Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH INDONEISA

“Awal Kehidupan Manusia Indonesia”

Dibimbing Oleh :Pak Suharno, S.Pd

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV KELAS X IPA

1. IMELSA ISMARETA

2. NIA MAHARANI

3. M. FARHAN

4. MAGFIRA ARSINTA

MAN 3 SUMBAWA

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


A. PERKEMBANGAN BUMI DAN MUNCULNYA MAKHLUK HIDUP

1. Asal Usul Bumi Dan Makhluk Hidup

Para ilmuwan meyakini asal mula terbentuknya alam semesta (termasuk bumi) adalah
terjadinya BIGBANG (ledakakn Dahsyat) sekitar 13,7 miliyar juta tahun yang lalu. ledakan
ini mengeluarkan materi yang jumlahnya sangat banyak. kemudian materi-materi ini mengisi
alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis,meteor,energi dan partikel
lainnya

Menurut teori geologi,yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bumi secara
keseluruhan, proses perkembangan bumi dibagi menjadi empat tahapan masa. yaitu :

a). Masa Arkhaekum

Masa ini merupakan masa yang paling tertua. pada masa ini belum ada tanda-tanda
kehidupan karna tempratur bumi ini masih sangat panas sehingga tidak memungkinkan
adanya kehidupan.

b). Masa Paleozoikum

Pada masa ini kondisi bumi sudah mulai stabil dan secara menyeluruh sudah mulai terlihat
tanda-tanda kehidupan berupa makkhluk bersel satu yang dikenal dengan nama
mikroorganisme, hewan sejenis ikan tak berahang (trilonta), hewan amfibi (binatang yang
hidup didua tempat) dan beberapa jenis tumbuhan ganggang. oleh sebab itu masa ini
dinamakan masa PRIMER (zaman kehidupan pertama)

c). Masa Mesozoikum

Bisa juga dinamakan zaman SEKUNDER (zaman kehidupan kedua) pada masa ini mulai
uncuul hewan bertubuh besar, seperti gajah purba (marmut), hewan rwptil, dan dinasaurus,
dan juga enjelang berakhirnya masa ini mulai muncul berbagai jenis burung, dan binatang
menyusui (mamalia)

d). Masa Nesozoikum

Masa ini dibedakan menjadi dua zaman yaitu :

1). Zaman Tersier

Zaman ini berlangsung sekitar 60 tahun yang lalu. hal yang terpenting adalah munculnya
jenis primata seperti kera

2). Zaman Kuarter

Zaman ini dibagi menjadi dua kala, Yaitu kala Pleistosen / Divilium dan kala
Holosen/Aluvium. pada kala Pleistosen diperkirakan anusia purba mulai muncul dan kala
Holosen manusia telah berkembang menjadi lebih sempurna yaitu jenis Homo sapiens
dengan ciri-ciri seperti manusia sekarang
2. Perkembangan Makhluk Hidup

*Teori Harol Urey

Hidup terjadi pertama kali diudara (atosfer). Atmosfer terbentuk karna adanya molekul-
molekul CH4,NH4,Dan H2O dan karna adanya loncatan listrik akibat halilintar dan sinar
kosmik, terjadilah asam amino yang meyakinkan adanya kehidupan

*Teori Charles Darwin

Semua kehidupan memiliki leluhur yang sama, sejarah kehidupan dibumi di miripkan sebuah
pohon besar yang awalnya adalh batang tunggal berupa sel-sel pertama yang sederhana,
spesies-spesies baru yang bercabang dari batang tunggal dan terbagi menjadi dahn-dahn atau
family tumbuhan dan binatang yang hidup sekarang, salah satu spesies binatang yaitu
kelompok mamalia, berevolusi menjadi “binatang yang berakal budi” manusia

proses evolusi, yaitu proses yang berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang
bahkan hingga utaan tahun, dalam proses ini terjadi apa yang disebut sistem seleksi alam
dimana makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan lingkungan nyalah yang bertahan
hidup dan berkembang

*Teori Kreasionisme

Mengatakan bahwa kemunculan tiba-tiba atau seketika itulah yang disebut penciptaan oleh
tuhan. perkembangan makhluk hidup itu bertahap dari waktu kewaktu. salah satu bukti
dengan ditemukannya berbagai fosil manusia purba, serta bintang serta tumbuhan purba dan
ada juga bukti lain nya. misalnya : adanya variasi dalam satu spesies (artinya spesiesnya sama
tapi tidak identik), dengan adanya organ tubuh manusia yang tidak berguna namun masih
dijumpai seperti usus buntu,tulang ekor,rambut pada dada dan lain lainnya

B. Asal usul nenek moyang bangsa Indonesia

Teori Asaal Usul Nenek Moyang Indonesia

Ada empat teori utama yang perlu Grameds ketahui tentang asal usul nenek moyang bangsa
Indonesia seperti berikut ini:

1. Teori Yunan

Teori Yunan ini mengungkapkan asal usul nenek moyang Indonesia berasal dari wilayah
Tiongkok, tepatnya daerah Yunan. Nenek moyang bangsa Indonesia dipercaya telah
meninggalkan wilayah Yunan di sekitar hulu sungai Salween dan Sungai Mekong dengan
memiliki tanah yang subur. Diperkirakan karena bencana alam dan serangan suku bangsa lain
maka mereka mulai bergerak untuk berpindah.

Nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kebudayaan kelautan yang sangat baik, yakni
sebagai penemu model asli perahu bercadik yang menjadi ciri khas kapal- kapal bangsa
Indonesia saat itu. Penduduk Austronesia yang masih termasuk dalam wilayah kepulauan
Nusantaraini kemudian menetap dan akhirnya disebut bangsa Melayu Indonesia.
Orang- orang inilah yang menjadi nenek moyang langsung dari bangsa Indonesia sekarang.
Para Ahli yang sepakat dengan teori ini antara lain J.R. Logon, R.H Geldern, J.H.C Kern, dan
J.R. Foster. Dasar utama teori Yunan adalah ditemukannya kapak tua di wilayah Nusantara
yang memiliki ciri khas yang sama dengan kapak tua di wilayah Asia Tenggara.

Penemuan tersebut menandakan adanya proses migrasi manusia di wilayah Asia Tenggara ke
kepulauan di Nusantara. Adanya migrasi manusia tersebut disebabkan karena faktor terdesak
oleh bangsa yang lebih kuat. Berdasarkan peristiwa tersebut, teori Yunanan menendakan ada
tiga glombang kedatangan tersebut, antara lain Proto Melayu, Deutro Melayu, dan
Melanosoid.

Hal yang mendasari teori Yunan berikutnya adalah ditemukannya kesamaan bahasa yang
digunakan masyarakat di kepulauan Nusantara dengan bahasa yang ada di kamboja, yakni
bahasa Melayu Polinesia. Fenomena tersebut menandakan bahwa orang- orang Kamboja
berasal dari Yunan dengan cara menyusuri Sungai Mekong.

Arus migrasi atau perpindahan tersebut kemudian diteruskan saat sebagian mereka
melanjutkan pergerakan tersebut sampai ke wilayah kepulauan di Nusantara. Jadi kesamaan
bahasa Melayu dengan bahasa Cham di Kamboja menandakan adanya hubungan dengan
dataran Yunan.

Teori Yunan juga didukung oleh ahli dalam negeri bernama Moh. Ali yang menyatakan
bahwa teori asal-usul nenek moyang Indonesia adalah manusia yang berasal dari Yunan. Hal
tersebut didasari oleh adanya dugaan perpindahan atau migrasi orang- orang di daerah
Mongol ke selatan karena terdesak dengan bangsa- bangsa lain, terutama bangsa yang lebih
kuat atau berkuasa.

Tiga gelombang perpindahan atau migrasi dalam teori Yunan dijelaskan lebih detail seperti
berikut ini:

a. Proto Melayu

Proto Melayu atau Melayu Tua adalah orang- orang Austronesia yang berasal dari Asia yang
pertama kali datang di kepulauan Nusantara sekitar tahun 1500 SM.Bangsa Proto Melayu ini
memasuki wilayah nusantara dengan dua jalur, yakni jalur barat melalui Malaysia-Sumatera
dan jalur timur melalui Filipina –Sulawesi.
Bangsa Proto Melayu ini memiliki kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan manusia
purba sebelumnya.Kebudayaan tersebutnya adalah batu baru atau disebut juga zaman
neolithikum yang pembuatan batunya sudah dihaluskan. Berdasarkan penelitian Van
Heekeren di Kalumpang atau daerah Sumatera utara, telah terjadi perpaduan antara tradisi
kapak persegi dan kapak lonjong.

Tradisi tersebut dibawa oleh orang-orang Autranesia yang datang dari arah Utara atau melalui
Filipina dan Sulawesi. Perlu Grameds ketahui bahwa anak keturunan asli bangsa Proto
Melayu adalah suku Dayak dan Suku Toraja yang masuk dalam suku bangsa Indonesia.

b. Deutero Melayu

Bangsa Deutero Melayu atau Melayu Muda kemudian berhasil mendesak dan akhirnya
berasimilasi dengan bangsa pendahulunya, yakni bangsa proto Melayu. Hal ini terjadi pada
kurun waktu sekitar tahun 400-300 S, yakni gelombang kedua nenek moyang bangsa
Indonesia datang ke wilayah Nusantara.

Bangsa Melayu muda ini masuk ke Nusantara dengan jalur barat dengan menempuh rute dari
Yunan lebih tepatnya Teluk Tonkin, Vietnam, semenanjung Malaysia, dan sampai akhirnya
sampai di wilayah Nusantara. Bangsa ini telah memiliki kebudayaan yang lebih maju
dibandingkan bangsa pendahulunya (Proto Melayu) karena sudah bisa menghasilkan barang-
barang dari perunggu dan besi.

Contohnya kapak corong, kapak serpatu, dan bentuk- bentuk nekara. Selain kebudayaan
logam, bangsa ini juga sudah mulai mengembangkan kebudayaan megalithikum. Contohnya
membuat menhir atau tugu batu, dan unden berundak. Keturunan bangsa Deutro melayu atau
Melayu Muda ini adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis yang termasuk dalam suku bangsa
Indonesia.

c. Melanesoid

Bangsa Melanesoid mulai hadir juga di sekitar wilayah Papua pada akhir zaman es 70.000
SM.

d. Bangsa Primitif

Sebelum masuknya kelompok- kelompok bangsa melayu (Proto Melayu dan Deutro Melayu)
di Nusantara, sebenarnya sudah ada kelompok manusia yang telah lebih dulu tinggal di
wilayah ini. Kelompok tersebut termausk dalam bangsa primitive dengan budaya yang masih
sangat sederhana. Berikut ini rincian penjelasan tentang bangsa primitif di Nusantara:

Manusia Pleistosen (Purba)

Manusia purba saat itu selalu hidup nomaden, alias berpindah-pindah tempat dengan
kemampuan yang sangat terbatas. Begitu pula dengan kebudayaan yang mereka miliki
sehingga corak hidup mereka tidak dapat diikuti kembali. Kecuali pada beberapa aspek saja,
seperti teknologinya yang masih sangat sederhana atau disebut juga dengan istilah teknologi
paleolitik.
Suku Wedoid

Sisa- sia kelompok dari suku Wedoid sampai saat ini sebenarnya masih ada, yakni suku Sakai
di Siak dan suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Kelompok suku ini bertahan
hidup dengan mengumpulkan hasil hutan dan berkebudayaan dengan sederhana. Itulah
sebabnya suku Wedoid sulit menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.

Suku Negroid

Di wilayah Indonesia sudah tidak ditemukan lagi dari sisa- sisa suku Negroid. Namun masih
ada di pedalaman Malaysia dan Filipina dari keturunan suku Negroid ini. Suku yang masuk
dalam suku ini adalah suku Semang di Semenanjung Malaysia dan Suku Negrito di Filipina.

2. Teori Nusantara

Teori asal usul nenek moyang Indonesia berikutnya adalah teori Nusantara yang bisa dibilang
sangat berbeda dengan teori Yunan. Teori ini menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berasal
dari wilayah Indonesia itu sendiri, yakni tidak melalui proses migrasi dari daerah manapun.
Teori Nusantara ini didukung oleh para ahli, antara lain Gorys Keraf, J. Crawford, Sutan
Takdir Alisjahbana, dan Muhammad Yamin.

Dasar utama teori Nusantara adalah berdasarkan pada bangsa Melayu yang merupakan
bangsa dengan peradaban yang sudah tinggi. Anggapan tersebut didasari pada hipotesis
bahwa bangsa Melayu telah melewati proses perkembangan budaya sebelumnya di
wilayahnya. Jadi kesimpulannya, bangsa Melayu asli di Nusantara yang akhirnya tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya tanpa adanya perpindahan ke wilayah tersebut.

Teori Nusantara juga didukung dengan penemuan adanya kesamaan bahasa Melayu dengan
bahasa Kamboja karena sebuah kebetulan. Kemudian penemuan Homo Soloensis dan Homo
Wajakensis di Pulau Jawa menjadi penanda bahwa keturunan bangsa Melayu memiliki
kompetensi berasal dari Jawa.

Berdasarkan perbedaan bahasa, hal tersebut terjadi karena bahasa bangsa Austronesia
mengalami perkembangan di daerah Nusantara tersebut dengan bahasa yang telah
berkembang di wilayah Asia tengah, yakni bahasa Indo-Eropa.

3. Teori Out Of Africa

Teori Out Of Africa adalah teori asal usul nenek moyang Indonesia yang lebih berbeda dari
versi teori- teori sebelumnya. Teori ini mengungkapkan bahwa asal-usul nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari Afrika. Anggapan ini berdasarkan pada kajian ilmu genetika
lewat penelitian DNA mitokondria gen perempuan dan gen laki-laki.

Merek kemudian bermigrasi dari Afrika hingga ke wilayah Australia yang sudah mendekati
wilayah Nusantara. Teori ini kemudian mengungkapkan bahwa bangsa Afrika bermigrasi
atau melakukan perpindahan menuju Asia Barat sekitar 50.000-70.000 tahun yang lalu. Pada
sekitar tahun itu bumi sedang memasuki akhir dari zaman glasial, yakni ketika permukaan air
laut menjadi lebih dangkal karena air masih berbentuk gletser.
Pada masa itu memang memungkinkan manusia untuk menyebrangi lautan hanya dengan
menggunakan perahu sederhana. Perpindahan bangsa afrika ke Asia kemudian terpecah
menjadi beberapa kelompok. Ada kelompok yang tinggal sementara di bagian wilayah Timur
Tengah atau Asia Barat Daya da nada kelompok lain yang bermigrasi dengan menyusuri
Pantai Smeenanjung Arab menuju India, Ais Timur, Australia, termasuk Indonesia.

Fenomena tersebut diperkuat dengan penemuan fosil laki- kali di bagian wilayah Lake
Mungo. Selain itu ada dua jalur yang diperkirakan menjadi wilayah yang ditempuh oleh
bangsa Afrika di masa itu, yakni jalur untuk menuju Lembah Sunga Nil. Wilayah tersebut
melintasi Semenanjung Sinai kemudian ke bagian utara melewati Arab Levant dan jalur yang
juga melewati Laut merah.

4. Teori Out Of Taiwan

Teori asal usul nenek moyang Indonesia ini hampir serupa dengan teori sebelumnya. Teori
Out Of Taiwan mengungkapkan bahwa asal-usul bangsa Indonesia adalah berasal dari
kepulauan Famosa atau wilayah Taiwan. Teori ini rupanya didukung oleh ahli bernama Harry
Truman Simanjuntak yang mendasari atas argument pada teori ini.

Dasar utama dari teori Out Of Taiwan yang pertama adalah tidak adanya pola genetika yang
sama antara kromosom manusia bangsa Indonesia dengan manusia dari bangsa Tiongkok.
Masih berdasarkan teori ini, bahasa yang digunakan dan berkembang di nusantara adalah
bahasa yang masuk dalam rumpun bahasa Austranesia.

Bahasa rumpun Austronesia ini digunakan oleh para leluhur bangsa Indonesia, terutama yang
menetap di Pulau Formosa. Jadi dari segi bahasa sudah jelas bahwa orang-orang nusantara
mengadopsi budaya Autranesia dan mengembangkannnya hingga menjadi bangsa Indonesia
seperti saat ini.

Nah, itulah penjelasan tentang teori asal-usul nenek moyang Indonesia. Apakah ada teori
yang Grameds yakini menjadi teori asal usul bangsa kita? Anggapan teori tersebut tentu
berdasarkan data, bukti, dan penelitian- penelitian yang sangat banyak. Hal ini menandakan
bahwa untuk belajar sejarah kita membutuhkan banyak referensi agar menemukan kepingan-
kepingan jawaban.

Jika Grameds tertarik mempelajari sejarah tentang teori asal-usul nenek moyang Indonesia
atau sejarah bangsa lainnya, maka bisa kunjungi koleksi Gramedia di www.gramedia.com.
Grameds juga bisa menemukan referensi buku untuk pelajaran sejarah di sekolah, mulai dari
bangku sekolah dasar, SMP, SMA SMK dan sederajat, sampai buku perspektif yang lebih
luas.

Sejarah Umat Manusia karya Hendrik Van Loon terbit pertama kali pada tahun 1921, dan
kemudian menerima penghargaan John Newberry pada tahun 1922. Buku ini sudah
dimutakhirkan isinya sampai pada ke era sosial media oleh Robert Sullivan yang merupakan
seorang penulis sejarah. Itulah sebabnya buku ini menjadi sebuah buku sejarah manusia
terlengkap dari sisi linimasa, selain itu juga tetap sederhana dan menyenangkan untuk dibaca
semua orang dan usia meskipun berbau sejarah yang kental dengan deskripsi dan kisah.

Jika Grameds pernah melihat foto gadis- gadis Bali tempo dulu yang bertelanjang dada di
masa pra kemerdekaan, kita mungkin akan berpikir “Mungkinkah Ken Dedes sang Ratu
Singhasari dari kerajaan bercorak Hindu juga bertelanjang dada, bahkan di hadapan rakyat-
rakyatnya”.

Lebih lanjut akan muncul banya pertanyaan, seperti Apakah terjadinya pemberontakan yang
telah dicanangkan oleh Pangeran Diponegoro sampai memicu Perang Jawa merupakan dalih
untuk memahkotai diri lepas dari takhta kerajaan Mataram? Apakah benar bahwa letusan
Tambora itu pernah menyapu peradaban bercorak kesultanan Islam hingga tidak berbekas
sama sekali?

Benarkah akar pemikiran Bung Karno adalah ajaran teosofi Tarekat Mason yang
diperolehnya dari sang ayah? “Sejarah Nusantara Yang Disembunyikan” adalah buku yang
berisi fragmen- fragmen sejarah yang telah berhasil ditemukan, baik itu karena sengaja
disembunyikan atau tersembunyi (belum ada penelitian yang mengungkap hal tersebut).

Buku ini kemudian terbagi menjadi empat periode, yakni masa Hindu-Buddha, masa Islam,
masa Kolonial, dan masa Pasca-Kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya tidak ada
kebenaran yang hakiki, melainkan kebenaran hakiki hanya ada di langit. Begitu pula dengan
kebenaran sejarah karena pada dasarnya, sejarah adalah diskontinu, seperti kata Foucault.

Bayangkan saja bahwa uang yang dipakai oleh orang Medan berbeda dengan yang digunakan
oleh orang Surabaya? Bagaimana jika itu terjadi di banyak daerah di Indonesia? Sejarah
mencatat, perbedaan itu pernah terjadi di Indonesia, yakni ketika peredaran Oeang Republik
Indonesia mengalami gangguan. Saat itu, pemerintah mengeluarkan uang daerah yang
berlaku sementara, yang kemudian disebut sebagai Oeang Republik Indonesia Daerah.

ORIDA: Oeang Republik Indonesia Daerah 1947–1949 merupakan buku yang tak hanya
menjadi referensi bagi para penggiat numismatika, tetapi juga membingkai warisan sejarah
Indonesia. Dengan menampilkan kisah yang melatarbelakangi masing-masing uang daerah,
foto, dan penjelasannya, buku ini berhasil memotret bagaimana Republik ini berusaha
mempertahankan kedaulatannya di masa-masa awal kemerdekaan.

C. MANUSIA PURBA DI INDONESIA

1. Meganthropus palaeojavanicus

Fosil tulang rahang bawah Meganthropus palaeojavanicus ditemukan oleh peneliti kelahiran
Jerman-Belanda bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada 1941 di dekat Desa
Sangiran, Lembah Sungai Bengawan Solo. Meganthropus temuan von Koeningswald berasal
dari masa Pleistosen awal (lapisan bawah). Meganthropus atau kerap disebut dengan Manusia
Sangiran adalah manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia.

Ciri manusia purba ini yaitu memiliki badan besar, kening menonjol, dan tulang pipi
menebal. Rahang dan giginya besar. Kira-kira hampir sama ukurannya dengan rahang gorila.
Berdasarkan umur lapisan tanah tempat penemuan, diperkirakan fosil yang ditemukan itu
berumur 1.000.000–2.000.000 tahun. Meganthropus diperkirakan hidup dengan food
gathering (mengumpulkan makanan). Makanan utamanya tumbuh-tumbuhan. Sebab, mereka
belum mengenal api.
Berikut ciri-ciri Meganthropus:

 Berbadan tegap dengan tonjolan tajam di belakang kepala;


 Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok;
 Tidak berdagu;
 Otot kunyah, gigi, dan rahang besar dan kuat.

Dalam genus manusia, spesies ini dinamai Meganthropus paleojavanicus, yang berarti
manusia besar tertua yang berasal dari Jawa. Mega artinya besar, anthropus berarti manusia,
palaeo berarti tua, dan javanicus artinya Jawa. Namun, banyak juga ahli yang kemudian
mengklasifikasikannya sebagai Homo erectus paleojavanicus.

2. Pithecanthropus mojokertensis

Jenis manusia purba lainnya yang juga ditemukan di Indonesia adalah Pithecanthropus
robustus dan Pithecanthropus mojokertensis. Manusia purba ini ditemukan oleh
Tjokrohandojo atau Andojo yang bekerja di bawah Ralph von Koenigswald pada 1936 di
Lembah Sungai Brantas. Manusia purba ini merupakan generasi lebih muda dibandingkan
Meganthropus palaeojavanicus. Jenis manusia purba ini dianggap mirip kera, sehingga
disebut pithe yang artinya kera.

Andojo awalnya mengira tengkorak itu milik orang utan, sehingga dinamai Pithecanthropus
atau manusia kera. Namun, von Koeningswald mengenali fosil itu sebagai tengkorak manusia
purba. Fosil tersebut berasal dari Pleistosen awal (lapisan bawah) dan dinamai
Pithecanthropus mojokertensis. Jenis ini adalah Pithecanthropus yang tertua.

Berdasarkan umur lapisan tanah, yakni lapisan bawah dan tengah, diperkirakan
Pithecanthropus hidup antara 30.000 sampai 2.000.000 tahun lalu. Pithecanthropus hidup
secara berkelompok dan hunting and food gathering (berburu, menangkap ikan, dan
mengumpulkan makanan).

Pithecanthropus sudah menggunakan alat untuk mencari makan. Alatnya sangat sederhana,
yakni batu atau kayu yang ditemukan. Beberapa contoh alat dari batu yang digunakan
Pithecanthropus adalah kapak genggam, kapak perimbas, dan kapak penetak. Alat-alat ini
banyak ditemukan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Kendati sudah menggunakan
alat, mereka belum mengolah atau memasak makanan.

Penemuan yang kontroversial ini menimbulkan perdebatan soal klasifikasi manusia purba.
Von Koeningswald pun mengubah nama spesies dari Pithecanthropus mojokertensis menjadi
Homo mojokertensis.

Berikut ciri-ciri Pithecantropus mojokertensis:

 Berbadan tegak, tetapi tidak setegap Meganthropus;


 Tinggi badannya sekitar 165–180 sentimeter;
 Tulang rahang dan geraham kuat;
 Bagian kening menonjol;
 Hidung lebar dan tidak berdagu;
 Volume otak belum sempurna, kapasitasnya hanya 750–1.300 cc;
 Tulang atap tengkorak tebal dan berbentuk lonjong;
 Organ pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil;
 Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus;
 Makanannya masih kasar atau mentah dengan sedikit pengolahan;
 Makanannya bervariasi, yaitu tumbuhan dan daging hewan buruan.

3. Pithecanthropus erectus

Kelompok manusia praaksara ini ditemukan oleh Eugene Dubosi pada 1890–1892 di Desa
Trinil, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Pithecanthropus erectus diketahui hidup
sekitar 1 juta sampai 600.000 tahun lalu. Berdasarkan temuan Dubosi itu, dapat diketahui
ciri-ciri manusia purba ini, yaitu:

 Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat;


 Tinggi badan berkisar 165–170 sentimeter dengan berat badan sekitar 100 kilogram;
 Berjalan tegak;
 Makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan;
 Mempunyai kemampuan berpikir yang masih rendah;
 Volume otak kepala masih sebesar 900 cc, sedangkan volume otak manusia modern
sudah lebih dari 1000 cc dan volume otak kera tertinggi hanya 600 cc.

4. Homo erectus soloensis

Manusia purba lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah Homo soloensis. Seperti
namanya, fosil manusia purba ini ditemukan di sepanjang Bengawan Solo (Ngandong,
Sambungmacan, dan Sangiran) oleh C. Ter Haar, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald,
dan W.F.F. Oppernoort pada 1931–1933. Homo soloensis diperkirakan hidup dari 900.000
sampai 200.00 tahun lalu.

Von Koenigswald di daerah tersebut banyak menemukan fosil-fosil dan artefak-artefak


prasejarah, antara lain tengkorak anak-anak, hewan menyusui, dan aneka perkakas. Dia
kemudian membagi lembah Bengawan Solo menjadi tiga lapisan, yaitu:

 Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah), tempat ditemukannya Pithecanthropus robustus,


Homo mojokertensis, dan Meganthropus paleojavanicus;
 Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah), tempat ditemukannya Pithecanthropus erectus;
 Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas), tempat ditemukannya Homo soloensis dan
Homo wajakensis.

Untuk Homo e. soloensis, von Koenigswald menemukan 11 fosil tengkorak. Sebagian telah
hancur, tetapi terdapat beberapa yang masih layak menjadi objek penelitian lebih lanjut,
meskipun tulang rahang dan gigi kesebelas tengkorak itu sudah tidak ada.

Menurut von Koenigswald dan R. Weidenreich, manusia purba ini lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan Pithecanthropus erectus. Mereka bahkan telah layak disebut sebagai
homo (manusia). Diperkirakan, makhluk ini merupakan evolusi dari Pithecanthropus
mojokertensis atau Homo mojokertensis.
5. Homo wajakensis

Sementara itu, Homo wajakensis ditemukan oleh Von Rietschoten di Desa Wajak pada 1888
dan Eugene Dubois pada 1889. Manusia purba ini hidup sekitar 60.000 sampai 25.00 tahun
lalu. Manusia Wajak diduga sebagai nenek moyang bangsa asli Australia (bangsa Aborigin).
Kedua jenis manusia purba ini disebut homo karena memiliki kesamaan seperti manusia
modern saat ini. Volume otaknya juga sudah berkembang, bahkan mencapai 1300 cc.

Fosil yang ditemukan berupa tulang paha, rahang atas, rahang bawah, tulang kering, dan
fragmen tengkorak dengan volume sekitar 1.600 cc. Temuan Rietschoten ini digolongkan
sebagai Homo sapiens pertama di Asia. Fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois.

Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa manusia purba ini sudah bisa membuat alat dari
batu dan tulang. Tak hanya itu, Homo wajakensis juga diketahui sudah mengetahui cara
memasak.

Dari segi fisik, ciri-ciri Homo sapiens ini sebagai berikut:

 Wajah datar dan lebar;


 Hidung lebar dengan bagian mulut menonjol;
 Berat badan sekitar 30–150 kilogram;
 Tinggi badan kurang lebih 130–210 sentimeter;
 Otak sudah lebih berkembang;

Tengkorak dari Homo wajakensis diketahui mempunyai persamaan dengan tengkorak


masyarakat asli Aborigin di Australia, sehingga E. Dubois memperkirakan jenis Homo
sapiens ini dikelompokan dalam manusia modern yang masuk ras Australoide. Fosil dari
Homo wajakensis mempunyai persamaan dengan manusia Niah di Sarawak (Malaysia) dan
manusia Tabon di Palawan (Filipina).

Berbicara tentang Homo wajakensis, kita akan selalu diingatkan pula kepada Eugene Dubois,
seorang dokter asal Belanda yang memiliki keinginan keras untuk datang ke Hindia Belanda
(Indonesia) untuk membuktikan atau mencari bukti-bukti akan teori evolusi Charles Darwin
seperti yang tertuang dalam bukunya berjudul The Origin Of Species, walaupun saat itu
masih sarat akan polemik-akademik.

Dengan mendaftar sebagai tentara Belanda untuk tenaga medis, bersama istri dan anaknya,
Dubois akhirnya dikirim
ke Sumatra. Dubois selalu mencari waktu untuk melakukan “misi utamanya”, yaitu mencari
fosil dan sisa-sisa nenek moyang manusia di sela-sela waktunya bertugas sebagai dokter
tentara Belanda.

Sayangnya, ekspedisi Sumatra rupanya belum berhasil dan dia mengalihkan perhatiannya ke
Jawa. Hal ini juga dipicu adanya informasi tentang temuan fosil tulang-belulang manusia di
Desa Campurdarat, Kabupaten Tulungagung yang kemudian dikenal sebagai fosil Wajak I.
Berdasarkan data tersebut, Dubois melakukan penggalian di sekitar tempat penemuan fosil
Wajak I dan berhasil menemukan fosil manusia Wajak II.

Selain tulang-belulang dari Campurdarat di atas, temuan penting Eugene Dubois selama
penelitiannya di Jawa adalah beberapa fosil tulang hominid yang dia pastikan sebagai
makhluk nenek moyang manusia yang selama ini dicari-cari oleh para pengikut teori evolusi
Darwin. Temuan spesies hominid yang dinamakan Pithecanthropus erectus yang kemudian
disebut Homo erectus inilah missing link yang berhasil ditemukannya di Trinil, Madiun, Jawa
Timur, tidak jauh dari aliran Bengawan Solo.

Temuan yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah fosil cranium,
femur, dan gigi hominid yang dipastikan dari satu individu yang sama. Sebagai seorang ahli
anatomi, Dubois berhasil merekonstruksi dan menyimpulkan bahwa cranium, gigi, dan tulang
paha tersebut milik hominid yang telah berjalan tegak, walaupun bentuk muka menyerupai
kera. Dalam publikasinya disebutkan bahwa hominid tersebut adalah makhluk manusia kera
yang berjalan tegak.

Teuku Jacob dalam penelitiannya berjudul Evolution of Man in Southeast Asia (1977)
menjelaskan bahwa manusia Wajak yang diklasifikasikan oleh Dubois sebagai proto-
Australoid, adalah hasil campuran antara ras Australomelanesid dan ras Mongoloid.
Meskipun penanggalan absolut fosil manusia Wajak masih belum ditemukan, tetapi jika kita
mengacu kepada pernyataan Teuku Jacob tersebut, dapat disimpulkan pula bahwa kedatangan
ras Mongoloid di Jawa kira-kira berlangsung setidaknya 10.000 tahun yang lalu.

Hal ini sesuai dengan hasil analisis penanggalan C-14 dari fosil fauna Wajak. Sementara itu,
berdasarkan posisi stratigrafi situs diketahui secara relatif bahwa manusia Wajak
diperhitungkan telah ada sejak antara 40.000–25.000 tahun yang lalu.

Manusia Wajak ras Australomelanesid sisa-sisanya masih ditemukan di Australia. Inilah yang
menyebabkan sampel yang digunakan untuk menelitinya adalah kepulauan Melanesia, satu
kawasan di Pasifik yang dekat dengan Benua Australia. Kepulauan Melanesia meliputi
beberapa kelompok pulau, yaitu Papua Nugini, Britania Baru, Kepulauan Bismarck, Pulau
Irlandia Baru, Kepulauan Solomon, Kepulauan Fiji, serta pulau-pulau kecil lainnya yang
seluruhnya berjumlah sekitar 341 gugusan.

Pembagian wilayah antara Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia adalah berdasarkan ciri
budaya atau kulturalnya. Secara kultural, di antara ketiga wilayah tersebut Melanesia yang
paling dekat dengan Indonesia. Oleh karena itu, di dalam mengkaji prasejarah Melanesia, kita
tidak akan lepas dari konteks proses migrasi bangsa-bangsa yang sekarang ini mendiami
beberapa wilayah seperti Asia Tenggara, Oseania, dan Australia.

6. Homo mojokertensis

Manusia purba yang ditemukan di Indonesia berikutnya yaitu Homo mojokertensis.


Kelompok manusia ini ditemukan oleh Ralph von Koenigswald pada 1936 di Mojokerto.
Fosil yang ditemukan adalah tengkorak anak-anak yang usianya di bawah lima tahun.
Penemu manusia purba ini memperkirakan fosil Homo mojokertensis sebagai fosil dari anak-
anak Pithecanthropus.

7. Homo floresiensis (Manusia Liang Bua)

Homo floresiensis ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood pada September 2003.
Manusia Liang Bua dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi nama
sesuai dengan tempat ditemukannya, yaitu di Liang Bua, Flores.
Adapun ciri ciri Homo sapiens yang ditemukan di Flores sebagai berikut:

 Kepala dan badan mempunyai ukuran kecil;


 Ukuran otak juga kecil;
 Volume otak sekitar 380 cc;
 Rahang menonjol atau berdahi sempit;
 Berat badan sekitar 25 kilogram;
 Tinggi badan sekitar 1,06 meter.

Pengelompokan Homo floresensis sebagai manusia modern masih menjadi perdebatan


banyak ahli. Sebagian menyimpulkan jenis ini adalah hasil evolusi Pithecantropus, tetapi ahli
lain menduga Homo floresensis hidup berdampingan atau bahkan satu zaman dengan Homo
sapiens.

Manusia purba ini mirip hobbit, ras manusia karangan J.R.R Tolkien dalam film The Lord of
the Ring dan The Hobbit. Para ilmuwan menduga Homo floresiensis cebol karena pengaruh
lingkungan. Posisi mereka yang terkurung di Pulau Flores selama ribuan tahun membuat
keturunan mereka semakin lama semakin kecil.

Anda mungkin juga menyukai