Anda di halaman 1dari 18

KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA PRAAKSARA

Gambar Artefak Zaman Praaksara

Masa praaksara antara satu bangsa dengan bangsa yang lain berbeda sesuai dengan kemampuan
manusia pendukungnya mengenal aksara. Penemuan fosil dan artefak di Indonesia menjelaskan
tentang manusia purba yang pernah ada di Indonesia dan bagaimana cara manusia purba bertahan
hidup. Selain itu, penemuan tersebut membawa kita kepada asal nenek moyang bangsa Indonesia.
Alat-alat yang ditinggalkan oleh manusia purba tersebut, menjadi sebuah rute yang dapat
menelusuri dimana awal dan akhirnya. Zaman Praaksara dimulai sejak manusia ada di muka bumi
sampai dengan saat manusia mengenal tulisan. Sejarah dan praaksara berbicara mengenai peristiwa
atau kejadian yang berlangsung pada masa lalu. Perbedaannya, sejarah meninggalkan bukti-bukti
tertulis, sedangkan praaksara meninggalkan bukti-bukti yang tidak menorehkan tulisan.

A. Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara

Kehidupan manusia pada zaman praaksara senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Semua itu bertahap dan melalui proses yang sangat lama. Tentunya corak kehidupan yang saat ini
kita lakukan adalah perkembangan dari corak kehidupan pada zaman praaksara. Untuk itu marilah
kita menelaah “Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara”

1. Mengenal Masa Praaksara

Praaksara berasal dari gabungan kata pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan aksara berarti tulisan.
Dengan demikian, yang dimaksud masa praaksara adalah masa sebelum manusia mengenal bentuk
tulisan. Masa praaksara disebut juga dengan masa nirleka (nir artinya tidak ada, dan leka artinya
tulisan), yaitu masa tidak ada tulisan. Masa praaksara disebut juga dengan masa prasejarah,yaitu
suatu masa dimana manusia belum mengenal tulisan.
Kehidupan manusia pada masa praaksara disebut sebagai kehidupan manusia purba. Manusia
muncul di permukaan bumi kira-kira 3 juta tahun yang lalu bersama dengan terjadinya berkali-kali
pengesan atau glasiasi dalam zaman yang disebut kala plestosen.

Kurun waktu pada masa praaksara diawali sejak manusia ada dan berakhir sampai manusia
mengenal tulisan. Aksara atau tulisan merupakan hasil kebudayaan manusia. Fungsi utama dari
aksara yaitu untuk berkomunikasi dan membaca tentang sesuatu. Berakhirnya masa praaksara
setiap bangsa tidaklah sama. Bangsa Mesir telah mengenal tulisan. Sebaliknya, bangsa Australia baru
mengenal tulisan sekitar awal abad ke-20. Berarti penduduk asli bangsa Australia aru meninggalkan
masa praaksara pada awal abad ke-20.

Bangsa Indonesia meninggalkan masa praaksara kira-kira pada tahun 400 masehi. Hal ini diketahui
dari adanya batu bertulis yang terdapat Muara Kaman, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut tidak
berangkat tahun, namun bahasa dan bentuk huruf yang dipakai memberi petunjuk bahwa prasasti
itu dibuat sekitar tahun 400 Masehi.

2. Periodisasi masa praaksara

Untuk mengetahui perkembangan manusia sejak awal kehidupannya, kita perlu mempelajari
terlebih dahulu periodisasi atau pembabakan zaman di muka bumi. Periodisasi adalah pembabakan
waktu yang digunakan untuk berbagai peristiwa.Periodisasi masa praaksara terbagi menjadi secara
geolois dan arkeologis.

a. Periodisasi secara geologis

Menurut para ahli geologi, sejarah perkembangan bumi terbagi menjadi empat periode, yaitu
sebagai berikut.

1) Zaman Arkaikum atau Azoikum (Zaman Tertua)

Gambar: Zaman Arkaikum atau Azoikum


Zaman ini berlangsung kurang lebih 2.500 juta tahun. Keadaan kulit bumi masih labil, masih
menyerupai gumpalan bola gas, dan kulit bumi sangat panas karena masih dalam proses
pembentukan. Oleh karena itu, pada zaman ini belum ada tanda-tanda kehidupan.

2) Zaman Palaeozoikum atau Zaman Primer (Zaman Kehidupan Tua)

Gambar: Zaman Palaeozoikum atau Zaman Primer

Zaman ini berlangsung kurang lebih 340 juta tahun. Keadaan bumi masih belum stabil, iklim masih
berubah-ubah dan curah hujan sangat besar, secara berangsur-angsur tempratur bumi mendingin.
Akan tetapi pada zaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan seperti makhluk bersel satu atau
mikroorganisme, hewan-hewan kecil yang tidak bertulang punggung, jenis-jenis ikan, amfibi dan
reptil. Adapula jenis-jenis tumbuhan ganggang dan rerumputan.

Zaman ini ditandai dengan munculnya kehidupan darat yang berasal dari air. Pada masa itu telah
muncul tumbuhan dan hewan dan berkembang pertama kalinya, termasuk tumbuhan paku, paku
ekor kuda, amfibi, serangga,dan reptil. Pada zaman Palaeozoikum mulai muncul tanda-tanda
kehidupan, antara lain munculnya binatang-binatang kecil yang tidak bertulang punggung, berbagai
jenis ikan, amfibi, dan reptil. Zaman Palaeozoikum (zaman kehidupan tua) berlangsung kira-kira sejak
340 juta tahun silam.

3) Zaman Mesozoikum atau Zaman Skunder (Zaman Kehidupan Pertengahan)

Zaman ini berlangsung kurang lebih 140 juta tahun. iklim semakin membaik.Pohon-pohon yang
besar dan hewan yang hidup di darat mulai muncul. Beberapa jenis amfibi tumbuh menjadi besar
sekali bahkan ada yang melebihi seekor buaya. Mulai muncul beragam hewan bertubuh besar
seperti berbagai jenis hewan reptil dinosaurus dan gajah purba atau mamut. Menjelang berakhirnya
masa ini mulai muncul berbagai jenis burung dan binatang menyusui.
Gambar: Reptil zaman Mesozoikum

Masa mesozoikum dikenal sebagai zaman reptil: dinosaurus menjadi penguasa hampir sepanjang
masa ini, namun kemudian punah secara mendadak pada 65 juta tahun yang lalu, hal ini
diperkirakan akibat tumbukan meteorid raksasa, yang membuat bumi diliputi debu. Pada akhir masa
ini mulai muncul jenis mamalia.

4) Zaman Neozoikum atau Kainozoikum (Zaman Kehidupan Baru)

Zaman ini berlangsung kurang lebih 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Keadaan bumi semakin
membaik, perubahan cuaca tidak begitu besar dan kehiddupan berkembang dengan pesat. Zaman
ini dibagi atas dua zaman yaitu zaman tersier dan zaman kwarter.

a) Zaman Tersier(Zaman Ketiga)

Pada zaman ini binatang-binatang menyusui berkembang pesat, sedangkan reptil-reptil raksasa
lambat laun lenyap. Hal terpenting pada zaman ini munculnya jenis perimata seperti kera dan
monyet. Setelah zaman reptil raksasa punah, terjadi perkembangan jenis kehidupan lain seperti
munculnya primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang menyerupai burung
unta.Sementara itu, muncul pula fauna laut seperti ikan dan moluska,sangat mirip dengan fauna laut
yang hidup sekarang.Sedangkan tumbuhan berbunga terus berevolusi menghasilkan banyak variasi
seperti semak belukar, tumbuhan merambat,dan rumput.

b) Zaman Kwarter (Zaman Keempat)

Zaman kuarter adalah merupakan zaman yang terpenting karena dimulainya adanya kehidupan
manusia. Zaman ini dibagi menjadi dua, yaitu zaman pleistosen dan holosen.
Pembagian zaman kuarter sebagai berikut.

(1) Zaman pleistosen(Dillivium)

Gambar: Zaman pleistosen

Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun. Zaman ini disebut juga zaman es(zaman glacial).pada
kala pleistosen diperkirakan manusia purba mulai muncul. Disebut zaman glasial karena temperature
bumi saat itu sanagat rendah dan gletser yang berada di wilayah kutub utara mencair hingga
menutupi sebagian benua-benua besar seperti Asia,Eropa dan amerika .meluasnya permukaan es
menyebabkan turunnya permukaan air laut.pada saat itu di Indonesia bagian barat terbentuk
paparan Sunda dan di sebelah timur paparan Sahul,zaman plestosin terdiri dari tiga lapisan yaitu
sebagai berikut.

(a) Plestosiin bawah dengan manusia pendukung yaitu pithecanthropus robustus,pithechanthropus


mojokertensis,dan meganthrpus palaeojavanicus

(b) Plestosin tengah dengan manusia pendukung pithecanthropus erectus

(c) Plestosin atas dengan manusia pendukung yaitu homo wajakensis dan homo solooensis

(2) Zaman holosen (Dlivium)

Zaman ini berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang lalu dan berkembang sampai sekarang. Homo
Sapiens sama dengan manusia zaman sekarang, manusia modern seperti manusia
sekarang,diperkirakan muncul pada kala Holosen ini.
Gambar: Manusia hidup di masa holosen

b. Periodisasi secara arkeologis

Arkeologi merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan masa lampau melalui benda-benda artefak.
Dari hasil penelitian para ahli arkeologi, maka tabir kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia
dapat diketahui. Berdasarkan penggalian arkeologi maka masa Praaksara dikategorikan menjadi 2
yaitu sebagai berikut.

1) Zaman Batu

Zaman batu menunjuk pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia umumnya/dominan
terbuat dari batu, walaupun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang. Dari alat-
alat peninggalan zaman batu tersebut, melalui Metode Tipologi (cara menentukan umur
berdasarkan bentuk atau tipe benda peninggalan), maka zaman batu dibedakan lagi menjadi 3
periode/masa, yaitu sebagai berikut.

a) Palaeolithikum (zaman Batu Tua)

Pengertian paleolithikum, berasal dari dua kata yaitu paleos yang artinya tua dan lithikum dari kata
lithos yang berarti batu, karena itu zaman paleolithikum sering disebut juga dengan zaman batu tua.
Zaman batu tua diperkirakan berlangsung selama 50.000-10.000 SM.
Gambar peralatan pada zaman batu tua

Pada zaman ini memiliki ciri-ciri khusus, yaitu sebagai berikut.

(1) Peralatan terbuat dari batu atau tulang yang masih kasar.

(2) Jenis alat yang dipergunakan adalah kapak genggam, kapak perimbas dan alat serpih.

(3) Manusia hidup mencari makan dengan meramu dan berburu.

(4) Bertempat tinggal secara nomaden (berpindah-pindah).

(5) Belum mengenal seni.

b) Mesolithikum (zaman Batu Tengah)

Zaman ini disebut juga dengan zaman batu tengah atau zaman batu madya, yang diperkirakan

berlangsung pada masa holosen (10.000-20.000 tahun yang lalu). Zaman batu madya (mesolithicum)
memiliki ciri-ciri khusus yang hampir sama dengan zaman palaeolithicum. Namun, ada beberapa
tambahan sebagai berikut.

(1) Ditemukan Kjokkenmoddinger, yaitu: bukit-bukit karang hasil sampah dapur.

(2) Ditemukan Abris Sous Roche, yaiu gua-gua sebagai tempat tinggal.

(3) Manusia zaman ini sudah mengenal seni yang berupa lukisan pada dinding gua. Lukisan ini
berbentuk cap tangan dan babi hutan.

(4) Alat yang digunakan disebut peble atau kapak Sumatera.

(5) Sudah mulai mengenal kepercayaan.


Gambar: Peninggalan masa Mesolithikum (zaman Batu Tengah)

c) Neolithikum (zaman Batu Baru)

Zaman Neolitikum berarti zaman batu muda.Di Indonesia,zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500
SM. Zaman ini merupakan revolusi pada masa prasejarah. Telah terjadi perubahan yang mendasar
pada corak kehidupan dan cara bertempat tinggal maupun peralatan hidupnya. Zaman ini telah
mengenal hasil-hasil kebudayaan sebagai berikut. Manusia pada zaman ini sudah mulai mengenal
cara bercocok tanam meskipun masih sangat sederhana, selain kegiatan berburu yang masih tetap
dilakukan. Manusia purba pada masa neolithikum sudah bisa menghasilkan bahan makanan sendiri
atau biasa disebut food producing.

Peralatan yang digunakan pada masa neolithikum sudah diasah sampai halus, bahkan ada peralatan
yang berbentuk sangan indah. Peralatan yang diasah pada masa itu adalah kapak lonjong dan kapak
persegi.

(1) Peralatan sudah dihaluskan bahkan diberi tangkai.

(2) Jenis alat yang diguakan adalah kapak persegi dan lonjong.

(3) Pakaiannya terbuat dari kulit kayu. Perhiasannya terbuat dari batu dan manik-manik.

(4) Telah bertempat tinggal menetap/sedenter.

(5) Telah memiliki kemampuan bercocok tanam.

(6) Telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.


Gambar peninggalan zaman batu baru

d) Megalithikum (zaman Batu Besar)

Zaman Meghalitikum (mega berarti besar, dan lithikum atau lithos berarti batu). Disebut juga zaman
batu besar. Disebut zaman megalitikum karena pada zaman ini ditemukan peralatan yang terbuat
dari batu-batu besar. Adapun hasil-hasil kebudayaan zaman ini adalah benda-benda berikut.

(1) Menhir yaitu suatu tugu yang terbuat dari batu besar. Biasanya menhir ini digunakan untuk
tempat memuja arwah leluhur.

(2) Dolmen yaitu meja batu yang digunakan untuk meletakkan sesaji.

(3) Kubur batu yaitu tempat menyimpan mayat. Kubur batu ini berbentuk persegi panjang, dan
terbuat dari lempengan-lempengan batu.

(4) Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus.

(5) Sarkofagus adalah kubur batu yang berbentuk lesung. Sarkofagus terbuat dari satu batu.

(6) Punden berundak merupakan suatu bangunan yang terbuat dari batu. Batu-batu itu di susun
berundak-undak atau bertingkat.

7) Sarkofagus adalah peti mati dari satu batu utuh terdiri atas wadah dan tutup.
Gambar: Peninggalam masa Megalithikum (zaman Batu Besar)

2) Zaman Logam

Pada zaman logam, manusia sudah dapat membuat peralatan dari logam yang ternyata lebih kuat
dan mudah dikerjakan daripada batu. logam harus dilebur dahulu sebelum dipakai sebagai bahan
pembuatan peralatan manusia.Oleh karena itu, pada zaman logam, kebudayaan manusia mestinya
lebih tinggi daripada zaman batu.

Zaman logam menurut perkembangannya dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut.

a) Zaman perunggu

Disebut zaman perunggu karena pada zaman ini dihasilkan perlatan kehidupan yang dibuat dari
perunggu. Peralatan itu dibuat dengan 2 macam teknik. Ada yang dibuat dengan teknik cetak hilang
(a cire perdue) dan ada yang dibuat dengan cetak ulang (bivalve). Peralatan kehidupan yang dibuat
dari bahan perunggu ini meliputi: Nekara, Moko, Kapak corong, Arca perunggu, Bejana perunggu dan
Perhiasan perunggu.

b) Zaman tembaga

Indonesia tidak mengalami zaman tembaga. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya
peninggalan-peninggalan benda tembaga purba di Indonesia. Setelah zaman perunggu, bangsa
Indonesia langsung memasuki zaman besi.

c) Zaman besi

Kebudayaan besi banyak menghasilkan benda berupa peralatan hidup dan senjata. Senjata-senjata
yang dihasilkan pada zaman besi ini adalah tombak, mata panah, cangkul, sabit dan mata bajak.
Benda peninggalan zaman besi ini diperkirakan cukup banyak, tetapi tidak banyak ditemukan, karena
sifat benda ini yang mudah berkarat. Banyaknya benda peninggalan sejarah di atas menunjukkan
bahwa nenek moyang kita sebagai bangsa yang memiliki daya kreativitas tinggi.
c. Periodisasi berdasarkan perkembangan kehidupan

Berdasarkan perkembangan kehidupan manusia pada zaman Praaksara, periodisasi pada masa
tersebut dikategorikan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1) Masa berburu dan mengumpulkan makanan

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a) Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana

Manusia yang hidup pada masa ini masih rendah tingkat peradabannya dan diperkirakan sezaman
dengan masa Palaeolithikum. Mereka hidup berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain
(mengembara). Mata pencarian pada masa ini di antaranya sebagai pemburu binatang, penangkap
ikan, dan meramu (mencari dan mengumpulkan makanan) seperti umbi-umbian, buah-buahan dan
daun-daunan yang ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Manusia pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana hidup secara berkelompok yang tersusun dari keluarga-
keluarga kecil. Anggota kelompok laki-laki melakukan perburuan dan perempuan mengumpulkan
makanan dari tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan kecil.

Gambar: berburu hewan untuk dijadikan makanan pada zaman dahulu

Dengan demikian, kehidupan manusia pada periode ini masih sangat bergantung pada alam. Jika
sumber makanan di sekitar tempat mereka menipis atau sudah habis, mereka berpindah ke tempat
lain yang banyak terdapat binatang buruan dan bahan makanan. Mereka juga mencari tempat-
tempat yang ada airnya. Tempat yang mereka pilih biasanya di padang-padang rumput diselingi
semak belukar, yang sering dilalui binatang buruan. Namun, adakalanya mereka memilih tempat
tinggal di tepi pantai, sebab di situ mereka dapat mencari kerang dan binatang-binatang laut lainnya.

Selain itu, mereka sudah mampu membuat alat-alat sederhana dari batu, tulang, maupun kayu
namun masih berbentuk kasar. Alat-alat tersebut antara lain alat serpih yang digunakan sebagai
pisau, peraut, gurdi, mata panah, dan untuk menguliti umbi-umbian. Ada juga alat-alat batu inti yang
terdiri atas kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam.
b) Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sudah mengenal cara
memelihara dan mengembangbiakkan binatang serta bercocok tanam menggunakan sistem
berladang yaitu menebang hutan, kemudian membersihkan, dan menanaminya. Beberapa kali tanah
ladang tersebut dipergunakan, dan setelah kesuburannya berkurang, pindah ke tempat lain. Periode
ini diperkirakan sezaman dengan Mesolithikum, karena kehidupan manusia pada masa ini sudah
mengalami perkembangan dibandingkan dengan masa sebelumnya. Manusia mulai hidup menetap
walaupun hanya untuk sementara waktu dan mulai mengenal cara bercocok tanam sederhana.
Namun daripada itu, adanya lukisan di dinding gua atau dinding karang sebagai wujud kegiatan
manusia yang menghasilkan sesuatu yang belum dicapai pada masa sebelumnya. Kehidupan sosial
pada masa ini masih tetap dipengaruhi oleh cara hidup pada masa sebelumnya yaitu melakukan
perburuan hewan, menangkap ikan, mencari kerang, dan mengumpulkan makanan dari lingkungan
di sekitarnya.

Meskipun demikian, kehidupan manusia yang secara berkelompok mulai hidup menetap dengan
memilih gua yang letaknya cukup tinggi, terutama di lereng bukit serta dekat dengan sumber mata
air. Selama bertempat tinggal di gua tersebut, mereka melukiskan gambar tangan, binatang, atau
bentuk lainnya pada dinding gua dengan cara menggores maupun memberi warna merah, hitam,
dan putih. Lukisan tersebut menandakan berkembangnya kepercayaan tertentu, misalnya untuk
membuat kekuatan pelindung guna mencegah roh jahat diwakili dengan lukisan tangan dengan latar
belakang warna merah atau tanda berkabung yang diwakili gambar cap tangan dengan jari tidak
lengkap. Selain itu, kemampuan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut sudah mengalami kemajuan, terutama dalam membuat alat-alat atau perkakas yang
umumnya lebih halus daripada masa sebelumnya. Misalnya alat yang terbuat dari tulang dan tanduk
sebagai penggali umbi-umbian dan kapak Sumatra dari batu kerakal yang dibelah tengah, sehingga
satu sisinya cembung halus dan sisi lainnya kasar.

2) Masa bercocok tanam

Masa bercocok tanam diperkirakan sezaman dengan Neolithikum. Pada masa ini, manusia tidak lagi
sepenuhnya bergantung pada alam, karena sudah mampu mengolah alam untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara membabat hutan dan semak belukar
untuk ditanami berbagai jenis tanaman sehingga terciptalah ladang-ladang yang memberikan hasil
pertanian. Selain bercocok tanam, mereka juga mengembangbiakkan hewan ternak seperti ayam,
kambing, sapi, kerbau, dan hewan ternak lainnya. Meskipun sudah bercocok tanam dan memelihara
hewan ternak, kegiatan berburu dan mengumpulkan hasil hutan masih tetap dilakukan. Dengan
demikian, peradaban mereka sudah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Manusia pada masa
bercocok tanam diperkirakan sudah melakukan kegiatan perdagangan meskipun bersifat barter.
Barang yang dipertukarkan pada waktu itu berupa hasil-hasil pertanian, hasil kerajinan tangan
seperti gerabah dan beliung, maupun ikan laut yang dikeringkan. Ikan laut sangat diperlukan oleh
mereka yang bertempat tinggal di pedalaman. Dengan hidup menetap telah memberi kesempatan
bagi manusia untuk menata kehidupan secara teratur.
Gambar: Bercocok tanam pada zaman Neolithikum

Mereka hidup menetap di suatu tempat secara berkelompok dan membentuk masyarakat
perkampungan sederhana yang dipimpin oleh kepala kampung. Kepala kampung merupakan tokoh
yang disegani, dihormati, dan ditaati oleh penduduk kampung yang dipimpinnya. Kegiatan yang
banyak menghabiskan tenaga dilakukan oleh laki-laki seperti membabat hutan, menyiapkan ladang
untuk ditanami, membangun rumah atau membuat perahu. Adapun kegiatan menabur benih di
ladang yang sudah disiapkan, merawat rumah, dan kegiatan lain yang tidak memerlukan tenaga
besar dilakukan oleh perempuan. Selain itu, manusia pada periode bercocok tanam makin mahir
membuat berbagai macam perkakas dengan fungsi beraneka ragam dan hasilnya sudah halus.
Misalnya untuk kegiatan sehari-hari, perhiasan, maupun sebagai alat upacara keagamaan.

Alat-alat tersebut antara lain kapak lonjong digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan
sebagai kapak biasa; perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang; alat pemukul kulit kayu
digunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus; berbagai jenis gerabah; dan kapak persegi
yang digunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan alat upacara keagamaan.
Dibuatnya berbagai alat upacara keagamaan karena berkembang kepercayaan bahwa roh seseorang
tidak lenyap pada saat meninggal dunia. Oleh karena itu, diadakan upacara tertentu pada waktu
penguburan, misalnya dengan dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari seperti
perhiasan, periuk, atau pun barang-barang lain yang dikubur bersama-sama. Pada masa ini mulai
berkembang tradisi mendirikan bangunan-bangunan besar dari batu. Bangunan tersebut menjadi
media penghormatan, tempat singgah, dan menjadi lambang bagi orang yang sudah meninggal
tersebut. Hal ini didasari oleh kepercayaan tentang adanya hubungan antara yang hidup dan mati,
terutama kepercayaan yang memiliki pengaruh kuat dari orang yang telah mati terhadap
kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.

3) Masa perundagian

Masa perundagian diperkirakan sezaman dengan periode perunggu. Pada masa ini, peradaban
manusia sudah maju tingkatannya dan hidup menetap di perkampungan yang lebih besar serta
teratur. Perkampungan ini terbentuk dari bersatunya beberapa kampung hingga jumlah kelompok
penduduk bertambah banyak. Masyarakat tersusun dalam kelompok yang beragam. Ada kelompok
petani, ada pedagang, ada pula kelompok undagi (perajin/tukang). Teknologi pembuatan alat-alat
atau perkakas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa
masa perundagian sebagai akhir masa praaksara di Indonesia. Kata perundagian sendiri berasal dari
bahasa Bali, undagi, yang artinya seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang
mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu. Misalnya pembuatan gerabah,
pembuatan perhiasan, atau pembuatan sampan.

Gambar: Kehidupan manusia pada zaman perundagian

Kegiatan kehidupan yang mereka lakukan tidak lagi sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup,
namun meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan pertanian di ladang dan sawah masih tetap dilakukan
dengan menggunakan pengaturan air. Hasil pertanian disimpan untuk masa kering dan
diperdagangkan ke daerah lain. Kegiatan peternakan juga sudah berkembang, hewan ternak yang
dipelihara lebih beragam dari masa sebelumnya. Masyarakat telah mampu beternak kuda dan
berbagai jenis unggas. Namun demikian, berburu binatang liar masih tetap dilakukan seperti
harimau, ular, dan rusa/kijang untuk menambah mata pencarian maupun bertujuan untuk
menunjukkan tingkat keberanian dan kegagahan dalam suatu lingkungan masyarakat. Pada masa
perundagian, perdagangan masih bersifat barter, namun telah menjangkau tempat-tempat yang
jauh (antarpulau) dengan barang-barang yang dipertukarkan makin beragam. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya nekara di Selayar dan Kepulauan Kei yang dihiasi lukisan gajah, merak, dan
harimau. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat, karena
binatang-binatang ini tidak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur.

Kepercayaan yang berkembang masih melanjutkan kepercayaan pada masa sebelumnya.


Masyarakat meyakini bahwa arwah nenek moyang berpengaruh terhadap perjalanan hidup
masyarakatnya. Oleh karena itu, arwah nenek moyang harus selalu dihormati dengan melaksanakan
berbagai upacara. Kemajuan tersebut juga memengaruhi bidang seni seperti seni lukis, seni
ukir/pahat, seni patung, dan seni bangunan. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pemahatan
arca dan pendirian bangunan batu untuk pemujaan.

3. Nilai-nilai budaya masa praaksara di Indonesia

Kehidupan masyarakat praaksara sudah memiliki kebudayaan yang cukup maju, di mana terdapat
nilai-nilai budaya dan tradisi yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dan suri teladan. Nilai-nilai
budaya dan tradisi tersebut masih terlihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga sekarang.
Dengan memiliki nilai kebudayaan tersebut, maka masyarakat praaksara mampu mengadakan
hubungan dan menerima pengaruh kebudayaan baru yang datang dari luar tanpa mengorbankan
kebudayaan mereka sendiri.

a. Tradisi bercocok tanam

Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat praaksara untuk memenuhi kebutuhan hidup yaitu
dengan bercocok tanam. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat pertanian yang berupa
beliung persegi.

Gambar masa bercocok tanam zaman praaksara

b. Nilai keadilan

Nilai keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat praaksara, yaitu adanya pembagian
tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Hal ini mencerminkan sikap yang adil karena
setiap orang akan memperoleh hak dan kewajiban sesuai kemampuannya. Tugas antara kaum laki-
laki berbeda dengan kaum perempuan.

c. Nilai religius (Kepercayaan)

Masyarakat praaksara sudah memiliki kepercayaan terhadap adanya kekuatan ghaib (animisme).
Mereka meyakini bahwa kejadian-kejadian alam seperti hujan, petir, banjir, gunung meletus, atau
gempa bumi sebagai perbuatan roh halus. Selain itu, juga mempercayai bahwa pohon tinggi besar,
hutan lebat, gua yang gelap, maupun tempat lainnya dianggap keramat. Selain percaya kepada roh
halus, mereka juga percaya bahwa benda-benda memiliki kekuatan gaib (dinamisme). Misalnya
kapak, mata tombak atau benda lainnya. Oleh karena itu, untuk menghindari malapetaka maka roh
halus atau makhluk gaib harus selalu dipuja.

d. Tradisi berlayar (Bahari)


Perahu bercadik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masa Praaksara, selain
sebagai sarana lalu lintas sungai dan laut, perahu bercadik juga berperan sebagai alat penyebaran
budaya. Masyarakat praaksara telah mengenal ilmu astronomi yang sangat membantu pada saat
mereka berlayar dari pulau ke pulau dengan memakai perahu sederhana. Perahu-perahu cadik
merupakan bentuk yang paling umum dikenal pada waktu itu.

e. Nilai gotong royong

Budaya gotong royong terlihat dari peninggalan berupa bangunan-bangunan batu besar yang
dibangun secara gotong royong. Masyarakat praaksara hidup secara berkelompok dan bergotong
royong untuk kepentingan bersama.

f. Nilai Musyawarah

Dipilihnya pemimpin yang dianggap paling tua (sesepuh) yang mengatur masyarakat dan
memberikan keputusan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bersama. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam kehidupan berkelompok, masyarakat praaksara telah mengembangkan
nilai musyawarah.

4. Nenek moyang Bangsa Indonesia

Kalau kita menengok ke belakang untuk mencoba merunut asal mula nenek moyang bangsa
Indonesia, kita akan mendapatkan berbagai gambaran yang cukup beragam. Sebagian besar teori
tentang Kebudayaan Prasejarah Indonesia yang datang dari Barat menjelaskan bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia datang dari Asia Tenggara (Indochina/Yunnan). Diduga mereka datang dalam dua
gelombang migrasi besar yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 5000 SM dan tahun 2000 SM.
Mereka menyeberang ke kepulauan di Samudera India, kemudian menyebar dari Madagaskar hingga
ke Filipina dan Melanesia, yang akhirnya hidup menyatu dengan penduduk asli setempat. Inilah yang
disebut sebagai nenek moyang bangsa Indonesia.

a. Penduduk asli (Suku Bangsa Vedda)

Penduduk asli yang tinggal di daerah pedalaman dan penduduk pendatang tinggal di daerah pesisir.
Para penduduk asli menyebar ke timur dan mendiami wilayah Papua, Sulawesi Selatan, Kei, Seram,
Timor Barat, Flores Barat, dan terus ke timur sampai Kepulauan Melanesia. Beberapa suku bangsa
seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan
penduduk tertua di Kepulauan Indonesia. Mereka diyakini mempunyai hubungan erat dengan orang
Vedda. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk mengungkap keragaman ini yaitu menelusuri asal usul
nenek moyang bangsa Indonesia.

b. Suku Bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu


Gambar: Peta persebaran Suku Bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu

Von Heine Geldern menyatakan nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari benua Asia (Yunnan,
Cina Selatan datang dengan dua gelombang. Gelombang pertama disebut Melayu Tua (Proto
Melayu) dan berikutnya disebut dengan Melayu Muda (Deutero Melayu).

1) Proto Melayu (Melayu Tua)

Nenek moyang bangsa Indonesia dari golongan Melayu Tua (Proto Melayu) tiba sekitar tahun 2.000
SM. Kedatangan nenek moyang tersebut sambil membawa kebudayaan neolitikum (batu baru).
Mereka tersebar menjadi dua cabang. Cabang pertama dari proto melayu adalah bangsa yang
membawa peralatan kapak lonjong. Mereka disebut sebagai ras Papua-Melanesoid. Arah
persebarannya dari Yunnan melewati Filipina, kemudian tersebar ke Sulawesi Utara, Maluku, dan
ada juga yang sampai ke Papua.

Cabang yang kedua dari nenek moyang dari golongan Proto Melayu disebut Ras Austronesia.
Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia ini bermula dari Yunnan melewati Malaya, Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara, dan pula-pulai lainnya. Datangnya nenek moyang tersebut sambil membawa
kebudayaan kapak persegi. Setibanya di kepulauan Indonesia, sebagian dari mereka berasimilasi
dengan ras Austro-Melanesoid. Sebagian lagi tetap mempertahankan ras aslinya.
Gambar: Suku melayu muda

2) Deutro Melayu (Melayu Muda)

Nenek moyang bangsa Indonesia dari golongan Melayu Muda (Deutro Melayu) tiba di kepulauan
Indonesia sekitar tahun 500 SM. Nenek moyang tersebut datang sambil membawa kebudayaan
logam yang berasal dari Dongson, Vietnam Utara. Kebudayaan logam tersebut antara lain; candrasa,
nekara, manik-manik, arca, dan bejana perunggu. Jalur penyebaran nenek moyang bangsa Indonesia
dari golongan ini dimulai dari daratan Asia ke Thailand, Malaysia Barat, dan berlanjut ke tempat-
tempat di Indonesia. Gelombang terakhir nenek moyang ini masih tergolong ras Austronesia.
Selanjutnya, semakin berkembang ras Papua-Melanesoid, Austronesia, dan sisa ras Austro-
Melanesoid melahirkan bermacam-macam suku bangsa yang tersebut di seluruh pelosok Indonesia.

c. Ras Melanesoid

Kedatangan ras Melanesoid diperkirakan pada saat zaman Es terakhir. Pada saat itu Kepulauan
Indonesia belum berpenghuni. Ras Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua,
yang selanjutnya ke Benua Australia yang awalnya merupakan satu kepulauan dengan Papua.
Mereka tersebar di Lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya di Irian bagian timur dan Benua
Australia. Pada perkembangan selanjutnya, terjadi percampuran antara ras Melanesoid dan ras
Melayu yang menghasilkan keturunan Melanesoid–Melayu. Saat ini mereka menjadi penduduk Nusa
Tenggara Timur dan Maluku.

Anda mungkin juga menyukai