Anda di halaman 1dari 25

MODUL SEJARAH INDONESIA

Bab I Masa Pra-Aksara di Indonesia


Bab II Proses Masuk & Berkembangnya Agama & Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

0
SMK PGRI 3 MALANG KELAS X Semester GANJIL
BAB I
Masa Pra-Aksara di Indonesia

Sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Peristiwa sejarah tersebut dapat disusun berdasarkan
peninggalan-peninggalan yang ditemukan. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau.
Sedangkan dalam bahasa Arab, sejarah disebut dengan syajaroh (sajarotun) yang artinya pohon. Apabila kita
membaca silsilah raja-raja, maka akan tampak seperti pohon yang berkembang.

Benarkah???

Dalam ilmu sejarah, ada tiga aspek utama, meliputi masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa
lampau dijadikan sebagai titik tolak untuk masa yang akan datang, sehingga sejarah dipahami sebagai ilmu yang
mempelajari tentang pengalaman dan pelajaran hidup. Sejarah pada masa kini, sejarah dapat dipahami sebagai
suatu cermin bagi generasi muda untuk menuju kemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan
sejarah pada masa yang akan datang, dapat berfungsi sebagai langkah awal generasi muda dalam merancang masa
depan bamgsa dan negaranya supaya bisa berubah menjadi negara yang jauh lebih maju. “Masih berpikir jika
pelajaran sejarah adalah pelajaran yang bikin orang gagal move on?”

A. Pengertian Masa Pra-Aksara

Pra-aksara berasal dari dua suku kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Hal ini
berarti masa Pra-Aksara adalah masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Istilah lain yang hampir sama
dengan pra-aksara adalah Nirleka, nir artinya tanpa, leka artinya tulisan. Jadi dapat diartikan nirkeka adalah
jaman tanpa tulisan.

Kapan dimulainya masa pra-aksara? Dan kapan pula berakhirnya masa pra-aksara?

Masa pra-aksara dimulai ketika manusia mulai ada di bumi. Dan masa pra-aksara berakhir ketika manusia
tersebut mulai mengenal tulisan. Berakhirnya masa pra-aksara di setiap wilayah berbeda-beda waktunya.
Perbedaan tersebut karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dialami oleh bangsa itu sendiri.

Zaman Pra-aksara di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5 M.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk Yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam,
Kaltim. Prasasti berbentuk Yupa merupakan tugu batu yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Dengan ditemukannya buktu tersebut, maka Indonesia mulai memasuki zaman baru, yaitu zaman sejarah.

Prasasti Yupa, Kerajaan Kutai, Kaltim


1
B. Perkembangan Bumi, Munculnya Makhluk Hidup dan Manusia Purba di Indonesia

Sejarah alam semesta jauh lebih panjang dibandingkan sejarah umat manusia. Manusia baru muncul pertama kali
kira-kira 3 juta tahun yang lalu, yaitu pada masa Pleistocen. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana
munculnya manusia dan makhluk hidup, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana alam semesta, di
dalamnya termasuk bumi tempat hidup dan berkembangnya manusia, muncul pertama kali.

1. Asal usul bumi dan makhluk hidup

Menurut teori geologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bumi secara keseluruhan, proses
perkembangan bumi ini dibagi menjadi 4 tahapan masa, yaitu masa arkaekum (azoicum), paleozoicum,
mesozoicum, dan neozoicum.

a. Masa Arkaecum (azoicum)


Terjadi sekitar 2,5 miliar tahun yang lalu, bumi masih labil, masih menyerupai gumpalan gas, dan kulit
bumi juga sedang dalam proses pembentukan. Belum ada tanda-tanda kehidupan karena temperatur
bumi memang masih sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan adanya makhluk hidup.

b. Masa Paleozoicum
Sekitar 500-245 juta tahun yang lalu, kondisi bumi sudah lebih stabil meskipun secara menyeluruh belum
dapat dikatakan demikian. Secara berangsur, temperatur bumi mendingin dan mulai terlihat adanya
tanda-tanda kehidupan berupa makhluk bersel satu (mikroorganisme), muncul hewan sejenis ikan tak
berahang (trilobita), hewan amfibi (hewan yang hidup di dua tempat) dan beberapa jenis ganggang.

c. Masa Mesozoicum
Sekitar 245-65 juta tahun yang lalu. Bumi sudah semakin stabil, mulai muncul beragam hewan reptile
bertubuh besar seperti dinosaurus.
Masa Mesozoicum dibagi menjadi 3 periode :
1) Periode Trias : kondisi bumi menjadi kering dan tidak subur. Dinosaurus dan reptilian laut berukuran
besar muncul untuk pertama kalinya.
2) Periode Jura : dinosaurus dan tyrannosaurus berkembang menjadi penguasa daratan, ichtiyosaurus
penguasa lautan dan pterosaurus merajai angkasa.
3) Periode Kapur : dinosaurus mengalami kepunahan karena terjadi perubahan drastic iklim dari iklim
hangat menjadi dingin. Perubahan ini menyebabkan dinosaurus tidak dapat menyesuaikan diri.

Tyrannosaurus, Ichtiyosaurus dan Pterosaurus

d. Masa Neozoicum
Sekitar 65-1,8 juta tahun yang lalu. Dikenal dengan zaman kehidupan baru. Disebut demikian karena
punahnya binatang-binatang raksasa dan munculnya jenis kehidupan baru yang mirip dengan makhluk
hidup saat ini. Masa ini terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Zaman Tersier : muncul primata dan burung tidak bergigi berukuran besar seperti burung unta. Selain
itu muncul fauna laut seperti ikan, molusca, dan echinodermata yang sangat mirip dengan fauna laut
sekarang. Tumbuhan berbunga terus berevolusi menghasilkan banyak variasi seperti semak belukar,
tumbuhan merambat dan rumput.
2) Zaman Kuarter, terbagi menjadi 2 :
a) Pleistosen : paling sedikit terjadi 5 kali zaman es (glasial). Sebagian besar lautan berubah
menjadi daratan karena membeku. Banyak daratan yang kemudian menyatu. Muncul manusia
purba paling tua (Homo Erectus). Pada zaman inilah kehidupan manusia pra-aksara di Indonesia
dimulai yang ditandai dengan kehadiran manusia.
b) Holosen : manusia modern muncul pada zaman ini yaitu Homo Sapiens. Zaman es berakhir (Inter
Glasial)

2
Kondisi Kepulauan Indonesia Saat Terjadi Zaman Es (Glasial)

2. Manusia Purba di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak ditemukan fosil manusia purba. Berdasarkan ciri-ciri
fisik, fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dapat dibedakan menjadi Meganthropus,
Pithecanthropus dan Homo.

a. Meganthropus

Fosil ini ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1941 di Desa Sangiran, lembah Sungai Bengawan
Solo. Fosil yang ditemukan berupa fragmen rahang bawah sebelah kanan, rahang atas sebelah kiri, dan
gigi lepas. Ditemukan di lapisan Pleistisen bawah. Fosil ini menyerupai manusia raksasa karena
ukurannya sangat besar. Oleh karena itu, fosil ini kemudian dinamakan Meganthropus Palaeojavanicus
(manusia raksasa tertua dari Jawa).

Berikut merupakan ciri-ciri dari Meganthropus Palaeojavanicus :


1) Tulang pipi tebal.
2) Rahang bawah kuat serta geraham yang besar.
3) Tidak memiliki dagu.
4) Memiliki tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta sendi-sendi
yang kuat.
5) Pemakan tumbuh-tumbuhan.

Megantropus Paleojavanicus dan Rahang Bawah Yang Ditemukan

b. Pithecanthropus

Pithecanthropus (manusia kera) merupakan jenis manusia purba yang paling banyak ditemukan di
Indonesia. Ditemukan di lapisan pleistosen bawah dan tengah. Fosil manusia purba ini pertama kali
ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891. Banyak ditemukan di daerah Mojokerto, Trinil,
Sangiran, Sambungmacan dan Ngandong. Daerah tersebut diduga masih berupa padang rumput dengan
pohon-pohon jarang sehingga cocok sebagai daerah perburuan. Manusia jenis ini hidup dengan berburu
dan mengumpulkan makanan. Mereka sudah memakan segalanya tetapi makanannya belum
dimasak/diolah.

3
Berikut merupakan ciri-ciri dari Pithecanthropus :
1) Berbadan tegap dengan tinggi badan 165-180 cm.
2) Volume otaknya 750-1300 cc dengan berat badan antara 80-100 kg.
3) Alat pengunyah tidak sehebat Megantropus.
4) Tidak mempunyai dagu.
5) Hidung lebar.

Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Erectus dan Pithecanthropus Soloensis

Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia antara lain :

a) Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus Mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto) merupakan manusia purba yang
ditemukan oleh von Koenigswald di Mojokerto pada tahun 1936 pada lapisan Pleistosen bawah.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, maka ciri-cirinya adalah tulang pipi kuat, berbadan tegap, tonjolan
kening tebal, otot tengkuk kukuh, muka menonjol ke depan, volume otak 650-1.000 cc.

b) Pithecanthropus Erectus (Homo Erectus)


Homo Erectus (manusia kera berjalan tegak) ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di
Kedungbrubus, Trinil dan Ngawi. Ditemukan di lapisan Pleistosen Tengah. Berdasarkan fosil yang
ditemukan, maka ciri-ciri fisiknya adalah berbadan tegap, hidung lebar, tidak mempunyai dagu, alat
pengunyah kuat, berat badan 80-100 kg, tinggi badan 160-180 cm, terdapat tonjolan kening pada
dahi, tulang tengkorak berbentuk lonjong, volume otak 750-1.000 cc, muka didominasi oleh bagian
rahang yang menonjol.

c) Pithecanthropus Soloensis
Ditemukan di daerah Ngandong, di lembah Sungai Bengawan Solo. Fosil ini ditemukan antara tahun
1931-1934 oleh von Koenigswald dan Weidenreich. Fosil yang ditemukan berupa 11 buah fosil
tengkorak, tulang rahang dan gigi.

d) Pithecanthropus Robustus
Ditemukan oleh Weidenreich dan von Koengswald pada tahun 1939 di Trinil, Lembah Sungai
Bengawan Solo. Berasal dari lapisan Pleistosen bawah. Von Koenigswald beranggapan bahwa fosil
Pithecanthropus Robustus ini sejenis dengan Pithecanthropus Mojokertensis.

c. Homo

Homo mempunyai arti manusia. Manusia purba jenis ini merupakan jenis manusia purba yang paing maju
dibandingkan jenis yang lain.

Berikut ini ciri-ciri manusia purba jenis Homo :


1) Berat badan antara 30-150 kg.
2) Volume otak lebih dari 1.350 cc.
3) Sudah berjalan tegak.
4) Memiliki muka datar dan hidup lebar.
5) Bagian mulut masih menonjol sedikit.
6) Sudah menggunakan peralatan dari tulang dan batu.

4
Adapun temuan jenis Homo, antara lain sebagai berikut :

a) Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak)


Ditemukan di Wajak, Tulungagung pada tahun 1889 oleh van Rietschoten, kemudian diselidiki oleh
Eugene Dubois. Menurut Eugene, Homo Wajakensis termasuk ras Australoid dan bernenek moyang
Homo Soloensis. Kemudian beliau memasukkan Homo Wajakensis dalam jenis Homo Sapiens
(manusia cerdas) karena sudah mengenal upacara penguburan.

b) Homo Soloensis (Manusia dari Solo)


Pertama kali ditemukan oleh von Koenigswald tahun 1931-1934 di daerah Ngandong, di tepi Sungai
Bengawan Solo. Ciri-cirinya antara lain : volume otak 1.000-2.000 cc, tinggi badan 130-210 cm, berat
badan 30-150 kg. Otak Homo Soloensis sudah berkembang, terutama bagian kulit otak dan otak
kecil. Bagian belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi. Otot-otot bagian tengkuk sudah
mengalami reduksi. Alat pengunyahnya menyusut sehingga gigi dan tulang rahang menjadi kecil.
Menyusutnya alat pengunyah ini menyebabkan otot-otot kunyah dan muka Homo Soloensis tidak lagi
menonjol. Selain itu, Homo Soloensis sudah bisa berjalan dan berdiri dengan sempurna. Diperkirakan
hidup sekitar 900-200 ribu tahun yang lalu.

c) Homo Sapiens (Manusia Cerdas)


Berasal dari kala Holosen. Bentuk tubuhnya sudah menyerupai manusia sekarang. Homo Sapiens
sudah menggunakan akal dan memiliki sifat seperti yang dimiliki manusia sekarang. Pola hidupnya
sederhana dan masih mengembara. Manusia purba jenis ini sudah mampu membuat peralatan dari
batu dan tulang yang dugunakan untuk berburu dan mengolah makanan. Mempunyai kapasitas otak
jauh lebih besar daripada jenis manusia sebelumnya. Selain itu atap tengkoraknya jauh lebih bundar
dan lebih tinggi. Homo Sapiens tampil sebagai spesies sangat tangguh dalam beradaptasi dengan
lingkungannya.

Berdasarkan sisa-sisa fosil yang ditemukan, Homo Sapiens diperkirakan memiliki ciri-ciri tubuh :
1) Tengkorak besar.
2) Volume otak 1.650 cc.
3) Muka datar dan lebar.
4) Akar hidung besar.
5) Bagian mulut sedikit menonjol.
6) Dahi agak miring.
7) Di atas rongga mata ada busur kening yang nyata.
8) Langit-langit mulut besar dan dalam.
9) Gigitan gigi seri atas tepat mengenai gigi bawah.
10) Tinggi badan sekitar 173 cm.

Homo Sapiens

d) Homo Floresiensis
Pada tahun 2003 para ilmuwan dari Australia dan Indonesia melakukan penggalian di Gua Liang Bua,
Flores. Mereka berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba yang memiliki bentuk mungil
(hobbit). Manusia purba yang ditemukan di Gua Liang Bua tersebut kemudian diberi nama Homo
Floresiensis.

Ukuran manusia ini tidak lebih besar dari anak usia 5 tahun. Diperkirakan memiliki tinggi badan 100
cm dan berat badan 30 kg. Selain itu, mereka sudah berjalan tegak dan tidak memiliki dagu.
Diperkirakan hidup 18.000 tahun yang lalu. Homo Floresiensis ini hidup sejaman dengan gajah-gajah
pigmi (gajah kerdil) dan kadal-kadal raksasa (komodo) di Flores.

5
Homo Floresiensis dan Perbandingan Ukuran Tengkorak Homo Floresiensis dengan Manusia Normal

Mengapa tubuh mereka kerdil?

Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil tersebut, Homo Floresiensis merupakan keturunan
spesies Homo Erectus yang hidup di Asia Tenggara sekitar 1 juta tahun yang lalu. Akibat proses
seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi bentuk yang lebih kecil. Hipotesis ini didasarkan pada
penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo Erectus di sekitar fosil Homo
Floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon (gajah purba) berukuran kecil. Penemuan
ini semakin menguatkan hipotesis para ilmuwan bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini
menyesuaikan diri dengan habitatnya dengan cara menjadi lebih kecil.

C. Kedatangan Bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu

Perhatikan ciri-ciri fisik teman Anda. Apakah di antara mereka ada yang berkuning langsat, hitam manis, atau
sawo matang? Bagaimana tekstur rambut mereka? Apakah keriting, lurus atau ikal? Lalu bagaimana dengan
bentuk hidung dan mata mereka? Apakah terdapat perbedaan mencolok? Kemungkinan perbedaan ciri-ciri fisik
tersebut disebabkan oleh perbedaan ras dan suku bangsanya.

Perbedaan ras dan suku bangsa di Indonesia sangat mungkin terjadi karena perbedaan daerah asal nenek
moyang bangsa Indonesia. Siapakah yang dimaksud dengan nenek moyang? Nenek moyang Bangsa Indonesia
adalah bangsa-bangsa yang melakukan migrasi ke Indonesia secara bergelombang. Bangsa Melanesia/Papua
Melanesoid merupakan bangsa pertama yang bermigrasi ke wilayah Indonesia. Bangsa ini berasal dari rumpun
Melanesoid atau Negroid. Gelombang migrasi ini dilanjutkan dengan kedatangan bangsa Melayu yang
merupakan bagian rumpun bangsa Austronesia. Gelombang kedatangan bangsa Melayu terjadi dalam dua tahap.
Migrasi tahap pertama terjadi pada tahun 2000 sebelum masehi. Bangsa ini dikenal dengan nama Proto Melayu.
Gelombang migrasi kemudian dilanjutkan oleh bangsa Deutro Melayu pada tahun 500 sebelum masehi.

1. Kedatangan Bangsa Melanesoid/Negroid

Bangsa Melanesoid dianggap sebagai bangsa pertama yang bermigrasi ke Indonesia. Bangsa ini berasal dari
Teluk Tonkin. Memiliki ciri-ciri antara lain : kulit kehitam-hitaman, badan kekar, rambut keriting, mulut lebar,
dan hidung mancung. Karena kedatangan Proto Melayu di kemudian hari, Bangsa Melanesoid ini akhirnya
tersingkir hingga ke Indonesia bagian Timur. Keturunan Bangsa Melanesoid saat ini masih banyak ditemukan
di Papua.

2. Kedatangan Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua)

Diperkirakan masuk sekitar tahun 2000 sebelum masehi. Bangsa ini membawa kebudayaan yang jauh lebih
tinggi disbanding bangsa Melanesoid. Bangsa Proto Melayu termasuk dalam rumpun Ras Mongoloid dari
6
Yunan, yaitu sebuah kawasan dekat lembah Sungai Yangtze, Cina Selatan. Bangsa ini memiliki ciri fisik : kulit
sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, serta bentuk mulut dan hidung sedang.

Jalur Persebaran Proto dan Deutro Melayu

Memasuki Kepulauan Indonesia, Bangsa Proto Melayu menempuh dua jalur :

a. Jalur pertama menyebar dari Yunan menuju kawasan Indo-Cina, Siam, dan Kepulauan Indonesia. Dari
Indonesia, mereka menyebar ke Sulawesi, Maluku dan Papua. Mereka membawa kebudayaan
Neolithicum berupa “Kapak Lonjong”. Itulah sebabnya di bagian timur Indonesia banyak ditemukan
artefak neolithicum berupa kapak lonjong. Keturunan Proto Melayu antara lain Masyarakat Toraja.

b. Jalur kedua menyebar ke Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan membawa
kebudayaan neolithicum berupa “Beliung/Kapak Persegi”. Keturunan Proto Melayu yang menempuh
jalur ini antara lain Suku Nias, Batak, Dayak, dan Sasak.

Suku Dayak, Suku Sasak, Kapak Lonjong dan Beliung Persegi (dari kiri ke kanan)

3. Kedatangaan Bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda)

Sekitar tahun 500 SM, datang lagi gelombang migrasi penduduk dari Ras Melayu. Mereka disebut dengan
Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Melayu Muda sesungguhnya merupakan hasil percampuran antara
bangsa Proto Melayu dengan Bangsa Arya. Bangsa ini berasal dari wilayah Indo-Cina bagian utara dan
sekitarnya. Kedatangan mereka mendesak penduduk keturunan Proto Melayu yang telah lebih dulu menetap.

Setelah memasuki Kepulauan Indonesia, bangsa Deutro Melayu lemudian menyebar ke sepanjang pesisir.
Ada juga diantara mereka yang masuk ke pedalaman. Keturunan Deutro Melayu antara lain masyarakat
Minang, Jawa dan Bugis. Masyarakat Deutro Melayu membawa kebudayaan perunggu/logam yang dikenal
dengan sebutan “Kebudayaan Dongson”. Mereka telah mengenal logam sebagai alat perkakas hidup dan
alat produksi.

7
Suku Minang dan Suku Bugis

Ada 2 cara membuat peralatan dari logam, yaitu a cire perdue (cetak lilin) dan bivalve (cetak setangkup).

A Cire Perdue (Cetak Lilin) dan Bivalve (Cetak Setangkup)

Bangsa Deutro Melayu memiliki ciri fisik yang tidak jauh berbeda dengan mayoritas penduduk Indonesia saat
ini. Ciri fisiknya tinggi badan 135-180 cm, berat badan 30-75 kg, warna kulit antara kuning langsat dan coklat
hitam, warna rambut antara coklat dan hitam, serta bentuk rambut antara lurus dan keriting.

D. Perkembangan Manusia Purba Berdasarkan Kehidupan Masyarakat

Amatilah gambar di bawah ini!

Bagaimanakah cara manusia purba memenuhi kebutuhan hidupnya?

Kehidupan manusia purba selalu berkembang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perkembangan kehidupan
manusia purba tersebut dapat dilihat dari alat-alat yang dibuat dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya tersebut.

8
1. Kehidupan Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) merupakan tahap awal kehidupan manusia.
Masa ini dibagi menjadi dua masa yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana serta
masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.

a. Kehidupan Sosial dan Ekonominya

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia purba belum melakukan pengolahan
terhadap sumber daya alam. Mereka hidup dari makanan yang sudah disediakan oleh alam. Aktivitas ini
sudah memerlukan kerjasama tim. Pada masa ini manusia purba sudah hidup secara berkelompok meski
dalam jumlah relatif kecil. Dalam kelompok mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat.
Tugas berburu binatang dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan bertugas mengumpulkan
makanan, mengurus anak, dan menjadi guru bagi anaknya dalam meramu/mengumpulkan makanan.

Berburu hewan buruan

Kehidupan ekonomi manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan erat hubungannya
dengan aktivitas berburu binatang dan mengumpulkan umbi-umbian serta dedaunan untuk dimakan.
Sering berpindah-pindah (nomaden) dan tinggal di gua-gua karang sekitar sungai, danau atau pantai.
Biasanya mereka akan lebih lama tinggal di daerah yang mengandung cukup banyak makanan. Apabila
di daerah tersebut binatang buruan tinggal sedikit, mereka akan berpindah ke tempat lain.

b. Budaya dan Alat Yang Dihasilkan

Hasil kebudayaan peninggalan masa berburu dan mengumpulkan makanan sebagian besar berupa alat-
alat dari batu dan tulang yang masih sederhana dan belum diolah/masih kasar (kebudayaan
paleolithicum). Peralahatan yang dihasilkan dikelompokkan dalam 2 jenis kebudayaan :

1) Kebudayaan Pacitan
Peralatan dari batu yang masih kasar, terdiri dari kapak perimbas, kapak penetak, dan kapak
genggam.
2) Kebudayaan Ngandong
Peralatan dari serpihan tulang/flakes yang biasa digunakan untuk menguliti hewan buruan atau mata
panah.

2. Kehidupan Bercocok Tanam dan Beternak

a. Kehidupan Sosial dan Ekonomi

Kehidupan social manusia purba pada masa ini sudah mengalami perkembangan pesat. Mereka sudah
memiliki tempat tinggal yang tetap. Tempat yang dijadikan pemukiman biasanya berada di sekitar sumber
air. Dalam kehidupan menetap, manusia mulai hidup dari hasil bercocok tanam dengan menanam jenis-
jenis tanaman yang semula tumbuh liar. Dengan kata lain mereka sudah menghasilkan makanan sendiri
(food producing) dan tidak tergantung sepenuhnya pada alam. Selain itu mereka juga menjinakkan
hewan-hewan liar untuk diternakkan seperti kuda, anjing, kerbau, sapi kambing dan babi.

Manusia sudah menganggap kehidupan berkelompok sangatlah penting. Dalam kehidupan berkelompok,
mereka melakukan kerjasama dalam mengolah lahan untuk bercocok tanam. Para ahli menduga bahwa
pada masa ini kelompok manusia ourba sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun
bahasa Austronesia.

9
Masyarakatnya sudah mulai bercocok tanam dan beternak

Pada perkembangan selanjutnya, manusia mulai membentuk sistem masyarakat yang dipimpin oleh
seorang kepala suku. Sosok kepala suku merupakan orang yang sangat dipercaya dan ditaati untuk
memimpin sebuah kelompok masyarakat. Pemilihan kepala suku biasanya dilakukan dengan
menggunakan system primus interpares, yaitu orang yang utama atau paling berpengaruh diantara yang
lain. Syarat untuk bias menjadi kepala suku adalah harus memiliki kesaktian, kewibawaan, dan jiwa
keperwiraan.

Sistem pertanian yang dilakukan adalah berhuma/berladang berpindah. Bila lading yang ditanami mulai
berkurang kesuburannya, mereka akan meninggalkannya dan mulai membuka lahan baru di tempat yang
lain. Mereka menggunakan teknik slash and burn untuk membuka lahan. Manusia saat ini sudah
mengenal sistem barter (tukar menukar barang).

Slash and Burn

Bukti jika manusia purba saat itu sudah menetap adalah dengan ditemukannya abris sous roche dan
kjokkenmodinger. Abris sous roche adalah gua mirip ceruk yang digunakan sebagai tempat tinggal
manusia purba kala itu. Sedangkan kjokkenmodinger (sampah dapur) adalah tumpukan fosil kulit
kerang yang sudah membatu dan ditemukan di sepanjang pinggir pantai. Dengan penemuan ini
maka bukti bahwa manusia purba saat itu sudah menetap akan semakin kuat.

Kjokkermodinger dan Abris Sous Roche

10
b. Budaya dan Alat Yang Dihasilkan

Pada masa bercocok tanam dan beternak, manusia purba berhasil membuat perlengkapan dan perkakas
rumah tangga yang lebih efektif dan efisien. Perlengkapan tersebut terbuat dari batu yang sudah diasah
sehingga memiliki permukaan halus dan tajam (kebudayaan neolithicum). Contohnya adalah beliung
persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, perhiasan dll.

3. Masa Perundagian

Kegiatan perdagangan walaupun masih dilakukan dalam taraf sederhana mampu memberikan kesempatan
bagi manusia untuk berinteraksi dengan orang lain di luar kelompoknya. Melalui interaksi ini terjadi proses
transfer teknologi dari kelompok luar yang memiliki kebudayaan lebih maju kepada kelompok pedalaman
yang masih tertinggal. Perkembangan teknologi tersebut pada akhirnya memunculkan “golongan undagi”
dalam masyarakat purba. Golongan ini terdiri atas orang-orang yang ahli dalam bidang-bidang tertentu seperti
membuat rumah, peleburan logam, membuat gerabah, dan perhiasan. Kemunculan golongan undagi ini
merupakan tanda dimulainya masa perundagian.

Golongan Undagi

a. Kehidupan Sosial dan Ekonomi

Masa perundagian merupakan tonggak sejarah bagi kemunculan system pemerintahan sederhana di
Indonesia. Pada masa ini masyarakat di pedesaan mulai membentuk kelompok yang lebih besar dengan
penguasaan terhadap sebuah wilayah. Sebelum kedatangan Hindu-Buddha, kelompok masyarakat
tersebut dipimpin oleh seorang kepala suku terpandang dengan gelar datu atau datuk. Kepala suku
biasanya didampingi oleh seorang dukun yang bertugas sebagai penasehat. Dalam kehidupan sehari-hari
kepala suku bertindak seperti seorang raja. Ia memiliki kekuasaan mutlak terhadap beberapa desa yang
berada di wilayahnya.

Mereka sudah mengenal system pembagian kerja berdasarkan kemampuan tiap-tiap individu. Golongan
undagi memiliki kedudukan terpandang dalam masyarakat. Mereka dapat membuat barang-barang logam
yang indah sebagai simbol status sosial.

Pada masa perundagian, kegiatan ekonomi masyarakat sudah semakin kompleks. Kegiatan tersebut
terdiri atas pertanian, peternakan, pertukangan, dan perdagangan (meski masih menggunakan barter).
Meningkatnya pengetahuan perbintangan semakin mendorong perkembangan perdagangan dan
pelayaran. Mereka sudah melakukan pertanian menetap yang berbasis pada sawah.

b. Budaya dan Alat Yang Dihasilkan

Hasil kebudayaan masa perundagian didominasi dengan peralatan yang terbuat dari logam seperti
nekara perunggu, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, perhiasan dan manik-manik.

c. Sistem Kepercayaan

Sebenarnya sistem kepercayaan sudah muncul sejak zaman batu besar (megalithicum). Dan berlanjut
pada masa perundagian. Ada 3 macam kepercayaan yang ada, yaitu :
1) Animisme : kepercayaan pada arwah/roh nenek moyang.
2) Dinamisme : kepercayaan pada benda-benda tertentu yang dianggap sebagai tempat tinggal
arwah/roh nenek moyang.
3) Totemisme : kepercayaan pada hewan-hewan tertentu yang dianggap penjelmaan dari para dewa.
11
E. Peninggalan Kebudayaan Manusia Purba

Masyarakat awal di Indonesia disebut juga masyarakat zaman pra-aksara. Zaman pra-aksara terbagi menjadi
zaman batu dan zaman logam. Peninggalan budaya masyarakat purba di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Zaman Batu

Disebut dengan zaman batu karena manusianya sudah mampu menghasilkan peralatan yang terbuat dari
batu. Terbagi menjadi 3 zaman, yaitu :

a. Zaman Paleolithicum (Batu Tua)

Berlangsung pada zaman pleistosen akhir selama sekitar 600 ribu tahun. Pada zaman ini manusia sudah
menggunakan perkakas yang bentuknya sangat sederhana dan primitif, nomaden dan food gathering.
Ciri-ciri beda peninggalan zaman paleolithicum adalah alat dari batu yang dibuat masih kasar dan cara
pembuatannya tidak diasah (dihaluskan). Manusia pendukungnya adalah Homo Erectus dan
Meganthropus Paleojavanicus.

Peralatan yang dihasilkan di zaman Paleolithicum terbagi menjadi 2 macam kebudayaan yaitu :

1) Kebudayaan Pacitan

a) Kapak Perimbas, permukaan meruncing pada salah satu sisinya dan kulit batu masih melekat
pada bagian pangkal. Kapak perimbas diginakan oleh Homo Erectus untuk merimbas kayu,
memecah tulang, dan senjata.
b) Kapak Genggam, berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak, tetapibelum bertangkai
dan digunakan dengan cara digenggam. Kapak genggam digunakan untuk mengorek umbi-
umbian, memotong, dan menguliti daging.
c) Kapak Penetak, bentuknya mirip dengan kapak perimbas, tetapi ukurannya lebih besar. Alat ini
berfungsi untuk membelah kayu, pohon, dan bambu.
d) Alat sepih (flakes), merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk
menjadi tajam. Alat ini digunakan sebagai pisau (memotong daging dan mengupas umbi-umbian),
gurdi (membuat lubang pada kulit), dan tombak (menusuk binatang buruan).

Kapak Penetak dan Flakes

2) Kebudayaan Ngandong

Ditemukannya alat-alat dari tulang, alat penusuk dari tanduk rusa, flakes dan ujung tombak bergigi di
daerah Ngandong. Lebih jelas lagi alat-alat dari tulang tersebut berupa alat penusuk (belati), ujung
tombak dengan gergaji pada kedua sisinya, alat pengorek ubi dan keladi, serta alat dari duri ikan pari
yang yang digunakan sebagai mata tombak.

12
b. Zaman Mesolithicum (Batu Tengah/Madya)

Dimulai pada akhir zaman es sekitar 10 ribu tahun yang lalu di masa Holosen, setengah menentap (semi
nomaden), dan food gathering. Ciri-ciri benda peninggalannya terbuat dari batu dengan sedikit diasah
sehingga lebih baik dari pada zaman sebelumnya. Contoh alatnya :

1) Kebudayaan Tulang Sampung, alat-alat dari tulang dan tanduk yang ditemukan di Gua Lawa di
daerah Sampung, Ponorogo. Karena sebagian besar alat yang ditemukan di Sampung berupa alat-
alat dari tulang, maka disebut dengan kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture).

Tulang Sampung

2) Kebudayaan Toala (Flakes Culture), ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi. Disebut
Kebudayaan Taola karena tempat ditemukannya mata panah tersebut di Gua Leang Pattea dihuni
oleh Suku Toala.

Kebudayaan Toala

3) Kebudayaan Kapak Genggang Sumatra (Pebble Culture), kapak genggam berbentuk bulat, dibuat
dari batu kali dengan cara membelah batu kali menjadi dua bagian dan bagian belahan diasah lebih
lanjut sehingga menjadi agak halus.

Pebble

13
c. Zaman Neolithicum (Batu Muda)

Terjadi sejak 1500 tahun sebelum masehi. Manusianya sudah menetap dan food producing karena
mereka sudah bercocok tanam. Manusia pendukungnya adalah Homo Sapiens. Mereka sudah
berpakaian, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu. Ciri-ciri benda
peninggalannya terbuat dari batu yang sudah diasah sampai halus. Contoh alatnya :

1) Kapak Persegi (Beliung Persegi), wujudnya menyerupai kapak berbentuk persegi. Bagian yang tajam
dari alat ini diasah miring. Digunakan untuk memotong kayu dan cangkul. Banyak ditemukan di
Indonesia bagian Barat.
2) Kapak Lonjong, memiliki penampang berbentuk lonjong. Bagian yang diasah dari dua sisi dan diberi
tangkai seperti kapak penebang kayu sekarang. Banyak ditemukan di Indonesia bagian Timur.

Beliung Persegi dan Kapak Lonjong

d. Zaman Megalithicum (Batu Besar)

Pada zaman ini manusia sudah mengenal sistem kepercayaan (animism, dinamisme dan totemisme).
Dari hasil peninggalannya, diperkirakan manusia saat itu sudah mengenal upacara penguburan.

Alat yang dihasilkan :


1) Menhir : tugu batu tempat pemujaan arwah leluhur.
2) Sarkofagus : peti jenazah yang terbuat dari batu tunggal berbentuk bulat (lengkap dengan
penutupnya).
3) Dolmen : meja batu yang digunakan sebagai tempat meletakkan sesaji.
4) Kubur batu : peti jenazah yang terbuat dari batu pipih tanpa penutup.
5) Punden Berundak : cikal bakal dari bangunan candi. Digunakan sebagai tempat pemujaan yang
dipersembahkan untuk roh nenek moyang.

14
Saat ini, masyarakat mengenal 2 macam upacara penguburan, yaitu :

a) Penguburan Primer (Langsung) : mayat hanya dikubur sekali dalam tanah, ada juga yang meletakkan
mayatnya dalam peti batu kemudian baru dikubur dalam tanah, posisi mayat dibuat membujur atau
meringkuk dan dihadapkan pada arah gunung serta dilengkapi dengan bekal kubur.
b) Penguburan Sekunder (Tidak Langsung) : pada awalnya mayat dikubur dlam tanah tanpa upacara
penguburan, setelah mayat menjadi kerangka baru kuburannya digali lalu kerangkanya diambil dan
dibersihkan, kemudian kerangka diletakkan dalam sarkofagus dan dikubur kembali lengkap dengan
upacara penguburan.

Semua bangunan megalithicum dihadapkan ke arah gunung. Hal ini disebabkan karena manusia
purba saat itu percaya jika tempat tinggal roh nenek moyang/dewa-dewi mereka adalah di tempat
yang paling tinggi. Sementara tempat yang paling tinggi di bumi adalah gunung.

2. Zaman Logam (Perundagian)

Zaman ini disebut dengan zaman logam karena masyarakat pendukungnya sudah mampu mengolah,
melebur, dan membuat alat-alat dari logam. Kepandaian ini diperoleh setelah mereka menerima pengaruh
dari kebudayaan Dongson (Vietnam).

Zaman logam terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Zaman Perunggu
Disebut zaman perunggu karena alat yang dihasilkan banyak yang terbuat dari perunggu, seperti kapak
corong, nekara, bejana perunggu, dan arca.
b. Zaman Besi
Peralatan dari besi digunakan sebagai alat keperluan sehari-hari dan bekal kubur, misalnya mata kapak,
mata sabit, mata pisau, mata tembilang, mata pedang, dll.
c. Perkakas dari Gerabah
Pada zaman logam, cara membuat gerabah telah mengalami kemajuan. Jenisnya juga semakin beragam,
seperti kendi, mangkuk, dsb.

Gerabah

15
BAB III
Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia

A. Mengenal Agama Hindu dan Buddha

Agama Hindu dan Buddha berkembang pesat di India. Kemudian agama Hindu dan Buddha menyebar ke Asia
Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Bagaimana proses kelahiran agama Hindu dan Buddha?
Bagaimana cara penyebaran kedua agama tersebut di India dan wilayah lainnya? Simaklah materi berikut!

1. Perkembangan Agama Hindu

Agama Hindu lahir dan berkembang di India, tepatnya di sekitar lembah Sungai Indus. Kelahiran agama
Hindu dipengaruhi dua unsur kebudayaan, yaitu kebudayaan Bangsa Dravida dan Bangsa Arya. Bangsa
Dravida adalah penduduk asli India yang tinggal sejak tahun 3000 sebelum masehi , adapun Bangsa Arya
bermigrasi ke India pada tahun 2000-1500 sebelum masehi. Bangsa Dravida dengan animismenya,
sedangkan Bangsa Arya dengan Weda-nya (pengetahuan). Terjadilah sinkretisme budaya antara keduanya
dan melahirkan agama Hindu.

Kitab suci agama Hindu adalah Weda. Menurut para ahli, kitan tersebut ditulis menggunakan bahasa
Sansekerta dan hanya kaum Brahmana yang menguasai isinya. Weda menjadi pegangan pokok para
Brahmana. Bagaimana dengan kaum/kasta yang lain? Hanya Brahmana saja yang diizinkan untuk
menguasai isinya, sedangkan kasta yang lain tidak diperkenankan.

Agama Hindu menyembah banyak dewa. Kata “Dewa” berasal dari kata “Div” yang berarti “bersinar”.
Kepercayaan pada banyak dewa ini dikenal dengan istilah polytheisme. Dalam kitab suci Weda, disebutkan
ada 33 dewa yang merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Diantara dewa-dewa tersebut, yang
paling dikenal adalah Brahma, Wisnu dan Siwa, ketiganya dikenal dengan Trimurti.

Sistem Kasta dalam Hindu Trimurti (3 Dewa Utama: Brahma, Wisnu, Siwa)

Menurut agama Hindu, masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut caturwarna.
Keempat tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kasta Brahmana, merupakan kasta paling tinggi, terdiri dari para pendeta dan pemimpin agama.
b. Kasta Ksatria, merupakan kasta tingkat kedua, terdiri dari raja, bangsawan, dan prajurit.
c. Kasta Waisya, merupakan kasta tingkat ketiga, terdiri dari pedagang, petani, perajin, nelayan, dan
pelaku seni yang bertugas menjalankan roda perekonomian.
d. Kasta Sudra, merupakan kasta paling bawah, terdiri dari para pekerja rendah, buruh, budak, dan
pembantu.

Sistem kasta tidak diterapkan sepenuhnya di kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia. Beberapa fakta yang membuktikan bahwa sistem kasta tidak dijalankan
secara ketat adalah :
1. Ken Arok (Raja Singasari) bukan berasal dari kasta ksatria ataupun brahmana. Meskipun demikian, Ken Arok berguru kepada Mpu Purwanatha (Ayah
Kendedes) di Tumapel. Dengan kecerdikannya ia bias menjadi raja di Singasati dan mendirikan dinasti baru bernama Dinasti Rajasa.
2. Mpu Sindok, seorang brahmana, menjadi raka di kerajaan Mataram Kuno dan mendirikan dinasti baru bernama Isyana.
3. Gajah Mada, tidak jelas asal usulnya, tetapi menjadi patih terbesar yang pernah dimiliki Kerajaan Majapahit.
16
2. Perkembangan Agama Buddha

Agama Buddha muncul sebagai reaksi terhadap dominasi Brahmana atas ajaran dan ritual keagamaan
dalam masyarakat India. Diperkirakan lahir sekitar abad ke-5 sebelum masehi. Pembawa agama Buddha
adalah Sidharta Gautama, putra Raja Sudhodana dari Kerajaan Kosala di Kapilawastu. Untuk mencari
pencerahan hidup, Sidharta Gautama meninggalkan istana kemudian menuju hutan di Bodh Gaya. Ia
bertapa di bawah pohon beringin dan mendapatkan Bodhi, yaitu semacam penerangan atau kesadaran yang
sempurna. Pohon itu kemudian dikenal dengan pohon Bodhi. Sejak saat itu Sidharta Gautama dikenal
sebagai Sang Buddha, yang artinya “disinari“. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 531 sebelum masehi.
Wejangan pertama Sidharta Gautama disampaikan di Taman Rusa di Sarnath, India bagian timur laut.

Reinkarnasi dalam agama Buddha Sidharta Gautama

Dalam ajaran Buddha, manusia akan lahir berkali-kali (reinkarnasi). Hidup adalah samsara, menderita, dan
tidak menyenangkan. Menurut ajaran Buddha, hidup menderita disebabkan adanya tresna atau cinta, yaitu
hasrat/nafsu akan kehidupan. Penderitaan dapat dihentikan, caranya dengan menindas tresna melalui
delapan jalan (astawida), yaitu melaksanakan ajaran dengan benar, niat dan bersikap benar, berkata benar,
bertingkah laku benar, hidup dengan benar, berusaha dengan benar, selalu memperhatikan, serta
bermeditasi dengan benar. Ajaran agama Buddha dirangkum dalam kitab Tripitaka. Tripitaka berasal dari
bahasa Sansekerta, tri artinya tiga dan pitaka artinya keranjang.

B. Kedatangan Agama Hindu-Buddha di Indonesia

1. Kedatangan Agama Hindu di Indonesia

Hingga saat ini proses masuknya agama Hindu di Indonesia masih diperdebatkan oleh para ahli. Pendapat
yang dikemukakan oleh beberapa ahli merupakan sebuah teori sementara yang masih memerlukan
pembuktian. Teori-teori tersebut sangat berguna dalam memberikan pemahaman tentang proses masuk dan
berkembangnya agama serta kebudayaan Hindu di Indonesia. Teori apa sajakah yang dicetuskan para ahli?
Perhatikan penjelasan berikut!

Teori
Sudra

Teori Arus Teori


Balik Waisya

Teori Teori
Brahmana Ksatria

17
a. Teori Sudra

Hanya sedikit ahli yang setuju pada teori Sudra, salah satunya adalah Von van Feber. Inti teori ini adalah
kedatangan agama Hindu di Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra. Von van
Feber mengungap sejumlah pendapat berikut berkaitan dengan teori ini.
1) Golongan berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan lebih baik. Oleh karena dijadikan
budak di India, mereka pergi ke daerah lain, termasuk ke Indonesia.
2) Golongan berkasta Sudra sering dianggap orang buangan. Oleh karena itu, mereka meninggalkan
daerahnya pergi ke daerah lain, bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai di Indonesia agar
mendapat kedudukan lebih baik dan lebih dihargai.

Teori ini menimbulkan kontroversi karena kaum Sudra dianggap tidak layak untuk menyebarkan agama
Hindu. Mereka adalah kelompok bawah, kaum budak, dan memiliki derajat terendah. Oleh karena
itu,dalam urusan keagamaan, kaum Sudra tidak mungkin menyebarkan agama Hindu. Adapun bantahan
lain dari para ahli terhadap teori Sudra sebagai berikut:
1) Golongan Sudra tidak menguasai ajaran agama Hindu sebab mereka tidak menguasai bahasa
Sansekerta yang digunakan dalam kitab suci Weda.
2) Tujuan utama kaum Sudra meninggalkan India untuk mendapat penghidupan dan kedudukan yang
lebih baik. Jika mereka pergi ke tempat lain, pasti untuk mewujudkan tujuan utama mereka, bukan
untuk menyebarkan agama Hindu.

b. Teori Waisya

Teori Waisya dikemukakan oleh N.J. Krom. Menurut N.J. Krom, agama Hindu masuk ke Indonesia
dibawa kaum pedagang yang datang dengan tujuan berdagang. Pedagang India kemudian menetap di
Indonesia dan menikah dengan penduduk local. Menurut N.J. Krom, ada dua kemungkinan agama
Hindu disebarkan oleh golongan waisya. yaitu:
1) Para pedagang India melakukan perdagangan dan akhirnya sampai di Indonesia untuk berdagang.
Melalui interaksi perdagangan itu, agama Hindu disebarkan pada masyarakat Indonesia.
2) Para pedagang dari India yang singgah ke Indonesia selanjutnya mendirikan pemukiman sambil
menunggu angina musim yang baik untuk membawa mereka kembali ke India. Mereka pun
berinteraksi dengan penduduk sekitar dan menyebarkan agama kepada penduduk lokal Indonesia.

Melalui interaksi dengan penduduk setempat, para pedagang berhasil memperkenalkan agama Hindu.
Dengan begitu, kaum pedagang memiliki peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan
Hindu di Indonesia. Faktor yang memperkuat teori dari N.J Krom sbb:
1) Teori Waisya mudah diterima oleh akal karena dalam kehidupan, faktor ekonomi menjadi sangat
penting dan perdagangan merupakan salah satu kegiatan perekonomian. Kegiatan perdagangan
dianggap mempermudah para pedagang asing untuk berinteraksi dengan orag dari berbagai daerah.
2) Terdapat Kampung Keling, yaitu perkampungan para pedagang India di Indonesia. Kampung Keling
terdapat di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jepara, Medan, Aceh dan Malaka.

Meskipun teori Waisya memiliki sejumlah kekuatan, teori ini juga memiliki kelemahan sebagai berikut :
1) Kaum Waisya tidak menguasai bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa. Bahasa dan aksara tersebut
hanya dikuasai kaum Brahmana.
2) Sebagian besar kerajaan Hindu terletak di pedalaman. Jadi, jika pengaruh Hindu dibawa oleh
pedagang, tentunya kerajaan-kerajaan tersebut terletak di daerah pesisir.
3) Motif golongan waisya datang ke Indonesia hanya sekedar berdagang, bukan menyebarkan agama
Hindu. Oleh karena itu, hubungan yang terbentuk antara penduduk, raja dan saudagar (pedagang
India) hanya berkisar pada kegiatan perdagangan dan tidak akan membawa perubahan besar
terhadap penyebaran agama Hindu.
4) Meskipun ada perkampungan para pedagang India di Indonesia, kedudukan mereka tidak berbeda
dengan rakyat biasa di tempat tersebut. Mereka yang tinggal menetap sebagian besar hanya
pedagang keliling sehingga kehidupan ekonomi mereka tidak jauh beda dengan penduduk setempat.

c. Teori Ksatria

Menurut F.D.K. Bosch, ada 3 faktor yang menyebabkan golongan ksatria menjadi pembawa agama
Hindu, yaitu:
1) Raja, bangsawan, dan ksatria dari India yang kalah perang meninggalkan daerahnya menuju daerah
lain termasuk ke Indonesia. Mereka berusaha menaklukkan daerah baru di Indonesia dan
membentuk pemerintahan baru seperti ketika mereka berada di India. Dari penaklukkan tersebut
mereka mulai menanamkan ajaran agama Hindu kepada penduduk setempat.

18
2) Kekacauan politik di India menyebabkan para ksatria melarikan diri sampai ke Indonesia. Mereka
selanjutnya membentuk dan mendirikan koloni (tanah jajahan) serta menyebarkan agama Hindu.
3) Raja dan para bangsawan India sengaja datang ke Indonesia untuk menyerang dan menaklukkan
suku-suku di Indonesia. Setelah berhasil, mereka mendirikan kerajaan dan mulai menyebarkan
agama Hindu.

Kekuatan teori Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualang pada saat itu umumnya
dimiliki oleh para ksatria (keluarga kerajaan). Semangat berpetualang yang ditunjukkan golongan ksatria
pada periode tersebut mendorong penyebaran agama dan kebudayaan Hindu.

Meskipun teori Ksatria memiliki kekuatan, teori ini juga tidak terlepas dari kelemahan, yaitu :
1) Golongan ksatria tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa yang terdapat pada kitab
Weda.
2) Apabila Indonesia pernah menjadi daerah taklukan kerajaan India, tentu ada bukti prasasti yang
menggambarkan penaklukan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan
prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan penaklukan kerajaan Sriwijaya
oleh kerajaan Cola, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat teori ini. Prasasti Tanjore
menjelaskan bahwa penaklukan tersebut terjadi pada abad XI Masehi.
3) Tidak mungkin pelarian dari India mendapat kedudukan mulia sebagai raja di wilayah lain. Di
Indonesia pada masa itu seseorang yang dapat menjadi pemimpin suatu wilayah harus memenuhi
syarat mempunyai kemampuan lebih tinggi dari yang lain.

d. Teori Brahmana

Teori ini dikemukakan oleh van Leur. Ia berpendapat bahwa agama Hindu masuk di Indonesia dibawa
oleh kaum Brahmana karena hanya kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab
suci Weda. Kedatangan kaum Brahmana diduga karena undangan para penguasa local di Indonesia
yang tertarik dengan agama Hindu atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu di Indonesia.

Van Leur juga tidak sependapat dengan teori Ksatria dan waisya karena tidak ada bukti (prasasti) yang
menjelaskan penaklukan yang dilakukan oleh golongan ksatria. Selain itu, tidak ada kemiripan antara
bangunan (arsitektur) di India dan Indonesia.
Menurut Van Leur, ketika menobatkan seorang raja, kaum Brahmana pasti membawa kitab Weda ke
Indonesia. Sebelum kembali ke India, tidak jarang para Brahmana meninggalkan kitab Weda-nya
sebagai hadiah bagi raja. Kitab tersebut selanjutnya dipelajari oleh sang raja dan digunakan untuk
menyebarkan agama Hindu di Indonesia.

Adapun kelemahan teori Brahmana sebagai berikut:


1) Mempelajari bahasa Sansekerta sangat sulit. Jadi tidak mungkin raja-raja di Indonesia yang telah
mendapat kitab Weda dari kaum Brahmana dapat mengetahui isinya, bahkan menyebarkan kepada
orang lain. Para raja tentu memerlukan bimbingan kaum Brahmana dalam mempelajarinya.
2) Menurut ajaran Hindu Kuno, seorang Brahmana dilarang menyeberangi lautan apalagi
meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan tindakan tersebut, ia akan kehilangan hak atas
kastanya.Dengan demikian, mendatangkan para Brahmana ke Indonesia bukan merupakan
tindakan yang wajar.

e. Teori Arus Balik (Counter-Current)

Dikemukakan oleh F.D.K. Bosch sebagai bantahan dari teori Waisya dan Ksatria. Bosch menjelaskan
bahwa masyarakat Indonesia memiliki peranan tersendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama
Hindu. Penyebaran agama Hindu di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksi dengan
orang-orang India, banyak penduduk Indonesia tertarik belajar agama Hindu. Penduduk Indonesia
kemudian belajar dan dididik oleh orang India di tempat belajar yang disebut sangga. Orang-orang
Indonesia kemudian mendalami agama dan kebudayaan Hindu di India. Setelah belajar di India, mereka
kembali ke Indonesia serta mengembangkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.

Kelebihan dari teori arus balik adalah:


1) Ada kemungkinan putra para bangsawan di Nusantara pergi ke india untuk belajar agama dan
kebudayaan Kebudayaan India, tujuannya agar dengan ilmu yang mereka dapat dari India, para
bangsawan bisa membuat kekuasaan di Nusantara dengan mencontoh kebudayaan Kebudayaan
India di India.
2) Adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradewa (Raja Sriwijaya) telah meminta
kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para

19
tokoh dari Sriwijaya. Permintaan raja Sriwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah
para tokoh atu pelajar itu menuntut ilmu disana, mereka kembali ke Nusantara.

Sedangkan kelemahan dari teori ini adalah sepertinya tidak mungkin jika orang Nusantara pergi ke
India untuk belajar agama dan budaya Kebudayaan India karena pada saat itu masyarakat Nusantara
masih bersifat pasif, jadi tidak mungkin orang Nusantara belajar ke India untuk menuntut ilmu agama
dan agama Kebudayaan India kemudian mereka kembali ke Nusantara untuk meyebarkan ilmu mereka.

2. Kedatangan Agama Buddha di Indonesia

a. Perdagangan

Sebagai kegiatan yang mengharuskan adanya perpindahan dan pertemuan dengan orang lain,
perdagangan merupakan sarana yang paling ampuh dalam menyebarkan pengaruh, termasuk agama.
Agama Buddha diperkirakan datang dan dikenalkan pertama kali lewat kegiatan perdagangan yang
berkembang antara bangsa Nusantara, India, dan juga Cina. Masuknya agama Buddha di Indonesia itu
sekitar awal abad pertama atau saat dimulainya perdagangan melalui jalur laut, namun itu hanyalah
perkiraan kedatangan para pedagang dari India atau pun dari China. Sedangkan bukti-bukti yang
menyebutkan adanya orang Indonesia yang memeluk agama Budha itu sekitar adab ke-4 M. Ditemukan
Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di
Kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang diperkirakan
mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair Buddhist dalam bahasa
Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua. Tulisan yang kedua dari lempengan batu tersebut
berbunyi: ”Karma bertambah banyak karena kurang pengetahuan dharma Karma menjadi sebab
tumimbal lahir Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma Dengan tiada karma maka
tiada tumibal lahir”. Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di Kalimantan Timur, dilembah-
lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam
bentuk patung Buddha dalam gaya Gupta.

Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patungpatung Buddha gaya
Amaravati ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai Kitsna kira-kira
80 mil dari pantai timur India, adalah negeri aliran besar patung Buddha yang berkembang dari tahun 150
sampai 250 M.), namun adanya negara Buddha di daerah-daerah itu belum ada yang mengetahui tentang
kemungkinannya. Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut oleh orangorang tionghoa. Tahun 502
seorang Raja Buddha telah memerintah di sana dan tahun 519 putra raja Vijayavarman mengirim utusan
ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di Sumatera. Lewat berbagai bukti tersebut telah diketahui
bahwa kebudayaan India yang bercorak Buddha ditemukan di berbagai wilayah di Nusantara. Hal ini
menandakan adanya perdagangan yang menjadi sarana penting dalam penyebaran agama Buddha ke
wilayah Nusantara.

b. Dharmaduta

Selain perdagangan, dalam agama Buddha dikenal pula istilah dharmaduta sebagai penyebar agama
Buddha ke seluruh penjuru dunia. Dharmaduta merupakan utusan agamawan Buddha yang memang
bertugas menyebarkan agama Buddha. Keberadaan dharmaduta menjadi penting karena mereka
merupakan sosok yang mendalami ajaran Buddha dan hidup penuh kesederhanaan. Seseorang yang
menjadi dharmaduta diharuskan memenuhi kriteria khusus dan harus mendapat pengajaran khusus
sebelum diperbolehkan untuk menyebarkan agama ke berbagai wilayah. Mereka terbiasa berjalan dan
mengunjungi berbagai tempat guna menyebarkan ajaran dan kebaikan dharma Buddha. Sampai saat ini
keberadaan dharmaduta masih memegang peranan utama sebagai utusan agama Buddha sekaligus
penyiar agama Buddha yang tersebar ke seluruh penjuru dunia.

20
Gambar Dharmaduta

C. Pengaruh Hindu-Buddha Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia di Bidang Pemerintahan


dan Budaya
Pada pertemuan sebelumnya Anda telah membahas tentang teori-teori masuknya agama Hindu-Buddha ke
Indonesia. Terlepas dari teori manakah yang paling benar tentang proses masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke
Indonesia, pengaruh agama dan kebudayaan tersebut sangat tampak dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebagian peninggalannya bahkan masih dapat kita saksikan sampai saat ini, baik yang bersifat fisik (material)
maupun nonfisik (abstrak). Berikut ini bentuk-bentuk pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.

1. Politik dan Sistem Pemerintahan

Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut di


Indonesia adalah sistem pemerintahan desa, yang dipimpin oleh kepala suku dan dipilih berdasarkan
kekuatan dan kelebihannya. Dengan masuknya pengaruh Hindu, muncul konsep dewa raja yaitu pimpinan
tertinggi dalam sebuah kelompok adalah seorang raja, yang diyakini sebagai titisan atau reinkarnasi dewa.
Konsep iki melegitimasi (mengesahkan) pemusatan kekuasaan pada raja.
Dari konsep ini pula Indonesia mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan, dengan raja sebagai
pimpinan tertinggi, dibantu sejumlah pejabat. Sebagai penguasa, raja memiliki wewenang penuh terhadap
seluruh tanah di wilayah kerajaannya, sedangkan rakyat hanyalah penggarap. Rakyat juga wajib
memberikan kesetiaan yang penuh terhadap titah raja, termasuk dalam membangun istana dan candi tanpa
menuntut upah.

HINDU-BUDDHA

Sistem pemerintahan desa (dipimpin oleh kepala suku) berubah menjadi sistem pemerintahan kerajaan (dipimpin oleh
raja)

2. Bahasa dan Tulisan

Masuknya kebudayaan Hindu ke Nusantara sejak abad ke-1 Masehi mengantarkan masyarakat
Nusantara ke budaya tulis atau masa aksara (masa ketika mereka mengenal dan mempraktikkan tradisi
tulisan). Budaya tulis ini menggunakan Bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, yaitu sejenis tulisan yang
ditemukan juga di wilayah India bagian selatan. Dalam perkembangannya, huruf Pallawa menjadi dasar dari
huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi, Jawa Kuno, Batak, dll.

21
Perbandingan huruf-huruf dari beberapa daerah yang ada di Indonesia yang didasari oleh Huruf Pallawa memberi pengaruh pada
beberapa aksara di Nusantara, termasuk diantaranya asara Jawa, Bugis dan Batak

Adapun bahasa Sansekerta tidak berkembang sepesat huruf Pallawa sebab bahasa Sansekerta
digunakan hanya di lingkungan terbartas, yaitu di lingkungan istana dan para Brahmana dalam upacara
keagamaan. Contoh hasil bahasa dan tulisan hasil akulturasi budaya Nusantara dengan Hindu-Buddha
adalah prasasti, kitab dan manuskrip.

3. Agama dan Sosial Budaya

Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk, bangsa Indonesia telah mengenal sistem kepercayaan
animisme dan dinamisme serta sejumlah kegiatan upacara yang terkait pemujaan terhadap roh nenek
moyang. Masuknya pengaruh Hindu membuat masyarakat Indonesia mengenal dewa-dewi, yang
merupakan perwujudan dari Tuhan YME. Setiap dewa-dewi memiliki tempat dan perannya yang khas
Dalam kehidupan sosial, pengaruh kebudayaan Hindu yang nyata adalah dikenalnya sistem kasta.
Meski demikian, sistem kasta yang berlaku di Indonesia tida seketat di negeri asalnya, India. Sedangkan
pada agama Buddha tidak dikenal sistem kasta.

Sistem Kasta Dalam Agama Hindu Trimurti (3 Dewa Utama: Brahma, Wisnu, Siwa)

4. Seni Bangunan, Seni Pahat dan Relief Candi

Candi merupakan bangunan utama yang banyak didirikan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia.
Candi-candi bercorak Hindu umumnya berfungsi untuk menghormati dan memuliakan dewa-dewi Hindu.
Contoh candi Hindu adalah Candi Prambanan (Dewa Siwa), Kalasan (Dewi Tara), Sewu (Manjusri), Dieng,
Panataran, dll.
Adapun candi-candi bercorak Buddha berfungsi sebagai sarana ritual (memuliakan Buddha), menyimpan
relikui Buddhis maupun biksu terkemuka atau keluarga kerajaan penganut Buddha (seperti abu jenazah),
atau sebagai tempat ziarah bagi para penganutnya. Contoh vandi Buddha adalah Borobudur, Sewu,
Plaosan, Sumberawan, dll.
Sementara itu, bangunan candi pada umumnya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu: (a) Bhurloka, yaitu
bagian bawah candi yang melambangkan kehidupan dunia fana, (b) Bhurvaloka, yaitu bagian candi yang
melambangkan tahap pembersihan dan pemurnian jiwa, dan (c) Svarloka, yang melambangkan tempat para
dewa atau jiwa yang telah disucikan.

22
Struktur Candi

Meski struktur bangunan semua candi sama, masih terdapat perbedaan penting antara bentuk candi di
Jawa Tengah dengan Jawa timur:

Jawa Tengah Jawa Timur


Berbentuk tambun Berbentuk lebih ramping
Terdapat hiasan kalamakara di atas gawang Terdapat hiasan kala atau wujud kepala raksasa
pintu masuk yang dibentuk lebih sederhana dari kalamakara
Puncak candi berbentuk stupa Puncak candi berbentuk kubus
Dari batuan andesit Dari batu bata
Menghadap ke Timur Menghadap ke Barat

Sedangkan perbedaan antara Candi Hindu dan Buddha adalah sebagai berikut:

Candi Hindu Candi Buddha


Adanya ratna (hiasan berbetuk bunga teratai Banyaknya patung Buddha dengan atribut
yang masih kuncup) di puncaknya sederhana serta bangunan stupa dengan patung
Buddha di dalamnya.
Relief (ukiran-ukiran yang membentuk suatu Candi Buddha juga mengenal relief, seperti yang
cerita atau ajaran) di dinding-dindingnya terdapat pada dinding Candi Borobudur (yang
menggambarkan kehidupan sang Buddha dan
ajaran-ajarannya)
23
Adanya arca Trimurti, Durga, Agastya, serta Di kening Buddha selalu terdapat bintik kecil yang
Ganesha (baik dalam candi maupun relung disebut dengan Urna, sebuah tanda yang
dinding candi) menyimbolkan mata ketiga, yang mampu
memandang ke dunia ilahi (nirwana).

Dalam seni pahat, kebudayaan Hindu-Buddha meninggalkan banyak pengaruh, yang sudah dirintis oleh
nenek moyang kita pada zaman Megalithicum dalam rupa patung-patung besar. Seni patung masa Hindu
memiliki bentuk yang lebih proporsional dan memiliki banyak atribut seperti tampak pada patung-patung
dewa yang menghiasi candi. Pada candi Buddha, meskipun bentuknya kebih sederhana, patungnya dibuat
dengan mudra (gesture atau sikap tubuh yang bersifat simbolis atau ritual).

D. Kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia

Kerajaan Majapahit

1. Didirikan oleh …. pada 10 November 1293.


2. Berdiri di atas tanah … yang diberi oleh … Raja Kediri.
3. Raden Wijata dibantu oleh …. dalam mendirikan Kerajaan Majapahit.
4. Nama Majapahit diambil dari buah …. yang banyak tumbuh di hutan tersebut, rasanya pahit.
5. Dalam perjalanannya, majapahit mengalami banyak pemberontakan. Pemberontakan yang paling besar
adalah yang dilakukan oleh …. yang nanti berhasil ditumpas oleh Patih ….
6. Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri, yaitu ….
7. Raja ke-2 Majapahit adalah … yang mendapat julukan “”Kala Gemet” yang artinya penjahat lemah.
8. Raja ke-3 nya adalah Tribuana Wijaya Tunggadewi yang merupakan putri dari Ratu ….
9. Saat pemerintahan Tribuana inilah Patih Gajahmada mengucapkan …. dimana ia tidak akan beristirahatnjika
belum menyatukan nusantara.
10. Tribuana digantikan oleh putranya yaitu …. (Rajasanagara) yang merupakan raja ke-4 Majapahit. Pada
masa raja ke-4 inilah Majapahit mencapai masa keemasannya.
11. Menurut Kitab …., wilayah Majapahit meliputi Sumatera, Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku, Papua, Singapura dan Filipina.
12. Jatuhnya Majapahit terjadi setelah raja ke-4 wafat. Ia digantikan oleh putrinya yang bernama …. yang
menikah dengan sepupunya sendiri yaitu Wikramawardhana.
13. Putra raja ke-4 dari selirnya yang bernama …. juga merasa berhak menduduki tahta Majapahit.
14. Terjadilah perang saudara antara keduanya yang dikenal dengan perang ….
15. Akibat perang ini, kondisi Majapahir semakin tidak kondusif. Hal ini diperparah dengan serangan dari
Kerajaan Islam yaitu kerajaan ….

Berakhirlah Kerajaan Majapahit dengan Candrasengkala “Sirna Ilang Kretaning Bumi” (1478 M)

24

Anda mungkin juga menyukai