Anda di halaman 1dari 21

MASYARAKAT PRAAKSARA DI INDONESIA

Apa yang Dimaksud dengan Masa Praaksara?

Kata praaksara menurut asal berasal dari bahasa sansekerta yang tersusun dari 2 kata.
Kata pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan, sehingga praaksara adalah masa
kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan.

Istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan masa sebelum manusia mengenal
tulisan adalah nirleka, nir memiliki arti tanpa dan leka artinya tulisan.

Dikarenakan belum ada tulisan, untuk mengetahui kehidupan dan hasil kebudayaan
manusia pada saat itu adalah dengan melihat sisa peninggalannya.. Seluruh dunia memiliki masa
praaksara yang berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya.

Mengapa istilah prasejarah kurang tepat?

Pra mempunyai arti sebelum, sehingga prasejarah dapat diartikan sebelum ada sejarah
dengan kata lain sebelum ada aktivitas kehidupan manusia. Padahal meskipun manusia pada saat
itu belum mengenal tulisan, manusia purba sudah mempunyai sejarah dan juga sudah
menghasilkan kebudayaan. Oleh sebab itu istilah praaksara lebih tepat penggunaannya karena
manusia yang hidup pada zaman praaksara sudah memiliki sejarah serta telah menghasilkan
kebudayaan.

Kapankah Masa Praaksara Dimulai?

Zaman praaksara dimulai sejak manusia ada di muka bumi. Pertanyaan yang sulit
dijawab yaitu kapan tepatnya manusia itu mulai ada di muka bumi sebagai tanda awal
dimulainya zaman praaksara. Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan mulai ada manusia di
bumi ini.

Kapan zaman praaksara itu berakhir?

Zaman praaksara berakhir sejak manusia telah mengenal tulisan. Berakhirnya masa
praaksara di setiap wilayah berbeda-beda, bangsa Indonesia baru mengenal tulisan sekitar abad
ke-4 sampai 5 M.

Fakta ini didapat dari penemuan prasasti yupa peninggalan kerajaan tertua di Indonesia
yaitu Kerajaan Kutai di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Sangat jauh terlambat apabila
dibandingkan dengan bangsa Mesir yang telah mengenal tulisan sudah sejak tahun 3000 SM.

Gambar : prasasti yupa yang bertuliskan huruf pallawa


Bagaimana Cara Hidup di Masa Praaksara?

Manusia purba memiliki dua karakter khas dalam pola huniannya. Pertama, mereka
memilih tinggal dekat dengan sumber air karena air merupakan kebutuhan manusia yang amat
sangat penting, mulai dari sebagai kebutuhan jasmani hingga mobilitas dari satu tempat ke
tempat lain. Kedua, mereka lebih memilih hidup di alam terbuka. Situs-situs purba di sepanjang
aliran Bengawan Solo adalah bukti dari pola hunian ini.

Hasil penelitian berupa fosil maupun artefak lainnya menunjukkan bahwa manusia purba
masa praaksara pada awalnya hidup dengan cara berburu dan meramu, alias masih bergantung
pada alam. Karena itu, mereka juga hidup berpindah-pindah seiring dengan ketersediaan
makanan. Masa ini disebut pula dengan masa food gathering (berburu dan meramu).

Setelah masa food gathering, mereka mulai mengenal masa food producing (berternak dan
bercocok tanam). Tidak hanya mengumpulkan makanan, manusia purba juga mulai melakukan
kegiatan bercocok tanam untuk mengusahakan makanannya. Jika tanah sudah habis, mereka
akan mencari lahan baru.

Sistem kepercayaan pada masa praaksara

Manusia pada masa praaksara juga memiliki sistem kepercayaan, Ada tiga sistem
kepercayaan yang diyakini merupakan bagian dari masa praaksara. Pertama, animisme yang
mempercayai pengaruh roh nenek moyang bagi kehidupannya. Kedua, dinamisme yang
mempercayai kekuatan suatu benda yang dianggap memliki kekuatan gaib. Ketiga, totemisme
yang mempercayai kekuatan hewan yang dianggap suci.

Pembagian Zaman Praaksara di Indonesia berdasarkan Geologi

Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan, berdasarkan


komposisinya, struktur, sejarah, sifat-sifatnya, dan juga proses pembentukannya, dan orang yang
memelajari dan mendalami ilmu geologi disebut geolog. Berdasarkan geologi, zaman praaksara
dibagi menjadi 4, ada zaman tertua (Arkaekum), zaman primer atau zaman hidup tua
(Paleozoikum), zaman sekunder atau zaman hidup pertengahan (Mesozoikum), serta zaman
hidup baru (Neozoikum).

a. Arkaekum/Azoikum

Zaman ini merupakan zaman tertua, kira-kira berlangsung selama 2.500 juta tahun. Pada
saat itu, kulit bumi masih sangat panas sehingga tidak memungkinkan adanya makhluk hidup
dimuka bumi ini . Alhasil, pada zaman ini belum ada kehidupan. Lantas kapan kehidupan itu
muncul?

Gambar : Zaman Arkaikum/Azoikum


b. Paleozoikum

Zaman ini kehidupan mulai muncul. Zaman primer atau zaman hidup tua ini berlangsung
sekitar 340 juta tahun. Pada saat itu, makhluk hidup yang muncul seperti mikroorganisme, ikan,
amfibi, reptil, dan juga binatang-binatang lain yang tidak bertulang punggung. Di bawah ini
adalah gambar makhluk hidup yang hidup pada zaman Paleozoikum:

Makhluk Hidup Pada Zaman Paleozoikum (Sumber: shutterstock.com)

c. Mesozoikum

Zaman ini bisa juga disebut zaman sekunder atau pertengahan, kira-kira berlangsung
selama 140 juta tahun. Pada zaman pertengahan ini, jenis reptil mencapai tingkat yang terbesar,
sehingga pada zaman ini sering disebut juga dengan zaman reptil. Setelah berakhirnya zaman ini,
maka muncul kehidupan yang lain, yaitu jenis burung dan binatang menyusui. Namun, tingkat
populasinya masih sangat rendah.

Sayangnya, pada zaman ini jenis-jenis reptilnya mulai mengalami kepunahan.

Koleksi-Tulang-Hewan-Purba-Museum-Geologi-Bandung-1.png

Beberapa Jenis fosil hewan purba yang pernah hidup di Indonesia (Sumber: sebandung.com)
d. Neozoikum

Zaman yang ke 4 ini sering disebut juga zaman hidup baru. Zaman ini dapat dibedakan
menjadi dua zaman, yaitu:

1) Tersier atau zaman ketiga

Zaman tersier berlangsung kira-kira selama 60 juta tahun. Zaman ini ditandai dengan
berkembangnya jenis binatang menyusui seperti kera.

2) Kuartier atau zaman keempat

Zaman kuartier ditandai dengan adanya kehidupan manusia, sehingga zaman ini menjadi zaman
terpenting, kemudian dibagi lagi menjadi dua zaman, yaitu zaman Pleistocen dan Holocen.

a) Zaman Pleistocen atau Dilluvium berlangsung kira-kira selama 600.000 tahun. Pada zaman ini
ditandai dengan adanya manusia purba.

b) Zaman Holocen atau Alluvium berlangsung kira-kira selama 20.000 tahun yang lalu dan terus
berkembang sampai dewasa ini. Zaman ini ditandai dengan munculnya manusia jenis Homo
Sapiens yang memiliki ciri-ciri seperti manusia yang hidup pada zaman modern sekarang.

Pembagian Zaman Praaksara di Indonesia berdasarkan Arkeologi


Arkeologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari kehidupan di masa lalu dan
mengetahui kehidupan manusia berdasarkan peninggalan – peninggalan yang ada.

Pembagian zaman praaksara berdasarkan arkeologi dibagi menjadi 5 Zaman. Pembagian


tersebut sebagai berikut : Zaman Paleolitikum, Zaman Mesolitikum, Zaman Neolitikum, Zaman
Megalitikum, Zaman Perundagian

1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

Zaman Paleolitikum adalah pembagian zaman batu pada masa prasejarah berdasarkan
arkeologi. Paleolitikum artinya zaman batu tua yang ditandai dengan penggunaan perkakas
atau alat pada manusia zaman batu yang masih berbentuk sederhana serta primitif dan kasar
oleh Manusia Pendukung Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua).
Ciri – ciri manusia zaman Paleolitikum adalah sebagai berikut:

 Hidupnya berkelompok dan tinggal di sekitar aliran sungai, gua atau tinggal di atas pohon.
 Mereka mengandalkan makanan dari alam dengan teknik food gathering( berburu dan
meramu)
 Mereka hidup nomaden yaitu selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
 Alat perkakas sehari-hari yang digunakan terbuat dari batu yang masih kasar ( belum diasah)
 Belum memiliki keyakinanan

Peninggalan Zaman Paleolitikum

Peralatan yang digunakan pada masa itu terbuat dari batu yang masih sangat kasar.
Perlatan itu dibuat dengan cara memukulkannya pada batu lain yang lebih keras, sehingga
dihasilkan serpihan batu yang lebih kecil.

 Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat
penetak/pemotong). Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan
kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Kapak
genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

 Kapak Perimbas

Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata.

 Alat-alat dari binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari
tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat
penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi dan
keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk menangkap
ikan

 Flakes

Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari
tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan,
mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
2. Zaman Mesolithikum (Zaman Batu Tengah/ Madya)

Mesolitikum berasal dari (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu)

Zaman mesolitikum adalah salah satu periode zaman batu di mana manusia masih menggunakan
batu sebagai alat dalam kegiatan sehari – harinya. Zaman mesolitikum sendiri disebut dengan
zaman batu tengah/madya. Apabila dibandingkan dengan zaman paleolitikum, pada zaman
mesolitikum manusia mulai mengalami perkembangan budaya yang lebih cepat. Perkembangan
budaya yang cepat ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah keadaan alam yang
lebih stabil. Akibatnya, manusia pada zaman ini hidup dengan lebih tenang, sehingga mereka
bisa mengembangkan kebudayaannya.

Gambar : Zaman Mesolitikum

Ciri Zaman Mesolithikum

 Semi Sedenter , mulai tinggal didalam gua ( Abris Sous Roche)


 Masih food gathering (Mengumpulkan makanan dengan berburu dan meramu ) dan juga
sudah mengenal cara bercocok tanam secara sederhana
 Alat – alat yang dihasilkan hampir sama dengan zaman palaeolithikum yaitu masih
berupa alat – alat batu kasar yang sudah sedikit dihaluskan.
 Ditemukannya bukit – bukit kerang yang berada di pinggir pantai yang di sebut
dengan KjokenMondinger
 Alat – alat pada zaman mesolithikum antara lain, Kapak genggam ( Pebble ), Kapak
pendek ( HacheCourte ) Pipisan ( Batu – batu penggiling ) serta kapak – kapak yang
terbuat dari batu kali yang di belah.
 Alat – alat di atas tersebut banyak di temukan di daerah Jawa , Kalimantan , Flores,
Sulawesi dan Sumatera

Kepercayaan
Masyarakat Mesolithikum yang ada di Indonesia telah mulai mengenal kepercayaan
serta penguburan mayat. Lukisan manusia yang berada di pulau Seram dan Papua adalah
merupakan gambar nenek moyang dan di anggap mempunyai kekuatan magis yaitu sebagai
penolak roh jahat. Demikian juga halnya gambar kadal yang berada di wilayah tersebut,di
anggap sebagai penjelmaan dari nenek moyang mereka atau kepala suku sebagai lambang dari
kekuatan magis. Pemujaan terhadap binatang yang di anggap mempunyai kekuatan magis yang
di sebut dengan Totemisme. Bukti – bukti penguburan dari zaman Mesolithikum di temukan di
Goa Lawa ( Sampung ). Mayat – mayat tersebut di bekali dengan kebutuhan sehari – hari,
seperti kapak – kapak yang indah serta perhiasan. Terdapat juga mayat yang di taburi
dengan cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan tujuan untuk memberikan
kehidupan yang baru di alam baka.
Peninggalan-peninggalan Kebudayaan pada Zaman Mesolitikum

1.Lukisan Dinding Gua

lukisan pada dinding gua di Papua yang menggambarkan penghormatan mereka terhadap
arwah nenek moyang. Warna merah pada lukisan tebing tersebut menyerupai warna darah
manusia dan merupakan tempat yang disakralkan.

Gambar : lukisan dinding didalam gua peninggalan zaman mesolitikum

2. Abris Sous Roche

Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal) Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang
dijadikan tempat tinggal manusia pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat
perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche
dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa
Timur.Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung
panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum,
serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.

Gambar : Abris Sous Roche

3. Kjokkenmodinger ( sampah dapur)

Istilah Kjokkenmoddinger diambil dari bahasa Denmark, yaitu kjokken yang berarti
dapur dan modding yang berarti sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur. Dalam
pengertian yang sebenarnya Kjokkenmoddinger adalah fosil yang berupa timbunan atau
tumpukan kulit kerang dan siput sehingga mencapai ketinggian ±7 meter. Fosil ini ditemukan di
sepanjang pantai timur Sumatera, yakni antara daerah Langsa hingga Medan. Penemuan tersebut
menunjukkan bahwa manusia purba pada zaman ini sudah mulai menetap.Pada tahun 1925 Dr.
P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian pada Kjokkenmoddinger.
4. Toala

Gambar : Toala
Peninggalan kebudayaan di zaman Mesolithikum ini melibatkan jasad mayat manusia
yang telah meninggal. Kebudayaan ini mereka lakukan dengan cara mengubur manusia yang
telah meninggal ke dalam goa.

Apabila tulang dari manusia tersebut telah mengering, maka kemudian akan diambil
untuk dijadikan sebagai kenang-kenangan oleh keluarga. Selain mengambil tulangnya, juga
terdapat lukisan dan ukiran mengenai pemburuan babi di dinding-dinding goa.

Salah satu kebudayaan ini asalnya dari suku Toala yang terletak di provinsi Sulawesi
Selatan. Sebab salah satu perubahan dari manusia pada masa Mesolitikum ini adalah dengan
menetap di goa dan pantai.

5. Kapak Sumatra

Sama seperti namanya, kapak Sumatera banyak ditemui di daerah Sumatera. Kapak ini hampir
mirip dengan kapak genggam, akan tetapi mempunyai bentuk yang berbeda dengan kapak ada
pada masa Paleothikum.

Sebab kapak ini ditemukan banyak ditemukan di pesisir pantai yang lokasinya berada di tempat
tinggal manusia pada masa Mesolithikum. Disamping itu, kapak ini juga dapat disebut sebagai
cangkul kalau di zaman sekarang ini.

Karena kegunaannya dapat digunakan dalam hal bercocok tanam. Pebble ini juga boleh
digunakan untuk menghaluskan biji-bijian dan bisa membuat bahan cat berwarna merah
(biasanya mereka gunakan untuk memberi warna di goa tempat dikuburkannya mayat), lalu
membunuh hewan buruan, menumbuk serat pada pohon, dan tentunya sebagai salah satu senjata
untuk melindungi diri.

Pebble pastinya di bentuk dengan menggunakan bahan dasar batu, atau lebih tepatnya yaitu batu
Gamping. Disini bentuknya memanjang, dan di serpih sehingga menjadi tajam.

Sedangkan bentuk dari Kapak Sumatera beragam tergantung dari apa fungsinya. Apabila
kegunaannya adalah untuk melindungi diri dan berburu, maka bentuk Kapak ini akan
memanjang dan runcing, agar bisa melawan dan melukai lawan mereka.

Akan tetapi, akan menjadi sangat berbeda bentuknya apabila manusia pada masa mesolithikum
ini menggunakan kapak tersebut hanya untuk menghaluskan biji-bijian yang keras. Karena
bentuknya tidak mesti sampai runcing.

6. Batu Pipisan

Batu pipisan apabila kita lihat, maka bentuknya akan lebih mirip seperti Ulekan atau alat
untuk menghancurkan, menghaluskan, dan mencampur bumbu-bumbuan. Karena batu pipisan ini
sendiri terdiri dari 2 bagian, yaitu :

1. Sebagai tempat untuk menampung hasil kemudian mencampur, menghaluskan bumbu


biji-bijian tersebut.
2. Alat yang dipakai oleh tangan, yang tujuannya adalah untuk menghancurkan.
Walaupun belum ada bukti dan pernyataan terbuka terkait batu ini adalah peninggalan dari
zaman Mesolithikum. Akan tetapi ada beberapa pernyataan yang memang secara logika sangat
mendukung bahwasanya batu pipisan merupakan hasil peninggalan kebudayaan Mesolithikum.

Diantaranya :

 Terbuat dari bahan dasar batu.


 Alat penggiling atau menjadi salah satu alat yang digunakan untuk membentuk jamu,
baik itu dari tanaman maupun biji-bijian.
 Di beberapa gambaran pada dinding Goa dan candi yang ada, tampak terlihat orang-
orang yang sedang meramu dan menumbuk.

7. Hacheocourt ( Kapak Pendek)

s
Biasanya kapak yang satu ini dipakai manusia di zaman Mesolithikum sebagai alat untuk
memotong buah, menggali tanah yang gunanya adalah untuk mengambil makanan yang terdapat
di dalam tanah (umbi-umbian).

Kapak ini juga sering ditemui di wilayah pesisir Sumatera dan biasanya bersama dengan
kapak genggam yang terletak pada tumpukan Kjokkemoddinger.

3. Zaman Neolitikum ( Zaman Batu Muda)

Ciri-ciri masyarakat pada zaman Neolitikum :


 Sudah sedenter, mulai bertempat tinggal permanen/menetap
 Memproduksi makanan sendiri atau food producing dengan cara bercocok tanam dan
beternak
 Peralatan yang digunakan sudah diberi tangkai dan dihaluskan
 Alat yang diigunakan antara lain kapak lonjong dan kapak persegi
 Perhiasan yang digunakan terbuat dari batu dan kulit kerang
 Menganut system kepercayaan animism dan dinamisme
 Pakaian terbuat dari kulit kayu atau binatang

Peninggalan-peninggalan kebudayaan zaman Neolitikum


1. Kapak Persegi

Gambar : Kapak persegi


Kapak persegi ini sendiri terbentuk dari bahan dasar batu yang berbentuk persegi. Berbeda
dengan jenis kapak yang berada pada zaman Mesolithikum dan Paleothikum, Kapak ini
berfungsi sebagai alat cangkul dan pacul dalam bercocok tanam dan alat untuk memahat kayu.
Bercocok tanam sendiri adalah salah satu cara mereka untuk bertahan hidup setiap hari. Kayu
yang di pahat dan dipukul tersebut di gunakan untuk membuat baju, di ketahui jika pakaian pada
zaman tersebut terbentuk dan terbuat dari serat kayu yang dipukul dan di pahat menggunakan
kapak persegi ini. Kapak persegi banyak di temukan di wilayah Sumatera, Bali, Nusa tenggara,
Jawa dan sekitarnya.

2. Kapak Lonjong

Gambar : Kapak Lonjong

Kapak lonjong merupakan salah satu benda peninggalan zaman neolitikum yang
diperkirakan memiliki umur lebih tua daripada kapak persegi. Di Indonesia, benda bersejarah ini
banyak ditemukan di daerah Pulau Papua. Namun, kapak tersebut juga ditemukan di daerah lain
seperti Pulau Flores, Pulau Maluku, Pulau Sulawesi.

Fungsi kapak lonjong :

 Memotong makanan

Fungsi kapak ini pada zaman neolitikum yang pertama adalah digunakan untuk memotong
makanan. Kapak yang digunakan untuk tugas ini adalah kapak lonjong yang berukuran besar.

 Pekakas

Kapak ini juga dapat berfungsi sebagai alat pekakas. Kapak yang digunakan ini juga merupakan
kapak yang berukuran besar.

 Mecangkul

Selain digunakan sebagai alat pekakas dan pemotong makanan, kapak lojong besar juga dapat
digunakan untuk kegiatan mencangkul dan bercocok tanam. Sehingga, fungsi tersebut hampir
sama dengan fungsi dari kapak persegi.

3. Gerabah

Gambar : Gerabah
Peninggalan Zaman Neolitikum selanjutnya adalah gerabah. Gerabah adalah salah satu
hasil kerajinan tangan dimana berbahan dasar tanah liat, pasir dan di bentuk menggunakan
tangan. Tanah liat ini di tumbuk dan di aduk hingga memiliki teksur yang padat. Kemudian hasil
tersebut akan di haluskan menggunakan batu lainnya agar berbentuk lebih rapi.

Hasil gerabah menyerupai sebuah wadah dalam bentuk kecil, biasanya hasil dari gerabah
ini di gunakan untuk alat makan dan minum sehari – hari, walaupun hasilnya masih lebih kasar,
namun ini juga menunjukan kreativitas yang semakin berkembang pada manusia zaman batu
tersebut. Selain kegunaan untuk makan dan minum sehar – hari banyak penemuan gerabah
zaman neolitikum ini sendiri dijadikan celengan, dan berbentuk mainan. Penemuan gerabah di
Indonesia sendiri di temukan di Sulawesi, Bayuwangi, Tangerang, Bogor dan beberapa titik
lainnya.

4. Pakaian

Pada masa Batu muda (Neolitikum) ini telah di kenalnya pakaian. Pakaian yang manusia
purba tersebut gunakan adalah berbahan dasar serat kayu. Mereka mulai mengenal pakaian ini
sebab mereka akan merasa dingin ketika malam telah tiba. Mereka menggunakan kapak persegi
dan kapak lonjong untuk memotong dan menghaluskan serat kayu tersebut sehingga layak di
pakai.
5. Perhiasan

Para Arkeolog yang meneliti, sering kali menemukan perhiasan ini yang di percaya muncul
pada zaman Neolitikum. Dari model pembuatannya, bisa di perkirakan bagaimana mereka
membuat perhiasan tersebut.

Dalam membuat Gelang, pertama – tama bahan dasar yang berasal dari batu tersebut di tipiskan
dengan cara di pukul – pukul. Bentuk yang di inginkan adalah bulat dan gepeng. Mereka banyak
menggunakan teknik menggosok dan mengasah. Mereka akan berusaha membuat perhiasan
tersebut mengkilap dengan cara menggosok tersebut. Gelang dan temuan tahapan ini dapat di
temukan ketika arkeolog melakukan penelitian di daerah Tasikmalaya. Terdapat banyak sekali
sisa – sisa peninggalan perhiasan ini. Perhiasan yang berasal dari Tasikmalaya ini terdiri dari
beberapa macam batuan, antara lain; Batu Agate, Kalsedon, Jaspis dengan aneka warna (Hitam,
Kuning, Putih, Coklat, Merah, Hijau).

Penemuan tersebut tidak hanya menemukan 1 macam gelang. Namun ada beberapa macam
lainnya yang pastinya berbeda ukuran. Berdiameter 24 – 55 mm dengan ketebalan 06 – 17 mm.
Dengan ukuran yang di temukan, masih di percaya tidak hanya gelang. Kemungkinan –
kemungkinan adanya kalung, anting dan segala hal yang lebih kecil yang mereka percaya di
gunakan untuk Jimat.
6. Pembuatan Perahu

Pada zaman Neolitikum, mereka membuat perahu dengan sangat sederhana, batang pohon di
gunakan untuk membuat badan perahu dan tiang untuk layar perahu. Namun, karena mereka
masih menganut faham Animisme dan Dinamisme, maka, untuk pohon yang akan di gunakan
untuk menjadi bahan dasar perahu tersebut di doakan dan melakukan sebuah ibadah sebelum
pemotongannya. Pembuatan perahu di percaya di buat dengan cara membangun sisi luar dari
perahu tersebut, lalu mengerjakan sisi dalamnya. Agar perahu tidak terbalik, mereka memasang
katik sebagai penyeimbangnya. Mereka membuat layar dengan teknik membuat pakaian. Layar
di buat dengan sebutan layar sudu (Dalam Bahasa Jawa).

6. Anyaman – anyaman

Peninggalan Zaman Neolitikum selanjutnya adalah anyam-anyaman. Pada masa ini,


mereka tidak memiliki teknologi yang memadai seperti hari ini. Anyaman yang di buat ber bahan
dasar Bambu, Rumput dan Rotan. Hasil dari anyaman tersebut adalah wadah untuk menyimpan
dan meletakan makanan. Mereka menggunakan teknik anyaman. Di ketahui pada zaman ini
sudah mengenal istilah barter. Barter ini sendiri di lakukan dengan menukar ikan, anyaman,
perhiasan, garam, hasil cocok tanam, kerang yang indah, dan banyak lain sebagainya. Anyaman
ini sendiri selain di jadikan bahan barter, bisa di gunakan sehari – hari.

8. Kapak Bahu

Kapak yang satu ini tidak jauh berbeda model dengan kapak persegi. Yang membedakan kapak
persegi dan kapak bahu sendiri adalah bagian yang akan di ikatkan pada tangkainya. Kapak Bahu
tidak di temukan di Indonesia. Persebarannya sendiri adalah dari Jepang, ke Philipina hingga
sampai ke Malaysia. Itu adalah batas akhir dari persebaran Kapak bahu ini. Di Indonesia ada
penemuan beberapa buah kapak Bahu pada daerah Minahasa.

9. Tembikar

Tembikar ini sendiri di buat oleh masyarakat Neolitikum untuk meletakan segala macam hasil
panen. Walaupun tidak jarang di temui tembikar dengan isi tulang. Namun kemungkinan terbesar
adalah Tembikar di gunakan untuk mengambil hasil untuk pengkonsumsian setiap hari, entah itu
hasil buruan, hasil panen, hasil laut, dan lain sebagainya. Penemuan tembikar pertama kali
berada di daerah Perbukitan Sumatera. Tetapi arkeolong menemukan hanyalah beberapa bagian
kecil dari tembikar tersebut. Tidak ada bagian penuh dari sebuah tembikar. Namun, penemuan
ini di perkirakan kemungkinan terbesar adalah tembikar pada masa Neolitikum, di dalamnya
terdapat banyak gambar dan hiasan – hiasan di mana Zaman yang sudah mulai maju dengan
kreativitas tersebut berada pada masa Neolitikum.

10. Penguburan Mayat

Peninggalan Zaman Neolitikum yang terakhir adalah penguburan mayat, Setiap manusia akan
meninggal. Dalam kebudayaan zaman Neolitikum ada 2 jenis penguburan yang terkenal adalah
Penguburan Langsung dan Penguburan Tidak Langsung. Penguburan Langsung sendiri adalah
cara yang sering kita gunakan sekarang, di mana mayat langsung sekali kubur dengan di letakan
pada sebuah wadah dan mayat tersebut ada 2 cara dapat di lipat atau dalam posisi merungkuk.
Pada kebudayaan penguburan langsung ini sendiri ada upacara penguburan sebelum orang yang
telah meninggal ini di letakan ke dalam tanah. Pada kebudayaannya, mereka meletakan mayat
mengarah ke tempat arwah para leluhur yang mereka percaya, menghadap pegunungan. Mereka
akan membekali dalam perjalanan ke kekalan dengan memberikan ayam, manik – manik dan
banyak lain sebagainy sebagai bekal dan transportasi.

Yang kedua ada Penguburan Tidak Langsung di lakukan dengan cara pertama mayat di kuburkan
biasa lalu diperkirakan mayat sudah mengering akan di gali lagi. Mereka percaya di alam Roh
arwah orang mati akan mendapatkan tempat sesuai dengan perbuatan selama masa hidupnya dan
sebesarnya upacara adat yang di lakukan. Penggalian kubur ini sendiri dilakukan untuk
memberihkan sisa tulang – tulang dan diberikan pengawet pada tempat persendian lalu di letakan
pada suatu tempayan.

4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)

Pada zaman megalitikum Tua ini kebudayaan dari manusia sudah semakin tinggi dan
meninggalkan benda-benda seperti menhir, punden berunak, dan arca yang bentuknya masih
statis. Memasuki milenium pertama sebelum masehi muncullah zaman megalitikum muda ini
kebudayaan sudah semakin maju dan mengenal adanya kepercayaan-kepercayaan. Zaman ini
meninggalkan kubur baru, dolmen, sarkofagus, dan arca yang lebih dinamis.

Ciri-ciri Zaman Megalitikum

1. Telah mengetahui system pembagian kerja.


2. Telah ada pemimpin atau kepala suku.
3. Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.
4. Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.
5. Sudah ada norma-norma yang berlaku.
6. Menggunakan sistem hokum rimba (primus interpercis) yakni memilih yang terkuat dari
yang terkuat.

Peninggalan Zaman Megalitikum

Adapun beberapa hasil kebudayaan dan peninggalan dari masa megalitikum yang dapat kita
jumpai hingga sekarang, diantaranya sebagai berikut:

1. Dolmen
Dolmen adalah Meja batu yang digunakan sebagai tempat sesaji dan pemujaan terhadap
roh nenek moyang.Dolmen banyak ditemukan di daerah Besuki, Jawa Timur dan dikenal sebagai
pandhusa.

2. Menhir

Menhir adalah sebuah batu besar tunggal yang bentuknya seperti tiang atau tugu,
fungsinya sebagai tanda peringatan arwah nenek moyang.

Menhir ini banyak ditemukan di daerah Pasemah “Sumatra Selatan”, Ngada “Flores”, Rembang
“Jawa Tengah” serta Lahat “Sumatra Selatan”.

3. Sarkofagus

Sarkofagus juga merupakan peti yang digunakan untuk menyimpan jenazah, hanya saja
bentuk dari sarkofagus seperti palung atau lesung yang terbuat dari batu utuh dan telah diberi
penutup.

Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali dan Bondowoso “Jawa Timur”


4. Waruga

Waruga adalah kubur batu yang


berbentuk persegi dan bagian atas
berbentuk segitiga

5. Punden Berundak

Punden berundak adalah bangunan yang berteras-teras yang digunakan sebagai tempat
pemujaan roh nenek moyang.

( Punden berundak peninggalan megalitikum bukanlah candi karena candi merupakan


peninggalan hindu budha yang mana masyarakat sudah mengenal aksara)

Beberapa peninggalan Zaman Megalitikum Di Indonesia:

Situs Megalitikum Gunung Padang – Cianjur, Jawa Barat


Situs Gunung Padang adalah sebuah kawasan purbakala terbesar di Asia Tenggara yang
memiliki luas sekitar 900 meter persegi. Berada di ketinggian 885 mdpl, situs ini berisi batuan
kuno yang berserakan. Beberapa peneliti yang memeriksa kandungan karbon mengatakan bawah
bangunan ini berusia 4.700-10.900 tahun. Lebih tua dari piramida Giza yang ada di Mesir.
Gambar : Situs Gunung padang, cianjur jawa barat

Para ilmuwan memperkirakan bahwa situs ini merupakan punden berundak yang sangat
besar. Penggunaan bangunan ini belum diketahui hingga sekarang. Namun, satu fakta yang tidak
bisa dielakkan adalah kawasan Indonesia memiliki peradaban kuno yang bahkan sejarah pun
tidak mencatatnya. Bisa jadi peradaban itu jauh lebih maju di masa lalu sebelum akhirnya hancur
dan ditemukan dalam bentuk reruntuhan.

Situs Lembah Bada – Poso, Sulawesi Tengah


Situs megalitikum Lembah Bada terletak di Taman Nasional Lore Lindu, Poso, Sulawesi
Tengah. Di hamparan padang rumput yang ada di sini berdirilah beberapa batuan yang dipahat
menyerupai manusia. Dari penelitian yang dilakukan, situs ini diperkirakan dibuat pada tahun
1.000 SM oleh penduduk di kawasan Semenanjung Malaka.

Gambar : Lembah Bada


Situs Megalitikum di Pulau Nias, Sumatra Utara
Hingga sekarang, kebudayaan batu besar atau megalitikum masih ada di kawasan Pulau Nias.
Hal ini terlihat dari kebiasaan penduduk yang masih menggunakan batu sebagai bagian dari
tradisi. Misal lompat batu dan juga makam batu. Meski kebudayaan ini sudah mulai modern
namun tradisi dari masa lalu masih dipertahankan dan terlihat sangat unik.

Gambar: Situs Megalitikum Nias

Situs Megalitikum Kampung Bena, NTT


Kampung Bena adalah sebuah kawasan pemukiman megalitikum yang masih bertahan
hingga sekarang. Seperti halnya pemukiman yang ada di Nias, penduduk di sini masih
mempraktikan kebudayaan dari masa lalu, misal untuk pembuatan bangunan dan penggunaan
batu untuk sebuah makam dan juga tempat persembahan.

Gambar : Kampung Bena

Saat ini kawasan di Kampung Bena memiliki 40 rumah. Semua rumah berjajar dan
mengelilingi sebuah bangunan yang terbuat dari batu. Setiap hari turis dari dalam dan luar negeri
datang ke sini untuk menyaksikan kebudayaan masa lalu yang masih bisa bertahan hingga
sekarang. Kamu haru datang ke sini jika mengunjungi NTT.
Inilah situs megalitikum termegah yang ada di Indonesia.
5. Zaman Perundagian ( Zaman Logam)

Zaman perundagian adalan zaman dimana nenek moyang kita sudah mengenal teknik
peleburan logam, sehingga dibentuk menjadi alat-alat kebutuhan masyarakat.

Adapun ciri ciri pada masa perundagian ini adalah sebagai berikut.

 Adanya kelompok pertukangan untuk melakukan kerja.


 Status keanggotaan yang diukur dari kekayaan.
 Terdapat alat pengolah logam, dimana dari hasil pengolahan logam tercipta alat-alat
upacara, alat atau senjata, dan berbagai peralatan kerja yang terbuat dari bahan besi,
perunggu dan tembaga.
 Membuat dan menggunakan perhiasan dari emas.
 Batu besar yang dijadikan sebagai tempat menyembah roh nenek moyang.
 Memiliki kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Peninggalan-peninggalan Zaman Perundagian:

 Kapak Corong
Kapak Corong terbuat dari logam memiliki bentuk yang tidak jauh berbeda dengan kapak
batu, yang membedakan adalah pada bagian tangkainya berbentuk corong. Kapak corong disebut
juga kapak sepatu karena bentuknya menyerupai sepatu.

Kapak Corong berfungsi sama dengan layaknya kapak pada umumnya, namun ada juga yang
digunakan sebagai alat upacara atau hiasan.

 Candrasa
Candrasa merupakan Kapak Corong yang salah satu sisinya panjang dan memiliki bentuk
yang indah dilengkapi dengan hiasan. Kapak Corong ditemukan di daerah Sulawesi Tengah,
Bali, Jawa, Sumatera Selatan dan Irian.

Candrasa berfungsi sebagai tanda kebesaran kepala suku dan sebagai alat untuk upacara
keagamaan.
 Nekara

Fungsi Nekara adalah sebagai salah satu alat dalam upacara untuk mendatangkan hujan atau
memanggil roh nenek moyang. Nekara juga dipakai sebagai genderang perang.

 Moko
fungsi Moko adalah digunakan sebagai alat pusaka atau sebagai mas kawin.

 Bejana Perunggu

Bejana perunggu adalah sebuah banda yang bentuknya mirip seperti gitar Spanyol tetapi
tanpa tangkai. Ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.
 Perhiasan
Perhiasan yang dibuat pada masa ini berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung dan
bandul kalung. Benda-benda tersebut pada umunya tidak diberi pola hias. Ada beberapa yang
diberi pola hias, seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ada pula cincin yang
sangat kecil yang tidak bisa dimasukan ke dalam jari anak-anak. Cincin ini mungkin berfungsi
sebagai alat tukar. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda perhiasan, antara lain di Bogor,
Malang, dan Bali.

 Arca Perunggu
Seni menuangkan cairan logam untuk membuat arca sudah berkembang pada masa ini.
Bentuk patungnya beragam, ada bentuk manusia dan binatang. Bentuk manusia ada yang sedang
menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Sedangkan bentuk binatang berupa arca
kerbau yang sedang berbaring, kudang sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Arca-arca
tersebut ditemukan di Bangkinang, Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Pada umumnya, arca perunggu bentuknya kecil-kecil dan dilengkapi cincin pada bagian atasnya.
Adapun fungsi dari cincin tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca itu sehingga tidak
mustahil arca perunggu yang kecil dipergunakan sebagai bandul kalung.

Anda mungkin juga menyukai