Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH MASA KENOZOIKUM

“MASA SAAT INI”

Masa Kenozoikum merupakan masa pada Geological Time Scale yang terjadi

setelah masa Mesozoikum. Masa Kenozoikum itu sendiri terbagi menjadi dua zaman,

yaitu tersier serta kwarter.

A. Zaman Tersier (65 juta-1,7 juta tahun lalu)

Zaman ini merupakan zaman perkembangan mamalia dibelahan dunia yang

lain, akan tetapi tidak demikian halnya di Indonesia karena pada zaman ini sebagian

kepulauan Indonesia baru terbentuk. Oleh karena itu fosil-fosil yang dijumpai di

Indonesia sebagian besar merupakan fosil hewan laut terutama moluska dn

foraminifera. Zaman ini dibagi menjadi beberapa kala yaitu :

 Kala Palosen (65 juta- 56,5 juta tahun lalu), kala ini merupakan awal kemunculan

hewan mamalia pemakan rumput, primata, burung dan dicoaster. Kala ini

ditandai oleh kegiatan magma yang sanagt intensif, susut laut yang besar dan

hujan meteorit. Iklim tropis.

 Kala Eosen (56,5 juta-35,5 juta tahun lalu),

Pada Kala Eosen ini mamalia mulai berkembang dengan baik, seperti kuda,

binatang pengerat (Rodent) dan nenek moyang hewan modern seperti unta,

badak, termasuk hiu raksasa (Basilosaurus) dan burung raksasa (Diatryma).

Pecahnya benua Pangea menjadi beberapa benua dan pecahan pecahan benua ini

saling bergerak hingga keposisi seperti yang kita lihat saat ini. Pada awal kurun

Kenozoikum, Greenland mulai memisahkan diri dari Eropa, Antartika dari

Australia, serta Afrika dan India juga memisahkan diri. Lautan Atlantik
mengalami pemekaran melalui suatu lembah yang sempit yang dikenal saat ini

sebagai punggung tengah samudra. India bergerak melewati samudra India dan

bertabrakan dengan benua Asia membentuk pegunungan Himalaya. Sistem

rangkaian pegunungan Alpine – Himalaya terbentuk; Rifting yang berasosiasi

dengan aktivitas gunungapi terjadi di Afrika, Eropa, Asia, dan Antartika.

Amerika Utara dan Amerika Selatan bergerak kearah barat melewati sebagian

samudra Pasifik. Pergerakan ini menimbulkan tekanan yang menyebabkan pantai

bagian barat kedua benua (Amerika Utara dan Amerika Selatan) terbentuk

pegunungan Rocky dan pegunungan Andes. Sebagian dari dasar samudra Pasifik

menyusup kedalam benua Amerika yang menyebabkan pelelehan dan

membentuk gunungapi Cascade dan Andes di permukaan yang mewakili busur

gunungapi baru yang saling berasosiasi dengan struktur yang lama. Busur

gunungapi hingga saat ini tetap aktif.

Setelah punahnya dinosaurus, banyak tempat di atas permukaan bumi yang

tiba tiba terjadi kekosongan akibatnya punahnya dinosaurus. Pada awal

Kenozoikum, binatang mamalia kecil yang menyerupai tikus mulai berkembang

biak dan tersebar secara cepat serta mengalami diversifikasi dalam kelompoknya

dan juga dalam ukurannya. Kemudian, daratan dan hutan yang ada di bumi

dihuni oleh Badak Raksasa dan Gajah Raksasa, Singa, Kuda dan Rusa. Di udara

dihuni oleh Kelelawar dan Burung sedanghkan di laut diisi oleh ikan paus, hiu

dan binatang laut lainnya. Selama kurun Kenozoikum banyak organisme yang

mengalami kepunahan, tetapi tidak sebanyak binatang dan tumbuhan yang

hilang/punah seperti pada kurun Mesozoikum dan kurun Paleozoikum.


Gambar 2. paleogeografi pada kala Eosen

 Kala Oligosen (35,5juta -23,5 juta tahun lalu), pada kala ini mamalia semakin

bertambah besar ukurannya. Mamalia modern termasuk gajah pertama muncul.

Nenek moyang kucing, Aanjing dan beruang mulai berkembang. Kehidupan laut

ditandai dengan munculnya hewan jenis baru seperti kepiting, kerang dan siput.

Iklim mendingin, hutan berkurang namun padang rumput meluas disertai dengan

pesatnya perkembangan hewan pemakan rumput.

 Kala Miosen (23,5 juta-5,2 juta tahun lalu), kala ini dicirikan oleh padang rumput

semakin meluas, oleh karena ini mamalia pemakan rumput berkembang semakin

pesat. Kala ini dicirikan oleh munculnya Homonoid (proconsul), lembu, domba

dan monyet.

 Kala Pliosen (5,2 juta-1,7 juta tahun lalu), pada kala ini muncul hominid yang

pertama. Fosil-fosil penciri Kala Pliosen yang ditemukan di Indonesia secara

adalah dari kelompok moluska dan foraminifera.


Gambar 1.1 Kondisi paleogeografi Zaman Tersier

B. Zaman Kuarter (1,7 juta tahun lalu – sekarang)

Pada Zaman Kuarter dibelahan dunia dikenal sebagai zaman perkembangan

manusia, sedangkan di Indonesia disamping berkembangnya mnusia berkembang

juga mamalia. Zaman ini dibagi menjadi dua kala yaitu :

 Kala Pleistosen (1,7 juta tahun –10 ribu tahun lalu)

Pleistosen adalah suatu kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung

antara 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Pleistosen à asal kata pleistos =

terlebih –lebih, dan Koinos = baru, mengandung 90-100% bentuk-bentuk

sekarang. Pleistosen dibagi menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan

Pleistosen Akhir, dan beberapa tahap fauna. Pleistosen awalnya dikenal dengan

diluvium, yakni formasi sekarang (holosen atau aluvium); bermula dari 1.750.000

tahun lalu dan berakhir sampai 10000 tahun lalu. kala pertama dalam zaman

kuarter, dibawah satuan waktu geologi ini terdapat kala pliosen, dan diatasnya

kala holosen. Pada kala pleistosen bumi mengalami beberapa zaman es.
Pada kala Pleistosen banyak bagian dunia dilanda oleh lapisan es yang

cukup tebal. Hal tersebutlah yang menyebabkan migrasi besar-besaran fauna

menuju ke tempat yang tidak dapat dicapai oleh lapisan es Zaman es tersebut

dibagi menjadi 4, yaitu : Zaman es Gunz, Mindel, Riss, dan Wurm.Akibat dari

zaman es di dunia ternyata pengaruhnya di Indonesia sangat jelas. Hal ini jelas

mengakibatkan terjadinya pulau-pulau atau daratan yang relatif lebih luas bila

dibandingkan dengan zaman sebelumnya.

Pada zaman Pleistosen wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi 3 bagian,

yaitu di barat yang merupakan paparan Sunda dan di timur yang merupakan

paparan Sahul dengan kedalaman dasarnya hampir merata, sedangkan di

tengahnya Sulawesi dan Kalimantan terdiri dari laut dalam dengan kedalaman

yang berbeda-beda. Batas barat laut antara dari tempat Filipina dan Kepulauan

Talaud, serta antara Sulawesi dan Kalimantan terus memanjang ke selatan ke

tempat sebelah timur Kepulauan Tangean dan langsung ke selatan pulau

Lombok. Garis pantai timur paparan Sunda, kira-kira jatuh bersamaan dengan

garis Wallace, yaitu suatu garis batas Zoogeografi yang penting di Indonesia.

Sebelah barat garis Wallace ini antara lain termasuk pulau Sumatra, Jawa, dan

Kalimantan yang faunannya bersifat Asia, sedangkan sebelah timur garis Wallace

antara lain Sulewesi, Nusa Tenggara, dan Irian mempunyai sifat Australia.

Dengan ditemukannya data-data baru letak garis ini berubah-ubah, yaitu

yang kemudian berubah menjadi garis Wallace (Huxley), garis Webber

(Pelseneer) ataupun garis Webber (keseimbangan fauna), maupun garis batas

fauna Australia-Papua. Bagaimanapun perubahannya garis-garis tersebut tetap


merupakan batas Provinsi Zoogeografi pada waktu sekarang sebagai akibat dari

penyebaran fauna di zaman Pleistosen melalui daratan-daratan dan jembattan-

jembatan daratan pada waktu itu.

Dari penyelidikan yang dilakukan pada tahun-tahun yang terakhir terbukti

bahwa garis Wallace tidaklah menjadi batas provinsi fauna Pleistosen, akan tetapi

hanya berlaku bagi zaman Holosen. Hal ini terbukti dengan ditemukannya

Stegodon rigonocephalus flurensia Hooujer di Flores pada tahun 1957, Stegodon

timerensis Sartono di pulau Timor pada tahun 1964.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Dr. R. P. Soejono bekerja sama dengan

Prof. Dr. S. Sartono di pulau Sumba pada tahun 1978 telah ditemukan fosil

rahang bawah dari Stegodon. Penyelidikan yang dilakukan pada tahun itu juga di

desa Berru, Cabenge, Sulawesi Selatan oleh Rokhus Dua Awe telah ditemukan

gigi Stegodon, sedangkan pada tahun sebelumnya ditemukan fosil babi, rusa,

kijang, kura-kura dengan diameter 2 meter. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa

terutama binatang stegodon yang asalnya dari dari India Utara di daerah Siwalik

melaului Birma dan Malaya tidak hanya berhenti di Jawa sekitar seperti

diperkirakan sebelumnya tetapi melalui jembatan daratan di Nusa Tenggara

sampai pula di Flores dan Timor bahkan dari utara yang semula diperkirakan

berhenti di Kalimantan menerus hingga sampai di Sulawesi Selatan, yang diduga

melalui jembatan Birma-Tiongkok melalui Korea, Jepang, Taiwan dan Filipina

sampai di Sulawesi.

Apakah spesies-spesies Stegodon dan jenis binatang yang lain, yang

melalui jalanan Malaya dan melalui jalan Jepang-Filipina akhirnya saling


bertemu lagi di paparan Sunda, sampai sekarang belum dapat diketahui dengan

pasti.

Dengan lewatnya jaman Wurm, berakhirlah zaman Diluvium, yang

kemudian menyusul zaman Holosen, zaman selama manusia hidup sekarang ini

merupakan sebagian dari zaman holosen, Zaman ini disebut pula post-glasial.

Tanda-tanda yang ditinggalkan oleh zaman es yang terakhir yaitu zaman

Wurm, paling jelas dapat dilihat dengan terbentuknya undak-undak sepanjang

sungai Bengawan Solo pada tempat penerobosannya melalui Pegunungan

Kendeng. Dalam undak-undak tersebut ditemukan fauna Verteberata Ngadong

serta manusia purba Homo soloensis yang hidup pada zaman itu di daerah

tersebut. Undak-undak sungai itu terjadi suatu penurunan permukaan air laut,

bersamaan dengan pengunduran pantal lautan. Kejadian tersebut mengakibatkan

juga pengikisan lebih lanjut terhadap paparan sunda dan paparan Sahul yang

sebelumnya telah terkena proses-proses serupa dalam zaman Gunz, Mindel, dan

Riss.

Dalam zaman post-glasial es mencair kembali dan akibat dari itu,

permukaan air laut menjadi naik termasuk lautan di kepulauan Indonesia.

Hal tersebut mengakibatkan pula tergenangnya kembali paparan Sunda oleh Laut

Jawa serta laut Cina selatan dan juga terbenamnya paparan Sahul oleh Laut

Arafuru dan pula makin dalamnya laut di daerah Maluku. Dengan demikian

maka daratan-daratan Indonesia yang ada pada waktu zaman es Wurm tepecah-

pecah serta terbagi-bagi oleh lautan yang terjadi pada zaman post-glasial
sehingga mengakibatkan penyebaran dan membentuk kepulauan Indonesia

seperti sekarang ini.

Pada kala ini menyaksikan kelahiran homo sapiens yang pertama dan

kepunahan berbagai jenis yang mendahuluinya, seperti pithecanthropus erectus.

Di pulau Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, kala ini dicirikan dengan

kegiatan gunung berapi yang berlangsung hingga sekarang. Dari masa ini juga

dikenal sebagai megaloceros (rusa besar), coelodonta antiquitatis (badak berbulu

wol), mammuthus primigenius (mamut), ursus spelaeus (beruang yang hidup

dalam gua), smilodon (semacam kucing besar), rusa kutub, bison.

 Kala Holosen (10 ribu tahun lalu-sekarang) Kala Holosen dimulai dari 10.000

tahun yang lalu hingga sekarang. Nama holosen berasal dari bahasa Yunani

("holos") yang berarti keseluruhan dan ("kai-ne") yang berarti baru atau terakhir.

Kala ini kadang disebut juga sebagai "Kala Alluvium". Dari kala ini diperagakan

sejarah budaya manusia Zaman Paleolitikum (Zaman Batu purba) sampai Zaman

Neolitikum (Zaman Batu baru) yang ditemukan di Punung (Pacitan, Jawa Timur)

dan Dago (Bandung, Jawa Barat).


PERKEMBANGAN KEHIDUPAN PADA MASA KENOZOIKUM
C. Geosinklin selama masa Kenozoikum

Zaman Tersier yang diawali dengan Kala Eosen Geosinklin Sumatera-Jawa,

Geosinklin Papua, Geosinklin Westralia, Geosinklin Banda, Geosinklin Danau,

Geosinklin Birma, Geosinklin Mariana masih tetap ada, disamping timbul di bagian

utara Geosinklin Philipina.

Pada Kala Oligosen, Geosinklin Papua, Geosinklin Sumatra-Jawa, Geosinklin

Westralia, Geosinklin Banda, Geosinklin Philipina, Geosinklin Mariana masih tetap

berfungsi dan satu sama lain berhubungan.

Pada Kala Miosen, geosinklin yang sudah ada pada Kala Oligosen masih

tetap ada. Di samping itu, Geosinklin Tasmania yang telah hilang pada Kala

Oligosen di Kala Miosen muncul kembali sebagai suatu geosinklin.

Pada Kala Pliosen, geosinklin yang sudah ada pada Kala Miosen masih tetap

ada, kecuali Geosinklin Tasmania yang lenyap. Terlihat bahwa untuk pertama

kalinya daratan Australia terpisah dengan daratan Papua, sedang Geosinklin Birma

dan Geosinklin Sumatera-Jawa bersambungan dan dikenal sebagai Geosinklin

Birma-Sumatra-Jawa.

Zaman Kwarter yang diawali dengan Kala Plistosen, pola penyebaran

geosinklin di Indonesia bagian darat relatif masih sama dengan pola penyebaran

geosinklin pada akhir Zaman Tersier. Di Indonesia bagian timur, sebelah utara

Papua, terbentuklah Geosinklin Carolina, sedang daratan Australia, dan daratan

Papua kembali lagi bersatu membentuk suatu daratan yang luas dan dikenal sebagai

Paparan Sahul.
Menjelang akhir Kala Plistosen terjadilah peristiwa glasiasi yang hampir

melanda sebagian besar dunia, termasuk Indonesia, dan mengakibatkan terbentuknya

pola penyebaran kepulauan Indonesia sekarang ini.

Gambar Penampang melintang teori geosinklin

1. TEORI APUNGAN BENUA (CONTINENTAL DRIFT)

Pada tahun 1912 Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi dan fisika

Jerman melontarkan konsep Apungan Benua (Continental Drift), hipotesis

utamanya adalah adanya satu “super continent” yang dinamakan Pangea (semua

daratan), yang dikelilingi Panthalassa (semua lautan). Pangea ini mulai berpisah

menjadi dua kontinen yang relatif lebih kecil, yaitu Laurasia (belahan bumi utara)

dan Gondwana (belahan bumi selatan), pada periode Jura, hingga pada akhir

Kapur, dua kontinen ini memisahkan diri kembali menjadi daratan-daratan yang

terlihat seperti kontinen pada saat sekarang.


Di sebuah buku yang berjudul “The Origin of the Continent and

Ocean” (1912), Wegener memberikan bukti-bukti untuk membenarkan teori

apungan benua tersebut, beberapa di antaranya ditemukannya bentuk fosil

tumbuhan dan hewan yang memiliki umur yang sama ditemukan di sekitar pantai

kontinen yang berbeda, menandakan bahwa kontinen tersebut pernah bersatu.

Misalnya, fosil buaya air tawar ditemukan di Brazil dan Afrika

Gambar Distribusi fosil fauna dan flora

selatan juga fosil reptil air Lystrosaurus juga ditemukan pada batuan berumur

sama dari berbagai lokasi di Amerika Selatan, Afrika, dan Antartika.

Bukti lainnya adalah berupa bukti struktur dan jenis batuan, yakni dengan

adanya persamaan lapisan batuan di Antartika, Australia, Amerika Selatan,

Afrika, dan India. Kekurangannya pada saat itu, Wegener tidak mampu

meyakinkan ilmuan – ilmuan geologi lainnya karena ia tidak mampu


menjelaskan mekanisme pergeseran benua – benua tersebut. Hal ini karena dalam

teori tersebut benua diumpamakan sebagai bahan ringan dengan susunan Si – Al,

yang mengapung diatas bahan yang mempunyai densitas yang lebih besar dan

dianggap sebagai bahan yang bersifat plastis yang membentuk kerak samudera.

Teori ini semakin banyak diyakini setelah data dari berbagai dunia

dianalisis, yang meyakinkan bahwa telah terjadi pergerakan lempeng sejagat.

Misalnya, pada saat batuan kuno di kepulauan Inggris diukur kemagnetannya,

tercatat penyimpangan sejauh 300 dari kutub magnet sekarang. Hal ini

menimbulkan suatu pertanyaan, apakah kutub magnet bumi yang telah berpindah

sejauh itu, ataukah kepulauan Inggris yang telah bergeser dari waktu ke waktu

hingga pada posisinya seperti sekarang.

Dengan bantuan komputer, peta topografi dasar samudra terus dianalisis.

Paparan Benua Amerika Selatan dan Afrika, ternyata mendekati sempurna bila

kedua garis paparan benua keduanya disatukan seperti terlihat pada gambar di

bawah ini.
G

Gambar Perubahan Kutub Magnet Sejalan Gambar Rekonstruksi Paparan Garis Continent
Waktu

2. PEMEKARAN LANTAI SAMUDERA (SEA FLOOR SPREADING)

Hipotesis pemekaran lantai samudra dikemukakan pertama kalinya oleh

Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul “Essay in geopoetry

describing evidence for sea-floor spreading”. Dalam tulisannya diuraikan

mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudra yang terjadi di pematang

tengah samudra (mid oceanic ridges), guyots, serta umur kerak samudra yang

lebih muda dari 180 juta tahun.

Hipotesis pemekaran lantai samudra pada dasarnya adalah suatu hipotesis

yang menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada didasar samudra Atlantik

tepatnya di Pematang Tengah Samudra mengalami pemekaran yang diakibatkan

oleh gaya tarikan (tensional force) yang digerakan oleh arus konveksi yang
berada di bagian mantel bumi (astenosfer). Akibat dari pemekaran yang terjadi

disepanjang sumbu Pematang Tengah Samudra, maka magma yang berasal dari

astenosfer kemudian naik dan membeku.

Arus konveksi yang menggerakkan lantai samudera (litosfer), sehingga

mengakibatkan terjadinya pembentukan material baru di Pematang Tengah

Samudera (Mid Oceanic Ridge) dan penyusupan lantai samudera ke dalam

interior bumi (astenosfer) pada zona subduksi.

Gambar Mekanisme sea floor spreading

Bagian lempeng yang masuk ke zona subduksi memiliki kemiringan sudut

sekitar 450. Lempeng ini terus tenggelam ke dalam astenosfer, akibat prosesnya

dalam waktu yang berjuta-juta tahun, disertai adanya pemanasan yang kuat dari

dalam, bagian yang menekuk ini lama-kelamaan akan pecah, hancur-lebur, dan

menjadi bagian dalam bumi kembali. Bagian-bagian litosfer yang bergerak, retak,

dan runtuh inilah yang merupakan wilayah yang paling labil, yang menjadi salah
satu penyebab terjadinya gempa bumi, dan jalan yang lebih memungkinkan bagi

magma untuk naik mencapai permukaan bumi, membangun tubuhnya menjadi

gunung api.

Teori Hess tentang pemekaran dasar samudra mendapat dukungan bukti

dari mahasiswa tingkat sarjana di Inggris, Frederick J. Vine dan D. H. Matthews.

Pendapat keduanya sebenarnya bukan hal yang baru. Vine dan Matthews

berpendapat bahwa saat lava meluap dan memadat di retakan tengah samudra,

lava basal mendapatkan perkutuban magnet sesuai dengan keadaan pada saat lava

ini memadat. Penelitian tentang kemagnetan mendukung teori pemekaran dasar

samudera.

Anda mungkin juga menyukai