Anda di halaman 1dari 12

A.

Perkembangan Bumi dan Munculnya Makhluk Hidup

1. Asal-Usul Bumi dan Makhluk Hidup

Para ilmuwan meyakini asal mula terbentuknya alam semesta (termasuk bumi) adalah terjadinya
peristiwa big bang (ledakakan dahsyat) sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu. Ledakan ini mengeluarkan
materi yang jumlahnya sangat banyak. Kemudian materi-materi ini mengisi alam semesta ini dalam
bentuk bintang, planet, debu kosmis, meteor, energi, dan partikel lainnya.

Menurut teori geologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bumi secara keseluruhan,
proses perkembangan bumi dibagi menjadi empat tahapan masa, yaitu :

a. Masa Arkaekum

Masa ini adalah masa tertua yang diperkirakan terjadi 2,5 miliar tahun yang lalu. Pada masa ini,
keadaan bumi masih labil, menyerupai gumpalan bola gas, dan kulit bumi masih dalam proses
pembentukan. Selain itu, belum ada tanda-tanda kehidupan. Hal ini karena temperatur bumi memang
masih sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan adanya makhluk hidup.

b. Masa Paleozoikum

Masa ini berlangsung sekitar 500-245 juta tahun yang lalu. Kondisi bumi sudah lebih stabil, meski
belum secara menyeluruh. Secara berangsur, temperatur bumi mendingin dan mulai terlihat adanya
tanda-tanda kehidupan berupa makhluk bersel satu atau yang lebih dikenal dengan nama
mikroorganisme. Selanjutnya, muncul hewan sejenis ikan tak berahang (trilobita), hewan amfibi
(binatang yang dapat hidup di dua tempat, di darat dan di air), dan beberapa jenis tumbuhan ganggang.
Oleh karena itu, masa ini dinamakan pula dengan zaman primer (zaman kehidupan pertama).

c. Masa Mesozoikum

Masa yang disebut juga zaman sekunder (zaman kehidupan kedua) ini diperkirakan
berlangsung sekitar 245-65 juta tahun yang lalu. Bumi sudah semakin stabil. Mulai
muncul beragam hewan bertubuh besar, seperti berbagai jenis hewan reptil,
dinosaurus, dan gajah purba atau mamut. Menjelang berakhirnya masa ini, mulai
muncul berbagai jenis burung dan binatang menyusui.

Masa Mesozoikum juga dikenal sebagai zaman reptil. Dinosaurus menjadi


penguasa hampir sepanjang masa ini, tetapi kemudian punah secara mendadak
pada 65 juta tahun yang lalu. Kepunahan massal ini diperkirakan akibat tumbukan
meteorit raksasa yang membuat bumi diliputi debu. Pada akhir masa ini, mulai
muncul jenis mamalia.
d. Masa Neozoikum

Pada masa ini hewan berukuran besar sudah mulai jauh berkurang. Masa ini
dibedakan menjadi dua zaman, yaitu zaman tersier dan zaman kuarter.

1) Zaman tersier

Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu. Hal terpenting pada ini
adalah munculnya jenis primata, seperti kera.

2) Zaman kuarter

Zaman ini dibagi ke dalam dua kala, yaitu kala Pleistosen/Diluvium, dan
Holosen/Aluvium. Pada kala Pleistosen, diperkirakan manusia purba mulai muncul.
Pada kala Holosen, manusia purba telah berkembang lebih sempurna lagi, yaitu
jenis Homo sapiens dengan ciri-ciri seperti manusia sekarang.

2. Perkembangan Makhluk Hidup

* Teori Harold Urey

Hidup terjadi pertama kali di udara (atmosfer). Atmosfer terbentuk karna adanya
molekul-molekul, seperti CH4, NH3, H2, dan H2O dan karna adanya loncatan listrik
akibat halilintar dan sinar kosmik, terjadilah asam amino yang meyakinkan adanya
kehidupan.

* Teori Charles Darwin

Semua kehidupan memiliki leluhur yang sama, sejarah kehidupan di bumi mirip
sebuah pohon yang sangat besar, yang awalnya adalah batang tunggal berupa sel-
sel pertama yang sederhana. Spesies-spesies baru yang bercabang dari batang
tunggal dan terbagi menjadi dahan-dahan, atau famili tumbuhan dan binatang.
Salah satu spesies binatang yaitu kelompok mamalia, berevolusi menjadi
“binatang” yang berakal budi, yaitu manusia.

Proses evolusi, yaitu proses yang berlangsung dalam kurun waktu yang sangat
panjang, hingga jutaan tahun, yang disebut proses evolusi. Dalam proses itu, terjadi
apa yang disebut sistem seleksi alam (survival of the fittest), yaitu hanya makhluk
yang mampu beradaptasi dengan lingkunganlah yang bertahan hidup dan
berkembang.
Teori evolusi
manusia menurut Charles
Darwin.

3. Terbentuknya Kepulauan Indonesia

Secara umum, kendati telah memungkinkan muncul dan berkembangnya manusia


purba pertama, keadaan alam (bumi) pada kala Pleistosen (masa Neozoikum) belum
sepenuhnya stabil. Ketidakstabilan tersebut disebabkan oleh tiga faktor utama,
yaitu (i) adanya perubahan bentuk daratan akibat gerakan (tenaga) endogen dan
eksogen; (ii) perubahan iklim berupa es yang mencair dan/atau membeku yang
mengakibatkan perubahan suhu bumi dan luas daratan itulah alasannya kala
Pleistosen disebut juga zaman es atau zaman glasial, dan (iii) letusan gunung api.

a. Tenaga Endogen: Pergerakan Lempeng Tektonik

Pergerakan lempeng tektonik diyakini memberikan pengaruh paling besar


terhadap terbentuknya Kepulauan Indonesia. Ketidakstabilan akibat pergerakan
lempeng tektonik itu sudah dimulai pada masa Mesozoikum sekitar 60 juta tahun
yang lalu, dan terus berlanjut pada masa Neozoikum. Jadi, terbentuknya Kepulauan
Indonesia dimulai sekitar 60 juta tahun yang lalu itu. Sebelumnya, wilayah yang
disebut Kepulauan Indonesia masih merupakan bagian dari samudra yang sangat
luas yang meliputi hampir seluruh bumi.

Indonesia dibentuk oleh tiga Lempeng besar dunia, yakni Lempeng Indo-Australia,
Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Terdapat juga Lempeng Filipina yang lebih
kecil. Tiap-tiap lempeng ini memiliki arah gerakan yang berbeda.

Lempeng Eurasia yang berada di bagian utara Indonesia bergerak ke arah


selatan-tenggara Indonesia. Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah timur laut
Indonesia. Lempeng Pasifik ke arah barat-barat daya Indonesia. Lempeng Filipina
bergerak ke arah
barat daya Indonesia. Kecepatan gerakan lempeng berkisar antara 7 sampai 9 cm
per tahun.

Lempeng-lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik bergerak sangat aktif.


Lempeng-lempeng tersebut kemudian bertemu pada suatu zona tumbukan yang
disebut zona subduksi. Pergerakan lempeng-lempeng ini mengakibatkan daratan
terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi pulau-pulau yang terpisah satu dengan
lainnya. Sebagian diantaranya bergerak ke selatan membentuk Pulau Sumatra,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan
Kepulauan Banda. Terjadi juga pada Benua Australia. Sebagian pecahannya
bergerak ke utara membentuk pulau-pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur,
dan sebagian Maluku Tenggara. Pemisahan kedua benua tersebut telah
mengakibatkan wilayah pertemuan keduanya sangat labil.

Proses selama berpuluh juta tahun itulah yang membentuk Kepulauan Indonesia
hingga menjadi seperti sekarang ini.

Pergerakan subduksi antara dua lempeng menyebabkan terbentuknya deretan


gunung berapi dan parit (palung) samudra. Subduksi antara Lempeng Indo-Australia
dan Lempeng Eurasia, misalnya, menyebabkan terbentuknya deretan pegunungan
Bukit Barisan di Pulau Sumatra dan deretan gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa,
Bali, dan Lombok, serta Palung Jawa (Sunda).

b. Tenaga Eksogen

Tenaga eksogen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umum tenaga
eksogen adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentukan dari tenaga
endogen. Bukit atau tebing yang terbentuk karena proses gerakan endogen terkikis
oleh angin, dapat mengubah bentuk permukaan bumi.

Tenaga eksogen berasal dari tiga (i) atmosfer, yaitu perubahan suhu dan angin;
(ii) air, yaitu berupa aliran air, siraman hujan, hempasan gelombang laut, gletser,
dan sebagainya; (iii) organisme, yaitu berupa jasad renik, tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan manusia.

c. Perubahan Iklim

Perubahan iklim berupa turunnya permukaan laut sekitar 60-70 meter di bawah
permukaan laut. Hal ini karena bagian terbesar air di dunia membeku (zaman
glasial), terutama di bagian bumi utara dan selatan. Laut-laut yang dangkal itu
kemudian berubah menjadi daratan.

Kondisi yang berlangsung pada kala Pleistosen antara 3.000.000 sampai 10.000
tahun yang lalu disebut zaman es atau zaman glasial. Dan pada saat itu,
temperatur bumi menjadi sangat rendah dan gletser yang mengakibatkan pecahan-
pecahan es tersebut menyebar ke daerah-daerah sekeliling benua tersebut.
Meluasnya permukaan es menyebabkan turunnya permukaan air laut hingga
mencapai kedalaman antara 100-150 meter di bawah permukaan laut.

Pada kala Pleistosen, bagian barat Kepulauan Indonesia yang sudah mulai stabil
pernah terhubung dengan daratan Asia Tenggara, sedangkan bagian timur seperti
Pulau Papua dan sekitarnya pernah terhubung dengan daratan Australia. Daratan
wilayah barat yang menghubungkan Indonesia dengan daratan Asia Tenggara
kemudian disebut Paparan Sunda (Sunda Shelf), sedangkan wilayah timur daratan
yang menghubungkan Pulau Papua dan pulau-pulau sekitarnya dengan Australia
disebut Paparan Sahul (Sahul Shelf).

Hal itu dikembangkan oleh A.R.Wallace yang menyelidiki tentang persebaran


fauna (zoogeografi) di Kepulauan Indonesia. Fauna yang ada di daerah Paparan
Sunda, yaitu daerah-daerah Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Adapun fauna yang
terdapat di daerah Paparan Sahul, yaitu daerah Papua dan sekitarnya mempunyai
kesamaan dengan fauna yang ada di Australia. Wallace menyimpulkan bahwa Selat
Lombok merupakan garis yang membagi dua jenis daerah zoogeografi di Indonesia.
Di sebelah barat garis tersebut terdapat fauna Asia, sedangkan di timur terdapat
fauna Australia. Menurut Wallace, persebaran itu menjangkau lebih jauh ke arah
utara, yaitu dimulai dari Selat Lombok sampai Selat Makassar dan terus lagi ke
utara melewati selat antara Kepulauan Sangir dan Mindanao (Filipina).

Akan tetapi, dalam perkembangannya terjadi lagi kenaikan suhu bumi.


Mengakibatkan mencairnya es di Kutub Utara. Hal ini membentuk lautan luas
membuat sebagian dataran rendah yang telah terbentuk tadi tenggelam kembali.
Akibatnya, dataran-dataran yang menghubungkan Indonesia dengan Australia,
ataupun yang menghubungkan Indonesia dengan Asia Tenggara pun turut
tenggelam.

Ilmuwan Belanda Eugene Dubois berpendapat bahwa manusia purba menyukai


hidup di daerah tropis yang iklimnya mulai stabil.
d. Letusan Gunung
Api

Keadaan alam yang belum stabil tampak dari adanya letusan gunung api.
Lempeng tektonik berupa massa batuan yang sangat besar sehingga energinya
besar pula. Lempeng-lempeng yang terus bergerak ini pada suatu saat akan
mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras.

Benturan antarlempeng dapat menimbulkan gempa, tsunami, dan meningkatnya


kenaikan magma ke permukaan bumi. Itulah sebabnya, Kepulauan Indonesia rentan
mengalami kejadian gunung meletus, gempa bumi, dan tsunami.

B. Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia


Di Indonesia, manusia purba terdiri atas jenis Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo. Penemuan
berbagai jenis manusia purba tidak terlepas dari penelitian yang dilakukan para ahli paleontologi
Belanda, di antaranya Eugene Dubois (1858-1940) dan G.H.R von Koenigswald (1902-1982).

Secara khusus, kedatangan Eugene Dubois ke Indonesia berawal dari keyakinannya bahwa manusia
purba menyukai hidup di daerah tropis seperti Indonesia. Mula-mula, ia ke Sumatra lalu ke Jawa. Daerah
tropis diyakini sebagai daerah yang keadaan alamnya cukup stabil baik pada zaman glasial maupun
zaman pascaglasial.

Secara umum, asal usul manusia-manusia purba sampai sekarang masih menjadi kontroversi. Jawaban
atas asal usul manusia purba itu tidak pernah jelas dan tuntas. Para peneliti, seperti Moh. Yamin, J.
Crawford, K. Himly, dan Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa manusia purba yang menghuni
wilayah Nusantara berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Pandangan tersebut menentang pandangan
yang mengatakan bahwa manusia-manusia purba berasal dari luar wilayah Indonesia. Pandangan
mereka yang lazim disebut teori Nusantara, didasarkan pada alasan-alasan berikut.

• Bangsa Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Taraf ini hanya dapat
dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan orang Melayu berasal dari dan
berkembang di Nusantara.

• Terhadap pandangan yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun dengan bahasa Champa
(Kamboja) sehingga manusia-manusia praaksara tersebut berasal dari luar Nusantara, K. Himly
berpendapat bahwa kesamaan antara kedua bahasa tersebut bersifat kebetulan saja.

• Menurut Moh. Yamin, fakta banyaknya fosil dan artefak tertua yang ditemukan di Indonesia, seperti
fosil Homo soloensis dan Homo wajakensis, menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
(Melayu) berasal dari Indonesia sendiri (Jawa).

• Bahasa yang berkembang di Nusantara, yaitu rumpun bahasa Austronesia, sangat jauh bedanya
dengan bahasa yang berkembang di wilayah lain di Asia.

Ada juga pandangan lain, yaitu teori Yunan. Menurut teori ini, manusia purba yang menjadi nenek
moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan (Tiongkok). Mereka ke Indonesia setelah tinggal cukup
lama di daerah lain di Asia Tenggara, terutama Vietnam (Dong Son).

Namun, para ahli berpendapat bahwa teori ini bukan mengacu pada asal usul manusia purba yang
disebutkan sebelumnya, melainkan bangsa Melayu Austronesia dari ras Mongoloid yang datang ke
Nusantara dari Yunan (Tiongkok) ada dua gelombang, yaitu gelombang pertama sekitar tahun 1500 SM
dan gelombang kedua sekitar tahun 300 SM. Orang-orang Yunan inilah yang disebut sebagai nenek
moyang bangsa Indonesia. Ciri-ciri fisiknya menyerupai manusia modern atau Homo sapiens sapiens.
Teori yang populer namun dianggap kurang meyakinkan adalah teori Afrika. Menurut teori ini, manusia
purba yang pertama kali mendiami Nusantara datang dari Afrika. Manusia purba muncul dan
berkembang pertama kali di Afrika sekitar 200.000 tahun yang lalu. Mereka kemudian menyebar dengan
berbagai variasi dan karakteristik yang khas, sesuai kondisi lingkungan, kemampuan beradaptasi, dan
sebagainya.

Proses persebaran manusia berlangsung sangat lambat dan lama. Sejak tahun
200.000 SM hingga 60.000 SM, manusia menyebar ke seluruh wilayah di Afrika.
Tahun 60.000 SM, manusia mulai menyebar ke Timur Tengah, Asia Selatan, Asia
Tenggara, hingga Australia.

Faktor yang memungkinkan manusia purba sampai di Indonesia adalah suhu bumi
menurun hingga menyebabkan terbentuknya es di bagian utara bumi, di Eropa dan
Amerika Utara. Hal itu menyebabkan tinggi permukaan air laut menurun dan
membentuk banyak daratan baru sehingga mempermudah manusia berpindah-
pindah.

Teori Afrika kemudian diragukan kebenarannya, terutama sejak ditemukannya


tulang-belulang manusia di gua Spanyol pada tahun 1941, yang disebut Homo
neanderthalensis. Makhluk ini telah menyebar di wilayah Eurasia sejak sekitar
200.000 tahun yang lalu lenyap pada sekitar 15.000 tahun yang lalu. Ciri-cirinya
sudah sangat mendekati manusia modern atau Homo sapiens.

Teori Afrika diragukan kesahihannya karena berdasarkan hasil penelitian, manusia


purba pertama di Nusantara, yaitu jenis Meganthropus, sudah mendiami Nusantara
sejak 1,9 juta tahun yang lalu----manusia Afrika baru muncul sekitar 200.000 tahun
yang lalu.

Di Nusantara, Meganthropus diyakini berevolusi menjadi Pithecanthropus,


kemudian berevolusi lagi menjadi Homo (Homo wajakensis, Homo soloensis, dan
Homo Floresiensis). Dalam tiap-tiap tahap evolusinya, otak manusia purba terus
mengalami kemajuan. Hal itu terbukti dari kemampuan mereka membuat alat-alat
sederhana dari batu untuk bertahan hidup.

C. Manusia Purba di Indonesia


Bumi telah terbentuk sejak ratusan juta tahun lalu. Penghuni awal bumi adalah
hewan-hewan raksasa dan manusia purba yang hidup sekitar 2 juta tahun yang lalu.
Saat kamu duduk di bangku sekolah tentu pernah mendapatkan pelajaran tentang
sejarah. Tak terlepas juga tentang sejarah peradaban manusia.

Manusia purba dan manusia modern seperti saat ini jelas memiliki banyak
perbedaan. Baik dari perilaku, bentuk, sifat dan kebiasaannya. Zaman dulu ada
beberapa jenis-jenis manusia purba yang pernah menjadi penghuni bumi ini.
Banyak jenis-jenis manusia purba yang bisa ditemui di Indonesia maupun yang ada
di seluruh negara di dunia.

Definisi manusia purba

Manusia purba atau manusia prasejarah adalah manusia yang hidup pada jutaan
tahun yang lalu. Secara umum, manusia purba merupakan manusia yang hidup
sebelum tulisan ditemukan. Jenis-jenis manusia purba yang ada di dunia juga
memiliki banyak suku dan ras.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa manusia purba adalah nenek moyang dari
manusia modern saat ini. Karakteristik yang menonjol dari manusia purba adalah
mereka hidup secara nomaden atau hidup berpindah tempat. Hal itu karena mereka
masih hidup yang sangat bergantung dari sumber daya alam.

Saat sumber daya alam di kawasan sekitar mereka sudah habis atau sulit
ditemukan, maka mereka akan berpindah ke wilayah lain. Mereka hidup secara
berkelompok sehingga mereka akan mencari tempat yang baru secara bersama.

Dari banyaknya kelompok manusia purba di berbagai wilayah di dunia membuat


banyak jenis-jenis manusia purba. Selain dari letak geografis yang membedakan
jenis-jenis manusia purba, perubahan zaman juga memengaruhi.

Jenis - jenis manusia purba di Indonesia

Jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia di identifikasi berdasarkan


penemuan fosil di beberapa wilayah seperti Mojokerto, Ngandong, Solo, Pacitan dan
Sangiran. Sebenarnya penemuan manusia purba di Indonesia sudah ada lama sejak
abad ke 18. Berikut beberapa jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah
Indonesia :

1. Meganthropus Palaeojavanicus
Jenis manusia purba ini ditemukan pada sekitar tahun 1936 di kawasan Sangiran.
Jenis manusia ini diperkirakan hidup sekitar satu hingga dua juta tahun yang lalu.
Fosil dari manusia Meganthropus ini adalah manusia yang memiliki tubuh tinggi
yang ditemukan oleh arkeolog asal Belanda, Van Koenigswald.

Ciri-ciri dari manusia purba ini memiliki tulang pipi yang tebal, otot rahang kuat,
bentuk tubuh yang tegap, tulang kening yang menonjol, tak memiliki dagu serta
memiliki bentuk kepala dengan tonjolan di belakang yang tajam.

2. Pithecanthropus Erectus

Jenis-jenis manusia purba selanjutnya adalah Pithecanthropus Erectus yang


diperkirakan hidup di Indonesia pada satu hingga dua juta tahun yang lalu. Fosil
pertamanya ditemukan pada fosil bagian geraham di daerah Lembah Bengawan
Solo, daerah Trinil. Penemunya ialah Eugene Dubois tahun 1890.

Pithecanthropus Erectus memiliki ciri – ciri tengkuk dan geraham (gigi) yang kuat,
tubuhnya belum tegap sempurna, hidungnya tebal, dahinya lebih menonjol dan
lebar, rata-rata tingginya 165 cm sampai 180 cm. Memiliki otak sekitar 750 cc
hingga 1350 cc.

3. Pithecanthropus Soloensis

Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Ngandong, Solo. Diberi nama
Pithecanthropus Soloensis karena ditemukan di Solo. Ciri-ciri manusia purba ini
yaitu memiliki tulang belakang menonjol, rahang bawah yang kuat, hidungnya lebar
dan tulang pipi yang kuat serta menonjol.

Pithecanthropus Soloeinsis memiliki perkiraan tinggi sekitar 165 hingga 180 cm. Ia
adalah pemakan tumbuhan dan kerap juga berburu hewan untuk dijadikan
santapan. Fosilnya ditemukan sekitar tahun 1931 hingga 1933 oleh Openorth dan
Van Koenigswald.

4. Pithecanthropus Mojokertensis

Tak hanya di Solo, di daerah Mojokerto juga ditemukan fosil manusia purba. Van
Koenigswald kembali menemukan fosil pada tahun 1939 di Mojokerto, Jawa Timur.
Pertama kali ia menemukan fosil manusia purba yang diperkirakan masih berusia 6
tahun. Lalu tahun 1936, Widenreich menemukan fosil lagi di kota yang sama.

Ciri-ciri Pithecanthropus Mojokertensis yaitu memiliki tulang tengkorak yang tebal,


tingginya sekitar 165 sampai 180 cm, tak memiliki dagu dan memiliki badan tegap.
Saat penemuan, fosil Pithecanthropus Mojokertensis hancur saat sedang proses
penggalian.

5. Homo Floresiensi

Menggunakan sebutan ‘homo’ karena pada manusia purba ini telah memiliki
kebiasaan yang hampir mirip dengan manusia modern saat ini. Mereka telah
mengerti berbagai kegiatan dan disebut juga sebagai mahkluk ekonomi.

Homo Floresiensis ditemukan di Pulau Flores Nusa Tengara dan diperkirakan hidup
12 ribu tahun yang lalu. Jenis manusia purba ini telah mampu hidup berdampingan
dengan jenis-jenis manusia purba lainnya. Ciri-ciri manusia purba ini hanya memiliki
tinggi badan satu meter, bentuk dahinya sempit dan tak menonjol, tulang
rahangnya menonjol, volume otak 380 cc serta tengkorak kepalanya yang kecil.

6. Homo Wajakensis

Manusia purba Homo Wajakensis hidup di zaman yang lebih modern dari
sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan penemuan peralatan yang bersamaan
dengan fosil ini. Eugene Dubois menemukan fosil Homo Wajakensis di daerah
Campur Darat Tulungagung Jawa Timur.

Ciri-cirinya ia memiliki bentuk wajah dan hidung datar dan lebar, tulang pipinya
menonjol ke samping, letak hidung dan mulut sedikit jauh, tinggi 130 sampai 210
cm dan mampu berjalan tegap.

7. Homo Soloensis
Selain Pitecanthropus (manusia kera), di Solo juga ditemukan fosil Homo
Soloensis. Dikategorikan ‘homo’ karena manusia purba ini tergolong lebih cerdas.
Weidenrich dan Koenigswald menemukannya tahun 1931. Mereka diperkirakan
hidup sekitar 300.000 sampai 900.000 tahun yang lalu.

Ciri-ciri manusia purba ini memiliki volume otak 1000cc hingaa 1300 cc, tinggi
badannya mencapai 130 hingga 210 cm, tubuhnya tegap dan memiliki struktur
tulang wajah yang tidak mirip dengan manusia kera.

8. Homo Sapiens

Pasti kalian sudah tak asing dengan nama manusia purba satu ini. Jenis manusia
purba ini adalah jenis manusia purba yang usianya paling muda ditemukan dan
mendekati seperti manusia modern saat ini.

Ia telah mengenal kehidupan sosial dan berpikir cerdas. Bentuknya juga mirip
dengan manusia seperti bentuk tengkuk yang sudah kecil, tulang wajah tidak
menonjol, memiliki dagu dan tulang rahang yang tidak terlalu kuat dan volume otak
antara 1000 sampai 1200 cc.

Anda mungkin juga menyukai