Anda di halaman 1dari 1

Tambora 1815-2015

Dr. Putri Maryam, pelindung Asih Mbojo

Dari lambungmu panas gersang kau kirim hujan abu.

Lalu binatang-binatang hunian yang diam seputar radius perutmu, lari kencang
tinggalkan habitatnya yang panas membara. Alam mengirim hitam kelam. Duniapun
gelap senyap.

Usai somasi dan erangan panjang jantungmu maka Tambora sang gunung pun
meletus. Dunia pun gemetar, lubang pori-pori tubuh benua Eropa tertutup debu.

Letusan dahsyat merah bata itu membunuh mahluk dan segala yang bernafas.

Sebuah kerajaan besar sekitar pusar perut mu hilang ditimbun arus debu panas dan
bebatuan merah.

Ribuan rakyat tinggalkan riwayat yang menyayat hingga zaman berlari hari ini.
Pisau analisa Putri Maryam, pewaris kerajaan Bima begitu tajam mengilat cahaya
meniscaya.
Warga anak-anak benua beriak budaya hari ini berdatangan menyapa Tambora nan
lara.

Dua ratus tahun umurmu terkubur.

Hari ini masih ada yang menggeliat dan mengilau di tumit kaki gunung Tambora.
Lidah api marahmu tiada lagi menjilati ubun-ubun anak negeri.

Setelah badai maka damaipun tersenyum di mana-mana.

Mari kita tunduk-runduk sejenak, menghening cipta. Bahwa segala yang tertatap
dalam kasat mata akan sirna bila sampai waktunya. Kami pun pasrah kepada-Mu
wahai yang Maha Anggun dan Maha Agung.

Baiklah kita keluar dari muara yang sama bersampan keyakinan, harapan yang
mapan. Api unggun itu suatu saat 'kan jelma bianglala di bola mata hatimu.

Anda mungkin juga menyukai