BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Masa praaksara adalah masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Masa praaksara
sering disebut sebagai masa prasejarah. Kehidupan manusia pada masa praaksara disebut sebagai
kehidupan manusia purba. Manusia muncul di permukaan bumi kira-kira 3 juta tahun yang lalu
bersama dengan terjadinya berkali-kali pengesan atau glasiasi dalam zaman yang disebut kala
plestosen.
Manusia pra aksara adalah manusia yang hidup sebelum tulisan dikenal. Karena belum
ditemukan peninggalan tertulis, maka gambaran mengenai kehidupan manusia purba dapat diketahui
melalui peninggalan-peninggalan berupa fosil, artefak, abris saus roche, Kejokken Moddinger dan
lainnya.
Kehidupan awal masyarakat pra aksara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
geografis wilayah Indonesia. Sebelum zaman es atau glasial, wilayah Indonesia bagian barat menjadi
satu dengan daratan Asia dan wilayah Indonesia bagian timur menjadi satu dengan daratan
Australia. Pendapat ini didasarkan pada persamaan kehidupan flora dan fauna di Asia dan Australia
dengan wilayah Indonesia. Binatang yang hidup di wilayah Indonesia bagian barat memiliki
kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan Asia. Misalnya, gajah, harimau, banteng, burung,
dan sebagainya. Sedangkan binatang yang hidup di wilayah bagian timur memiliki kesamaan dengan
binatang yang hidup di daratan Australia, seperti burung Cendrawasih.
Mencairnya es di kutub utara menyebabkan air laut mengalami kenaikan. Peristiwa ini
mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi terpisah dengan daratan Asia maupun Australia. Bekas
daratan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dengan Asia disebut Paparan Sunda.
Sedangkan bekas daratan yang menghubungkan Indonesia bagian timur dengan Australia disebut
Paparan Sahul. Ternyata, perubahan - perubahan itu sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara Indonesia.
Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Daerah Yunan
terletak di daratan Asia Tenggara. Tepatnya, di wilayah Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah
yang mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali. Pendapat Moh. Ali ini didasarkan pada argumen
bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari hulu - hulu sungai besar di Asia dan
kedatangannya ke Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari
tahun 3000 SM 1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang
kedua berlangsung antara tahun 1500 SM 500 SM dengan menggunakan perahu bercadik dua.
Tampaknya, pendapat Moh. Ali ini sangat dipengaruhi oleh pendapat Mens bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak ke selatan oleh bangsa - bangsa yang
lebih kuat.
Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat yang beragam dengan berbagai argumen
atau alasannya, seperti:
Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari Campa, Kochin Cina, Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada kesamaan bahasa yang
dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanisia, dan Mikronesia. Menurut hasil penelitiannya,
bahasa - bahasa yang digunakan di daerah - daerah tersebut berasal dari satu akar bahasa yang
sama, yaitu bahasa Austronesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya nama dan bahasa yang dipakai
daerah - daerah tersebut. Objek penelitian Kern adalah kesamaan bahasa, namanama binatang dan
alat - alat perang.
Van Heine Geldern berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
daerah Asia. Pendapat ini didukung oleh artefak - artefak atau peninggalan kebudayaan yang
ditemukan di Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan peninggalan - peninggalan kebudayaan
yang ditemukan di daerah Asia.
Prof. Mohammad Yamin berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
daerah Indonesia sendiri. Pendapat ini didasarkan pada penemuan fosil - fosil dan artefak - artefak
manusia tertua di Indonesia dalam jumlah yang banyak. Di samping itu, Mohammad Yamin
berpegang pada prinsip Blood Und Breden Unchro, yang berarti darah dan tanah bangsa Indonesia
berasal dari Indonesia sendiri. Manusia purba mungkin telah tinggal di Indonesia, sebelum terjadi
gelombang perpindahan bangsa - bangsa dari Yunan dan Campa ke wilayah Indonesia.
Persoalannya, apakah nenek moyang bangsa Indonesia adalah manusia purba?
Hogen berpendapat bangsa yang mendiami daerah pesisir Melayu berasal dari
Sumatera. Bangsa ini bercampur dengan bangsa Mongol dan kemudian disebut bangsa Proto
Melayu dan Deutro Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar ke wilayah Indonesia pada
tahun 3000 SM 1500 SM. Sedangkan bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar ke wilayah
Indonesia pada tahun 1500 SM 500 SM.
Berdasarkan penyelidikan terhadap penggunaan bahasa yang dipakai di berbagai kepulauan,
Kern berkesimpulan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari satu daerah dan
menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa. Namun, sebelum nenek moyang bangsa
Indonesia tiba di daerah kepulauan Indonesai, daerah ini telah ditempati oleh bangsa berkulit hitam
dan berambut keriting. Bangsa - bangsa ini hingga sekarang menempati daerah - daerah Indonesia
bagian timur dan daerah - daerah Australia.
2. TUJUAN PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang akan di ketahui bahwa;
a. Untuk mengetahui asal usul manusia pra aksara.
b. Untuk mengetahui Perkembangan dari masa ke masa di zaman pra aksara.
c. Untuk mengetahui jenis jenis manusia purba pada zaman pra aksara.
d. Membahas tentang peninggalan peninggalan manusia pra aksara.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Masa Praaksara
Masa praaksara adalah masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Masa praaksara sering
disebut sebagai masa prasejarah. Kehidupan manusia pada masa praaksara disebut sebagai
kehidupan manusia purba. Manusia muncul di permukaan bumi kira-kira 3 juta tahun yang lalu
bersama dengan terjadinya berkali-kali pengesan atau glasiasi dalam zaman yang disebut kala
plestosen.
Kurun waktu pada masa praaksara diawali sejak manusia ada dan berakhir sampai manusia
mengenal tulisan. Berakhirnya masa praaksara setiap bangsa tidaklah sama. Bangsa Mesir telah
mengenal tulisan. Sebaliknya, bangsa Australia baru mengenal tulisan sekitar awal abad ke-20.
Berarti penduduk asli bangsa Australia aru meninggalkan masa praaksara pada awal abad ke-20.
Bangsa Indonesia meninggalkan masa praaksara kira-kira pada tahun 400 masehi. Hal ini
diketahui dari adanya batu bertulis yang terdapat Muara Kaman, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut
tidak berangkat tahun, namun bahasa dan bentuk huruf yang dipakai memberi petunjuk bahwa
prasasti itu dibuat sekitar tahun 400 Masehi.
a. Lingkungan alam pada masa praaksara
Keadaan alam di muka bumi selalu berubah-ubah, yang disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Orogenesis atau gerakan pengangkatan kulit bumi.
2) Erosi atau proses pengikisan lapisan kulit bumi yang disebabkan oleh angin, air hujan, dan aliran air
sungai
3) Vulkanisme atau kegiatan gunung berapi
Masa praaksara disebut zaman es atau kala plestosen, dimana bagian barat Indonesia
berhubungan dengan daratan asia tenggara, sedangkan bagian timur wilayah Indonesia
berhubungan dengan Australia.
Kala plestosen berlangsung kira-kira 3 juta sampai 10 ribu tahun yang lalu. Dalam
keseluruhan sejarah bumi, kala plestosen merupakan masa geologi yang paling muda dan singkat.
Akan tetapi, bagi sejarah umat manusia, kala plestosen merupakan merupakan bagian yang paling
tua.
Pada masa plestosen, suhu di bumi menurun dan gletser yang biasanya hanya terdapat di
daerah-daerah kutub serta puncak gunung dan pegunungan tinggi meluas, sehingga daerah yang
berdekatan dengan tempat-tempat tersebut dan tempat-tempat lain tertutup oleh lapisan es, misalnya
di daerah Amerika, Eropa dan Asia serta pegunungan tinggi lainnya.
Akibat dari masa pengesan pada zaman plestosen adalah turunnya permukaan laut sehingga
laut yang dangkal berubah menjadi daratan. Daratan-daratan baru inilah yang berperan sebagai
jembatan bagi manusia dan hewan dalam melakukan perpindahan ke daerah lain untuk menghindari
bencana dan mencari sumber makanan baru.
b. Awal kehadiran manusia
Menurut hasil penelitian ahli purbakala, diperkirakan manusia muncul sekitar 3 juta tahun
yang lalu bersamaan terjadinya proses glasisasi atau pengesan daratan di bumi, yang disebut kala
plestosen. Pada masa itu terjadi penurunan suhu di bumi sehngga sebahagian besar daratan di
kawasan Amerika, dan Asia Eropa ,dan Asia tertutup lapisan es. Dengan kondisi alam yang demikian
menjinakkan hewan/berburu hewan dan bercocok tanam serta dengan membuat alat-alat sederhana
untuk membantu kegiatan hidupnya.
c. Kehidupan pada masa praaksara
Daerah daratan Sunda lebih banyak dihuni manusia daripada daratan Sahul. Pola kehidupan
manusia pada masa plestosen adalah kegiatan yang berkaitan dengan mengumpulkan makanan dan
berburu. Mereka menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu, tulang dan tanduk.
Kondisi hewan pada masa plestosen tidak banyak berbeda dengan kehidpan manusia, yakni
bahwa hidup hewan bergantung pada keadaan iklim dan tumbuh-tumbuhan. Tiap perubahan iklim
dapat mengakibatkan berubahnya atau berpindahnya kelompok hewan. Di sapmping itu, adanya
bencana alam juga menyebabkan proses berpindahnya hewan ke daerah lain.
Pada masa plestosen tingkat kehidupan manusia sangat bergantung pada alam dan
kemampuan manusia dalam taraf berburu dan mengumpulkan bahan makanan dari hasil alam
sekitarnya. Oleh karena itu lenyapnya berbagai jenis hewan disebabkan karena usaha perburuan
yang dilakukan manusia.
Migrasi hewan dan manusia dari dataran Asia ke kepulauan Indonesia dimungkinkan karena
terbentuknya paparan Sunda di sebelah barat dan paparan Sahul di sebelah timur pada kala
plestosen akhir dan plestosen sebagai akibat turunnya permukaan laut.
Bagian barat yang mencakup Jawa, Sumatra dan Kalimantan bergabung dengan Asia.
Sedangkan bagian timur yang mencakup Papua dan sekitarnya bergabung dengan Australia.
3. Jenis-Jenis manusia pada masa praaksara
Manusia pada masa praaksara tidak mewariskan peninggalan-peninggalan, namun
kehidupannya dapat diketahui dari sumber-sumber informasi sebagai berikut.
a. Hasil penggalian fosil
Fosil adalah sisa-sia tumbuhan, hewan, dan bagian tubuh manusia yang telah membatu.
Dengan ditemukannya fosil manusia merupakan petunjuk adanya kehidupan manusia pada masa
praaksara. Fosil tersebut dinamakan fosil pandu.
b. Tempat perlindungan di bawah karang (abris sous rouches)
Tempat perlindungan di bawah karang berbentuk gua, dan merupakan tempat perkampungan
manusia pada masa praaksara yang hanya ditempati sementara waktu. Gua karang tempat
perlindungan manusia praaksara dinamakan abris sous rouches. Di daerah tersebut ditemukan
berbagai alat-alat dari batu, tulang, tanduk, dan kerang. abris sous rouches banyak ditemukan di
Teluk Triton (Papua), Pulau Seram (Maluku), dan di gua Leang-Leang (Sulawesi Selatan).
c. Dapur sampah (kjokkenmoddinger)
Salah satu jenis makanan manusia pada masa praaksara adalah kerang. Kulit kerang
tersebut banyak dibuang di tempat-tempat tertentu, yang disebut sebagai dapur sampah
atau kjokkenmoddinger. Di dapur sampah tersebut berupa bukit kerang dan sering diketemukan
bekas peralatan yang biasa dipergunakan manusia praaksara. Hal ini banyak dijumpai di Medan
(Sumatera Utara) dan di Langsa (Aceh).
d. Alat-alat yang dipergunakan manusia praaksara
Manusia praaksara telah mengenal berbagai bentuk peralatan sederhana yang dipergunakan
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Jenis peralatan yang ditemukan pasa penemuan fosil manusia
Indonesia ada zaman praaskara adalah beliung persegi dan kapak lonjong yang kedua alat tersebut
di buat dari batu.
Persebaran alat-alat manusia praaskara tersebut sekaligus menujjukan bukti persebaran
manusia pada masa praaskara. Bardasarkan sumber-sumber informasi tersbut di peroleh data
mengenenai manusia Indonesia yang hidup pada msa praaskara.
Adapun berdasarkan hasil penelitian pakar antropologi dan pakar sejarah, manusia praaskara
antara lain.
a. Pithecanthropus Mojokertoensis, merupakan fosil manusia praaskara yang ditemukan oleh duyfjes dan
koeningswald, di perning, mojokerto, tahun 1936. Fosil tersebut berupa tengkorak anak usia 6 tahun.
Berdasarkan penelitian, fosil tersebut telah berumur 1, 9 juta tahun. Hasil penemuan tersebut diteliti
ulang oleh De Tera dan Movius pada tahun 1938 dan memutuskan bahwa fosil tersebut merupakan
fosil manusia praaksara yang tertua.
b. Meganthropus Paleojavanicus, meupakan hasil penelitian Von Koenigswald pada tahun 1941, di
daerah Sangiran, Surakarta. Fosil tersebut menunjukkan kerangka tubuh manusia praaksara
nerbadan besar tetpi tidak seberap tinggi (megan berarti besar). Meganthropus Paleojavanicus hidup
sezaman dengan Pithecanthropus Mojokertoensis anmu tingkat kehidupannya lebih rendah (lebih
primitif).
c. Pithecantropus Erectus, fosil manusia purba yg ditemukan oleh Eugen Dubois, pada tahun 1890 di
desa trinil Ngawi Jawa TImur. Fosil tersebut berbentuk kerangka manusia yang menyerupai kera
maka disebut Pithecantropus Erectus yang berarti manusia kera berjalan tegak dibandingkan dengan
Pithecantropus Mojokertoensis, bentuk tubuh Pithecantropus Erectus lebih maju.
d. Homo Soloensis merupakan jenis fosil manusi praaksara yang ditemukan di lembah sungai Bengawan
Solo, oleh Ter Haar dan Ir Oppenoorth pada tahun 1931 1934 di desa Ngandong kabupaten Blora .
Setelah diteliti ileh von koenigswald, fosil tersebut tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecantropus
Erectus . mahkluk itu disebut Homo Soloensis, yang berarti manusia dari Solo.
e. Homo Wajakensis atau Homo Sapiens, merupakan jenis fosil manusia praaksara yg ditemukan oleh
Eugene Dubois pada tahun 1889, di desa Wajak, dekat Tulungagung, Jawa Timur. Homo Wajakensis
berarti manusia dari Wajak yang tingkatannya lebih tinggi dari Pithecantropus Erectus. Dari antara
fosil-fosil lainnya. Homo Wajakensis merupakan yang termaju dan yang terakhir
Homo Wajakensis termasuk jenis Homo Sapiens, sebagian besar bertempat tinggal di
Indonesia bagian barat, dan sebagian tinggal di wilayah timur. Yang bermukim di wilayah Indonesia
bagian barat termasuk ras Mongoloid, sub ras Melayu Indonesia. Sedangkan yang bermukim di
wilayah Indonesia bagian timur termasuk ras Austromelanesoid. Homo Wajakensis mulai tinggal di
Indonesia sejak 40.000 tahun yang lalu, dan sekaligus membuktikan bahwa sekitar 40.000 tahun
yang lalu Indonesia telah di didiami oleh manusia sejenis Homo Sapiens.
Adapun hal-hal yang membedakan Pithecantropus Erectus dengan Homo Sapiens adalah
sebagai berikut.
Pithecantropus memiliki cirri-ciri sebagai berikut.
a. Bentuk fisik dan wajahnya berbeda dengan manusia sekarang, termasuk tingkat kecerdasannya
berbeda jauh.
b. Tingkat kehidupannya masih primitif, mata pencaharian utamanya adalah berburu dan meramu
(memetik buah-buahan di hutan).
c. Hidup dalam kelompok-kelompok kecil dan selalu berpindah-pindah
Manusia yang termasuk Pithecanthropus Erectus adalah Pithecantropus Mojokertensis dan
Meganthropus Paleojavanicus.
Sedangkan cirri-ciri Homo Sapiens adalah sebagai berikut.
a. Bentuk fisik dan wajahnya mirip manusia sekarang. Tingkat kecerdasannya lebih tinggi daripada
Pithecantropus Erectus.
b. Tingkat kehidupannya lbih maju dari Pithecantropus Erectus, dan telah mengenal perladangan dengan
sistem lading berpindah.
c. Hidupnya telah menetap dalam waktu agak lama sekitar 2 atau 3 masa panen baru berpindah.
d. Memiliki pralatan terbuat dari batu yang diasah halus, berbentuk beliung persegi, dan alat pemukul
kulit kayu.
e. Hidup disekitar 40.000 tahun yang lalu.
Manusia praaksara yang termasuk Homo Sapiens adalah Homo Soloensis dan Homo
Wajakensis. Homo Sapiens termasuk nenek moyang yang menurunkan ras-ras manusia sekarang
ini.
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan
manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat
sederhana, dan hidupnya mengembara.
Jenis fosil Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia terdiri dari:
1. Fosil manusia yang ditemukan di daerah Ngandong lembah Sungai Bengawan Solo tahun 1931 -
1934. Fosil ini setelah diteliti oleh Von Koenigswald dan Weidenreich diberi nama Homo Sapiend
Soloensis (Homo Soloensis).
2. Fosil manusia yang ditemukan di Wajak (Tulung Agung) tahun 1889 oleh Van
Reitschotten diteliti oleh Eugene Dubouis kemudian diberi nama menjadi Homo Sapiens Wajakensis
2. MASA AKSARA
Tradisi sejarah masyarakat Indonesia berkembang pula pada masa aksara, yaitu masa ketika
masyarakat Indonesia sudah mengenal tulisan. Pada masa aksara, tradisi sejarah direkam
melalui tulisan sehingga lahirlah rekaman tertulis. Rekaman tertulis ini pun, sama halnya dengan
tradisi masa praaksara, yaitu tumbuh dan berkembang melalui pewarisan dalam masyarakat. jadi
pada materi ini kita akan mempelajari perkembangan sejarah masyarakan indonesia setelah
mengenal tulisan (masa aksara) dan dampak adanya zaman aksara terhadap kehidupan masyarakat
indonesia.
a. Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara
Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari Yunan ke Nusantara yang melewati jalan
barat (melewati Yunan Malaka Sumatra Jawa), serta yang melewati jalur utara Yunan
Formosa Jepang Sulawesi Utara dan sampai di Irian/Papua ternyata membawa pengaruh besar
terhadap perkembangan sejarah kehidupan bangsa Indonesia. Adanya beraneka ragam budaya
daerah yang muncul di tengah-tengah perkembangan masyarakat yang masih dapat dirasakan oleh
masyarakat nusantara pada masa kini.
Bangsa Deutero Melayu yang datang 500 SM ke Nusantara ternyata membawa pengaruh yang
lebih maju daripada pendahulunya. Mereka melalui jalan barat, yakni Yunan Malaka Sumatra
Jawa. Mereka hidup di Nusantara dan berkembang sebagai masyarakat yang produktif serta menjadi
bangsa Indonesia sampai sekarang. Masyarakat Deutero Melayu yang telah berkembang menjadi
bangsa Indonesia itu telah memiliki kemajuan di berbagai bidang, antara lain, sebagai berikut.
1) Dalam bidang pemerintahan, mereka menganut asas demokrasi melalui musyawarah untuk
menentukan pimpinan mereka, bentuk organisasi kemasyarakatan yang ada adalah kesukuan.
Kepala suku dipilih dari orang yang memiliki kemampuan tertinggi (primus inter pares).
2) Dalam bidang ekonomi, usaha untuk memenuhi kebutuhan diupayakan dengan menggunakan
ekonomi barang (pertukaran/barter), hidup gotong royong dalam mengerjakan sawah, berkelompok,
dan semua hak milik digunakan bersama.
3) Kepercayaan nenek moyang kita adalah animisme dan dinamisme.
Keadaan alam Nusantara memaksa mereka harus pandai berlayar sebab Nusantara terdiri atas
kawasan kepulauan serta adanya tuntutan kebutuhan untuk saling mencukupi. Akhirnya, muncul
perdagangan antarpulau dan berkembang menjadi perdagangan antarnegara. Pelayaran lintas laut
telah membawa bangsa Indonesia mampu mengarungi lautan internasional sehingga terciptalah
hubungan dagang yang maju, yang melibatkan kawasan Nusantara. Kita ketahui bahwa kemajuan
pelayaran perdagangan antara Cina India yang melewati kawasan Nusantara menyebabkan
terjalinnya perdagangan di Nusantara juga, namun pengaruh India di Nusantara jauh lebih besar.
Pengaruh India yang masuk ke Nusantara membawa perkembangan bagi kemajuan hidup
masyarakat di Nusantara pada saat itu dan berkembang sampai sekarang, misalnya, dalam bidang
pemerintahan, budaya, sosial, dan kepercayaan.
1) Dalam bidang pemerintahan
Masyarakat Nusantara yang hidup secara berkelompok di masa lalu, ternyata mampu
berkembang secara dinamis dengan bentuk kesukuan. Kontak dengan India ternyata membawa
pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat terutama dalam pemerintahan. Masyarakat Nusantara
yang semula berbentuk kesukuan, dengan masuknya pengaruh hinduisme ke dalam masyarakat,
mengubah bentuk pemerintahannya menjadi bentuk kerajaan. Kekuasaan raja diberikan secara turun
temurun dan tidak dipilih rakyat sehingga rakyat menerima saja. Namun, raja yang lemah pasti
segera jatuh digantikan raja yang lebih bijaksana atau lebih kuat.
2) Dalam bidang budaya
Kita mengetahui bahwa masuknya budaya India ke Nusantara ternyata memberi semangat
bangsa Indonesia untuk berkarya lebih bagus dan terarah. Bahkan para raja dan penguasa mulai
menuliskan perintah melalui prasasti. Hasil karya budaya Nusantara yang mengagumkan dan
memiliki seni yang tinggi, misalnya, candi Borobudur yang menjadi kebanggaan dunia dan relief pada
dinding candi yang melebihi kehebatan orang India. Misalnya, relief Ramayana pada candi
Prambanan. Begitu juga munculnya seni sastra yang dihasilkan oleh sastrawan Nusantara seperti
cerita Mahabharata dan Ramayana versi Nusantara kitab Gatotkacasraya yang telah memuat unsur
javanisasi.
3) Dalam bidang sosial
Pranata sosial di zaman Indonesia-Hindu sudah teratur, sudah ada desa sebagai satu kelompok
masyarakat. Penerapan aturan untuk membina masyarakat sudah ada, kehidupan masyarakatnya
bersifat gotong royong.
4) Dalam kepercayaan
Nenek moyang yang sudah memiliki kepercayaan asli (animisme, dinamisme) mulai mengenal
agama Hindu dan Buddha. Sehingga, meskipun telah menyembah Dewa Hindu atau Buddha, mereka
tetap bersesaji untuk memuja roh (sesuai keyakinan animisme dan dinamisme).
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kemampuan berpikir manusia untuk mempertahankan kehidupannya mulai berkembang.
Mereka tidak lagi berpindah-pindah tempat untuk mencari hewan-hewan buruan, tetapi sebaliknya
mereka mulai menetap dan mengolah tanah disekitarnya untuk ditanami dengan berbagai jenis
tanaman yang dapat mereka makan. Selain itu, mereka mulai menjinakan hewan-hewan yang dapat
membantu kebutuhan hidupnya seperti kuda, kerbau, babi, sapi, anjing dan sebagiannya. Dari pola
bercocok tanam ini manusia sudah dapat menguasai alam lingkunagn serta isinya.
Terlepas dari mana asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan kapan mereka mulai
tinggal di wilayah Indonesia, kita harus percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah ribuan
tahun sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan mereka mengalami
perkembangan yang teratur seperti bangsa - bangsa di belahan dunia lain.
Kehidupan sosial, masyarakat semi nomaden setingkat lebih baik dari pada masyarakat
nomaden. Jumlah anggota kelompok semakin bertambah besar dan tidak hanya terbatas pada
keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa rasa kebersamaan di antara mereka mulai
dikembangkan. Rasa kebersamaan ini sangat penting dalam mengembangkan kehidupan yang
harmonis, tenang, aman, tentram, dan damai. Nilai - nilai kehidupan, seperti gotong royong, saling
membantu, saling mencintai sesama manusia, saling menghargai dan menghormati telah
berkembang pada masyarakat pra aksara.
Setelah Disusunnya Makalah ini dapat disimpulkan :
1. Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kehidupan masyarakat, dibagi dalam empat babak,
yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut, .masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
2. Perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ke masa bercocok tanam,
memakan waktu yang sangat panjang,
b. Saran
Setelah mempelajari kehidupan masa pra aksara dan Setalah kami menyusun makalah
ini kami member saran :
1. Kita Harus Bersyukur Karena kita tidak perlu bersusah keras lagi untuk mencari makanan kini kita
tinggal membeli apa yang kita inginkan .
2. Kita mumpunyai rumah jika ingin tinggal.
3. Masa kita sekarang adalah masa yang modern tentunya perlu di syukuri dan dinikmati sesuai
kebutuhan.
4. Jangan lupa bersyukur selalu kepada tuhan yang menciptakan langit dan bumi.
DAFTAR PUSTAKA
http://herydotus.wordpress.com/2011/12/26/perkembangan-rekaman-tertulis/
http://muchlis-7a.blogspot.com/2012/01/manusia-pra-aksara.html
http://www.crayonpedia.org/mw/Bab_2._Kehidupan_Pada_Masa_Pra_Aksara_di_Indonesia_-
_I_Wayan_Legawa_7.1
Supriatna, Ratna, Sejarah kelas X Sekolah Menengah Atas, jilid II oleh Grafindo Media Pratama. Jakarta
Drs.Prawoto,M.Pd, seri IPS Sejarah; 2007, oleh Yudhistira, Jakarta.
2.
Perkembangan corak kehidupan masyarakat purba pada masa pra-aksara dapat dilihat
dari cara mereka memenuhi kebutuhan pokok dan alat-alat yang dibuat dan
digunakannya. Sejarawan Sartono Kartodirdjo dan Nugroho Notosusanto membagi
zaman praaksara menjadi empat tahapan.
Ada beberapa alat-alat dari batu yang ditemukan di wilayah Indonesia, seperti kapak
perimbas, kapak penatah, dan kapak genggam. Batu-batu serpih yang terbuat dari
pecahan batu digunakan sebagai pisau atau alat pemotong, juga sebagai mata panah
atau tombak. Alat-alat dari batu banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Sangiran,
Jawa Timur.
Alat-alat dari tulang dan tanduk juga ditemukan di daerah Ngandong, Jawa Timur.
Digunakan sebagai ujung tombak dan alat untuk mencungkil atau menggali umbi-
umbian dari dalam tanah. Jenis manusia yang hidup pada berburu dan mengumpulkan
makanan ini, adalah Meganthropus Palaejavanicus, Pithecanthropus Mojokertensis,
Pithecanthropus
Erectus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
Masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan terus berlanjut pada zaman
Mesolitihikum. Kehidupan semi nomaden. Artinya ada yang tinggal menetap, tetapi
masih ada yang berpindah-pindah. Mereka memilih tempat di gua/ceruk, tepi pantai,
atau tepi sungai. Masa mesolithikum berlangsung selama kurang lebih 20.000 tahun
silam.
Masa Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan
sebelum Masehi. Terbukti dengan adanya penemuan gambar tanaman padi di Gua Ulu
(Leang) Sulawesi Selatan. Menurut ahli arkeologi Indonesia, Prof. Dr. R. Soekmono,
perubahan dari food gathering ke food producing. merupakan satu revolusi dalam
perkembangan zaman praaksara Indonesia. Disebut revolusi karena terjadi perubahan
yang
cukup mendasar dari tradisi mengumpulkan makanan dan berburu menjadi bercocok
tanam. Oleh karena itu, zaman bercocok tanam dianggap sebagai dasar peradaban
Indonesia sekarang.
Dalam hal kepercayaan mereka melakukan pemujaan kepada arwah nenek moyang yang
dianggap sangat mempengaruhi kehidupan mereka (animisme) dan
mempercayai kepada benda-benda alam yang dianggap memiliki kekuatan (dinamisme).
Manusia purba pada masa bercocok tanam menciptakan alat-alat sederhana untuk
menunjang kegiatan bercocok tanam, teknik pembuatannnya lebih maju, kapak itu
bentuknya sudah halus, diupam (diasah), seperti kapak persegi atau beliung persegi.
Terbuat dari batu berbentuk persegi, gunanya untuk menggarap ladang. Adanya juga
Kapak Lonjong, terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam-hitaman. Umumnya
jenis kapak ini digunakan sebagai pacul atau sebagai kapak biasa. Dua jenis kapak ini
banyak ditemukan di Indonesia. Tradisi bercocok tanam berlangsung hingga zaman
logam dan zaman megalithikum dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia.
Masa Bercocok Tanam dan Beternak
dari batu besar. Bahan-bahan bangunan megalithik kerap kali harus didatangkan dari
tempat lain sebelum didirikan di suatu tempat yang terpilih. Dalam kenyataannya,
bangunan megalithik memang didirikan demi kepentingan seluruh masyarakat yang
membangunnya. Bangunan ini didirikan untuk kepentingan penghormatan
dan pemujaan roh nenek moyang. Dengan demikian, pendirian bangunan megalitihik
berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut masyarakat pada masa itu.
sederhana. Pada masa ini manusia mulai mengenal logam perunggu dan
besi. Pengolahan logam memerlukan suatu tempat dan keahlian khusus. Tempat untuk
mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakan
pertukangan logam disebut undagi. Maka zaman logam disebut juga
zaman perundagian.
Pada masa ini nenek moyang bangsa Indonesia telah pandai membuat barang-barang
penunjang kehidupan dari logam. Di Indonesia logam yang digunakan adalah perunggu
dan besi. Maka muncul daerah-daerah produsen barang, yang kemudian ditukarkan
dengan barang kebutuhan lain, sehingga terjadilah barter. Kebutuhan barang makin
meningkat memunculkan daerah konsumen, sehingga terjadilah perdagangan
antar daerah. Kebudayaan zaman logam terus berkembang hingga munculnya kerajaan-
kerajaan di Indonesia.
Masa Zaman Logam
Setelah berakhirnya zaman sekunder ini, maka muncul kehidupan yang lain yaitu jenis
burung dan binatang menyusui yang masih rendah sekali tingkatannya. Sedangkan jenis
reptilnya mengalami kepunahan. Selanjutnya berlangsunglah zaman hidup baru
d. NEOZOIKUM/zaman hidup baru
Zaman ini dibedakan menjadi 2 zaman, yaitu:
1) Tersier/zaman ketiga
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun. Yang terpenting dari zaman ini ditandai dengan
berkembangnya jenis binatang menyusui seperti jenis primat, contohnya kera.
2) Kuartier/zaman keempat
Zaman ini ditandai dengan adanya kehidupan manusia sehingga merupakan zaman
terpenting. Dan zaman ini dibagi lagi menjadi dua zaman yaitu yang disebut dengan zaman
Pleistocen dan Holocen
Manusia purba di Indonesia
Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil.
Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis.
Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, di mana mereka
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Penyelidikan fosil
manusia selain dilakukan oleh orang-orang eropa, juga dilakukan oleh para ahli dari
Indonesia, yaitu seperti Prof. Dr. Sartono, Prof. Dr. teuku Jacob, Dr. Otto Sudarmadji dan
Prof. Dr. Soejono.
Jenis-jenis Manusia purba di Indonesia:
a. Meganthropus
Seperti yang telah diuraikan pada materi sebelumnya, Von Koenigswald menemukan
tengkorak di Desa Sangiran tahun 1941. Tengkorak yang ditemukan berupa tulang rahang
bawah, dan gigi geliginya yang tampak mempunyai batang yang tegap dan geraham yang
besar-besar. Dari penemuan tersebut, maka oleh Von Koenigswald diberi nama
Meganthropus Palaeojavanicus yang artinya manusia raksasa tertua dari Pulau Jawa. Fosil
tersebut diperkirakan hidupnya antara 20 juta - 15 juta tahun yang lalu, dan berasal dari
lapisan Jetis.
b. Pithecanthropus/Homo Erectus
Dengan kedatangan Eugene Dubouis ke Pulau jawa tahun 1890 di Trinil, Ngawi
ditemukan tulang rahang, kemudian tahun 1891 bagian tengkorak dan tahun 1892 ditemukan
tulang paha kiri setelah disusun hasil penemuan fosil-fosil tersebut oleh Eugene Dubouis
diberi nama Pithecanthropus Eractus artinya manusia kera yang berjalan tegak. Dan sekarang
fosil tersebut dinamakan sebagai Homo Erectus dari Jawa. Homo Erectus hidupnya
diperkirakan antara 1,5 juta - 500.000 tahun yang lalu dan berasal dari Pleistocen tengah atau
lapisan Trinil
c. Homo Sapiens
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama
dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan
mereka sangat sederhana, dan hidupnya mengembara.
Jenis fosil Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia terdiri dari:
1. Fosil manusia yang ditemukan di daerah Ngandong lembah Sungai Bengawan Solo tahun
1931 - 1934. Fosil ini setelah diteliti oleh Von Koenigswald dan Weidenreich diberi
nama Homo Sapiend Soloensis (Homo Soloensis).
2. Fosil manusia yang ditemukan di Wajak (Tulung Agung) tahun 1889 oleh Van
Reitschotten diteliti oleh Eugene Dubouis kemudian diberi nama menjadi Homo Sapiens
Wajakensis
Merupakan suatu masa di mana hasil buatan alat-alat dari batunya masih kasar dan belum
diasah/diupam, sehingga bentuknya masih sederhana.
Contohnya: kapak genggam
2)BatuTengahMadya/Mesolithikum
Merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya lebih baik dan
lebih halus dari zaman batu tua.
Contohnya: Pebble/Kapak Sumatera
3) Batu Muda/Neolithikum
Merupakan suatu masa di mana alat-alat kehidupan manusia dibuat dari batu yang sudah
dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna dari zaman sebelumnya.