum Masehi. Hidup pada masa ini
ikan dan binatang yang hidup di darat maupun di air.
c. Zaman Mesozoicum atau Zaman Kedua
Periode ini terjadi kira-kira 140 juta tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini telah
hidup binatang reptil yang besar, ikan-ikan yang besar, dan beberapa binatang
yang menyusui.

3. Zaman Neozoicum
Zaman ini terbagi lagi menjadi beberapa zaman, yaitu:
a. Zaman Ketiga
Periode ini terjadi kira-kira 60 juta tahun yang lalu. Pada periode ini, sudah banyak
ditemukan binatang menyusui. Bahkan pada akhir zaman ini sudah, ada beberapa
kera seperti manusia, misalnya gorila, orang utan, dan se-bagainya.
b. Zaman Keempat
Periode ini terjadi kira-kira 600.000 tahun yang lalu. Manusia dipastikan telah ada
pada masa ini. Zaman ini terbagi menjadi dua periode, yaitu Diluvium atan zaman es
dan Alluvium yaitu zaman yang kita alami sekarang, yang terdiri atas diluvium tua,
tengah, dan muda. Dalam ilmu Geologi, zaman diluvium disebut juga zaman
pleistosen atau zaman glasial atau zaman es. Sedangkan zaman alluvium disebut
juga zaman Holosen di mana mulai hidup Homo sapiens.
Kepulauan Indonesia sendiri pada zaman pleistosen yaitu saat manusia telah
hidup dan berkembang, masih bersatu dengan daratan Asia Tenggara. Coba kamu
amati peta Asia Tenggara pada zaman pleistosen. Karena air yang ada di Kutub Utara
dan Selatan membeku hingga sampai ke lintang 60°, maka permukaan air laut turun
sampai 70 meter dari keadaan sekarang. Salah satu akibatnya adalah wilayah
Indonesia bagian barat bersatu dengan daratan atau kontinen Asia dan wilayah
Indonesia bagian timur bersatu dengan Benua Australia. Kamu tentu bisa
menghubungkan fenomena ini dengan kemiripan flora dan fauna yang ada di kedua
bagian Indonesia itu, dengan yang ada di kedua benua tersebut. Kebanyakan binatang
yang ada di Indonesia bagian barat mempunyai kesamaan dengan yang ada di daratan
Asia, sementara yang berada di kawasan Indonesia Timur mempunyai kemiripan
dengan binatang yang ada di Benua Australia. Mungkinkah fenomena itu juga bisa
digunakan untuk merunut asal usul manusianya?

C. Perkembangan Manusia Purba di Indonesia


1. Jenis Manusia Purba di Indonesia
Seperti telah kamu ketahui, bahwa manusia purba itu mempunyai bentuk dan
sifat yang berbeda bila di-bandingkan dengan manusia zaman sekarang. Tengkorak
manusia purba cenderung lebih kecil namun memanjang, rahangnya tebal namun tidak
berdagu serta tidak mempunyai dahi. Perbandingan semacam ini bisa kita peroleh
setelah kita menganalisis serangkaian penemuan fosil, baik yang berupa tengkorak
maupun tulang-tulang anggota badan lainnya.
Begitu pula saat kita nanti mendeskripsikan hasil-hasil budayanya. Data-data tentang
hasil budayanya itu bisa kita peroleh setelah kita menganalisis fosil yang berwujud
beragam bentuk peralatan yang diduga pernah mereka gunakan. Lalu, untuk
menentukan usia fosil itu kita harus menganalisis lapisan bumi di ' mana fosil itu
ditemukan, tentu dengan bantuan ilmu Geologi. Dengan cara inilah, kita sekarang bisa
mengklasifikasi jenis dan budaya manusia purba di Indonesia.
Penemuan manusia purba di Indonesia terjadi pada akhir abad XIX. Bermula dari
dugaan Eugene Dubois bahwa manusia purba, monyet, dan kera itu biasanya hidup di
daerah tropis, karena iklimnya tidak banyak mengalami perubahan. Ada tiga dasar teori
yang digunakan Dubois sebagai acuan. Teori pertama, bahwa pencarian missink link
dalam evolusi manusia berasal dari daerah tropik. Alasannya, berkurangnya rambut
pada tubuh manusia purba hanya bisa terjadi pada daerah tropika yang hangat. Teori
kedua, Dubois mencatat bahwa dalam dunia binatang, umumnya mereka tinggal di
daerah geografis yang sama dengan asal nenek moyangnya. Dari segi biologi, hewan
yang paling mirip dengan manusia adalah kera besar. Oleh karena itu, Dubois menduga
bahwa nenek moyang kera besar mempunyai hubungan kekerabatan (kinship) dengan
manusia. Teori ketiga, Dubois percaya bahwa Asia Tenggara merupakan asal usul
manusia. Alasannya, di sana ada orang utan dan siamang.
Penelitian pun dilakukan oleh sejumlah peneliti luar negeri di berbagai tempat.
Secara umum penelitian itu terbagi menjadi tiga tahap yaitu periode 1889-1909, periode
1931-1941, serta periode 1952 sampai sekarang. Dunia ilmu pengetahuan (terutama
Palaeoantropologi dan ilmu Hayat) menjadi gempar saat tahun 1889 Dubois berhasil
menemukan sejumlah fosil atap tengkorak di Wajak, Tulungagung, Kediri, yang
kemudian diikuti dengan penemuan-penemuan lain di Kedungbrubus dan Trinil. Fosil itu
disebut dengan Pithecanthropus erectus.
Namun sayangnya, sebagian besar fosil tersebut kini tersimpan di Leiden, Belanda.
Fosil lain berhasil ditemukan oleh ter Haar, Oppenoorth, dan von Koenigswald di
Ngandong, Blora, antara tahun 1931-1933, berupa tengkorak dan tulang kering yang
disebut Pithecanthropus soloensis. Pada tahun 1936-1941, von Koenigswald kembali
berhasil menemukan fosil rahang dan gigi yang bemkuran besar serta tengkorak
manusia purba di Sangiran, yang kemudian disebut Meganthropuspalaeojavanicus.
Selanjutnya, penelitian pascakemerdeka-an banyak melibatkan ahli-ahli Indonesia,
terutama di kawasan Sangiran. Berikut ini adalah jenis manusia purba di Indonesia.
a. Meganthropus atau Manusia Raksasa
Meganthropus berasal dari kata mega yang berarti besar dan anthropus yang
berarti manusia. Memang, apabila fosil makhluk itu kamu amati, pasti kamu akan
terperangah: besar rahang bawahnya melebihi rahang gorila laki-laki. Fosilnya yang
terdiri atas rahang bawah, rahang atas,''serta gigi-gigi lepas ditemukan oleh von
Koenigswald di Pucangan tahun 1936-1941, dalam lapisan bumi pleistosen tua.
Fosil ini kemudian disebut Meganthropus Paleojavanicus atau manusia besar dari Jawa
zaman kuno.
Selanjutnya, rahang bawah yang lain ditemukan oleh Marks di Kabuh tahun 1952.
Namun, sejauh ini di kalangan ilmuwan nasih merasa kesulitan untuk menempatkan
Meganthropus di dalam evolusi manusia. Apakah tergolong Pithecanthropus, Homo,
atau Australopithecusl. Pakar palaeoan-tropologi kita, Prof. Dr. Teuku Jacob,
berpendapat bahwa Meganthropus me-rupakan bentuk khusus (yang lebih besar) dari
Pithecanthropus. Alasan teorinya adalah ia berevolusi dengan cara adaptif, akibat
pengaruh lingkung-an alam'pada masa tertentu. Mungkin, seandainya rahang bawah itu
ditemukan bersama-sama dengan rahang atas dan tengkoraknya, misteri kehidupan
Meganthropus baru bisa terbuka.

b. Pithecanthropus atau Manusia Kera


Pithecanthropus berasal dari kata pithekos yang berarti kera dan anthropus yang
berarti manusia. Kebanyakan fosil jenis inilah yang berhasil ditemukan di Indonesia.

Mereka hidup pada zaman pleistosen awal, tengah, dan akhir. Makhluk ini
mempunyai ciri-ciri tinggi badannya 165-180 cm, tubuh dan badannya tegap,
gerahamnya masih besar, rahangnya kuat, tonjolan kening tebal (melintang pada dahi
dari pelipis ke pelipis), tonjolan - belakang kepalanya nyata, belum berdagu, serta
berhidung lebar. Volume otaknya berkisar antara 750 sampai 1.300 cc.
Makhluk jenis Pithecanthropus juga ditemukan di kawasan yang lain. Di Cina Selatan
ditemukan Pithecanthropus lautianensis dan di Cina Utara disebut Pithecanthropus
Pekinensis. Mereka hidup 800.000 hingga 500.000 tahun yang lampau. Makhluk sejenis
juga ditemukan di Tanzania, Kenya, dan Aljazair di Afrika, serta di Eropa seperti di
Jerman Barat, Jerman Timur, Prancis, Yunani, dan Hongaria. Namun, kebanyakan
ditemukan di Indonesia. Ada beberapa jenis manusia purba yang tergolong ke dalam
Pithecanthropus, antara lain sebagai berikut.
1) Pithecanthropus Mojokertensis ( Manusia Kera dari Mojokerto)
Jenis ini diduga merupakan manusia purba tertua yang ada di Indonesia dan ditemukan
tahun 1936 di Pucangan serta Mojokerto, berupa tengkorak anak-anak berusia 6 tahun.
Isi otaknya berkisar 650 cc. Fosil ini ke-mudian disebut Pithecanthropus mojokertensis
atau Pithecanthropus robustus (robustus artinya besar). Dari hasil penelitian, bisa di-
simpulkan bahwa makhluk ini hidup pada 2,5 sampai 1,25 juta tahun yang lampau.
Makhluk ini mempunyai spesifikasi: berbadan tegap, tonjolan keningnya tebal, tulang
pipinya kuat, dan mu-kanya menonjol ke depan. Makhluk ini hidup bersama-an dengan
Meganthropus, namun sulit menghubung-kan evolusi keduanya.
2) Pithecanthropus Erectus (Manusia Kera yang Berjalan Tegak)
Jenis ini merupakan generasi kedua manusia purba di Indonesia. Yang fenomenal dari
jenis ini adalah selain fosilnya ditemukan paling awal, juga memiliki wilayah penyebaran
yang cukup luas. Fosil jenis ini terdiri atas atap tengkorak, tulang paha, serta beberapa
fragmen tulang paha yang ditemukan di Trinil tahun 1891. Fosil ini merupakan
kepunyaan laki-laki dengan isi otak kira-kira 900 cc. Dari penelitian terhadap
tengkoraknya, Dubois member! nama Pithecanthropus atau manusia kera dan dari
tulang pahanya ia member! nama erectus atau berjalan tegak. Tidak kurang dari 23
jenis fosil berhasil ditemukan di berbagai daerah di kawasan Sangiran. Maka, tidak
aneh bila fakta dan cerita tentang kehidupan Pithecanthropus lebih banyak kita peroleh
dibandingkan dengan manusia purba dari jenis yang lain. Misalnya, makhluk ini hidup
sekitar sejuta hingga setengah juta tahun yang lalu, mempunyai tinggi badan 160-180
cm dengan berat badan 80 sampai 100kg.
Yang membedakan Pithecanthropus erectus dengan Pithecanthropus Mojokertensis
adalah besar isi tengkorak, tebal atap tengkorak, bentuk tonjolan belakang kepala dan
tonjolan kening, serta daerah telinga. Dari fosi1 Pithecanthropus orectus yang berhasil
ditemukan, kebanyakan berjenis kelamin laki-laki. Diduga jenis perempuannya banyak
yang meninggal saat kehamilan dan persalinan.
3). Pithecanthropus Soloensis (Manusia Kera dari Solo)
Nama Pithecanthropus soloensis diberikan oleh ilmuwan kita Prof. Dr. Teuku Jacob
setelah meneliti 14 jenis fosi1 dari Desa Ngandong di Lembah Bengawan Solo sebelah
utara Trinil. Jenis ini merupakan generasi ketiga manusia purba di Indonesia. Dari
penemuan fosil yang ada di Sangiran dan Sambungmacan, makhluk ini mempnnyai ciri
khas: volume otak 1.000 sampai 1.300 cc, tengkoraknya lonjong, tebal dan masif,
tonjolan keningnya cukup nyata, dahinya lebih terisi, serta tengkoraknya lebih tinggi
dibanding kedua manusia terdahulu. Tanda-tanda yang lain adalah akar hidungnya
lebar dan rongga matanya sangat panjang, tinggi badannya 165 sampai 180 cm, serta
tulang keringnya tegap. Dari identifikasi ini bisa disimpulkan bahwa meskipun letak
kepalanya di atas tulang belakang, namun belum seperti letak kepala manusia saat ini.
Pithecanthropus soloensis yang hidup kira-kira 900.000 hingga 300.000 tahun yang lalu
itu, secara evolutif lebih dekat dengan Pithecanthropus Mojokertensis dibandingkan
dengan Pithecanthropus Erectus.
Para ilmuwan menduga bahwa kedua makhluk itu memang mem-punyai kaitan dalam
hal evolusi. Yang membedakannya dengan kedua manusia purba terdahulu adalah
besarnya tengkorak, tonjolan kening, dan tonjolan belakang kepala, daerah telinga dan
daerah hidung. Hanya saja, volume otaknya semakin bertambah, demikian pula otak
kecilnya. Kamu tentu mengetahui apa dampak yang muncul di balik berkembangnya
volume otak ini. Dengan otak yang semakin berkembang itu, Pithecanthropus Soloensis
mulai menemukan dan mempunyai cara hidup yang baru. Perubahan inilah yang
menyebabkan berkembangnya kebudayaan manusia-manusia purba di Indonesia. Oleh
karena itu, ada beberapa ahli yang mengelompokkan Pithecanthropus Soloensis ini ke
dalam kelompok Homo Neandertalensis. Bahkan, ada pula yang memasukkan-nya ke
dalam kelompok Homo Sapiens. Namun, sejauh ini para ilmuwan belum mencapai
kesepakatan.
4) Homo ( Manusia)
Jenis Homo ini mulai mendekati dengan bentuk manusia. Hidup pada zaman pleistosen
muda. Sementara itu, dari serangkaian fosi1 yang ditemukan diduga mereka hidup
200.000 tahun yang lalu. Selain banyak jumlahnya dan ditemukan di berbagai tempat,
fosilnya tidak hanya berupa tengkorak melainkan juga berupa kerangka yang lengkap.
Ada beberapa jenis manusia purba dari kelompok Homo ini, antara lain sebagai berikut.
a). Homo Neandertalensis (Manusia dan Lembah Neander)
Fosil makhluk ini ditemukan tahun 1856 di Lembah Sungai Neander dekat Kota
Dusseldorf, Jerman. Fosil sejenis juga ditemukan di Francis, Belgia, Jerman, Italia,
Yugoslavia, serta berbagai negara di Eropa. Di Palestina, fosil itu ditemukan di Gua
Tabun dekat Mount Carmel, sehingga disebut HomoPalestinensis. Semula, makhluk ini
hanya dianggap sebagai evolusi manusia yang kandas. Namun, setelah penemuan
Homo neandertalensis, para ilmuwan sepakat bahwa makhluk ini merupakan nenek
moyang salah satu ras manusia.
Yang cukup mengagumkan dari penemuan fosil-fosil ini adalah ditemukan-nya beragam
peralatan batu dan sisa-sisa kebudayaan lama di dekat lokasi fosil. Hal itu
menunjukkan, bahwa tingkat kehidupan mereka sudah akrab dengan kebudayaan.
Bahkan, di Eropa sering ditemukan bekas-bekas api di sekitar penemuan fosil, yang
diduga sebagai solusi atas dinginnya iklim di daerah Glasial. Dari penelitian terhadap
peralatan yang berhasil ditemukan menunjukkan bahwa mereka sudah berburu.
Peralatan batu selain digunakan untuk senjata juga digunakan untuk memotong.
b). Homo Sapiens (Manusia Sekarang)
Generasi pertama dari manusia sekarang mula-mula hidup pada lapisan pleistosen
muda atau zaman glasial terakhir (sekitar 80.000 tahun yang lampau). Mulai saat itu,
tidak ditemukan lagi makhluk-makhluk dari dua jenis terdahulu. Karena sejak zaman
holosen, fosil manusia yang berhasil ditemukan menunjukkan perbedaan empat ras
pokok yang saat itu ada di muka bumi. Keempatnya sebagai berikut.
(1) Ras Australoid yang kini sisa-sisanya bisa kamu temukan di pedalaman Benua
Australia. Fosil manusia dari jenis ini ditemukan oleh Rietschoten tahun 1889 di Desa
Wajak Kab. Tulungagung Jawa Timur, di Lembah Sungai Brantas dalam lapisan
pleistosen muda. Fosil ini berupa tengkorak, fragmen rahang bawah, dan beberapa
buah ruas leher. Pada tahun berikutnya ditemukan pula fragmen tulang tengkorak,
rahang atas dan bawah serta tulang paha dan tulang kering. Dari hasil penelitian
terhadap fosil itu diperoleh beberapa kesimpulan. Tengkorak manusia ini tergolong
besar dengan volume otak 1.630 cc, mukanya datar dan lebar. Akar hidungnya lebar,
dahinya agak miring, di atas rongga mata ada busur kening yang nyata. Tinggi manusia
itu kira-kira 173 cm diteliti dari tulang pahanya. Manusia yang kerrtudian disebut Homo
Wajakensis itu diperkirakan hidup 40.000 tahun yang lampau, tersebar di Paparan
Sunda dan sebagian Indonesia Timur.
Prof. Dr. Teuku Jacob mengajukan sebuah teori, bahwa di daerah Papua (Irian Jaya),
telah berkembang suatu ras khusus dari ras Wajak dan menjadi nenek moyang
penduduk asli Australia sekarang. Salah satu kemungkinan mengapa terjadi arus
migrasi dari Irian ke Australia adalah, masih utuhnya daratan di kedua bagian bumi itu.
Laut saat itu belum terbentuk, sehingga mobilitas manusia bisa merambah ke wilayah
yang luas. Nah, dari sinilah kita bisa merunut mengapa ras Wajak mampu menyebar
hirigga ke Irian. Bahkan, menurut Teuku Jacob, dari ras Wajak ini pulalah berkembang
menjadi penduduk Irian dan Melanesia.
(2) Ras Mongoloid adalah ras yang paling besar jumlahnya dan luas wilayah
penyebarannya, bahkan hingga saat ini. Fosil manusia dari jenis ini ditemukan di Gua
Chou-Kou-Tien (sebelah barat Beijing) Tiongkok antara tahun 1927 dan 1937. Fosil
yang berhasil ditemukan itu membuktikan bahwa manusia ini memiliki kemiripan
dengan Pithecanthropus yang ada di Indonesia. Fosil ini kemudian diberi nama
Pithecanthropus pekinensis. Dari hasil penelitian terhadap fosilnya, diperoleh data
bahwa ternyata tengkoraknya lebih besar bila dibandingkan dengan Pithecanthropus
Erectus, dengan volume otak kira-kira 900 hingga 1.000 cc. Berarti volume otaknya
telah mendekati volume otak manusia sekarang. Apalagi di sekitar penemuan fosilnya
ditemukan serangkaian peralatan yang menunjukkannya telah memiliki kebudayaan.
Bermula dari manusia inilah, kemudian berkembang menjadi beragam ras Mongoloid di
Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Utara, Asia Timur Laut, bahkan hingga
Benua Amerika Utara dan Selatan. Mereka diperkirakan hidup antara 40.000 hingga
30.000 tahun yang lampau. Kamu kini tentu bisa merunut, bangsa-bangsa mana
sajakah yang nenek moyangnya berasal dari Pithecanthropus Pekinensis ini.
(3) Ras Kaukasoid yang menjadi cikal bakal bangsa-bangsa di Eropa, Afrika bagian
utara Gurun Sahara, Asia Barat Daya, Australia serta Benua Amerika Utara dan
Selatan. Fosil manusia yang berhasil ditemukan di Desa Les Eyzies, Dordogne di
Prancis, diperkirakan berasal dari 60.000 tahun yang lampau. Fosil manusia yang
menjadi nenek moyang penduduk Eropa sekarang itu kemudian disebut Homo Sapiens
Cromagnonensis. Fosil yang ditemukan itu mempunyai bentuk yang indah, tinggi, dan
besar, mukanya selaras dengan bentuk dahinya. Sisa-sisa manusia ini bisa dijumpai
pada bangsa Kabyl di Afrika Utara.
(4) Homo Sapiens yang mula-mula menunjukkan ciri-ciri ras Negroid, ditemukan di
Asselar sebelah timur laut Timbuktu (di tengah-tengah Gurun Sahara). Fosil manusia ini
oleh para ahli palaeoantropologi diberi nama Homo Sapiens Asselar, diperkirakan
hidup 14.000 tahun yang lampau. Ras Negroid ini dianggap oleh para peneliti manusia
purba sebagai ras manusia yang paling muda
Dari keempat jenis nenek moyang ras itulah, manusia berevolusi dan berkembang biak
menjadi besar serta beragam sifatnya. Masing-masing ras mempunyai spesifikasi dan
membentuk satuan sosial sendiri-sendiri.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
. Wilayah Indonesia terbentuk pada zaman Pleistosen. Sebelum zaman es atau

Wilayah Indonesia bagian barat menjadi satu dengan daratan Asia, Wilayah Indonesia

bagian timur menjadi satu dengan daratan Australia.Hal ini mempengaruhi kehidupan

flora dan fauna yang ada di Indonesia.

Sejarah perkembangan manusia di Indonesia dibagi menjadi beberapa zaman

yaitu :
Zaman Arkhaicum atau Zaman Tertua
Zaman Palaeozoicum atau Zaman Pertama
Zaman Mesozoicum atau Zaman Kedua
Zaman Keempat
Zaman Ketiga
Zaman Neozoicum

DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.sejarahmanusia purba Indonesia.com

Samyudin B, Sejarah Umum Indonesia. CV Genang Pustaka. Surabaya.2009

Wijayanto S. Kehidupan Prasejarah dan Sejarah. CV Buana Pustaka.Jakarta.2000


MAKALAH
SEJARAH KEHIDUPAN AWAL
MASYARAKAT INDONESIA
DISUSUN OLEH :

MADE BEYUAN RAMAHIANG


KELAS : X C

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………..……….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………..………….………. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... iii


BAB I PENDAHULUAN …………………………………..…………… 1

BAB II PEMBAHASAN………...……..………………………………... 3

BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA....……………………………….……………...………. 14

KATA PENGANTAR

Rasa puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu tersusunnya makalah ini. Penyusun sangat menyadari atas keterbatasan

kemampuan penyusun dalam menyusun makalah ini, sehingga kritik dan saran demi

perbaikan masa yang akan datang sangat diharapkan.


Seperti kata pepatah”Tiada Gading Yang Tak retak”.

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai