Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

MENELUSURI PERADABAN AWAL DI KEPULAUAN INDONESIA

C. Mengenal Manusia Purba


Dipandang dari sudut biologi manusia hanyalah merupakan salah satu macam makhluk
di antara jutaan macam makhluk lainnya yang pernah atau masih berada di dunia ini. Pada
pertengahan abad ke-19 para ahli biologi, khususnya Charles Darwin, mengumumkan teori
tentang evolusi biologi. Menurut teori ini bentuk-bentuk asal mula makhluk hidup di muka
bumi ini adalah makhluk kecil (mikro-organisasi) seperti protozoa. Dalam waktu ratusan juta
tahun lamanya, muncul dan berkembang makhluk-makhluk hidup yang lebih kompleks. Pada
kala terkhir mulailah berkembang atau berevolusi makhluk-makhluk seperti kera dan
manusia.
Guna mengetahui kehidupan awal di kepulauan Indonesia, kita terlebih dahulu harus
mengetahui perkembangan bumi.. Berdasarkan ilmu geologi atau ilmu yang mempelajari
tentang kulit bumi, dibuat pembagian zaman (periodisasi) sebagai berikut :
1. Archaekum atau Azoikum (Zaman Tertua)
Zaman ini berlangsung sekitar 2.500 juta tahun. Pada zaman ini keadaan dibumi belum
stabil dan suhu sangat panas. Kulit bumi dalam proses pembentukan. Pada zaman ini
belum tampak adanya tanda-tanda kehidupan.

2. Paleozoikum (Zaman Primer atau Zaman Pertama)


Zaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun. Pada zaman ini keadaan bumi belum stabil,
suhu masih berubah-ubah dan curah hujan sangat besar. Namun, Pada zaman ini sudah
tampak adanya tanda-tanda kehidupan, sudah muncul makhluk bersel satu atau mikro-
organisme, beberapa jenis ikan, amfibi, dan bintang tidak bertulang punggung. Ada pula
jenis-jenis tumbuhan ganggang dan rerumputan.

3. Mesozoikum (Zaman Sekunder atau Zaman Kedua )


Zaman ini berlangsung sekitar 140 juta tahun. Pada masa ini, iklim semakin membaik
walaupun suhu masih berubah-ubah. Kadang suhu udara tinggi sekali, tetapi ada kalanya
rendah sekali, curah hujan mulai berkurang, sungai-sungai besar dan danau banyak yang
kering dan berlumpur, serta mulai muncul pohon-pohon yang besar dan hewan yang
hidup di darat, muncullah binatang reptile dalam bentuk yang sangat besar, seperti
dinosaurus dengan panjang 12 meter, tyranosaueus dengan panjang 30 meter, dan
Brontosaurus yang besarnya sepuluh kali gajah .Serta beberapa jenis reptile yang bisa
terbang seperti pternadon.. Pada zaman ini hewan sejenis mamalia sudah mulai ada.
4. Neozoikum (Kainozoikum atau Zaman Kehidupan Baru )
Zaman ini berlangsung kurang lebih 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Pada masa
ini kondisi dan suhu bumi semakin membaik, tidak terjadi perubahan yang mencolok,
kehidupan berkembang dengan cepat.
Zaman Neozoikum dibagi atas dua zaman, yakni :
a. Zaman Tersier
Zaman ini dibagi menjadi beberapa masa, yaitu : Palaeosen, Eosen, Oligosen, Miosen
dan Pliosen. Pada masa ini jenis-jenis binatang besar semakin berkurang, muncullah
jenis bintang menyusui seperti kera dan monyet.
b. Zaman Kuarter
Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. merupakan zaman yang
terpenting karena sudah mulai muncul kehidupan manusia.
Zaman Kuarter terbagi atas :
1. Zaman Diluvium ( Kala Pleistosen)
Zaman ini disebut juga zaman es (zaman glasial). Zaman ini berlangsung
sejak 600.000 tahun. Pada zaman ini ditandai dengan munculnya kehidupan manusia
purba. Pada zaman ini keadaan alam masih liar dan labil. Hal ini dikarenakan silih
bergantinya dua zaman, yaitu zaman glasial dan zaman interglasial.
Zaman glasial adalah zaman meluasnya es di Kutub Utara sehingga Eropa dan
Amerika bagian utara tertutup es, sedangkan daerah yang jauh dari kutub terjadi hujan
lebat bertahun-tahun. Permukaan air laut turun disertai dengan naiknya daratan di
berbagai tempat karena adanya pergeseran bumi dan aktivitas gunung-gunung berapi
memperluas lautan, maka muncullah Plat Sunda dan Plat Sahul di Indonesia. Pulau
Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Malaysia Barat bergabung menjadi satu dengan
Benua Asia. Kalimantan Utara bergabung dengan Filipina dan Formosa Taiwan) terus
ke Benua Asia. Begitu pula Sulawesi melalui Minahasa Pulau Sangir ke Filipina.
Antara Jawa Timur dan Sulawesi Selatan berhubungan melalui Nusa Tenggara.
Zaman Interglasial adalan zaman mencairnya lapisan es di Kutub Utara. Pada
zaman ini ditandai dengan naiknya temperature sehingga lapisan es di Kutub Utara
mencair, akibatnya permukaan air laut naik dan terjadi banjir besar-besaran di
berbagai tempat yang menyebabkan banyak daratan terpisah-pisah oleh lautan dan
selat.
Hewan-hewan berbulu tebal yang mampu bertahan hidup mulai ada pada kala
Pleistosen ini. Hewan yang berbulun tipis pindah ke daerah tropik. Perpindahan
binatang dari Asia Daratan ke Jawa, Sulawesi, dan Filipina ada yang melalui Malasya
ke Jawa (jalan barat). Ada pula yang melelui Formosa, Filipina ke Kalimantan, Jawa,
dan Sulawesi (jalan Timur). Garis Wallace adalah garis antara Selat Makassar dan
Lombok yang merupakan batas antara dua jalan penyebaran binatang tersebut.
Pada kala Pleistosen juga terjadi perpindahan manusia purba dari wilayah Asia
ke Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyak ditemukannya fosil Sinantropus
Pekinensis di Peking, Cina yang sejenis dengan Pithecantropus Erectus dari Trinil,
Ngawi. Alat-alat dari budaya Pacitan ditemukan pula di Cina, Burma dan Malaysia.
Homo Wajakensis yang merupakan nenek moyang bangsa Australoid pada Kala
Pleistosen Tengah dan Kala Pleistosen Atas menyebar dari Asia selatan. Sebagian
dari mereka sampai ke Benua Australia dan kemudian menurunkan penduduk asli
bangsa Australia.
2. Zaman Aluvium ( Kala Holosen)
Zaman ini berlangsung sejak 20.000 tahun yang lalu. Pada zaman ini sudah
muncul manusia yang disebut homo sapiens yang memiliki ciri-ciri seperti manusia
sekarang. Pada zaman ini ditandai dengan mencairnya es di kutub sehingga
mengakibatkan permukaan air laut naik lagi. Tanah-tanah rendah di daerah Paparan
Sunda dan Paparan Sahul tergenang air menjadi lautan transgresi. Dengan demikian,
muncullah pulau di wilayah nusantara.
Perkembangan zaman-zaman tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan di kepulauan Indonesia. Sebelum zaman es atau glasial , wilayah
Indonesia bagian Barat bersatu dengan daratan Asia dan wilayah Indonesia bagian
Timur bersatu dengan Daratan Australia. Keadaan seperti ini sangat besar
pengaruhnya terhadap kehidupan flora dan fauna. Namun naiknya air laut kaena
mencairnya es di kutub mengakibatkan wilayah Indonesia dipisahkan oleh lautan
dengan Asia dan Australia. Bekas daratan Asia yang sekarang menjadi dasar lautan
disebut Paparan Sunda (Sunda Plat), sedangkan bekas daratan yang
menghubungkan Indonesia Timur dengan Australia disebut Paparan Sahul (Sahul
Plat). Daerah lautan yang memisahkan kedua paparan tersebut disebut Zona Wallace.
Berdasarkan penelitian geologi, Kehidupan Indonesia mulai terbentuk pada
pertengahan Zaman Tersier. Pada Zaman Kuartel sudah hidup jenis manusia purba di
Pulau Jawa. Jenis manusia purba yang muncul pada Zaman Kuarter adalah
Meganthropus dan Pithecantropus Mojokertensis. Fosil dua jenis manusia purba ini
ditemukan pada lapisan bumi pleistosen bawah. Pada lapisan ini juga banyak
ditemukan fosil kera besar antara lain jenis gibbon dan orangutan.

I. BERBAGAI FOSIL MANUSIA PURBA DI INDONESIA


Manusia purba (prehsistoric peole) adalah jenis manusia yang hidup jauh sebelum
tulisan ditemukan. Manusia purba diyakini telah mendalami bumi sekitar 4 juta tahun
lalu. Namun demikian para ahli sejarah meyakini bahwa jenis manusia purba pertama
telah ada di muka bumi ini sekitar 2 juta tahun lalu.
Dengan cara apa para ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia purba ? para
ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia purba setelah menemukan fosil atau
artefak peninggalan manusia purba. Dengan ditemukannya berbagai temuan tersebut
maka dapat dirangkai dan disusun perkiraan kehidupan manusia purba zaman lampau.
Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia
Terungkapnya berbagai jenis manusia di dunia berawal dari penemuan fosil-fosil
dan artefak-artefak. Fosil adalah tulang-tulang manusia maupun hewan dan tumbuhan
yang telah membantu. Sedangkan artefak adalah peralatan dan perlengkapan kehidupan
manusia sebagai hasil dari kebudayaannya.
Fosil-fosil manusia hampir ditemukan diseluruh permukaan bumi. Melalui fosil-
fosil itu para ahli dapat meneliti manusia purba untuk mengetahui usia dan keberadaan
dari alam kehidupannya.
Fosil-fosil manusia purba juga banyak ditemukan di Indonesia. Namun penemuan
itu belum dapat memastikan secara keseluruhan kehidupan dan keberadaan manusia
purba di wilayah Indonesia. Para ahli hanya dapat membuat berbagai macam perkiraan
atau penafsiran sebagain kecil kehidupan manusia purba. Berikut ini adalah para ahli
yang meneliti manusia purba di Indonesia.
Eugene Dubois. Eugene Dubois adalah seorang dokter berkebangsaan Belanda
yang pertama kali datang ke Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan dan kehidupan manusia purba di
Indonesia. Eugene Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak pada tahun 1890 di dekat
desa Trinil, Jawa Timur. Fosil itu diberi nama Pthicasantropus erectus (artinya manusia
kera yang berjalan tegak). Fosil ini diduga berusia lebih kurang satu juta tahun. Penemuan
itu ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan dan bidang paleontology dan
biologi.
Ter Haar, Oppenoorth, G.H.R von Koenigswald. Ketiga peneliti mengadakan
penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Mereka berhasil menemukan empat
belas fosil manusia purba. Fosil-fosil itu lebih dikenal dengan Homo soloensis, karena
ditemukan sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Sekitar tahun 1936-1941, von
Koenigswald menemukan fosil rahang bawah yang berukuran sangat besar, sehingga para
ahli memberi nama Meganthropus Paleeojavanicusl (diduga sama dengan Homo
Mojokertensis).
Tjokrohandoyo dan Duifjes. Usaha penggalian yang dilakukan oleh Tjokrohandoyo
dibawah pimpinan Duifjles telah menemukan dua fosil. Fosil-fosil yang ditemukan di Desa
Perning dekat Mojokerto dan Sangiran dekat Surakarta itu menjadi sangat penting, karena
diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang dua juta tahun yang
lalu). Fosil yang ditemukan itu diberi nama Homo Mojokertensis.
Prof. Dr. Teuku Jacob. Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia
purba dilanjutkan oleh para ahli dari Indonesia. Penelitian itu dilakukan oleh Prof. Dr.
Teuku Jacob di Desa Sangiran dan meluas di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Penelitian ini berhasil menemukan 13 fosil dan fosil terakhir ditemukan tahun 1973 di
Desa Sambung Macan dan Sragen.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh para ahli berhasil diketahui kehidupan dan
keberadaan manusia purba Indonesia. Penelitian dan penemuan itu dapat dijadikan
sumber yang berharga untuk mengetahui perkembangan manusia purba pada masa
prasejarah.

II. PERKEMBANGAN BIOLOGIS MANUSIA PURBA DI INDONESIA


Manusia pertama kali adalah manusia purba. Yang memiliki volume otak lebih
kecil dibanding manusia yang hidup di masa sekarang. Hal ini disebabkan dengan
sedikitnya suatu kebutuhan hidup di masa lampau. Manusia purba hanya mengetahui apa
yang akan dimakan dan diminum serta bagaimana cara berlindung.
Dengan cara apa para ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia purba? Para
ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia purba setelah menemukan fosil atau
artefak peninggalan manusia purba. Dengan ditemukannya berbagai temuan tersebut
maka dapat dirangkai dan disusun perkiraan kehidupan manusia zaman lampau.
Terungkapnya berbagai jenis manusia di dunia berawal dari penemuan fosil-fosil
dan artefak-artefak. Fosil adalah tulang-tulang manusia maupun hewan dan tumbuhan
yang telah membatu. Sedangkan artefak adalah peralatan dan perlengkapan kehidupan
manusi sebagai hasil dari kebudayaannya. Fosil-fosil manusia hampir ditemukan di
seluruh permukaan bumi. Melalui fosil-fosil itu para ahli dapat meneliti manusia purba
untuk mengetahui usia dan keberadaan dari alam kehidupannya. Fosil-fosil manusia
purba juga banyak ditemukan di Indonesia. namun penemuan itu belum dapat
memastikan secara keseluruhan kehidupan dan keberadaan manusia purba di wilayah
Indonesia. Para ahli hanya dapat membuat berbagai macam perkiraan atau penafsiran
sebagian kecil kehidupan manusia purba. Berikut ini adalah para ahli yang meneliti
manusia purba di Indonesia.
- Eugene Dubois.
Eugene Dubois adalah seorang dokter berkebangsaan Belanda yang pertama
kali datang ke Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk melaksanakan
penelitian lebih lanjut tentang keberadaan dan kehidupan manusia purba di Indonesia.
Eugene Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak pada tahun 1890 di dekat Desa
Trinil, Jawa Timur. Fosil itu diberi nama Pithecantropus erectus (artinya manusia
kera yang berjalan tegak). Fosil ini diduga berusia lebih kurang satu juta tahun.
Penemuan itu ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan dan bidang
paleontology dan biologi.
- Ter Haar, Oppenoorth, G.H.R. von Koenigswald.
Ketiga peneliti mengadakan penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten
Blora). Mereka berhasil menemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil itu
lebih dikenal dengan Homo soloensis, karena ditemukan sepanjang aliran sungai
Bengawan Solo. Sekitar tahun 1936-1941, von Koenigswald menemukan fosil rahang
bawah yang berukuran sangat besar, sehingga para ahli memberi nama Meganthropus
Paleojavanicus (diduga sama dengan Homo Mojokertensis).
- Tjokrohandoyo dan Dulfjes
Usaha penggalian yang dilakukan oleh Tjokrohandoyo di bawah pimpinan
Dulfjes telah menemukan dua fosil. Fosil-fosil yang ditemukan di Desa Perning
dekat Mojokerto dan Sangiran dekat Surakarta itu menjadi sangat penting, karena
diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang dua juta tahun
yang lalu). Fosil yang ditemukan itu diberi nama Homo Mojokertensis.
- Prof. Dr. Teuku Jacob
Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia purba dilanjutkan oleh
para ahli dari Indonesia. Penelitian itu dilakukan oleh Prof. Dr. Teuku Jacob di Desa
Sangiran dan meluas di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo. Penelitian ini
berhasil menemukan 13 fosil dan fosil terakhir ditemukan tahun 1973 di Desa
Sambung Macan an Sragen.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh para ahli berhasil diketahui kehidupan dan
keberadaan manusia purba Indonesia. Penelitian dan penemuan itu dapat dijadikan sumber
yang berharga untuk mengetahui perkembangan manusia purba pada masa prasejarah. Jejak
manusia purba yang ditemukan dari lapisan bumi Pleistosen terdapat di berbagai tempat di
dunia. Di lapisan inilah mulai terdapat peninggalan-peninggalan manusia purba dan
kebudayaannya. Dalam hal penemuan fosil manusia purba, Indonesia, khususnya Jawa,
menempati kedudukan yang sangat penting karena fosil-fosil yang ditemukan dari berbagai
masa pada zaman Pleistosen. Hal ini memudahkan untuk melihat perkembangan jasmaniahnya.
Berdasarkan penemuan para ahli dapat diketahui adanya beberapa jenis manusia
purba yang berhasil ditemukan di Indonesia, diantaranya :

- Meganthropus Paleojavanicus. Meganthropus berarti manusia besar. Fosil ini


ditemukan di Sangiran oleh Koenigswald pada tahun 1936 dan 941 berupa rahang
bawah yang jauh lebih besar dan kuat dari Pthicantropus erectus dan 3 buah gigi ( 1
gigi taring dan 2 geraham). Para ahli memperkirakan bahwa fosil ini adalah makhluk
tertua yang pernah hidup di Pulau Jawa. Denagan cara Stratigrafi, fosil Megantropus
berada pada lapisan Pucangan. Berdasarkan umur lapisan tanah diperkirakan fosil
Megantropus Paleojavanicus berumur satu sampai dua juta tahun.
- Pithecantropus. Pithecantropus berarti manusia kera. Fosil jenis Pithecantropus ini
ditemukan di Trinil, Desa Ngawi, Pearning daerah Mojokerto, sangiran, Kedung
Brubus, Sambungan Macan, dan Ngandong. Eugene Dodois menyimpulkan bahwa
fosil ini memiliki volume otak 900 cc yang lebih kecil dibandingkan dengan volume
otak manusia yang diatas 1000 cc dan volume otak kera yang tertinggi hanya 600 cc.
volume otak dari fosil itu berada di antara volume otak kera dan manusia. Oleh karena
itulah fosil ini disebut Pithecantrophus yang berarti manusia kera.
a. Pithecanropus Erectus
Pithecantropus Erectus berarti manusia kera yang sudah bisa berjalan tegak.
Penelitian itu didasarkan pada penemuan tulang rahang, dua geraham, bagian atas
tengkorak, dan tulang paha kiri. Volume otaknya berada di antara volume otak kera
dan manusia. Tulang paha menunjukkan bahwa makhluk itu sudah berjalan tegak.
Itulah sebabnya, Eugene Dubois menyimpulkan bahwa hasil temuannya itu disebut
Pithecantropus mojokertensis
b. Pithecantropus Mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto. Fosil ini
ditemukan dan diteliti oleh von Koenigswald antara tahun 1936-1941, di daerah
Pearning, Mojokerto. Hasil penemuan berupa tengkorak anak-anak. Von Koeningswald
memperkirakan tekngkorak anak ditemukan itu adalah fosil yang berasal dari anak-
anaknya Pithecantropus.

c. Pithecantropus Soloensis
Pithecantropus soloensis berarti manusia kera dari Solo. Fosil ini ditemukan di
daerah Ngandong, lembah Sungai Bengawan Solo antara tahun 1931-1934. hasil
penemuannya berupa 11 buah fosil tengkorak, tulang rahang, dan gigi. Fosil ini
diteliti oleh von Koeningswald dan Weidenreich. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dari makhluk Pithecantropus erectus.

- Homo sapien. Homo sapien adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh
yang sama dengan manusia sekarang. Mereka dapat menggunakan akal dan memiliki
sifat seperti yang dimiliki manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana dan
hidupnya mengembara. Mereka inilah yang menjadi nenek moyang bangsa-bangsa di
dunia. Jenis fosil Homo sapien ini juga ditemukan di daerah Indonesia, yaitu di daerah
Wajak dan fosilnya diberi nama Homo wajakensis. Fosil Homo wajakensis yang
berupa sebuah tengkorak ditemukan tahun 1889 oleh Reictshotten. Selanjutnya fosil
itu diteliti oleh Eugene Dubois. Berdasarkan hasil peralatannya itu disimpulkan bahwa
Homo wajakensis termasuk golongan bangsa Austroloid. Tetapi berdasarkan
penelitian von Koeningswald fosil ini termasuk Homo sapien. Berdasarkan penelitian
para ahli terhadap penemuan fosil manusia itu, terlihat dengan jelas perkembangannya
ke arah yang lebih sempurna, yaitu dari Pithecantrophus (manusia kera) hingga Homo
sapien (manusia) seperti sekarang. Namun apakah makhluk yang disebut
Pithecantrophus itu berproses melalui evolusi, hingga terwujud menjadi manusia
seperti sekarang ini? Atau, apakah antara manusia dengan Pithecantrophus tidak
memiliki hubungan dan berasal dari proses yang berbeda? Hal itu pun belum terjawab
oleh para ahli. Para ahli tidak berhasil menemukan mata rantai yang menghubungkan
antara Pithecantrophus dengan manusia seperti sekarang ini.
Beberapa ciri manusia purba yang ditemukan di Indonesia :
Megantropus Palaejavanicus
 Memiliki tulang pipi yang tebal
 Memiliki otot kunyah yang kuat
 Memiliki tonjolan kening yang menyolok
 Memiliki tonjolan belakang yang tajam
 Tidak memiliki dagu
 Memiliki perawakan yang tegap
 Memakan jenis tumbuh-tumbuhan
 Mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat
Pithecantropus
 Tinggi badan sekitar 165 - 180 cm
 Volume otak berkisar antara 750 - 1350 cc
 Bentuk tubuh dan anggota badan tegap
 Alat penguyahan dan otot tengkuk sangat kuat
 Bentuk geraham besar dengan rahang yang sangat kuat
 Bentuk tonjolan kening tebal
 Bagian belakang kepala tampak menonjol
Homo sapien
 Volume otaknya antara 1000 - 1200 cc
 Tinggi badan antara 130 - 210 cm
 Otot tengkuk mengalami penyusutan
 Muka tidak menonjol ke depan
 Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

III. KRONOLOGI PERKEMBANGAN BIOLOGIS MANUSIA INDONESIA


Perkembangan bentuk biologis manusia purba di Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari Proses evolusi manusia purba di dunia pada zamannya. Hal itu disebabkan oleh
adanya sebuah keterkaitan evolusi antara satu jenis manusia purba di satu tempat dengan
manusia purba di tempat yang lain.
Sampai saat ini, dalam berbagai penelitian arkeologis, dapat diambil hipotesa
bahwa pekembangan evolusi ras manusia purba di kawasan Asia berpusat di kawasan
Jawa, Indocina, serta Cina. Hal ini disimpulkan dari banyak ditemukannya berbagai
bukti-bukti arkeologis berupa tengkorak manusia dan tulang-tulang di berbagai kawasan
Asia tersebut, khususnya Jawa.
Penelitian mengenai proses evolusi manusia purba di Indonesia dapat ditelaah dari
sudut pandang penemuan bukti arkeologis yang membuktikan kemudian dapat
menggambarkan di zaman apakah manusia purba itu hidup. Prosesnya adlah melelui
proses tes biologis terhadap fosil manusia purba tersebut. Dengan demikian, kronologis
perkembangan biologis manusia di Indonesia ini akan berdasarkan pada penemuan-
penemuan fosil manusia purba.
Kronologis perkembangan biologis dari manusia purba ini akan digolongkan
berdasarkan urutan periodisasi proses evolusi manusia purba di zamannya, yaitu zaman
Pleistosen (Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan Pleistosen Akhir) dan Holosen.

Adapun manusia purba yang ditemukan fosil-fosilnya di kepulauan Indonesia adalah


sebagai berikut :
1. Pleistosen Bawah (Lapisan dan fauna Jetis)
Di lapisan ini ditemukan :
1) Meganthropus Palaejavanicus
Manusia purba raksasa yang diduga mempunyai perawakan yang tegap dengan
otot-otot tengkuk yang kuat. Dari susunan giginya, diduga makanan
Meganthropus yang utama adalah tumbuh-tumbuhan. Fosil ini ditemukan oleh
G.H.R. Von Koenigswald dalam formasi Pucangan di Sangiran antara tahun 1936-
1941 (Von Koenigswald 1968 : 99-107). Namun, sampai kini belum jelas
kedudukannya dalam evolusi manusia dan hubungannya dengan Pithecantropus.

2) Pithecanthropus
Merupakan manusia purba yang hidup pada kala Pleistoen Awal dan Tengah, dan
mungkin pula sampai kala Pleistosen Akhir. Tinggi badannya berkisar antara 165
-180 cm dengan tubuh dan anggota badan yang tegap, namun tidak setegap
Meganthropus. Pithecantropus tertua ditemukan pada kala Pleistosen bawah pada
formasi Pucangan di Kapuhklagen, sebelah utara Perning dan Mojokerto adalah
Pithecantropus Modjokertensis atau Pithecantropus Robustus. Diduga mereka
hidup kira-kira 2,5 hingga 1,25 juta tahun yang lalu, yang hampir sezaman
hidupnya dengan Meganthropus.
2. Pleistosen Tengah (Lapisan dan Fauna Trinil)
Di lapisan ini ditemukan Pithecantropus Erectus. Fosil pertama ditemukan dari
situs Trinil oleh E. Dubois pada tahun 1891. Berdasarkan temuan-temuan
tengkoraknya itu dia menciptakan nama Pithecantropus Erectus karena ditempat yang
sama dia menemukan pula tulang paha, yang menunjukkan bahwa pemiliknya
berjalan tegap. Ciri-ciri Pithecantropus Ercctus hampir sama dengan Pithecantropus
Modjokertensis. Namun, isi tengkoraknya cukup menonjol perbedaannya. Isi
tengkorak (otak) Pithecantropus Erectus mencapai 900 cc. Pithecantropus Erectus
diduga hidup antara 1 juta sampai setengah juta tahun yang lalu berdasarkan
perhitungan penanggalan Kalium-Argon batu apung yang berasal dari lapisan tempat
ditemukannya fosil tengkorak tersebut. Para ilmuwan menghubungkan makhluk ini
sebagai mising link, atau makhluk peralihan, dari kera ke manusia.
3. Pleistosen Atas atau Akhir (Lapisan dan Fauna Ngandong).
Di lapisan ini ditemukan Pithecantropus Soloensis, yang mempunyai isi
tengkorak lebih besar dibandingkan dengan Pithecantropus lainnya, yaitu sekitar 1300cc.
Pithecantropus Soloensis mempunyai banyak persamaan dengan Pithecantropus
Pekinensis yang ditemukan di Chou-kou-tien, dekat Beijing (Cina). Sisa-sisanya
ditemukan dalam formasi Kabuh di Sangiran dan Sambungmacan, Sragen serta teras
Ngandong, Blora. Bahasa dalam bentuk sederhana diduga sudah dipunyai oleh
manusia Pithecantropus, walaupun dalam penggunaannya masih dibantu dengan
isyarat dan mimik muka atau anggota badan dan tubuh. Berdasarkan penanggalan
sementara, Pithecantropus Soloensis hidupnya sekitar 900.000 dan 300.000 tahun
yang lalu. Menurut beberapa ahli Pithecantropus Soloensis termasuk Homo
Neanderthalensis. Bahkan, ada yang menganggapnya sebagai Homo Sapiens sehingga
kadangkala Pithecantropus Soloensis disebut Homo Soloensis.
4. Holosen.
Di lapisan ini ditemukan fosil manusia dari jenis Homo di dekat Campurdarat,
Tulung Agung, Jawa Timur dalam rangka Wajak. Manusia purba yang ditemukan
oleh Van Rietschoten pada tahun 1889 di wilayah itu adalah Homo Sapiens, yang
mempunyai ciri-ciri sama dengan Homo Neanderthalensis, namun lebih progresif. Di
Indonesia sendiri tidak ditemukan sisa-sisa Homo Neanderthalensis. Isi tengkorak
manusia Homo sangat bervariasi 1000 - 2000cc. Tinggi badannya juga bervariasi antara
130 - 210 cm dengan berat badan antara 30 - 150 kg. Berdasarkan data-data yang berhasil
ditemukan, dapat dinyatakan bahwa manusia purba yang ditemukan di Wajak itu
mempunyai ciri-ciri Mongoloid dan Australomelanesoid. Meskipun demikin, sulit
untuk memasukkan fosil manusia Wajak ini ke dalam ras manusia yang ada sekarang
karena waktu hidup ras-ras Homo Sapiens tidak sama dengan manusia sekarang.
Mungkin saja dari ras Wajak inilah lahir subras Melayu Indonesia. Kemudian ras itu
pula berevolusi menjadi ras Austromelanesoid. Selain di Indonesia, ras Wajak ini
ditemukan di Nias, Serawak dan Palawan, Filipina.

Anda mungkin juga menyukai