Anda di halaman 1dari 40

PEMBAGIAN ZAMAN PRA-AKSARA

Pra-aksara berasal dari gabungan kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan aksara berarti
tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa pra-aksara adalah masa sebelum manusia mengenal
bentuk tulisan. Masa pra-aksara disebut juga dengan masa nirleka (nir artinya tidak ada, dan leka
artinya tulisan), yaitu masa tidak ada tulisan. Masa praaksara disebut juga dengan masa pra-sejarah,
yaitu suatu masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Adapun masa sesudah manusia
mengenal tulisan disebut juga dengan masa aksara atau masa sejarah. Kehidupan manusia pada
masa pra-aksara dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan oleh manusia yang
hidup pada waktu itu. Peninggalan itu dapat berupa artefak dan fosil. Artefak wujudnya berupa
benda-benda purbakala. Benda-benda tersebut dapat membantu kita untuk memperkirakan
bagaimana perkembangan kehidupan manusia. Sementara itu, fosil yang berupa sisa-sisatulang
belulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang sudah membatu, dapat membantu pada kita
mengenai pertumbuhan fisik manusia pada masa pra-aksara. Bekas-bekas atau sisa-sisa manusia,
tumbuhan, dan binatang yang telah membatu itu terdapat dalam lapisan-lapisan bumi. Proses
Terbentuknya Kepulauan Indonesia Pembabakan zaman pra-aksara :

Azoicum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada saat ini
bumi baru terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu milyar tahun lalu.

Palaezoicum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah meninggalkan fosil flora dan fauna.
Berlangsung kira-kira 350.000.000 tahun.

Mesozoicum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini hewan mamalia (menyusui), hewan amfibi,
burung dan tumbuhan berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.

Neozoicum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak 60.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini dapat
dibagi lagi menjadi dua tahap (Tersier dan Quarter). Kehidupan berkembang dengan pesat sekali.
Zaman ini dibagi menjadi beberapa zaman, antara lain:

Zaman Tertier Pada zaman ini ditandai dengan semakin berkurangnya binatang raksasa. Famili
binatang menyusui sudah mulai ada. Beberapa jenis monyet dan kera telah mulai hidup.

Zaman Kwarter Zaman kwarter berlangsung kurang lebih 600.000 tahun yang lalu. Pada zaman ini
telah ada tanda-tanda kehidupan manusia. Bagian-bagian zaman ini disebut dengan istilah kala.
Zaman ini dibagi dalam dua bagian yaitu kala plestosin dan kala holosin. Kala plestosin merupakan
zaman yang sangat penting, sebab pada zaman itulah manusia mulai muncul di muka bumi. Kala
plestosin berlangsung kira-kira dari 3 juta sampai 10.000 tahun sebelum masehi. Pada masa ini
terjadilah masa perluasan lapisan es di kutub. Beberapa daratan yang berdekatan dengan kutub
Utara tertutup es. Terjadilah suatu perubahan suhu yang memengaruhi keadaan kehidupan. Di
daerah-daerah yang jauh dari kutub tidak terjadi pembekuan, tetapi terjadi musim penghujan yang
hebat.

Keadaan bumi belum stabil benar. Terjadi letusan-letusan gunungapi, erosi, pengendapan, dan
pengangkatan pegunungan-pegunungan. Letusan gunung berapi mengakibatkan terjadinya
timbunan batuan, kerikil, lahar, lava maupun abu, baik di daratan maupun di laut. Ada gerakan di
dalam bumi (gerakan endogen) dan dari luar bumi (gerakan eksogen). Pegunungan atau daratan
yang mula-mula di bawah laut merupakan dasar laut dangkal semakin terangkat ke atas. Hal ini
mengakibatkan daratan semakin luas sebagai tempat hidup. Bagaimanakah yang terjadi pada
kepulauan di Indonesia pada saat itu? Kepulauan Indonesia bagian barat mula-mula bersatu dengan
Benua Asia, sedangkan kepulauan bagian timur bersatu dengan Benua Australia. Kemudian bagian-
bagian tersebut terpisah karena naiknya permukaan laut. Daratan yang menghubungkan Indonesia
dengan Australia terputus dan menjadi laut kembali dikarenakan naiknya permukaan air laut yang
disebabkan es di kutub mencair. Bekas daratan yang menghubungkan Indonesia bagian barat
dengan benua Asia sekarang menjadi lautan paparan Sunda. Adapun bekas daratan yang
menghubungkan Indonesia bagian timur dengan Benua Australia disebut paparan sahul. Antara Asia
dan Australia memiliki iklim yang berbeda. Benua Asia memiliki iklim yang mengandung curah hujan
yang tinggi, sedangkan di Benua Australia memiliki iklim yang kering. Tidak mengherankan apabila
letak geografis tersebut memengaruhi iklim di Indonesia. Bagian barat kepulauan Indonesia
mendapat pengaruh angin dari Asia yang membawa curah hujan sehingga curah hujan tinggi.
Sedangkan Indonesia Timur mendapat pengaruh angin dari Australia yang kering sehingga curah
hujan sedikit. Karena kurangnya hujan maka daerah Indonesia Timur menjadi kering. Alam
merupakan tempat kehidupan mahluk dan tumbuhan termasuk manusia. Perubahan yang terjadi
pada alam berpengaruh terhadap kehidupan mahluk dan tumbuhan. Mahluk hidup akan senantiasa
beradaptasi terhadap perubahan iklim. Binatang-binatang yang hidup di daerah yang dingin
mengembangkan bulubulunya untuk menahan dingin. Adapun di daerah yang panas, binatang-
binatang memiliki bulu yang jarang dan sedikit. Bagaimanakah dengan perkembangan awal manusia
di Indonesia? Asal usul nenek moyang bangsa Indonesia berlatar belakang juga pada perubahan
alam.Menurut para ahli, manusia pertama di Indonesia berasal dari Asia. Perubahan-perubahan
alam tersebut berakibat pada terjadinya migrasi manusia. Sebagian wilayah di Kepulauan Indonesia
merupakan titik temu di antara tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia di selatan, Lempeng
Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik di timur. Pergerakan lempeng-lempeng tersebut dapat berupa
subduksi (pergerakan lempeng ke atas), obduksi (pergerakan lempeng ke bawah) dan kolisi
(tumbukan lempeng). Pergerakan lain dapat berupa pemisahan atau divergensi (tabrakan) lempeng
lempeng. Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempeng-lempeng tersebut masih terus
berlangsung hingga sekarang. Perbenturan lempeng-lempeng tersebut menimbulkan dampak yang
berbeda-beda. Namun semuanya telah menyebabkan wilayah Kepulauan Indonesia secara tektonis
merupakan wilayah yang sangat aktif dan labil hingga rawan gempa sepanjang waktu. Pada masa
Paleozoikum (masa kehidupan tertua) keadaan geografis Kepulauan Indonesia belum terbentuk
seperti sekarang ini. Di kala itu wilayah ini masih merupakan bagian dari samudera yang sangat luas,
meliputi hampir seluruh bumi. Pada fase berikutnya, yaitu pada akhir masa Mesozoikum, sekitar 65
juta tahun lalu, kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif menggerakkan lempeng-lempeng Indo-
Australia, Eurasia dan Pasifik. Kegiatan ini dikenal sebagai fase tektonis (orogenesa laramy), sehingga
menyebabkan daratan terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi pulau-pulau yang terpisah satu
dengan lainnya. Sebagian di antaranya bergerak ke selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan Banda. Hal yang
sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian pecahannya bergerak ke utara membentuk pulau-
pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian Maluku Tenggara. Pergerakan pulau-
pulau hasil pemisahan dari kedua benua tersebut telah mengakibatkan wilayah pertemuan
keduanya sangat labil. Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan kuat telah membentuk rangkaian
Kepulauan Indonesia pada masa Tersier sekitar 65 juta tahun lalu. Berikut ini adalah bagan uraian
pembagian zaman pra-aksara :
KERAJAAN SRIWIJAYA (ABAD VII-XIV M)

Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim yang kuat pulau Sumatera dan banyak memberi
pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa Sansekerta, sri
berarti “bercahaya” dan wijaya beartti kemenangan. Menurut Coedes, Sriwijaya adalah nama
sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Pusat kerajaan terdapat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya
adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia bhk di Asia Tenggara pada waktu itu ( abad
7-11 M ). (http://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya).

A. Sumber Sejarah

Sumber-sumber sejarah kerajaan Sriwijaya dikelompokkan menadi dua, yaitu sumber dari dalam
negeri dan sumber dari luar negeri (Cina, India, Arab, Persia). Sumber dari dalam negeri berupa
prasasti, antara lain :

1. Prasasti Kadukan Bukit (682 M)

Parasasiti Kadukan Bukit Wikipedia

Prasasti Kadukan Bukit merupakan prasasti berangka tahun tertua dari kerajaan Sriwijaya. Ditulis
menggunakan bahasa Melayu Kuno, dengan huruf Pallawa. Prasasti tersebut menceritakan tentang
perjalanan Dapunta Hyang dengan membawa puluhan ribu tentara lengkap dengan perbekalan,
yaitu ekspedisi militer menaklukkan suatu daerah. Dari prasasti Kadukan Bukit, kita mendapatkan
data-data. Prasasti Kadukan Bukit hanya

menyebutkan gelar Dapunta Hyang tanpa disertai nama raja tersebut.

(arkeologi.web.id/menelusuri-makna-prasasti-kadukan-bukir-sriwijaya).

2. Prasasti Talang Tuwo (684 M)

Prasasti Talang Tuo

(Wikipedia)

Prasasti tersebut ditemukan di kaki bukit Siguntang, dekat Palembang. Menggunakan bahasa Melayu
Kuno dan huruf Pallawa yang terdiri dari 14 baris.

3. Prasasti Kota Kapur (686 M)

Prasasti Kota Kapur

(Wikipedia)

Prasasti tersebut dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi setinggi 177 cm,
lebar 32 centimeter, ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dengan huruf Pallawa, ditemukan di Kota
Kapur, pantai barat pulau Bangka. Prasasti ini menyebutkan adanya ekspedisi Sriwijaya ke daerah
seberang lautan (pulau Jawa) untuk memperluas kekuasaannya.

4 Prasasti Karang Brahi (686 M)


Prasasti ini ditemukan di daerah Karang Brahi, Jambi hulu. Berisi permintaan kepada Dewa yang
menjaga Sriwijaya dan untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya.
Prasasti ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dan huruf Pallawa.

Prasasti Palas Pasemah

(Wikipedia)

5. Prasasti Palas Pasemah, dtemukan di Palas Pasemah, di tepi sungai Wai Pisang, Lampung, ditulis
dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari
bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai
kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

6. Prasasti Ligor ( Prasasti Ligor 775 M )

Prasasti berangka tahun tersebut ditemukan di Tanah Genting Kra, Ligor.

Sumber dari luar negeri/ berita asing/ antara lain :

1. Sumber dari Cina,

Kunjungan I-Tsing, seorang peziarah Budha dari Cina pertama adalah tahun 671 M. I-tsing tingal
selama 6 bulan di Sriwijaya untuk bahasa Sanskerta, setelah itu ia baru berangkat ke Nalanda, India.
Setelah lama belajar di Nalanda tahun 685 I-sing kembali ke Sriwijaya, dan tinggal selama beberapa
tahun untuk menterjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina. Catatan Cina
yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina.

2 Sumber dari Arab

Sriwijaya disebut Sribuza, seorang sejarawan Arab klasik bernama Mas’udi menulis catatan tentang
Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan
besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu,
cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir, dan beberapa hasil bumi lainnya.

3. Sumber India

Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari Kerajaan yang ada di India
seperti dengan Kerajaan Nalanda, dan Kerajaan Cola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa
Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Demikianlah
bukti-bukti tentang sumber dari luar negeri yang menjelaskan keberadaan Sriwijaya, sehingga
melalui sumber-sumber tersebut dapat diketahui perkembagan kerajaan Sriwijaya.

B. Nama-nama Raja Sriwijaya :

1. Sri Indrawarman (berita Cina, 724 M)

2. Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)

3. Wishnu (prasasti Ligor, 775 M)

4. Maharaja (berita Arab, 851 M)

5. Balaputradewa (prasasti Nalanda, 860 M)

6. Sri Udayanawarman (berita Cina, 960 M)

7. Sri Udayaditya (berita Cina, 962 M)


8. Sri Sudamanimarwadewa (berita Cina, 1003, prasasti Leiden, 1004 M)

9. Marawijayatunggawarman (prasasti Leiden, 1044 M)

10. Sri SanggramaWijayatunggawarman (prasasti Cola, 1004 M)

(scribd.com /Kerajaan-Sriwijaya)

C. Masa Kejayaan

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Balaputradewa. Dalam
prasasti Nalanda yang berasal dari sekitar tahun 860 M disebutkan bahwa Balaputradewa
mengajukan permintaan kepada raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan biara bagi para
mahasiswa dan pendeta Sriwijaya yang belajar di Nalanda. Ia adalah putera Samaratungga dari
dinasti Syailendra yang memerintah di Jawa Tengah tahun 1812 -824 M. Sriwijaya pernah pula
menjadi pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha.

Sriwijaya pernah menjadi pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha. Seorang Bisku Budha
dari Cina bernama I-tsing pata tahun 671 M berangkat dari Kanton ke India melalui Sriwijaya untuk
belajar agama Budha.

Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar bahasa Sansekerta Sriwijaya yang
merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, telah berkembang iklim yang kondusif untuk
mengembangkan agama Budha I-tsing, seorang pendeta Cina pernah menetap selama 6 tahun untuk
memperdalam agama Budha. Salah satu karya yang dihasilkan, yaitu Ta Tiang si-yu-ku-fa-kao-sheng-
chuan yang selesai ditulis pada tahun 692 M. Wilayah kekuasaannya mencapai Jawa dan Kalimantan
Barat, Malaka, dan Sulawesi.

Kemajuan kerajaan Sriwijaya didukung oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Letaknya yang strategis di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan
internasional.

2. Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina yang melintasi Selat Malaka sehingga
membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.

3. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja yang
memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (Sriwijaya), yang
selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan (sejarah-bangsa-kita.blogspot.com/puncak-
kerajaan-sriwijaya)

Candi Muara Takus

(Wikipedia)

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau,


Malaysia, dan Thailand, antara lain : Prasasti Situs Candi Angsoka, Situs Koam Pinishi, dan Situs
Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera
Selatan, dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II,
Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs
Muarojambi. Sedangkan di daerah Riau ditemukan Candi Muara Takus, yang berbentuk stupa Budha.

D. Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya

Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika yang berkuasa di Sriwijaya ialah Sri
Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.

2. Serangan Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun
1023 M dan 1030 M. Serangan ini ditujukan ke Semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja
Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu
Rajendracoladewa.

3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertamegara. 1275-1292 M, yang diterima
dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Maulimarwadewa, semakin melemahkan kedudukan
Sriwijaya.

4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudera Pasai.

5. Serangan Kerajaan Majapahit yang dipimpin Adityawarman.

E. Analisa

1. Kebesaran Kerajaan Sriwijaya didukung dengan wilayah yang sangat strategis, menjadi jalur
perdagangan antara India dengan Cina, dan menjadi pusat perguruan agama Budha selain India.

2. Tumbuh dan berkembangnya cukup lama yaitu sekitar 300 tahun, namun tidak banyak memiliki
peninggalan (candi) sebagaimana kerajaan Mataram Kuno di Jawa. Hal ini disebabkan, kekuatan
kerajaan mengutamakan sektor kelautan. Selain itu kerajaan Sriwijaya tieak banyak memiliki arsitek
bangunan seagaimana yang dimiliki oleh kerajaan Mataram Kuno.

3. Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan luar negeri yang sangat baik, terutama dengan India dan
Cina.

4. Adanya serangan dari Dharmawarsa, Singasari, dan Majapahit, menunjukkan bahwa kerajaan
Sriwijaya mengabaikan musuh-musuh di sekelilingnya dan tidak adanyua kerja sama antar kerajaan
di kawasan Nusantara.

KERAJAAN SINGASARI (1222-1292 M)

A. Sumber Sejarah

Kerajaan Singasari adalah kerajaan Hindu Budha yang terletak di sekitar Malang, Jawa Timur.
Sumber-sumber sejarah yang menceritakan tentang kerajaan Singasari antara lain :

1. Prasasti Kudadu

a. Nama resmi kerajaan Singasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel.

b. Pada tahun 1254 M, raja Wisnuwardhana mengangkat puteranya yang bernama Kertanegara
sebagai Yuwaraja dan mengganti nama ibukota menjadi Singasari.
2. Prasasti Mulamalurung

Isi prasasti tersebut antara lain : Kerajaan Tumapel didirikan oleh Rajasa yang dijuluki “Batara Sywa”,
setelah menaklukkan Kediri. Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua. Tumapel dipimpin oleh
Anusapati, sedangkan Kediri dipimpin oleh Bhatara Parameswara, (alias Mahisa Wongateleng).
Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu Anusapati digantikan
oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan bahwa
sepeninggal Tohjaya, kerajaan Tumapel dan Kediri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kediri
kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dimpin oleh puteranya, yaitu Kertanegara.

3. Kitab Pararaton

Menurut Pararaton , Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan kerajaan Kediri. Yang menjabat
sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan
cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu
baru. Ken Arok juga yang mengawimni istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok
kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kerajaan Kediri. (wikipedia/ Kerajaan_Singasari).

4. Kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan, sebutan Tumapel bagi kerajaan Cina.

B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari

Munculnya kerajaan Singasari diawali dengan pembunuhan seorang akuwu di Tumael (bagian
kerajaan Kediri) yang bernamaTunggul Ametung, oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok.
Janda Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedesa diperistri oleh Ken Arok. Pada tahun 1222 M
menjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kediri melawan kaum Brahmana. Para kaum Brahmana
lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama di
Tumapel. Perang melawan Kediri meletus di desa Ganter yang dimenangkan pihak Tumapel. Dengan
kemenangan tersebut maka Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja Singasari dengan gelar Sri
Rajasa Sang Amurwabumi, dan Kediri menjadi bagian dari kerajaan Singasari. Setelah Ken Arok
mengalahkan Kertajaya maka seluruh wilayah kerajaan Kediri dipersatukan dibawah kekuasaan Ken
Arok. Kemudian Ken Arok menyatakan dirinya sebagai raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa
Bathara Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja Singasari yang pertama menandai
kemunculan suatu dinasti baru, yaitu dinasti Rajasa. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaa, 1975).
Pada tahun 1227 M Ken Arok terbunuh oleh anak tirinya yang bernama Anusapati, setelah ia
mengetahui bahwa pembunuh ayahnya (Tunggal Ametung) adalah Ken Arok. Anusapati
menggantikan Ken Arok menjadi raja Singasari sejak 1227 M. sampai tahun 1248 M.

Anusapatipun terbunuh oleh anak Ken Arok dengan Ken Umang yang bernama Panji Tohjaya.
Namun Panji Tohjaya memerintah hanya beberapa bulan saja karena terjadi pembunuhan kembali
yang dilakukan oleh Ranggawuni, anak dari Anusapati. Pada tahun 1248 M Ranggawuni mengangkat
dirinya menjadi raja Singasari dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Ia memerintah didampingi oleh
Mahisa Cempaka yang berkedudukan sebagai Ratu Angabhaya dengan gelar Narashingamurti.
Narashingamurti sebenarnya anak Mahisa Wongateleng (anak Ken Arok dengan Ken Dedes).
Ranggawuni memerintah tahun 1248 M sampai tahun 1268 M, kemudian digantikan oleh puteranya
yang bernama Kertanegara.

C. Raja-raja Singasari
1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222-1227 M)

Ken Arok dinobatkan sebagai raja Singasari pertama pada tahun 1222 M, setelah berhasil
mengalahkan Kertajaya, raja Kediri. Sebelum menjadi raja ia membunuh seorang Akuwu Tumapel
(bagian dari kerajaan Kediri), kemudian memperistri janda Tunggul Ametung yang bernama Ken
Dedes. Bersama Tunggul Ametung Ken Dedes telah melahirkan seorang anak yang bernama
Anusapati. Sedang bersama Ken Arok Ken Dedes melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Mahisa
Wongateleng. Ken Arok dengan istri lainnya yang bernama Ken Umang memiliki anak yang bernama
Tohjaya. Anak-anak tersebutlah yang nantinya akan menggantikan Ken Arok melalui pertumpahan
darah. Pada tahun 1227 M Ken Arok dibunuh oleh Anusapati, anak tirinya untuk membalaskan
dendam ayahnya, jenazahnya dicandikan di Kagenengan.

2. Anusapati (1227-1248 M)

Pada masa pemerintahannya berlangsung aman dan tenteram selama 20 tahun. Tetapi pada tahun
1247 M Tohjaya dengan tipu muslihatnya membalaskan dendam atas kematian ayahnya, Ken Arok
yang dibunuh oleh Anusapati. Anusapati didharmakan di Candi Kidal, sebelah Tenggara Malang.

3. Tohjaya (1247-1248 M)

Tohjaya hanya beberapa tahun saja menjadi raja Singasari, karena Ranggawuni anak dari Anusapati
membalas dendam atas kematian ayahnya. Tohjaya sempat melarikan diri dengan luka parah,
namun akhirnya meninggal. Jenazahnya didharmakan di candi Katang Lumbang.

4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1248-1268 M)

Pada tahun 1248 M Ranggawuni menjadi raja Singasari dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Ia
adalah raja Singasari yang pertama namanya dikekalkan dalam prasasti. Mahisa Cempaka, anak
Wongateleng, yang selalu senasib sepenanggungan dengan Ranggawuni diberi kekuasaan untuk ikut
memerintah dengan pangkat Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Diceritakan bahwa
mereka memerintah berdua bagaikan Wisnu dan Indra. Pada tahun 1268 M. Wisnuwardhana
meninggal di Mandaragiri dicandikan di Weleri (candi Jago), perwujudannya sebagai Budha
Amogapasa (Soekmono, 1973)

5. Kertanegara (1268-1292 M)

Sebenarnya Kertanegara dinobatkan sebagai raja tahun 1254 M, namun Wisnuwardhana tetap
memerintah sampai wafat untuk anaknya. Pada tahun 1268 M. Kertanegara menggantikan ayahnya
sebagai raja Singasari dengan gelar Wikrama Dharmatuggadewa. Dalam politiknya Kertanegara
mencita-citakan kekuasaan yang meliputi daerah-daerah di sekitar kerajaan Singasari sampai seluas-
luasnya. Pada tahun 1275 M Kertanegara mengembangkan sayapnya ke Sumatera dengan mengirim
pasukan yang dikenal Ekspedisi Pamalayu. Pada Tahun 1292 M Kertanegara wafat, setelah mendapat
serangan Jayakatwang, adipati Kediri. Jenazahnya dimuliakan di candi Jawi sebagai Budha dan Sywa.
Ada perbedaan mengenai raja-raja Singasari antara kitab Pararaton dengan kitab Negarakertagama.
Dalam kitab Negarakertagama tidak menyebutkan Tohjaya sebagai raja Singasari. Menurut kitab
Negarakertagama raja-raja yang memerintah kerajaan Singasari adalah :

1. Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 – 1227 M)

2. Anusapati (1227 – 1248 M)

3. Wisnuwardhana (1248 – 1268 M)

4. Kertanegara (1254 -1292 M) (http://www.id.wikipedia.rg/wiki/Kerajaan_Singasari)

D. Masa Kejayaan Singasari (1268 – 1292 M)

Kerajaan Singasari mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Kertanegara. Kertanegara
adalah seorang raja Singasari yang sangat terkenal, baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Ia
memeritah sampai tahun 1292 M. Dalam bidang politik ia terkenal sebagai seorang raja yang
mempunyai gagasan perluasan wilayah yang mencapai seluruh wilayah nusantara. Pada tahun 1275
M, Ia mengadakan ekspedisi Pamalayu, kemudian tahun 1284 M ia mengirimkan ekspedisi ke Bali.
Ekspedisi Pamalayu sebenarnya pelaksanaan politik luar negeri Kertanegara untuk menghadapi
eskpansi bangsa Mongol yang dilancarkan oleh Kubilai Khan yang sedang dilancarkan ke Asia
Tenggara. Kubilai Khan mengirim utusan beberapa kali, pada tahun 1281M, 1282 M, dan tahun 1886
M ke Singasari agar mau tunduk kepada kekaisaran Mongolia. Namun tidak pernah dihiraukan oleh
Kertanegara.

E. Runtuhnya Kerajaan Singasari

Pada Tahun 1289 M Kubilai Khan mengirim utusannya yang dipimpin oleh Meng Chi, meminta agar
Kertanegara tunduk kepada kekuasaan Mongol dan menyerahkan upeti setiap tahunnya. Tetapi
Kertanegara menolaknya dan melukai utusan tersebut, sehingga menimbulkan kemarahan Kubhilai
Khan. Kubhilaikan akhrinya mengirim pasukan yang dipimpin oleh Ike Mese untuk menghukum raja
Singasari. Pasukan Mongol baru sampai di Jawa tahun 1293 M. Dan mereka tidak mengetahui bahwa
di Jawa telah terjadi perubahan kekuasaan.

Pada tahun 1292 M Jayakatwang Adipati Kediri yang menjadi bawahan kerajaan Singasari
menghianati Kertanegara, dengan melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Singasari.
Kertanegara tidak menyadari bahwa dibalik ambisinya yang besar untuk menguasai nusantara ada
musuh dalam selimut. Ia terlalu yakin bahwa dirinya sangat kuat, tidak ada yang berani melakukan
pemberontakan. Runtuhnya kerajaan Kediri oleh Ken arok, masih membekas pada anak cucu dari
raja Kediri. Salah satunya adalah Jayakatwang yang kebetulan oleh Kertanegara diangkat menjadi
Adipati Kediri. Setelah yakin bahwa pasukannya cukup kuat untuk menyerang istana kerajaan
Singasari, maka Jayakatwang menyerang istana Kertanegara secara tiba-tiba. Kertanegara gugur
dalam penyerangan tersebut. Tetapi Menantunya, Raden Wijaya bersama keempat puterinya
berhasil menyelamatkan diri. Keempat puteri Kertanegara yang berhasil diselamatkan Raden Wijaya
adalah Sang Parameswari Tribuana, Parameswari Mahadewi, Pradnya Paramita Jayendra Dewi, dan
Gayatri. Peristiwa tersebut telah meruntuhkan kerajaan Singasari dan Jayakatwang mengangkat
dirinya sebagai raja Kediri, namun kerajaan Kediripun hanya bertahan satu tahun.
E. Peninggalan Kerajaan Singasari

1. Patung Dwara Pala adalah patung Dwarapala terbesar di Jawa, terdapat di Singasari terbuat dari
batu andesit utuh setinggi 3,7 meter. Di pulau Jawa dan Bali, arca Dwarapala biasanya diukir dari
batu andesit, berperawakan gemuk dan digambarkan dalam posisi tubuh setengah berlutut,
menggenggam senjata gada.

2. Candi Jago, berasal dari kata “Jajaghu” didirikan pada masa kerajaan Singasari abad ke-13.
Berlokasi di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari kota Malang,
arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Keseluruhannya memiliki panjang
23,71 m, lebar 14 m, dan tinggi 9,97 m. Bangunan candi Jago nampak sudah tidak utuh lagi. Yang
tertinggal pada candi Jago hanyalah bagian kaki dan sebagian kecil badan candi. Badan candi
disangga tiga buah teras. Bagian depan teras menjorok dan badan candi terletak di bagian teras ke
tiga. Atap dan sebagian badan candi telah terbuka. Secara pasti bentuk atap belum diketahui, namun
ada dugaan bahwa bentuk atap candi Jago menyerupai Meru atau Pagoda. (wikipedia/Candi_Jago).

3. Candi Singasari, adalah candi Hindu-Budha peninggalan bersejarah Kerajaan Singasari yang
berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Candi ini merupakan tempat “pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang
mangkat pada tahun 1292 M akibat istananya diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin oleh
Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.

4. Candi Sumberawan, berada di Dusun Sumberawan, desa Toyomarto, Kecamatan Singasari,


Kabupaten Malang Jawa Timur. Candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran panjang 6,25 m,
lebar 6,25 m, dan tinggi 5,23 m. Dibangun pada ketinggian 650 m diatas permukaan laut, di kaki
bukit Gunung Arjuna. Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa
Timur. Bentuk stupa pada candi Sumberawan ini menunjukkan latar belakang keagamaan yang
bersifat Budhisme.

5. Candi Kidal, dibangun pada masa pemerintahan raja Anusapati, sebagai bentuk penghormatan
atas jasa besar Anusapati, Raja keda dari Singasari, yang memerintah selama 20 tahun. (1227-1247
M). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian perebutan kekuasaan di
Singasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring. Candi Kidal secara arsitektur,
kental dengan budaya Jawa Timuran. Candi Kidal juga memut serta Garudeya, cerita mitologi Hindu,
yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan.

6. Candi Jawi, adalah candi yang dibangun sekitar abad ke-13 dan merupakan peninggalan
bersejarah Hindu-Budha. Terletak di Kecamatan Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur. Candi Jawi banyak
dikira sebagai tempat pemuujaan atau tempat peribadatan Budha. Namun sebenarnya merupakan
tempat penyimpanan abu dari raja terakhir Singasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga
disimpan pada candi Singasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang
merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara. (wikipedia/candi-_jawi).

G. Analisa
1. Pada sistem pemerintahan kerajaan, kekuasaan raja berlangsung turun temurun, namun Ken arok
telah melakukan pembaharuan. Meskipun ia bukan anak raja ternyata mampu menjadi seorang raja
dan sebagai pendiri dinasti baru. Dialah yang menenggelamkan kebesaran wangsa Isyana, yaitu
dengan mengalahkan Kertajaya pewaris tahta secara turun temurun dari raja Sanjaya pendiri
kerajaan Medang (Mataram Kuno).

2. Adanya hubungan sebab akibat yang terjadi dalam pemerintahan kerajaan Singasari, Ken Arok
menjadi seorang raja setelah membunuh Tunggul Ametung, seorang Akuwu Tumapel. Ken Arok tidak
luput dari pembunuhan yang dilakukan oleh Anusapati karena dendam akibat kematian ayahnya
yang bernama Tunggul Ametung. Begitu juga Anusapati dan Tohjaya mengalami nasib yang serupa.
Kerajaan Singasari berjalan stabil pada masa pemerintahan Ranggawuni yang dibantu oleh Mahisa
Cempaka dan masa pemerintahan Kertanegara. Kertanegarapun akhirnya terbunuh oleh
Jayakatwang, raja Kediri. Jayakatwang membunuh Kertanegara untuk membalas dendam atas
kematian kakeknya yang terbunuh oleh Ken Arok.

3. Kerajaan Singasari tidak berlangsung lama (1222-1292 M), karena pemerintahannya dipenuhi
dendam dan angkara murka. Berbeda dengan kerajaan mataram Kuno yang berlangsung sejak raja
Sanjaya sampai dengan Wawa, diteruskan oleh Wangsa Isyana. Setelah terhenti dengan
terbunuhnya Dharmawangsa Teguh akibat serangan raja Wurawari, kekuasaan Wangsa Isyana
dilanjutkan oleh Airlangga yang menurunkan raja-raja Kediri. Pemerintahan wangsa Sanjaya sampai
dengan Wangsa Isyana berlangsung antara 720 M – 1222 M.

4. Kertanegara seorang raja besar yang tidak mudah tunduk dari kekuasaan Mongol, politik luar
negerinya sangat bagus, namun sayang politik dalam negerinya rapuh. Gugurnya Kertanegara bukan
mendapatkan serangan dari Mongol, melainkan penghianatan Jayakatwang, seorang adipati Kediri,
bagian dari kerajaan Singasari.

F. Refleksi

Pemerintahan Indonesia telah berlangsung 65 tahun, namun telah banyak terjadi peristiwa
memilukan. Dinamika sistem pemerintahan demokrasi yang terus berubah selama ini mencerminkan
ketidakstabilan politik pemerintahan dan penyelenggaraan negara di negeri ini. Mampukah negara
ini bertahan sampai ratusan tahun sebagaimana berlangsungnya kerajaan Mataram Kuno, yang telah
mewariskan segudang kemegahan di masa lampau ? Atau sebaliknya, akan mengalami nasib sama
seperti kerajaan Singasari ?

KERAJAAN MEDANG KAMULAN (Jawa Timur)


Kerajaan Medang Kamulan adalah kerajaan Hindu–Budha, yang merupakan kelanjutan kerajaan
Medang (Mataram Kuno) di Jawa Tengah. Pendirinya adalah Mpu Sindok, Ia sebenarnya raja
Medang (Mataram Kuno). Ia memindahkan istana kerajaan ke Jawa Timur (Medang Kamulan),
karena di Jawa Tengah terjadi bencana besar, yaitu meletusnya gunung Merapi.

Menurut teori van Bammelen, istana kerajaan hancur akibat letusan gunung Merapi yang disertai
gempa bumi dan hujan material vulkanik. Tidak diketahui dengan pasti apakah bencana alam ini
terjadi pada masa pemerintahan Dyah Wawa ataukah pada pemerintahan Mpu Sindok.

A. Sumber Sejarah

1. Prasasti Anjukladang (937 M), terletak di desa Candirejo, selatan kota Nganjuk, Jawa Timur.
Dibuat pada masa pemerintahan Mpu Sindok yang memerintah dari tahun 928 sampai tahun 948 M.
Prasasti tersebut disebut juga prasasti candi Lor.

2. Prasasti Alasantan (939 M), menyebutkan pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai
Halu Dyah Sindok Sri Isyanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan dijadikan sima milik
Rakryan Kabayan.

3. Prasasti Kamban (941 M), prasasti tersebut menyebutkan bahwa pada tanggal 19 Maret 941 M,
Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isyanawikrama Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi
daerah perdikan.

4. Prasasti Hara-hara (966 M), menyebutkan bahwa pada tanggal 12 Agustus 966, Empu Mano
menyerahkan tanah yang haknya secara turun temurun kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku
Nairanjana untuk dipergunakan membiayai sebuah rumah do’a (Kuti).

5. Prasasti Gulung-gulung (929 M), berisi tentang permohonan Rakai Hujung Mpu Madhura agar
sawah di desa Gulung-gulung dijadikan sima bagi bangunan suci Mahaprasada di Himad.

6. Prasasti Cunggrang (929 M), berisi tentang penetapan desa Cunggrang sebagai sima swatantra
untuk merawat makam Rakryan Bawang Dyah Srawana, yang diduga sebagai ayah dari sang
permaisuri Kebi.

7. Prasasti Jru-jru (930 M), di daerah Linggasutan dijadikan sima swatantra untuk merawat
bangunan suci Sang Sala di Himad

8. Prasasti Waharu tahun (931M), berisi tentang anugerah untuk penduduk desa Waharu yang
dipimpin Buyut Manggali, karena setia membantu negara melawan musuh.

9. Prasasti Sumbut (931 M), berisi tentang penetapan desa Sumbut sebagai sima swatantra, karena
kesetiaan Mapanji Jatu Ireng dan penduduk desa itu.

10. Prasasti Wuling (935 M), berisi tentang peresmian tentang bendungan di Wuatan Wulan dan
Wuatan Tamya yang dibangun para penduduk desa Wuli di bawah pimpinan Sang Pamgat Susuhan.

11. Prasasti Pucangan , dijelaskan pada prasasti tersebut bahwa Mpu Sindok digantikan puterinya,
yaitu Sri Isyanatunggawijaya.http://id.wikipedia.org/wiki/Mpu_Sindok

Berita Asing yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber Sejarah Kerajaan Medang :
1. Berita dari Indonesia mengatakan, bahwa kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan
dengan kerajaan Chola untuk membendung dan menghalangi kemajuan kerajaan Medang Kamulan,
pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.

2. Berita Cina berasal dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sang. Pada tahun 992 M
tercatat pada catatan-catatan negei Cina tentang datangnya duta persahabatan dari Jawa.

B. Raja-raja Medang Kamulan ( Jawa Timur )

Mpu Sindok, alias Maharaja Isyana

Sri Isyanatunggawijaya, memerintah bersama Lokapala

Makutawangsawardhana

Dharmawangsa Teguh, memerintah di Jawa, Mahendradatta memerintah di Bali.


http://id.wikipedia.org/wiki/Wangsa_Isyana

Berdasarkan penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang Kamulan
terletak di muara Sungai Brantas. Ibukotanya bernama Watan Mas. Kerajaan itu didirikan oleh Mpu
Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Wilayah
kekuasaan Kerajaan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup Nganjuk di sebelah barat,
Pasuruan di sebelah timur , Surabaya di sebelah utara, dan Malang di sebelah selatan. Dalam
perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir
seluruh wilayah Jawa Timur.

C. Runtuhnya Kerajaan Medang Kamulan

Setelah Mpu Sindok turun tahta, keadaan Jawa Timur dapat dikatakan suram, karena tida adanya
prasasti yang menceritakan kondisi Jawa Timur. Baru setelah Airlangga maik tahta muncul prasasti-
prasasti yang dijadikan sumber untuk mengetahui keberadaan kerajaan Medang Kamulan di Jawa
Timur.

Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam.
Kebesaran Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya. Raja Dharmawangsa percaya
bahwa kedudukan ekonomi kerajaan Sriwijaya yang kuat merupakan ancaman bagi perkembangan
kerajaan Medang Kamulan. Oleh karena itu Raja Dharmawangsa mengerahkan seluruh angkatan
lautnya untuk menduduki dan menguasai kerajaan Sriwijaya.

Akan tetapi selang beberapa tahun kemudian, kerajaan Sriwijaya bangkit dan mengadakan
pembalasan terhadap kerajaan Medang Kamulan yang masih diperintah oleh Dharmawangsa.
Dalam usaha menundukkan kerajaan Medang Kamulan, Kerajaan Sriwijaya mengadakan hubungan
dengan kerajaan kecil yang ada di Jawa, yaitu dengan kerajaan Wura-wari. Serangan dari kerajaan
Wurawari itulah yang mengakibatkan hancurnya Kerajaan Medang Kamulan (1016 M). Serangan itu
terjadi ketika Raja Dharmawangsa melaksanakan upacara pernikahan puterinya dengan Airlangga
(dari Bali). Dalam serangan itu, Raja Dharmawangsa beserta kerabat istana tewas. Namun Airlangga
dapat melarikan diri bersama pengikutnya yang setia, yaitu Narotama.http://suwandi-
sejarah.blogspot.com/2010/09/kerajaan-medang-kamulan.html

D. Peninggalan Kerajaan Medang Kamulan

1. Candi Brahu
Berdasar gaya bangunan serta profil sisa hiasan denah lingkaran pada atap candi yang diduga
sebagai bentuk stupa. Para ahli menduga bahwa candi Brahu bersifat Budhis. Selain itu diperkirakan
Candi Brahu ini umurnya lebih tua dibanding dengan candi-candi yang ada di Situs Trowulan. Dasar
dugaan ini adalah prasasti Alasantan yang ditemukan tidak jauh dari Candi Brahu.

KERAJAAN KEDIRI (1042-1222 M)

A. Sumber Sejarah

Sejarah kerajaan Kediri dapat diriwayatkan melalui beberapa sumber, antara lain : prasasti, kitab-
kitab kuno yang digubah pada masa kejayaannya dan berita asing. Kerajaan Kediri banyak
meninggalkan prasasti yang dapat digunakann sebagai sumber sejarah, antara lain :

1. Prasasti Pamwatan (1042 M)

2. Prasasti Malenga (1052 M)

3. Prasasti Sirah Keting (1104 M)

4. Prasasti Padelegan I (1117 M)

5. Prasasti Padelegan II (1159 M)

6. Prasasti Tangkilan (1130 M)

7. Prasasti Ngantang (1135 M)

8. Prasasti Talan (1136 M)

9. Prasasti Turun Hyang II (1044 M)

10. Prasasti Banjaran (1052 M)

11. Prasasti Hantang (1052 M)

12. Prasasti Kahyunan (1161 M)

13. Prasasti Angin (11171 M)

14. Prasasti Jaring (1181 M)

15. Prasasti Ceker (1182 M)

16. Prasasti Galunggung (1194 M)

17. Prasasti Kamulan (1194 M)

18. Prasasti Palah (1197 M)

19. Prasasti Wates Kulon (1205 M)

20. Prasasti Mula Malurung (1255 M)

Kitab-kitab kuno yang digubah sumber sejarah kerajaan Kediri antara lain :
1. Karya sastra Pujangga Kediri, antara lain :

a. Kitab Bharatayudha, ditulis oleh Mpu Sedah dilanjutkan oleh Mpu Panuluh

b. Kitab Hariwangsa dan Catotkacasraya, ditulis oleh Mpu Panuluh

c. Kitab Smaradhahana, ditulis oleh Mpu Darmaja

d. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya, ditulis oleh Mpu Tan Akung

e. Kitab Kresnayana, ditulis oleh Mpu Triguna

f. Kitab Sumansantaka, ditulis oleh Mpu Monaguna (kerajaanhindubudha. blogspot.com.

2. Kitab Negarakertagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa kejayaan Majapahit.

3. Kitab Pararaton, bersifat anonim, belum diketahui siapa Penulisnya.

Berita Asing yang menceritakan tentang kerajaan Kediri antara lain :

1. Berita Cina yang berjudul Ling wai tai ta yang ditulis oleh Cho-ku-fei tahun 1178 M . Berita
tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya
diurai. Rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna kuning
dan hijau.

2. Kronik Cina bernama Chu fan Chi karangan Chu ju kua (1220 M). Buku ini banyak mengambil
cerita dari buku Ling wai tai ta (1178 M) karangan Cho-ku-fei. Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-
lung. Pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan
Sumatera. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu,
sedangkan di Sumatera dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya.

B. Berdirinya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri merupakan kelanjutan dari wangsa Isyana di Jawa Timur. Berdirinya kerajaan Kediri
diawali dengan pembagian kerajaan Kahuripan menjadi dua oleh Airlangga, raja Kahuripan.

Pada tahun 1041 M, raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk
kedua puteranya yang bernama Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Pembagian kerajaan tersebut
dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal kesaktiannya, yaitu Mpu Bharada. Samarawijaya
mendapatkan Panjalu yang berkembang menjadi kerajaan Kediri dan Mapanji Garasakan
mendapatkan Jenggala yang tumbuh dan berkembang menjadi kerajaan Singasari.

Kedua kerajaan tersebut dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas. Tujuan pembagian kerajaan
tersebut adalah agar tidak terjadi perebutan tahta kerajaan di antara kedua anaknya. Panjalu
meliputi Kediri, Madiun dengan ibukota di Daha. Sedangkan kerajaan Jenggala meliputi daerah
Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruan dengan
ibukota di Kahuripan. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan kedua kerajaan tersebut
masing-masing merasa berhak atas seluruh tahta kerajaan Airlangga sehingga terjadilah peperangan
yang berlangung sekitar 60 tahun.

Pada awalnya perang tersebut dimenangkan oleh Jenggala, tetapi pada perkembangan selanjutnya
Panjalu (Kediri) yang menang dan menguasai tahta kerajaan Airlangga. Dengan demikian di Jawa
Timur berdirilah kerajaan Kediri.
C. Raja-raja Kerajaan Kediri

1. Sri Samarawijaya, merupakan putera Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti
Pamwatan (1042 M).

2. Sri Jayawarsa, tertulis pada prasasti Sirah Ketomg (1104 M). Tidak diketahui dengan pasti apakah
ia adalah pengganti langsung Sri Samarasijaya atau bukan.

3. Sri Bameswara (1116-1135 M), tertulis pada : prasasti Padelegan I (1117 M), prasasti
Panumbangan (1120 M), prasasti Talan (1136 M), dan Kakawin Baratayudha (1157 M).

4. Sri Jayabaya (1130-1160 M), merupakan raja terbesar Panjalu (Kediri), tertulis pada: prasasti
Ngantang (1135 M), prasasti Talan (1136 M), dan Kakawin Bharatayudha (1157 M).

Jayabaya menggunakan lencana kerajaan Narasingha yaitu setengah manusia dan setengah singa.
Kemenangan Panjalu atas Jenggala dalam pertempurannya pada tahun 1142 M. diperingatinya
dengan memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena Mpu Sedah tidak
sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, dilanjutkan oleh Mpu Panuluh pada tahun 1157 M. Pada
masa pemerintahannya Kediri mencapai puncak kebesarannya dan juga banyak menghasilkan karya
sastra terutama ramalannya yang dikenal dengan Jangka Jayabaya, tentang Indonesia, antara lain
akan datangnya Ratu Adil.

5. Sri Sarweswara, tertulis pada: prasasti Padelegan II (1159 M), dan prasasti Kahyunan (1161 M).

6. Sri Aryeswara, tertulis pada prasasti Angin (1171 M).

7. Sri Gandra, tertulis pada prasasti Jaring (1181 M).

8. Sri Kameswara (1180-1190 M), tertulis pada prasasti Ceker (1182 M) dan Kakawin Smaradahana.
Ia menggunakan lencana Candrakapale, yaitu tengkorak bertaring.

Selama beberapa waktu. Tidak ada berita yang jelas mengenai raja Kediri hingga munculnya
Kameswara.

9. Kertajaya (1200-1222 M)

Pada masa pemerintahan Kertajaya tahun1222 M Kediri mengalami keruntuhan akibat


kekalahannya dalam pertempuran di Ganter melawan Ken Arok.

10. Jayakatwang (1292-1293 M)

Jayakatwang membangun kembali kerajaan Kediri, tetapi tidak sampai satu tahun, karena mendapat
serangan dari tentara Mongol yang semula hendak menyerang kerajaan Singasari dibantu oleh
Raden Wijaya (lihat sejarah kerajaan Majapahit). (kerajaan_hindubudha.blogspot.com/keraj-kediri).

D. Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri mengalami kejayaan pada masa pemerintahan raja Jayabaya. Wilayah kerajaan ini
meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh
kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Dalam prasasti Ngantang (1135 M) ia bersmboyan Panjalu Jayati,
atau Panjalu Menang. Pada masa kejayaannya Kerajaan Kediri banyak meninggalkan karya sastra
yang digubah oleh para Pujangga Kediri. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya,
sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan sukup pesat.
Golongan-golongan dalam masyarakat Keidri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam
pemerintahan kerajaan, yaitu :

1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja
dan beberapa kaum kerabatnya sertakelompok pelayannya.

2. Golongan masyarakat thani(daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat
atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).

3. Golongan masyarakat non pemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai
kedudukan dan hubungan dengan pemerintahan secara resmi atau masyarakat wiraswasta.

Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan
kerajaan. Disamping itu ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurus benteng dan parit
kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan. Pada masa Sri Kameswara banyak
karya sastra terkenal yang dikarang oleh para pujangga Kediri, karya sastra yang digubah pada masa
kejayaan kerajaan Panjalu (Kediri) antara lain : kitab Smaradhahana oleh Mpu Darmaja, yang berisi
pemujaan terhadap raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Akung.
Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya
berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno.

E. Runtuhnya Kerajaan Kediri

Berdasarkan prasasti Mula Malurung dijelaskan bahwa kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 M dan
menjadi bawahan Singasari. Dikisahkan dalam Pararaton dan Negarakertagama. Kerajaan Panjalu-
Kediri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya. Ia kurang bijaksana dalam memerintah, sehingga
tidak disukai oleh rakyat, terutama kaum Brahmana. Hal inilah yang akhirnya menjadi penyebab
runtuhnya kerajaan Kediri , karena kaum brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok dari
Akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan
daerah bawahan Kediri.

Perang antara Kediri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil
menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Kediri, dan sejak saat itu
Kediri menjadi bawahan Tumapel atau Singasari.

Setelah Ken Arok dinobatkan sebagai raja Singasari, ia mengangkat Jayasabha putra Kertajaya
sebagai bupati Kediri. Tahun 1258 M Jayasabha digantikan puteranya yang bernama Sastrajaya. Pada
tahun 1271 M Sastrajaya digantikan puteranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang memberontak
terhadap Singasari, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan Ken Arok.
Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali kerajaan Kediri, namun
hanya bertahan satu tahun karena mendapat serangan gabungan yang dilancarkan pasukan Mongol
dan pasukan Raden Wijaya. Dengan berdirinya kerajaan Majapahit maka kerajaan Kediri benar-
benar runtuh.

F. Peninggalan Kerajaan Kediri

1. Candi Surowono

Terletak di desa Canggu, Kecamatan Pare, sekitar 25 km arah timur laut dari kota Kediri, Jawa Timur.
Candi Surowono merupakan tempat hallowen Raja Wengker yang merupakan salah satu bawahan
raja pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Jadilah dalam bentuk bujur
sangkar dengan ukuran 8 X 8 meter dan dibangun tahun 1400 M.
2. Candi Penataran, Blitar, Jawa Timur .

Adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Sywaistis) yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di
lereng Barat Daya gunung Kelud, di sebelah utara Blitar. Kompleks candi ini merupakan candi yang
terbesar di Jawa Timur. Candi ini mulai dibangun dari kerajaan Kediri dan dipergunakan sampai
dengan kerajaan Majapahit. Nama asli candi Penataran dipercaya adalah Candi Palah, dibangun pada
tahun 1194 M oleh Raja Crnga (Syrengga) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweswara
Triwikramanindita Crenggalancana Digwijayottunggadewa yang memerintah kerajaan Kediri antara
tahun 1190-1200 M. (wikipedia/Candi_Panataran).

3. Candi Tondowongso, situs ini merupakan kompleks candi besar yang dibangun abad XI, zaman
kerajaan Kediri awal. Kompleks candi tersebut masih berupa reruntuhan. Dari penelitian
diperkirakan, seni arsitektur bangunan candi dari masa transisi perpindahan kerajaan Jawa Tengah
ke Jawa Timur. Dari penerilitian terakhir, tim eskpedisi BP3 Tromulan menemukan empat bangunan
candi di kawasan penggalian seluas 1 ha itu. (anggunesia.penemuan-candi-di-tondowongso-kediri).

G. Nilai-nilai Sejarah dari Kerajaan Kediri antara lain :

1. Kerajaan Kediri memiliki banyak pujangga yang menggubah karya sastra, berupa kakawin.
Ramalan Jayabaya yang dikenal dengan Jangka Jayabara, sangat terkenal hingga sekarang. Apabila
dipelajari kitab-kitab kerajaan Kediri memiliki nilai-nilai pendidikan yang tinggi

2. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan prasasti, candi sebagai tempat suci sangat terbatas.
Berbeda dengan kerajaan Mataram Kuno yang banyak meninggalkan candi sebagai bangunan
tempat suci.

3. Raja mempunyai hubungan sangat erat dengan pendeta, tanpa dukungan para pendeta maka
seorang raja tidak memiliki kekuatan. Hal ini terbukti kekalahan raja Kertajaya oleh Ken Arok. Saat
itu Kertajaya mengabaikan keberadaan para pendeta, sehingga para pedeta mendukung Ken Arok.

KERAJAAN MATARAM KUNO

Kerajaan Mataram Kuno yaitu kerajaan Mataram yang menganut agama Hindu-Budha menunjukkan
kepada dunia bahwa Indonesia telah memiliki peradaban besar. Keberadaan candi Borobudur dan
candi Prambanan telah membuktikannya. Sebagai bangsa Indonesia kita patut bangga terhadap
nenek moyang yang telah mewariskan karya besar, oleh karena itu sebagai bangsa besar maka kita
perlu menjaga, merawat dan memeliharanya.Selain itu juga mewarisi nilai-nilai luhur yang
dimilikinya.

Berdasarkan data-data yang ada di prasasti menunjukkan bahwa kerajaan Mataram Kuno yang
sering dikenal dengan kerajaan Medang berlangsung sejak abad ke-8 sampai abad 11

A. Sumber Sejarah

Ada beberapa prasasti yang ditemukan dan dijadikan pedoman untuk mengetahui sejarah kerajaan
Mataram Kuno.
Prasasti Sojomerto (sekitar abad ke-7) merupakan peninggalan Wangsa Syailendra yang ditemukan
di desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini menggunakan
huruf Kawi dan berbahasa Melayu Kuno (wikipedia.org/Prasasti. Sojomerto)

Prasasti Bukateja, merupakan salah satu batu bertulis yang ditemukan di kabupaten Purbalingga,
Jawa Tengah. Prasasti ini tidak berangka tahun, tetapi usianya diduga dari bentuk tulisan yang
semasa dengan berkuasanya Wangsa Syailendra di Jawa Tengah (abad ke-6 sampai dengan abad ke-
7).

Prasasti Canggal ( 732 M ), ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal, lereng
gunung Merbabu. Prasasti Canggal menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, isinya
tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunya oleh Raja Sanjaya dan disamping itu
juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak
Sannaha (saudara perempuan Sanna). (wacana nusantara.org/mataram-kuno-hindu-Budha).

Prasasati Kalasan ( 778 M ), ditemukan di desa kalasan Yogyakarta, ditulis dengan huruf Pranagar
(India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk Dewi Tara
dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan keluarta Syailendra dan
Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Buddha. Kemudian
dibangunlah candi Kalasan di desa tersebut.

Prasasti Klurak ( 782 M ), ditemukan di desa Prambanan, ditulis dengan huruf Pranagari dan bahasa
Sansekerta, isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri
Sanggramadananjaya. Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi
Sewu yang terletak di kompleks candi Prambanan.

Prasasti Mantyasih (prasasti Balitung) ( 907 M ), prasasti tersebut dikenal sebagai prasasti Balitung,
karena dikeluarkan oleh raja Dyah Balitung, ditemukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah. Prasasti
tersebut ditulis menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dijelaskan bahwa raja-raja Mataram Kuno
(Medang) adalah Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung,
Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung
(wikipedia.org/Berkas: Loccator_Mataram_Kuno).

Prasasti Alasantan (939 M), dalam prasasti tersebut menyebutkan bahwa pada tanggal 6 September
939 M, Sri Maharaja Raki Halu Dyah Sindok Sri Isanawikrama memerintahkan agar tanah di
Alasamtam dokadolam sima milik Rakryan Kabayan.

Prasasti Kambann (941 M), prasasti tersebut menyebutkan bahwa pada tanggal 19 Maret 941 M, Sri
Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi
daerah perdikan. Dengan ditemukannya candi Borobudur dan candi Prambanan menunjukkan pada
masa kejayaannya muncul dua kekuasaan di Mataram Kuno, yaitu Penguasa yang menganut agama
Hindu ygn dikenal dengan wangsa Sanjaya, dan penguasa yang menganut agama Budha yang dikenal
dengan Wangsa Syailendra.

Menurut para ahli Sejarah, keluarga Sanjaya terdesak oleh keluarga Syailendra, tetapi mengenai
pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama
berkuasa du Jawa Tengah. Raja-raja dari wangsa Syailendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor,
Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragawira.

Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya) ug dikawinkan dengan Pramodhawardhani
(wangsa Syailendra), kedua kekuasaan tersebut dapat disatukan kembali. Meskipun demikian adik
Pramodawardhani tidak setuju apabila wangsa Syailendra disatukan, sehingga terjadi perang
saudara, tetapi Balaputeradewa mengalami kekalahan kemudian menyingkir ke Sumatera.

Pada masa pemerintahan Wawas sekitar abad ke-10, Mataram di Jawa Tengah mengalami
kemunduran, dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Diperkirakan di
Jawa Tengah terjadi bencana dengan meletusnya gunung Merapi. Empu Sindok sendiri mendirikan
dinasti baru yang dikenal dengan Wangsa Isyana sebagai kelanjutan dari kerajaan Mataram Kuno
yang terletak di Jawa Tengah.

B. Raja-raja Mataram Kuno ( Medang)

Menurut Slamet Mulyana raja-raja Mataram Kuno antara lain :

1. Sanjaya, pendiri kerajaan Medang

2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra

3. Rakai Panunggalan, alias Dharanindra

4. Rakai Warak, alias Samaragrawira

5. Rakai Garung, alias Samaratungga

6. Rakai Pikatan, suami Dyah Pitaloka ( Awal kebangkitan wangsa Sanjaya )

7. Rakai Kayuwangi, alias Dyah Lokapala

8. Rakai Watuhumalang,

9. Rakai Watukura Dyah Balitung,

10. R.akai Daksa

11. Rakai Layang Tulodong

12. Rakai Dyah Wawa

13. Mpu Sindok, awal periode Mataram Jawa Timur

14. Sri Lokapala, suami Sri Isyanatunggawijaya

15. Makuthawangsawardhana

16. Dharmawangsa Teguh, kerajaan Medang (Mataram Kuno) berakhir.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Medang

C. Kehidupan Beragama

Kehidupan beragama di kerajaan Mataram Kuno cukup baik, antara penganut agama Hindu dan
Budha dapat hidup berdampingan. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang saling menghargai dan menghormati agama lain. Pendirian bangunan suci untuk Dewi
Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Panangkaran di desa Kalasan untuk para Sanggja (umat
Budha), yaitu berupa candi Kalasan.

D. Candi-candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno


Tersebarnya peninggalan kerajaan Mataram Kuno menunjukkan bahwa kerajaan tersebut memiliki
wilayah yang sangat luas. Bangunan candi dikelompokkan menjadi dua, yaitu candi yang bercorak
Hindu dan candi yang bercorak Budha.

Lingga

Ciri-ciri candi yang bercorak Hindu antara lain :

Terdapat lingga dan yoni sebagai lambang kesuburan Lingga dan Yoni (http://www.
google.co.id/imgres?imgurl)

Adanya arca dewa Sywa atau dewa lainnya dalam agama Hindu

Terdiri dari satu beberapa bangunan (kompleks)

Memiliki candi perwara (candi yang mengiringi candi induk dalam agama Hindu)

Bangunan peninggalan Mataram Hindu yang terdapat di Jawa Tengah antara lain :

Candi Prambanan, adalah Candi Hindu terbesar di antara candi yang ada. Tingginya mencapai sekitar
40 meter dari tanah. Komplek candi Prambanan terdiri dari 3 candi induk, yaitu candi Sywa, candi
Wisnu, dan candi Brahma yang dikelilingi oleh candi-candi perwara (yaitu candi-candi kecil yang
mengiringi). Kelebihan candi tersebut dibanding dengan candi Hindu lainnya adalah terdapat relief
yang menggambarkan epos Ramayana.

Candi Gedongsongo, terdapat di Bandungan, Ambarawwa (lereng gunung Ungaran). Dinamakan


candi Gedongsongo karena terdiri dari sembilan bangunan candi. Gedong (bhs. Jawa = bangunan),
songo (bhs,Jawa = sembilan).

Kompleks candi Dieng, terdapat di dataran tinggi Dieng, Wonowobo. Masing-masing banguan candi
memiliki nama, masing-masing nama menggunakan tokoh dalam perwayangan, yaitu : candi Arjuna,
candi Puntadwa, candi Bima, candi Gatotkaca, candi Semar, candi Srikandi, candi Dwaarawati, dan
candi Sembadra.

Candi Gunung Wukir atau candi Canggal, adalah candi Hindu yang terada di dusun Canggal, di atas
bukit/ gunung Wukir, menurut perkiraan candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada masa
raja Sanjaya, yaitu tahun 732 M.

Candi Pringapus, adalah candi yang terdapat di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung. Arca-arca
berartistik Hindu yg erat kaitannya dengan dewa Sywa, menandakan bahwa candi Pringapus bersifat
Hindu, sekte Sywaistis. Candi tersebut dibagun pada tahun 850 m.

Candi Ijo, adalah candi Hindu yang ditemukan di Gumuk Iji, berada tidak jauh dari candi Ratu Boko.
Candi tersebut dibangun pada abad ke-9, berupa kompleks yang terdiri dari 17 buah candi. Dalam
kompleks tersebut terdapat tiga candi perwara yang menunjukkan penghormatan masyarakat Hindu
kepada Trimurti : Brahma, Wisnu, dan Sywa.https://nanpunya.wordpress.com/2009/04/01/10-
candi-hindu-di-indonesia/

Stupa dan Arca Buddha Ciri-ciri bnagunan candi bercorak Buddha antara lain : berbentuk stupa,
adanya arca Buddha atau Sidharta Gautama. Bangunan candi peninggalan Mataram Kuno yang
bercorak Buddha terdapat di Jawa Tengah antara lain :

1. Candi Borobudur
Candi Prambanan

Adalah candi terbesar peninggalan dari Wangsa Syailendra. Terletak di desa Borobudur,
kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang. Menurut Prof. JG. De Casparis, berdasarkan prasasti
Karang Tengah candi Borobudur diperkirakan dibangun pada tahun Caka 746 (824 M) atau pada
masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan dewa Indra. Bangunan tersebut menunjukkan kepada
dunia internasional bahwa bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa besar pada abad ke-9, karena
banyak memiliki keunikan, kelebihan, dan keajaiban dibanding dengan bangunan candi lainnya.

Keunikannya adalah di bagian bawah candi berbentuk bujursangkar, perpaduan antara kebudayaan
Hindu dengan kebudayaan megaliticum (punden berundak), yang tediri dari 10 tingkat. Namun di
bagian atas berbentuk lingkaran. Stupa induk dikelilingi dengan stupa-stupa kecil sebanyak 72 buah
dalam tiga tingkatan. https://youtu.be/WJZ14k5vfA8

Kelebihannya antara lain : memiliki arca dan stupa sangat banyak, relief-reliefnnya apabila disatukan
dari bawah sampai paling atas sangat panjang yang menceritakan kehidupan manusia sejak sebelum
lahirnya Sidharta Gautama, dan perjalanan hidupnya sejak lahir hingga wafat.

Keajaibannya adalah keberadaan candi Borobudur masih menyimpan misteri yang belum
terpecahkan, misalnya mengapa bangsa Indonesia yang belum mengenal teknologi dan ilmu
pengetahuan modern mampu membuat bangunan dengan nilai arsitek dan seni yang sangat tinggi.
Tentunya tidak sedikit ahli seni yang dikerahkan untuk memahat batu-batu keras jenis andesit untuk
membentuk relief panjang sebanyak 1.400 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya, meski
peralatan sangat sederhana. Mustahil bangunan semegah candi Borobudur tanpa perencanaan yang
matang.

Candi borobudur adalah candi Budha terbesar di dunia dengan tingg 42 meter dan luas bangunan
123 X 123 meter. Didirikan di atas sebuah bukit yang terletak kira-kira 40 km sebelah barat daya
Yogyakarta, 7 km di selatan Magelang, Jawa Tengah.

Relief-relief pada candi Borobudur dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu : Kamadatu (paling
bawah), Rupadatu ( tengah ), dan Arupadatu (bagian paling atas). Tingkatan tersebut
menggambarkan tingkatan kehidupan manusia berdasarkan keyakinannya terhadap Hyang Widi.

Bagian kamadatu menggambarkan kehidupan manusia yang memiliki derajat paling rendah, tidak
peduli terhadap penderitaan orang lain. Tidak mengenal peradaban, pornografi, pembunuhan,
penganiayaan, pemerasan selalu terjadi dalam masyarakat yang memiliki tingkat keimanan yang
paling rendah. Setelah direnovasi relief pada bagian tersebut ditutup dengan batu untuk
menghindari penyalahgunaan makna.

Bagian Rupadatu menggambarkan kehidupan manusia yang telah memiliki tatanan, sopan santun
maupun peradaban, selaras antara kepentingan dunia dengan kedekatan manusia dengan sang
Pencipta.

Apabila kita pelajari secara mendalam relief-relief yang terdapat pada dinding candi merupakan
suatu kitab suci yang ditulis pada lempeng batu. Andaikan kemampuan nenek moyang itu diwarisi
oleh bangsa Indonesia sekarang maka tidak mustahil bahwa bangsa Indonesia sekarang bisa sejajar
dengan negara-negara maju di dunia. Bagian Arupadatu menunjukkan manusia mencapai
kesempurnaan (budha).
2. Candi Sewu, terletak di dukuh Bener, desa Bugisan, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten,
sekitar 18 kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta. Dinamakan candi Sewu, karena jumlah
bangunan candinya sangat banyak. Keberadaan candi Sewu berdekatam dengan candi Prambanan
yang bercorak Hindu. Hal ini menunjukkan bahwa para pemeluk agama dapat hidup rukun dan
damai. Sangat memungkikan bahwa Penganut Hindu ikut membantu membantunan bangunan yang
bercorak Budha, atau sebaliknya, mengingat batu yang digunakan sangat banyak jumlahnya dengan
peralatan sederhana. Sedangkan jumlah penduduk masih terbatas.

3. Candi Mendut, Adalah sebuah candi berlatar belakang agama Budha. Candi ini terletak di desa
Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi
Borobudur. Di dalam induk candi terdapat arca Budha besar berjumlah tiga : yaitu Dyani Budha
Wairocana dengan sikap tangan (mudra) dharmacakramudra. Di depan arca Budha terdapat relief
berbentuk roda yang diapit sepasang rusa, lambang Budha. Di sebelah kiri terdapat arca
Awalokiteswara (Padmapani). Dan sebelah kanan arca Vrajapani. Sekarang di depan arca Budha
ditetakkan hio-hio dan keranjang untuk menyumbang. (wikipedia/candi_Mendut).

4. Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang teletak di Dukuh Plaosan, Desa
Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini
terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur laut dari Candi Sewu atau candi Prambanan. Adanya
kemuncak stupa, arca Budha, serta candi-candi perwara (pendamping/kecil) yang berbentuk stupa
menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah candi Budha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-
9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan
nama Kerajaan Mataram Kuno. Ada dua buah candi di Plaosan, yaitu candi Plaosan Lor dan candi
Plaosan Kidul.

5. Candi Kalasan, terletak di desa Kalasan, perbatasan Yogyakarta, Klaten. Berangka tahun 778 M.
Penguasa yang memerintahkan pembangunan candi ini bernama Maharaja Tejahpurnapana
Panangkaran (Rakai Panangkaran) dari Keluarga Syailendra (wikipedia).

Candi bercorak Budha lainnya adalah: candi Pawon, candi Sojiwan (masih berupa reruntuhan, akibat
terkena gempa bumi. Candi Ngawen, candi Lumbung, dan candi Banyunibo.

E. Nilai-nilai sejarah yang dapat dipetik dari Kerajaan Mataram Kuno :

1. Adanya kerukunan hidup antara penganut agama Hindu dan penganut agama Budha. Contoh,
Rakai Panangkaran seorang raja yang menganut agama Hindu menghadiahkan tanah kepada umat
Budha, untuk membangun candi Kalasan. Kompleks candi Prambanan didirikan di sekitar kompleks
candi yang bercorak agama Budha. Dengan demikian semangat kebhinnekaan telah terjalin sejak
zaman Mataram Kuno.

2. Nenek moyang bangsa Indonesia lebih mengutamakan kesetiaan terhadap agama, kualitas, dan
tidak mementingkan kemegahan istananya. Hal ini terbukti bahwa sampai sekarang belum ada ahli
sejarah yang mengetahui secara tepat letak istana Kerajaan Mataram Kuno, namun bangunan
tempat suci mampu bertahan ribuah tahun lamanya. Bangunan candi menggunakan batu-batu yang
berkualitas tinggi, yaitu batu andesit.

F. Refleksi
Andaikan bangsa Indonesia sekarang masih memiliki jiwa seperti nenek moyang, memiliki semangat
membangun, mengutamakan kepentingan negara, kreatif, maka sangat mungkin bangsa Indonesia
dapat sejajar dengan negara-negara maju di dunia.

KERAJAAN MAJAPAHIT (1293-1518 M)

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan terbesar dan terluas di nusantara, sering disebut sebagai
kerajaan nasional II setelah kerajaan Sriwijaya. Pembahasan kerajaan Majapahit dalam buku ini
ditinjau dari segi politik, yang berkaitan langsung dengan pemerintahan.Adapun segi ekonomi dan
pertanian tidak akan dibahas dalam buku ini.

A. Sumber Sejarah

Sejarah kerajaan Majapahit dapat diriwayatkan melalui beberapa sumber, antara lain : prasasti,
kitab-kitab kuno yang digubah pada masa kejayaannya dan berita asing. Prasasti yang dapat
dijadikan sebagai sumber sejarah kerajaan Majapahit antara lain :

1. Prasasati Kudadu (1294 M)

Mengenai pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh
Rama Kudadu dari kejaran balatentara Jayakatwang setelah Raden Wijaya menjadi raja dan bergelar

Kertajaya Jayawardhana Anantawikramo ttunggadewa, penduduk desa Kudadu dan Kepala desanya
(Rama) diberi hadiah tanah sima.

2. Prasasti Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi (1305 M)

Mengenai Raden Wijaya yang telah memperistri keempat puteri Kertanegara, yaitu Sri Paduka
Parameswari Dyah Sri Tribuanaeswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Paduka
Jayendradewi Dyah Dewi Prajnapara mita, dan Sri Paduka Rajapatni Dyah Dewi Gayatri, serta
menyebutkan anaknya dari permaisuri bernama Sri Jayanegara yang dijadikan Raja muda di Daha.

3. Prasasti Wingun Pitu ( 1447 M)

Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14
kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seorang yang bergelar Bhre, yaitu Daha, Kahuripan, Pajang,
Wengker, Wirabumi, Matahun, Tumapel, Jagaraga, Tanjungpura, Kembang Jenar, Kabalan,
Singhapura, Keling, dan Kalinggapura.

4. Prasasti Canggu (1358 M)

Mengenai pengaturan tempat-tempat penyebarangan di Bengawan Solo. Prasasti Biluluk (1366 M),
Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M). Menyebutkan tentang pengaturan sumber air asin untuk
keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.

5. Prasasti Karang Bogem (1387 M)

Menyebutkan tentang pembukaan daerah perikanan di Karang Bogem. Prasasti Marahi Manuk dan
Prasasti Parung mengenai sengketa tanah. Persengketaan ini diputuskan oleh pejabat kehakiman
yang menguasai kitab-kitab hukum adat setempat.
6. Prasasti Katiden (1392 M)

Menyebutkan tentang pembebasan daerah bagi penduduk desa Katiden yang meliputi 11 wilayah
desa. Pembebasan pajak ini karena mereka mempunyai tugas berat, yaitu menjaga dan memelihara
hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar.

7. Prasasti Hara-hara (Trowulan VI) ( 966 M)

Menyebutkan bahwa pada tanggal 12 Agustus 966 M, Mpu Mano menyerahkan tanah yang menjadi
haknya secara turun temurun kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku Nairanjana untuk
dipergunakan membiayai sebuah rumah do’a (Kuti).

8. Prasasti Wurare (1289 M)

Menyebutkan bahwa pada tanggal 21 September 1289 Sri Jnamasiwabajra, raja yang berhasil
mempersatukan Jenggala dan Panjalu, menasbihkan arca Mahaksobhya di Wurare. Gelar raja itu
ialah Kertanegara setelah ditasbihkan sebagai Jina (dhyani Budha).

9. Prasasti Canggu (Trowulan I)

Mengenai aturan dan ketentuan kedudukan hukum desa-desa di tepi sungai Brantas dan Solo yang
menjadi tempat penyeberangan. Desa-desa itu diberi kedudukan perdikan dan bebas dari kewajiban
pajak, tetapi diwajibkan memberi semacam sumbangan untuk kepentingan upacara keagamaan dan
diatur oleh Panji Margabhaya Ki Ajaran Rata, penguasa tempat penyeberangan di Canggu, dan Panji
Angrak saji Ki Ajaran Ragi, penguasa tempat penyeberangan di Terung.

10. Prasasti Maribong (1264 M), Wisnu Wardhana memberi tanda pemberian hak perdikan bagi
desa Maribong. (mojokerto/prasasti-Majapahit).

11. Prasasti Singasari (1351 M), ditemukan di Singasari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Ditulis
dengan aksara Jawa. Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi
pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. (wikipedia.org/Prasasti_Singasari)

Kitab Kuno yang dapat Digunakan sebagai Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit antara lain :

1. Kakawin Negarakertagama, digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 M.

2. Kakawin Sutasoma dan Arjuna Wijaya, digubah oleh Mpu Tantular

3. Kakawin Pararaton, tidak jelas siapa yang menggubahnya.

Berita Asing yang menceritakan tentang sejarah kerajaan Majapahit adalah Suma Oriental tulisan
Tome Pires, pada tahun 1513 M. Daha menjadi ibukota Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara
Wijaya. Nama raja ini identik dengan Dyah Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan Trenggono, raja
Demak tahun 1527 M.

B. Berdirinya Kerajaan Majapahit

Adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki wilayah paling luas dibanding dengan kerajaan-kerajaan
lainnya di nusantara. Wilayah kekuasaannya sangat luas, mencapai Melayu, Kalimantan Utara, dan
Papua. Kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari kerajaan Singasari. Raden Wijaya menantu
Kertanegara (raja Singasari) bersama keempat puterinya berhasil menyelamatkan diri ketika istana
kerajaan Singasari diserbu oleh Jayakatwang dari Kediri.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil
dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut.

Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur
melawan Jayakatwang. Pasukan Kediri tak mampu menghadapi tentara Mongol yang dibantu oleh
Raden Wijaya bersama pengikutnya. Runtuhlah kerajaan Kediri yang baru dibangun kembali oleh
Jayakatwang. Peristiwa tersebut juga telah mengakhiri dinasti Sanjaya dan wangsa Isyana yang telah
berlangsung sejak tahun 720 M. Kemudian digantikan dinasti baru, yaitu dinasti Rajasa yang diawali
oleh Ken Arok.

Raden Wijaya berbalik menyerang sekutunya tentara Mongol sehingga memaksa mereka menarik
pulang kembali pasukannya secara kalang kabut. Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal
kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15
bulan kartika tahu 1215 saka, yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293 M. Ia dinobatkan
dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana (wikipedia/Majapahit).

C. Pemberontakan di Majapahit

Kerajaan ini menghadapi masalah, beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe,
Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil.
Slamet Mulyana menduga bahwa mahapatih Halayudha-lah yang melakukan konspirasi untuk
menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam
pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan
dipenjara, dan lalu dihukum mati.

Menurut Pararaton, pemerintahan Jayanegara diwarnai banyak pemberontakan oleh para pengikut
ayahnya. Hal ini disebabkan karena Jayanegara adalah raja berdarah campuran Jawa-Sumatera,
bukan keturunan Kertanegara murni. Pemberontakan pertama terjadi ketika Jayanegara naik tahta,
yaitu dilakukan oleh Ramnggalawe pada tahun 1295 M. kemudian Lembu Sora pada tahun 1300 M.
Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena Jayanegara baru menjadi raja pada tahun
1309 M. Mungkin yang benar ialah, pemberontakan Ranggalawe terjadi ketika Jayanegara diangkat
sebagai raja muda atau putera mahkota. Pararaton juga memberitakan pemberontakan Juru
Demung tahun 1313 M, Gajah Biru tahun 1314, Mandawa dan Pawagal tahun 1316M, serta Ra Semi
tahun 1318 M. Akan tetapi menurut Kidung Surandaka, Juru Demung dan Gajah Biru mati bersama
Lembu Sora tahun 1300 M, sedangkan Mandawa, Pawagal, dan Ra Semi mati bersama Nambi tahun
1316 M.

Berita pemberontakan Nambi tahun 1316 M dalam Pararaton juga disebutkan dalam
Negarakertagama, dan diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut
Negarakertagama, pemberontakan nambi tersebut dipadamkan langsung oleh Jayanegara sendiri.

Di antara pemberontakan-pemberontakan yang diberitakan Pararaton, yang paling berbahaya


adalah pemberontakan Ra Kuti tahun 1319 M. Ibukota Majapahit bahkan berhasil direbut kaum
pemberontak, sedangkan Jayanegara sekeluarga terpaksa mengungsi ke desa Badander dikawal para
prajurit Bhayangkari. Pemimpin prajurit Bhayangkari yang bernama Gajah Mada kembali ke ibukota
menyusun kekuatan . Berkat kerja saa antara para pejabat dan rakyat ibukota, kelompok Ra Kuti
dapat dihancurkan. (wikipedia/Jayanegara_Naik_Tahta).
Dalam buku ini tidak akan membahas tentang pemberontakan yang terjadi pada masa pemerintahan
Jayanegara, mengingat adanya perbedaan data dari berbagai sumber sejarah yang ada.
Dimungkinkan para Penulis sumber sejarah tidak menyaksikan secara langsung peristiwa yang
terjadi. Data-data sejarah yang ada masih banyak diwarnai dengan unsur politik, seni, sastra,
maupun kepentingan penulis itu sendiri. Yang terpenting adalah faktor apa saja yang dapat memicu
terjadinya pemberontakan saat itu, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian untuk
kepentingan pendidikan. Apabila dianalisa, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya
pemberontakan, antara lain :

1. Jayanegara menjadi raja masih terlalu muda karena baru berusia 16 tahun, sepeninggal Raden
Wijaya pada tahun 1309 M. Bahkan ketika masih kecil pada tahun 1295 M telah diangkat menjadi
raja oleh Raden Wijaya. Sehingga belum menguasai strategi politik maupun sistem pemerintahan
yang memadai. Berbeda dengan ayahnya, Raden Wijaya telah memiliki segudang pengalaman ketika
masih bersama Kertanegara, menyusun kekuatan di hutan Tarik untuk menyerang kerajaan Kediri
dan menghadapi tentara Mongol.

2. Tokoh yang telah berjasa terhadap Raden Wijaya, tidak dihargai akibat adanya politik adu
domba yang dilakukan oleh Mahapatih Halayudha, sedangkan Jayanegara belum memahami.
Ketidakmampuan Jayanegara membaca situasi politik saat itu menyebabkan kerajaan Majapahit
kehilangan perwira-perwira utamanya yang banyak berjasa terhadap kerajaan Majapahit, sebagai
akibat dari hasutan Mahapatih Halayudha yang ambisi kekuasaan.

3. Kedudukan raja makin lemah setelah orang-orang terkuat seperti Ranggalawe , Sora, Nambi,
Kuti yang pernah berjasa dalam pendirian kerajaan Majapahit terbunuh akibat politik adu domba
Halayudha.

4. Adanya penghianat di lingkungan istana. Keberhasilan pemberontak memasuki istana,


munjukkan bahwa pasukan pengawal kerajaan tak mampu menghadapi pemberontak. Meskipun
pemberontak berhasil ditumpas, bukan berarti istana telah bersih dari kaum pemberontak. Sisa-sisa
pemberontak telah mengetahui rahasia di lingkungan istana, dan terus berusaha menggulingkan
penguasa yang telah

menggagalkan perjuangannya.

Peristiwa tersebut dipedomani oleh pemerintahan Orde Baru, yang menyatakan PKI dan ormas-
ormasnya dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Dengan tujuan agar PKI tidak lagi
melakukan aksi gerakannya yang lebih berbahaya dan mengancam keselamatan negara,
sebagaimana aksinya yang pernah terjadi pada tahun 1965.

D. Masa Kejayaan Majapahit

Kerajaan Majapahit mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Menurut Kakawin
Negarakertagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan
Fillipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Struktur Pemerintahan :

Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia
memegang otoritas politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam
melaksanakan pemerintahan, dengan para putera dan kerabat dekat raja yang memiliki kedudukan
tinggi. Perintah Raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu :

1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putera-putera raja

2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan

3. Dharmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan

4. Dharma-upapatti, para pejabat keagamaan.

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting, yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula
semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut
Bhattara Saptaprabhu.

Pembagian Wilayah

Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan kerajaan Singasari, terdiri atas
beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan di bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh
uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre. Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan
kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk
mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola
pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin. Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk
(1350 s.d. 1389 M) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja, antara lain :

1. Bhumi : kerajaan, diperintah oleh raja

2. Negara : diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan)

3. Watek : dikelola oleh wiyasa

4. Kuwu : dikelola oleh lurah

5. Wanua : dikelola oleh thani

6. Kabuyutan : dusun kecil atau tempat sakral.

Penguasa-penguasa wilayah kerajaan Majapahit pada umumnya masih memiliki hubungan keluarga
(famili) dengan raja. Hierarkhi dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai
berikut :

No

Provinsi

Gelar

Penguasa

Hubungan dengan Raja

Kahuripan/ Jenggala (sekarang = Surabaya)


Bhre Kahuripan

Tribhuwanatunggadewi

Ibu Suri

Daha (bekas ibukota Kediri)

Bhre Daha

Rajadewi Maharajasa

Bibi sekaligus ibu mertua

Tumapel (bekas ibukota Singasari

Bhre Tumapel

Kertawardhana

Ayah

Wengker (sekarang Ponorogo)

Bhre Wengker

Wijayarajasa

Paman sekaligus ayah mertua

Matahun (sekarang Bojonegoro)

Bhre Matahun

Rajasawardhana

Suami dari putri Lasem, sepupu raja

Wirabhumi (Blambangan)

Bhre Wirabhumi

Bhre Wirabhumi

Anak

Paguhan

Bhre Paguhan
Singhawardhana

Saudara laki-laki ipar

Kabalan

Bhre Kabalan

Kusumawardhani

Anak perempuan

Pawanuan

Bhre Pawanuan

Surawardhani

Keponakan perempuan

10

Lasem (pesisir utara Jawa Tengah

Bhre Lasem

Rajasadhuhita Indudewi

Sepupu

11

Pajang (sekarang Surakarta)

Bhre Pajang

Rajasadhunita Iswari

Saudara perempuan

12

Mataram (sekarang Yogyakarta)

Bhre Mataram

Wikramawardhana

Suadara perempuan

E. Raja-raja Majapahit

Kerajaan berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1293 M sampai 1519 M. Pada

masa kejayaannya kerajaan Majapahit memiliki stabilitas politik yang mantap, terutama pada masa
pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan dibantu oleh Patih Gajah Mada. Jarang terjadi perebukan
kekuasaan, apabila ada pemberontakan dapat dipadamkan dengan segera, sehingga tidak
mengganggu stabilitas kerajaan. Tetapi setelah berakhirnya pemerintahan Hayam Wuruk, lambat
laun kerajaan Majapahit mengalami kemunduran. Perebutan kekuasaan terjadi di kalangan keluarga
kerajaan. Kerajaan-kerajaan bagian melepaskan diri dari kerajaan Majapahit. Masing-masing
keluarga raja berambisi untuk mewarisi tahta kerajaan, terutama semenjak raja Kertajaya atau
Brawijaya I. Masuknya kebudayaan Islam di pulau Jawa berpengaruh pada keruntuhan Majapahit.

Berikut adalah daftar raja-raja Majapahit beserta gelar dan masa pemerintahannya :

No

Provinsi

Gelar

Hubungan dengan Raja

Raden Wijaya

Kertarajasa Jayawardhana

1293-1309

Kalagemet (Jayanegara)

Sri Jayanegara

1309-1328

Sri Gitarja

Tribhuana Wijayattunggadewi

1328-1350

Hayam Wuruk

Sri Rajasanagara

1350-1389

Wikramawardhana

1389-1429

Suhita
1429-1447

Kertawijaya

Brawijaya I

1347-1451

Rajasawardhana

Brawijaya II

1451-1453

Purwawisesa atau Girindrawardhana.

Brawijaya III

1456-1466

10

Lasem (pesisir utara Jawa Tengah

Brawijaya IV

1466-1468

11

Pajang (sekarang Surakarta)

Brawijaya V

1468-1478

12

Mataram (sekarang Yogyakarta)

Brawijaya VI

1478-1498

13

Hudhara

Brawijaya VII

1498-1518
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan besar di nusantara, hampir seluruh wilayah di nusnatara
dapat ditaklukkannya. Kerajaan Majapahit tumbuh dan berkembang sekitar 216 tahun, berdasarkan
daftar nama-nama raja di atas menunjukkan bahwa kerajaan Majapahit memiliki stabilitas politik
yang mantap. Sampai dengan raja Hayam Wuruk jarang terjadi perebutan kekuasaan. Namun sejak
pemerintahan Kertawijaya (Brawijaya I), sering kali terjadi pergantian pemerintahan atau
perebutan kekuasaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sepeninggal Hayam Wuruk kerajaan
Majapahit mengalami kemerosotan, kerajaan taklukan melepaskan diri dari Majapahit.

F. Bhinneka Tunggal Ika dan Sumpah Palapa

Kalimat Bhinneka Tunggal Ika sebagai motto bangsa Indonesia yang tertulis dalam pita yang
dipegang erat oleh kaki burung Garuda sebagai lambang negara Indonesia. Istilah tersebut dikutip
dari Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular, pupuh 139, bait 5, yang isinya sebagai berikut :

“Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng
Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka
tunggal ika tan hana dharma mangrwa. Terjemahan nya adalah Konon Buddha dan Siwa merupakan
dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? sebab
kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tuggal terpecah belahlah itu, tidak ada kebenaran yang
mendua. (wikipedia/kakawin_Sutasoma)

Mpu Tantular mengajarkan kepada bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan Majapahit agar mau
bersatu, saling menghormati, saling menghargai, mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang
memiliki keanekaragaman agama, budaya, dan adat istiadat. Tanpa adanya kebersamaan dan
persatuan maka tidak akan pernah terwujud cita-cita masyarakat adil makmur. Konflik politik
berkepanjangan, perselisihan antar kelompok, adat istiadat, atau konflik lainnya selama ini hanya
akan memperlemah bangsa Indonesia sendiri.

Sumpah Palapa bukanlah sumpah biasa. Seorang Ksatria Gajah Mada dengan gagah berani dalam
mengemban tanggung jawab, ia mengucapkan sumpah dan janjinya. Seorang pejabat kerajaan yang
tidak mau berpangku tangan, bersenang-senang menikmati jabatan. Ketika pengangkatannya
sebagai patih Amangkubumi pada tahun 1336 M. Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang
berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi)
bila telah berhasil menaklukkan nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks
Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut : “Sira Gajah Mada pepatih amangkubumi tan ayun
amukti palapa, wira Gajah Mada: Lan huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring
Rurun, ring Seram, ring Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Domu, ring Ali, Sunda, Palembang,
Tumasik, samana ingsun amukti palapa.

Apabila ditejemahkan mempunyai arti :”Beliau Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin
melepas puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) nusantara, saya
(baru akan) melepas puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang,
Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.”

Dari isi naskah ini dapat diketahui hw pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah
nusantara yang belum dikuasai Majapahit adalah :

1. Gurun : Nusa Penida

2. Seran : Seram

3. Tanjungpura : Tangjunpura, Ketapang, Kalimantan Barat.


4. Haru : Sumatera Utara (ada kemungkinan merujuk kepada Karo)

5. Pahang : di Semenanjung Melayui

6. Dompo : sebuah daerah di pulau Sumbawa

7. Bali : Bali

8. Sunda : Kerajaan Sunda (Jawa Barat)9.

9. Palembang : Palembang ( Sumatera Selatan )

10. Tumasik : Singapura

Gajah Mada tidak akan bersenang-senang sebelum seluruh nusantara dapat disatukan dalam
naungan kerajaan Majapahit. Ia benar-benar berpegang teguh pada sumpahnya dalam menjalankan
tugasnya. demi kebesaran Majapahit. Sosok seornag tokoh tokoh yang terlu diteladani bangsa
Indonesia.

G. Perang Bubat

Kebesaran kerajaan Majapahit dibawah kepemimpinan HayamWuruk dan Patih Gajah Mada
menyebabkan lupa diri. Ada kekuatan-kekuatan tersembunyi yang sewaktu-waktu bisa mengancam
kerajaan Majapahit, misalnya kerajaan kecil di nusantara yang belum ditaklukkan, dan kerajaan-
kerajaan taklukan yang ingin lepas dari kekuasaan Majapahit. Perang Bubat melibatkan Mahapatih
Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat pada
abad ke-14 M sekitar tahun 1360 M. Diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri
putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap puteri
tersebut karena beredarnya lukisan sang puteri di Majapahit, yang dilukis secara diam-diam oleh
seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabhangkara.

Hayam Wuruk memutuskan untuk memperistri Dyah Pitaloka. Atas restu dari keluarga kerajaan,
Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamarnya.
Upacara pernikahan dilangsungkan di Majapahit. Pihak Dewan Kerajaan Negeri Sunda sendiri
sebenarnya keberatan, terutama Mangkubuminya, yaitu Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena
menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan
datang kepada pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik
Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai
kerajaan Dompu di Nusa Tenggara. Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit,
karena rasa persaudaraaan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Berangkatlah
Linggabuana bersama rombongan Sunda ke Majapahit, dan diterima serta ditempatkan di
Pesanggrahan Bubat.

Melihat Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi
sedikit prajurit, maka timbul niat lain dari Mahapatih Gajah Mada, yaitu untuk menguasai kerajaan
Sunda, sebab untuk memenuhi Sumpah Palapa yang diucapkannya. Maka dari seluruh kerajaan di
nusantara yang sudah ditaklukkan, hanya kerajaan Sundalah yang belum dikuasai Majapahit. Dengan
maksud tersebut dibuatlah alasan oleh Gajah Mada yang menganggap bahwa kedatangan
rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada
Majapahit,

Sesuai dengan Sumpah Palapa yang pernah ia ucapkan pada masa sebelum Hayam Wuruk.

B. Pujangga dan Karya Sastra


Kerajaan Majapahit memiliki pujangga yang sangat terkenal, yaitu Mpu Tantular dan Mpu Prapanca.
Karya besarnya dijadikan sebagai sumber sejarah kerajaan Majapahit. Bukti-bukti tertulis yang
berbentuk prasasti sangat terbatas jumlahnya.

1. Mpu Tantular

Adalah seorang penganut agama Budha, namun ia orangnya terbuka terhadap agama lainnya,
terutama agama Hindu-Sywa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakawin atau syairnya yang ternama,
yaitu kakawin Sutasoma dan Arjunawijaya. Salah satu bait dari kakawin Sutasoma ini diambil
menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia.”Bhinneka Tunggal Ika”, atau berbeda-beda
namun satu jua. Kakawin Sutasoma digubah oleh Mpu Tantular pada masa keemasan Majapahit di
bawah kekuasaan Prabu Rajasanagara atau raja Hayam Wuruk. Tidak diketahui secara pasti kapan
karya sastra ini digubah. Oleh para pakar diperkirakan kakawin ini ditulis antara tahun1365-1389 M.

Selain menulis kakawin Sutasoma, Mpu Tantular juga menulis kakawin Arjunawijaya. Kakawin
Arjunawijaya berisi cerita tentang raja raksasa Rahwana yang terpaksa tunduk kepada raja Arjuna
Sasrabahu. Kedua kakawin ini gaya bahasanya memang sangat mirip satu sama lain.
(wikipedia.org/wiki/Kakawin Sutasoma).

Dalam kitab Sutasoma terdapat istilah Pancasila Krama yang mempunyai arti

Lima Dasar. Tingkah laku atau perintah kesusilaan yang lima, meliputi :

1. Tidak boleh melakukan kekerasan (ahimsa)

2. Tidak boleh mencuri (asteya)

3. Tidak boleh berjiwa dengki (indriya nigraha)

4. Tidak boleh berbohong (amrsawada)

5. Tidak boleh mabuk, minum minuman keras, (dama)

2. Mpu Prapanca

Adalah seorang pujangga Majapahit yang hidup pada abad-14 pada zaman Majapahit. Karya
sastranya yang sangat terkenal adalah kakawin Negarakertagama (Desawarnana) yang ditulis
menggunakan huruf dan bahasa Bali kuno. Isi utama kakawin Negarakertagama adalah kisah
perjalanan raja Hayam Wuruk bersama pejabat tinggi kerajaan ke wilayah kekuasaan Majapahit. Di
bagian Timur pada tahun 1365 M. Daerah-daerah yang dikunjungi antara lain Lumajang,
Blambangan, Singasari.

Kitab Negarakertagama juga berisi uraian tentang kota Majapahit, jajahan-jajahan negara Majapahit,
perjalanan Hayam Wuruk di sebagian besar wilayah di Jawa Timur, yang dijalin dengan daftar
prasasti-prasasti yang ada, upacara srada yang dilakukan untuk roh Gayatri, dan pemerintahan serta
keagamaan (Soekmono,1973).

Kakawin yang ditulis tahun 1365 M ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A.
Branders, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspediri KNIL di Lombok.

Ia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranegara sebelum istana sang raja dibakar
oleh tentara KNIL.(forumajapahit.org).

Selain kakawin Negarakertagama dan Sutasoma ada karya sastra lainnya yang berisi tentang
kerajaan Singasari dan Majapahit, yaitu kakawin Pararaton, namun masih diragukan kebenarannya,
karena bersifat dongeng, penuh kegaiban, dan penulisan angka tahun yang tidak sama dengan
sumber sejarah Majapahit lainnya.

I. Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Runtuhnya kerajaan Majapahit berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara, pada umumnya
kerajaan runtuh mendapat serangan dari luar. Namun kerajaan Majapahit runtuh tanpa adanya
serangan dari luar. Mengapa demikian ? Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab runtuhnya
kerajaan Majapahit, antara lain :

1. Kegagalan Hayam Wuruk mempersunting Dyah Pitaloka dari kerajaan Sunda (Pajajaran) akibat
perang Bubat

2. Luasnya wilayah kekuasaan dibutuhkan angkatan perang yang kuat dan banyak sebagai benteng
pertahanan.

3. Sepeninggal Hayam Wuruk tidak ada raja dan patih yang secakap Hayam Wuruk dan Gajah
Mada.

4. Lepasnya kerajaan-kerajaan taklukan dari kerajaan Majapahit.

5. Perang saudara karena perebutan tahta kerajaan, terutama Perang Paregreg.

6. Berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Jawa, menyebabkan penganut agama Hindu-
Budha di Majapahit berpaling pada ajaran Islam, karena tidak mengenal sistem kasta dan sederhana
dalam pengamalannya.

J. Peninggalan Sejarah

Pada umumnya peninggalan sejarah berupa bangunan candi atau benda-benda kuno yang dapat
digunakan sebagai pendukung sumber sejarah. Peninggalan sejarah Majapahit yang dipaparkan
dalam buku ini adalah tentang bangunan candi. Candi-candi peninggalan kerajaan Majapahit antara
lain :

2. Candi Simping (Sumberjati)

Adalah makam raja Raden Wijaya (raja pertama Majapahit) yang bergelar Sri Kertarajasa
Jayawardhana. Keterangan ini terdapat pada kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu
Prapanca.

Disebut Candi Sumberjati sebab terletak di desa Sumberjati, Kecamatan Surah. Saat ini candi Simping
masih dalam keadaan berupa reruntuhan, namun pada saatnya merupakan persemayaman abu
jenazah Raden Wijaya (1293-1309 M) dalam perwujudannya sebagai Hari-Hara (gabungan Wisnu
dan Sywa).

1. Candi Sawentar

Terletak di Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Di dalam Kitab
Negarakertagama, Candi Sawentar disebut juga Lwa Wentar.

Bangunan candi ini dahulunya merupakan sebuah kompleks percandian, karena di sekitarnya masih
ditemukan sejumlah pondasi yang terbuat dari bata, dan candi ini diduga didirikan pada awal
berdirinya Kerajaan Majapahit. Candi yang terbuat dari batu andesit ini berukuran panjang 8,53 m,
lebar 6,86 m, dan tingginya 10,65 m. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa Candi Sawentar
merupakan bangunan suci yang bertlatar belakang agama Hindu. (eastjava.com.)

3. Gapura Bajang Ratu

Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad-14, salah satu gapura besar pada zaman keemasan
Majapahit. Menurut Catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala, Mojokerto) Candi / gapura
ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja
Jayanegara.

“Bajang Ratu” dalam bahasa Jawa berarti “raja / bangsawan kecil / kerdil)” Oleh penduduk
setempat, gapura tersebut dikaitkan dengan Raja Jayanegara, dan tulisan dalam Serat Pararaton,
ditambah legenda masyarakat. Disebutkan bahwa ketika dinobatkan menjadi raja, usia Jayanegara
masih sangat muda (“bujang” / ”bajang”) sehingga diduga gapura ini kemudian diberi sebutan “Ratu
Bajang / Bajang Ratu” (bararti “ Raja Cilik).

4. Candi Tikus

Terletak di kompleks Trowulan, tepatnya di Dukuh Tinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan,
Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini merupakan salah satu situs arkheologi utama di Trowulan.
Bangunan Candi Tikus berupa tempat ritual mandi (pentirtaan) di kompleks pusat pemerintahan
Majapahit. Bangunan utamanya tediri dari dua tingkat. Candi ini dihubungkan dengan keterangan
Mpu Prapanca dalam kitab Negarakertagama, bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-

upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya. (wikipedia/Candi_Tikus)

5. Candi Gayatri

Adalah reruntuhan candi Hindu di kelurahan Boyolangu, kecamatan Boyolangu, kabupaten


Tulungagung, Jawa Timur. Pada bagian tangga batu candi terdapat tulisan angka 1289 Saka (1367 M)
dan 1291 Saka (1369 M), yang kemungkinan dipakai untuk menandai tahun pembuatan dari Candi
Gayatri, yaitu pada zaman kerajaan Majapahit. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan Gayatri
(Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya dan merupakan ibu dari
raja Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuanatunggadewi), sekaligus nenek dari raja Hayam Wuruk.
(wikipedia.org/Candi_Gayatri)

6. Candi Cetha

Terletak di Dukuh Cetha, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, provinsi Jawa
Tengah. Candi Cetha merupakan salah satu candi yang dibangun pada zaman kerajaan Majapahit,
pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V. Dari tulisan yang ditemukan di lo kasi candi diketahui
candi ini dibangun sekitar tahun 1451-1470 M, yaitu pada masa akhir pemerintahan Kerajaan
Majapahit. Candi Cetha merupakan candi Hindu yang dibangun untuk tujuan ruwatan, yaitu upaya
penyelamatan dari malapetaka dan berbagai bentuk tekanan akibat kekacauan yang sedang
berlangsung.

K. Analisa

Kebesaran kerajaan Majapahit tidak perlu diragukan lagi akan kebenarannya. Meskipun terbatasnya
sumber sejarah berupa prasasti. Berbeda dengan kerajaan Hindu-Budha sebelumnya. Kakawin
Negarakertagama menjadi sumber utama mengenai keberadaan kerajaan Majapahit. Adapun
kakawin Pararaton masih banyak diragukan ahli sejarah, karena masih berbau dongeng dan
penulisan peristiwa dan angka tahun yang tidak sesuai atau tidak sama dengan sumber-sumber
sejarah lain yang lebih dipercaya.

Meskipun sebagai kerajaan besar, kerajaan Majapahit tidak banyak memiliki peninggalan bersejarah
sebagaimana yang dimiliki oleh kerajaan Mataram Kuno. Peninggalan yang ada pun sulit untuk
melakukan renovasi secara sempurna. Bahkan pada candi Simping (Sumberjati) sampai sekarang
belum dapat direnovasi ulang, mengingat batu-batu penyusunnya banyak yang hilang.

Membahas kerajaan Majapahit kental dengan nuansa politik, kekuasaan, kebijakan pemerintahan,
pemberontakan, perebutan kekuasaan. Kebesaran Majapahit tidak lepas dari kekuatan angkatan
perang yang dimiliki. Keberhasilan mengalahkan kerajaan Kediri dan pasukan tentara Mongol
menunjukkan bahwa angkatan perang yang dimiliki Majapahit sangat kuat. Luasnya wilayah yang
dikuasai karena kerajaan Majapahit didukung angkatan perang yang tangguh, terutama pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk bersama patihnya Gajah Mada. Menaklukkan kerajaan-kerajaan di
nusantara bukanlah pekerjaan ringan. Oleh karena itu patut kita hargai segala bentuk
perjuangannya guna menyatukan nusantara dibawah naungan kerajaan Majapahit.

KERAJAAN KUTAI (ABAD 5m)

Yupa

Berdasarkan hasil penelitian sejarah, kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia.
Letaknya di Muara Kaman, tepi sungai Mahakam. Ada 7 buah yupa/ tiang batu yang menjadi sumber
sejarah kerajaan Kutai. Prasasti/Yupa (Wikipedia). Tulisan pada yupa menggunakan bahasa
Sanskerta dan menggunakan huruf Palawa (berasal dari India). Salah satu yupa menceritakan
bahwa raja Mulawarman mempersembahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana. Dijelaskan
pula bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, Putra Aswawarman dan Aswawarman adalah
putra Kudungga. Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa
Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini
berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau
dinasti dalam agama Hindu. Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli
dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai. ( Poesponegoro, Marwati Djoened,
2008).

Masuknya pengaruh Hindu dan Budha dari India pada abad ke-5 banyak mempengaruhi kehidupan
bangsa Indonesia, terutama sistem pemerintahan, kehidupan beragama, sistem kemasyarakatan,
seni dan arsitektur, bahasa dan tulisan.

Terbatasnya pembahasan tentang kerajaan Kutai disebabkan terbatasnya sumber sejarah yang
ditemukan.

Nilai-nilai sejarah yang dapat kita petik dari kerajaan Kutai antara lain :

Kerajaan Kutai telah memprakarsai bangsa Indonesia mengenal tulisan. Dengan mengenal tulisan
manusia dapat mengajarkan dan belajar tentang peradaban manusia serta meninggalkan abad
kegelapan.
Persembahan binatang kurban kepada kaum brahmana menunjukkan bahwa seorang raja bukan
seorang penguasa tuggal yang berkuasa sewenang-wenang, tetapi masih ada golongan lain yang
dihormati raja, yaitu kaum brahmana. Kaum brahmanalah yang memberikan legitimasi terhadap
kekuasaan seorang raja. Dalam agama Hindu kaum brahmana menjadi perantara antara kekuasaan
para dewa dengan kehidupan manusia.

Artikel Terkait

KERAJAAN PAJAJARAN (1482-1578 M)

Dalam penulisan sejarah Majapahit telah disinggung kerajaan Pajajaran, dimana raja beserta seluruh
pasukannya gugur dalam perang Bubat. Peristiwa tersebut mengawali kemunduran kerajaan
Majapahit. Sebagai kerajaan besar Majapahit mampu menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di
nusantara, namun begitu menghadapi kerajaan Pajajaran,

kerajaan Majapahit harus menanggung resiko, yaitu mengawali kemundurannya sebagai kerajaan
besar. Sebaliknya kerajaan Pajajaran masih tetap berdiri meski raja dan pasukannya telah gugur
dalam perang Bubat. Apabila ditelaah lebih lanjut maka kerajaan Pajajaran sebuah kerajaan yang
kuat dan perkasa, tetapi mengapa kurang mendapatkan perhatian dalam penulisan sejarah kerajaan
Indonesia Kuno ? Dan Mengapa kerajaan yang kuat dan perkasa tidak memiliki peninggalan-
peninggalan sebagaimana kerajaan-kerajaan di daerah Jawa Tengah dan di Jawa Timur. Hal itulah
yang mempersulit para ahli sejarah untuk menceritakan tentang kebesaran kerajaan Pajajaran.
Namun ada perlakuan yang kurang adil apabila sejarah Indonesia kuno hanya terpusat pada kerajaan
Hindu – Budha di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

A. Sumber Sejarah

Prasasti Batu Tulis, Bogor

Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi

Prasasti Kawali, Ciamis

Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta

Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.

Meski terbatasnya sumber sejarah Penulis berusaha memaparkan tentang keberadaan kerajaan
Pajajaran, secukupnya karena masih terbatasnya sumber-sumber sejarah yang memadai. Dilihat dari
perjalanan sejarah, kerajaan Hindu-Budha yang telah dibahas terdahulu, menunjukkan adanya garis
keturunan yang sama antara Majapahit dengan kerajaan Pajajaran, yaitu berasal dari kerajaan
Tarumanegara, karena Sanjaya sebagai pendiri kerajaan Mataram berawal dari kerajaan Sunda-
Galuh, lanjutan dari kerajaan Tarumanegara. Begitu juga kerajaan Pajajaran berawal dari kerajaan
Sunda yang merupakan lanjutan dari kerajaan Tarumanegara.

Pada materi sebelumnya telah dibahas tentang kerajaan Sunda-Galuh yang dikaitkan dengan
kerajaan Kaling dan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Kerajaan Pajajaran adalah merupakan
kelanjutan dari kerajaan Sunda, yang berpusat di Bogor, Jawa Barat.
Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan Pajajaran didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati,
seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sanghyang Tapak.

Dari catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah kuno, maupun catatan bangsa
asing, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan tersebut, antara lain mengenai wilayah kerajaan dan ibukota
Pakuan Pajajaran. Mengenai raja-raja Kerajaan Sunda yang memerintah dari ibukota Pakuan
Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan,
dan Carita Waruga Guru.

B. RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH KERAJAAN PAJAJARAN

1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)

2. Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan

3. Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan

4. Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan

5. Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya,
Maulana Yusuf

6. Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari
Pandeglang

C. MASA KERUNTUHAN

Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu
Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman
Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan
Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan
Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa
ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten. (wikipedia.org/Kerajaan_Pajajaran).

Anda mungkin juga menyukai