Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia-manusia purba yang ditemukan di Indonesia dari yang tertua adalah

sebagai berikut :

Meganthropus Paleojavanicus (Manusia Raksasa dari Jawa Purba)

Pithecanthropus (Manusia Kera)

Macam-macam Pithecanthropus sebagai berikut :

a. Pithecanthropus Mojokertensis.

b. Pithecanthropus Robustus (Manusia kera yang kuat)

c. Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berdiri tegak)

d. Pithecanthropus Soloensis (Manusia Kera dari Solo)

Homo Wajakensis (Manusia Purba dari Wajak)

Berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari lapisan kulit bumi) waktu sejak

mulai terjadinya bumi sampai sekarang, dapat dibagi menjadi beberapa zaman sebagai

berikut :

a. Archaeikum atau Azoikum.

b. Paleozoikum (zaman kehidupan tua).

c. Mesozoikum (zaman kehidupan pertengahan).

d. Neozoikum atau kainozoikum (zaman kehidupan baru) berlangsung kurang lebih

60 juta tahun yang lalu sampai sekarang.

e. Zaman neozoikum ini dibagi atas dua zaman yaitu :

f. Zaman Tersier (zaman ke tiga).

g. Zaman Kwarter ( zaman ke empat).


BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Usul dan Persebaran Manusia


1. Daerah Asal Manusia
Pada pertengahan tahun 1980-an Allan Wilson dan rekan-rekan di University of
California, Barkeley, menggunakan mtDNA untuk mengidentifikasikan tempat asal
nenek moyang umat manusia. Mereka membandingkan mtDNA dari wanita-wanita di
seluruh dunia dan menemukan bahwa wanita-wanita keturunan Afrika menunjukkan
keanekaragaman dua kali lebih banyak daripada kaum wanita lain.
Max Ingman, doktor genetik asal Amerika Serikat mengungkapkan hal senada dengan
pendapat bahwa manusia modern berasal dari salah satu tempat di Afrika antara kurun
waktu 100 - 200 ribu tahun lalu. Dari situ moyang manusia masa kini itu lantas
menyebar dan mendiami tempat-tempat di luar Afrika. Gen manusia modern ini tidak
bercampur dengan gen spesies manusia purba.
Sekitar 50.000 hingga 70.000 tahun silam, satu gelombang kecil manusia yang
mungkin hanya berjumlah seribu orang dari Afrika menuju pantai-pantai Asia bagian
Barat. Ada dua jalur tersedia menuju Asia. Pertama mengarah ke Lembah Sungai Nil,
melintasi Semenanjung Sinai lalu ke utara lewat Levant. Namun, jalur yang satunya
juga mengundang untuk dijelajahi, yaitu melintasi Laut Merah. Pada saat itu (70.000
tahun yang lalu) bumi memasuki zaman es terakhir dan permukaan laut menjadi lebih
rendah karena air tertahan dalam gletser. Pada bagian tersempit di muara Laut Merah
hanya berjarak beberapa kilometer. Dengan menggunakan perahu primitif, manusia
modern dapat menyeberangi laut untuk pertama kalinya.
Setelah berada di Asia, bukti genetis memperkirakan populasi terpecah. Satu
kelompok tinggal sementara di Timur Tengah, sementara kelompok lain menyusuri
pantai sekitar Semenanjung Arab, India dan wilayah Asia yang lebih jauh. Setiap
generasi mungkin bergerak hanya beberapa kilometer lebih jauh.
Para pengembara telah mencapai Australia Barat Daya 45.000 tahun lalu. Hal ini
terbukti dengan penemuan fosil seorang pria di Lake Mungo. Fosil-fosil lain yang belum
terungkap di dalam tanah mungkin berusia lebih tua yaitn sekitar 50.000 tahun yang
lalu. Hal ini menjadi bukti paling awal manusia modern yang berada jauh dari Afrika.
Tidak ada jejak fisik berupa fosil orang-orang ini sepanjang sekitar 13.000 kilometer dari
Afrika ke Australia. Semua mungkin sudah lenyap saat air laut naik sesudah zaman es.
Namun jejak genetika berlangsung terus. Beberapa kelompok pribumi pada kepulauan
Andaman dekat Myanmar, Malaysia dan Papua Nugini, serta orang Aborigin di Australia
memiliki tanda garis keturunan mitokondria purba.
B. Beragam Teori Muncul dan Berkembangnya Manusia
Kamu telah mengetahui pada zaman apa manusia ada di muka bumi.
Pertanyaan mendasar yang mengemuka adalah pada periode apakah manusia itu
muncul dan berkembang serta dari manakah asal usulnya? Permasalahan inilah yang
hingga saat ini menjadi kontroversi dan perdebatan di antara para ilmuwan. Berikut ini
kita deskripsikan beberapa teori dan pendapat para ilmuwan yang berkaitan dengan
asal-usul serta perkembangan manusia.
a. Kalangan Evolusionis
Tokoh-tokoh pemikir Yunani Kuno seperti Empodocles, Anaximander, dan
Aristoteles berpendapat bahwa baik tumbuhan maupun hewan itu mengalami evolusi
dan dari tubuh binatang tertentu berevolusi menjadi manusia. Mereka mengatakan
bahwa binatang yang satu berasal dari binatang yang lain.
b. Ernest Haeckel (1834-1919)
Ilmuwan biologi dari Jerman ini berpendapat bahwa asal usul kehidupan yang
pertama berasal dari zat putih telur yang liat dan cair. Akibat pengaruh dari luar maka
terciptalah bakteri, amuba, binatang berongga, ikan, amfibi, reptil, dan binatang yang
menyusui anak. Binatang-binatang itn saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.
Pada zaman tersier (ketiga) dari binatang menyusui itu berkembang dan muncullah
manusia. Haeckel berkesimpulan, bahwa nenek . moyang manusia itu berasal dari
bangsa kera atau monyet dalam tingkatan yang teratur.
c. Charles Robert Darwin (1809-1882)
Darwin adalah ilmuwan Inggris yang kemudian dikenal sebagai tokoh evolusi itu,
memaparkan teorinya menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Teori Descendensi atau Turunan
Dalam bukunya yang berjudul The Descen of Man (1871), Darwin berkata bahwa
manusia lebih dekat dengan kera besar di Afrika (gorila dan simpanse). Teori lainnya
menyebutkan bahwa makhluk yang lebih tinggi itu berasal dari makhluk yang lebih
rendah. Akhirnya, semua makhluk hidup bisa di-kembalikan kepada beberapa bentuk
asal.
2) Teori Natural Selection atau Seleksi Alam
Teori ini mencoba member! keterangan tentang terjadinya tumbuh-tumbuhan
dan binatang-binatang yang menyesuaikan diri kepada alam sekitarnya. Darwinisme
adalah sebuah teori yang mengatakan bahwa semua barang-barang yang hidup dapat
maju perlahan-lahan naik ke atas. Keyakinan Darwin bahwa manusia itu berasal dari
hewan, telah memicu perdebatan antarilmuwan dan kontroversi bahkan hingga kini.
Dalam kerangka teori Darwin itu pulalah, berbagai penemuan fosil manusia purba yang
ada di Indonesia senantiasa dikaitkan.
Asal usul kehidupan awal manusia dan masyarakat di Indonesia dengan beberapa cara
yang bisa kita lakukan untuk melacak asal usul kehidupan manusia dan masyarakat
awal di Indonesia.

C. Asal Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia


Kehidupan manusia di mana pun dia berada, tidak pernah terlepas dari alam
yang melingkunginya. Interaksi antara manusia dengan alam itulah yang bisa
mendorong lahirnya kebudayaan. Oleh karena itu, cara paling baik untuk mengetahui
bagaimana kehidupan manusia pada masa-masa awal, bisa dimulai dengan
menganalisis struktur dan umur bumi. Dan hal ini bisa diawali dengan meneliti fosil yang
ditemukan. Dari situlah, kita bisa mengetahui seperti apa wujud manusia, kapan dia
hidup, berapa umurnya, dan bagaimana bentuk kebudayaannya.
Untuk bisa mengetahui bagaimana karakteristik bumi dari zaman ke zaman itu, kita
perlu bantuan ilmu geologi dan geografi. Menurut ilmu geologi, bumi itu dibagi menjadi
beberapa zaman.

a. Zaman Arkhaicum atau Zaman Tertua


Periode mi terjadi kira-kira beberapa puluh juta tahun Sebelum Masehi. Zaman
ini berlangsung kira-kira 2500 juta tahun yang lalu. Pada masa ini, belum ada
binatang-binatang yang bertulang, yang hidup hanyalah binatang-binatang
rendah.
b. Zaman Palaeozoicum atau Zaman Pertama
Periode ini terjadi kira-kira 340 juta tahun Sebelum Masehi. Hidup pada masa ini
ikan dan binatang yang hidup di darat maupun di air.
c. Zaman Mesozoicum atau Zaman Kedua
Periode ini terjadi kira-kira 140 juta tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini telah
hidup binatang reptil yang besar, ikan-ikan yang besar, dan beberapa binatang
yang menyusui.

3. Zaman Neozoicum
Zaman ini terbagi lagi menjadi beberapa zaman, yaitu:
a. Zaman Ketiga
Periode ini terjadi kira-kira 60 juta tahun yang lalu. Pada periode ini, sudah banyak
ditemukan binatang menyusui. Bahkan pada akhir zaman ini sudah, ada beberapa
kera seperti manusia, misalnya gorila, orang utan, dan se-bagainya.
b. Zaman Keempat
Periode ini terjadi kira-kira 600.000 tahun yang lalu. Manusia dipastikan telah ada
pada masa ini. Zaman ini terbagi menjadi dua periode, yaitu Diluvium atan zaman es
dan Alluvium yaitu zaman yang kita alami sekarang, yang terdiri atas diluvium tua,
tengah, dan muda. Dalam ilmu Geologi, zaman diluvium disebut juga zaman
pleistosen atau zaman glasial atau zaman es. Sedangkan zaman alluvium disebut
juga zaman Holosen di mana mulai hidup Homo sapiens.

Kepulauan Indonesia sendiri pada zaman pleistosen yaitu saat manusia telah
hidup dan berkembang, masih bersatu dengan daratan Asia Tenggara. Coba kamu
amati peta Asia Tenggara pada zaman pleistosen. Karena air yang ada di Kutub Utara
dan Selatan membeku hingga sampai ke lintang 60°, maka permukaan air laut turun
sampai 70 meter dari keadaan sekarang. Salah satu akibatnya adalah wilayah
Indonesia bagian barat bersatu dengan daratan atau kontinen Asia dan wilayah
Indonesia bagian timur bersatu dengan Benua Australia. Kamu tentu bisa
menghubungkan fenomena ini dengan kemiripan flora dan fauna yang ada di kedua
bagian Indonesia itu, dengan yang ada di kedua benua tersebut. Kebanyakan binatang
yang ada di Indonesia bagian barat mempunyai kesamaan dengan yang ada di daratan
Asia, sementara yang berada di kawasan Indonesia Timur mempunyai kemiripan
dengan binatang yang ada di Benua Australia. Mungkinkah fenomena itu juga bisa
digunakan untuk merunut asal usul manusianya?

D. Perkembangan Manusia Purba di Indonesia


1. Kondisi Alam Indonesia
Konon pada zaman es, wilayah kita terbagi menjadi dua bagian. Wilayah barat
yang disebut Paparan Sunda menjadi satu dengan Asia Tenggara kontinental. Paparan
ini meliputi Jawa, Kalimantan, serta Sumatra dan menjadi satu dengan daratan Asia
Tenggara, sehingga merupakan wilayah yang luas. Wilayah timur yang disebut Paparan
Sahul menjadi satu dengan Benua Australia. Wilayah yang terletak di antara Paparan
Sunda dan Sahul itu meliputi Kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Kawasan ini kelak, oleh Wallacea disebut penyaring bagi fauna (bahkan manusia) di
kedua daratan. Karenanya, tipe fauna di kedua daratan cenderung berbeda satu
dengan yang lainnya. Dengan dukungan iklim serta suhu yang baik, evolusi tumbuhan
dan hewan (termasuk Primates) bisa berlangsung.
Pada masa itu, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil di berbagai daerah
dengan mobilitas yang cukup tinggi. Jalur Indonesia-kontinen Asia bisa mereka tempuh
melalui rute darat, begitu pula dengan Indonesia-Australia. Peralatan batu yang
ditemukan di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara serta di Filipina, mungkin bisa
digunakan untuk merunut kehidupan Pithecanthropus yang tinggal di kawasan ini.
Kemudahan komunikasi itu memungkinkan mereka untuk mengadakan migrasi ke
dalam dua arah yang berlawanan.
Perubahan mulai terjadi pada daratan dan kehidupan manusia, saat es mulai
mencair. Karena air laut menjadi lebih tinggi dan menutupi bagian-bagian rendah dari
kedua paparan, maka membentuk pulau-pulau baru yang saling terpisah. Dampaknya
adalah kelompok-kelompok manusia itu menjadi tercerai-berai dan hidup di dalam
pulau-pulau yang saling berlainan.
Fenomena alam itu tidak hanya sekali terjadi, sehingga memungkinkan faktor-
faktor evolusi seperti seleksi alam, arus gen, dan efek perintis untuk bekerja. Hasilnya
adalah populasi baru yang mungkin sekali berbeda dengan induknya. Mungkin karena
faktor hibridisasi yaitu pembauran gen atau perjodohan antara dua golongan makhluk
hidup. Mungkin pula karena pigminasi yaitu proses pengerdilan individu sebagai akibat
adanya seleksi alam dan terbatasnya bahan makanan untuk populasi yang semakin
bertambah. Proses inilah yang antara lain mengakibatkan mengapa manusia purba
yang ditmukan di kawasan Sangiran berbeda dengan yang ditemukan di Flores pada
tahun 2004.
Nah, dengan latar belakang sejarah seperti itulah muncul kehidupan manusia di bumi
Indonesia. Lalu, seperti apa jenis manusia purba yang ada di Indonesia dan sampai
pada tahap apakah kebudayaan mereka? Pembelajaran berikut ini akan memandumu
dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan perkembangan manusia purba di
Indonesia.

2. Jenis Manusia Purba di Indonesia


Seperti telah kamu ketahui, bahwa manusia purba itu mempunyai bentuk dan
sifat yang berbeda bila di-bandingkan dengan manusia zaman sekarang. Tengkorak
manusia purba cenderung lebih kecil namun memanjang, rahangnya tebal namun tidak
berdagu serta tidak mempunyai dahi. Perbandingan semacam ini bisa kita peroleh
setelah kita menganalisis serangkaian penemuan fosil, baik yang berupa tengkorak
maupun tulang-tulang anggota badan lainnya.
Begitu pula saat kita nanti mendeskripsikan hasil-hasil budayanya. Data-data tentang
hasil budayanya itu bisa kita peroleh setelah kita menganalisis fosil yang berwujud
beragam bentuk peralatan yang diduga pernah mereka gunakan. Lalu, untuk
menentukan usia fosil itu kita harus menganalisis lapisan bumi di ' mana fosil itu
ditemukan, tentu dengan bantuan ilmu Geologi. Dengan cara inilah, kita sekarang bisa
mengklasifikasi jenis dan budaya manusia purba di Indonesia.
Penemuan manusia purba di Indonesia terjadi pada akhir abad XIX. Bermula dari
dugaan Eugene Dubois bahwa manusia purba, monyet, dan kera itu biasanya hidup di
daerah tropis, karena iklimnya tidak banyak mengalami perubahan. Ada tiga dasar teori
yang digunakan Dubois sebagai acuan. Teori pertama, bahwa pencarian missink link
dalam evolusi manusia berasal dari daerah tropik. Alasannya, berkurangnya rambut
pada tubuh manusia purba hanya bisa terjadi pada daerah tropika yang hangat. Teori
kedua, Dubois mencatat bahwa dalam dunia binatang, umumnya mereka tinggal di
daerah geografis yang sama dengan asal nenek moyangnya. Dari segi biologi, hewan
yang paling mirip dengan manusia adalah kera besar. Oleh karena itu, Dubois menduga
bahwa nenek moyang kera besar mempunyai hubungan kekerabatan (kinship) dengan
manusia. Teori ketiga, Dubois percaya bahwa Asia Tenggara merupakan asal usul
manusia. Alasannya, di sana ada orang utan dan siamang.
Penelitian pun dilakukan oleh sejumlah peneliti luar negeri di berbagai tempat.
Secara umum penelitian itu terbagi menjadi tiga tahap yaitu periode 1889-1909, periode
1931-1941, serta periode 1952 sampai sekarang. Dunia ilmu pengetahuan (terutama
Palaeoantropologi dan ilmu Hayat) menjadi gempar saat tahun 1889 Dubois berhasil
menemukan sejumlah fosil atap tengkorak di Wajak, Tulungagung, Kediri, yang
kemudian diikuti dengan penemuan-penemuan lain di Kedungbrubus dan Trinil. Fosil itu
disebut dengan Pithecanthropus erectus.
Namun sayangnya, sebagian besar fosil tersebut kini tersimpan di Leiden, Belanda.
Fosil lain berhasil ditemukan oleh ter Haar, Oppenoorth, dan von Koenigswald di
Ngandong, Blora, antara tahun 1931-1933, berupa tengkorak dan tulang kering yang
disebut Pithecanthropus soloensis. Pada tahun 1936-1941, von Koenigswald kembali
berhasil menemukan fosil rahang dan gigi yang bemkuran besar serta tengkorak
manusia purba di Sangiran, yang kemudian disebut Meganthropuspalaeojavanicus.
Selanjutnya, penelitian pascakemerdeka-an banyak melibatkan ahli-ahli Indonesia,
terutama di kawasan Sangiran. Berikut ini adalah jenis manusia purba di Indonesia.
a. Meganthropus atau Manusia Raksasa
Meganthropus berasal dari kata mega yang berarti besar dan anthropus yang
berarti manusia. Memang, apabila fosil makhluk itu kamu amati, pasti kamu akan
terperangah: besar rahang bawahnya melebihi rahang gorila laki-laki. Fosilnya yang
terdiri atas rahang bawah, rahang atas,''serta gigi-gigi lepas ditemukan oleh von
Koenigswald di Pucangan tahun 1936-1941, dalam lapisan bumi pleistosen tua. Fosil ini
kemudian disebut Meganthropus Paleojavanicus atau manusia besar dari Jawa zaman
kuno.
Selanjutnya, rahang bawah yang lain ditemukan oleh Marks di Kabuh tahun 1952.
Namun, sejauh ini di kalangan ilmuwan nasih merasa kesulitan untuk menempatkan
Meganthropus di dalam evolusi manusia. Apakah tergolong Pithecanthropus, Homo,
atau Australopithecusl. Pakar palaeoan-tropologi kita, Prof. Dr. Teuku Jacob,
berpendapat bahwa Meganthropus me-rupakan bentuk khusus (yang lebih besar) dari
Pithecanthropus. Alasan teorinya adalah ia berevolusi dengan cara adaptif, akibat
pengaruh lingkung-an alam'pada masa tertentu. Mungkin, seandainya rahang bawah itu
ditemukan bersama-sama dengan rahang atas dan tengkoraknya, misteri kehidupan
Meganthropus baru bisa terbuka.

b. Pithecanthropus atau Manusia Kera


Pithecanthropus berasal dari kata pithekos yang berarti kera dan anthropus yang
berarti manusia. Kebanyakan fosil jenis inilah yang berhasil ditemukan di Indonesia.
Mereka hidup pada zaman pleistosen awal, tengah, dan akhir. Makhluk ini mempunyai
ciri-ciri tinggi badannya 165-180 cm, tubuh dan badannya tegap, gerahamnya masih
besar, rahangnya kuat, tonjolan kening tebal (melintang pada dahi dari pelipis ke
pelipis), tonjolan - belakang kepalanya nyata, belum berdagu, serta berhidung lebar.
Volume otaknya berkisar antara 750 sampai 1.300 cc.
Makhluk jenis Pithecanthropus juga ditemukan di kawasan yang lain. Di Cina Selatan
ditemukan Pithecanthropus lautianensis dan di Cina Utara disebut Pithecanthropus
Pekinensis. Mereka hidup 800.000 hingga 500.000 tahun yang lampau. Makhluk sejenis
juga ditemukan di Tanzania, Kenya, dan Aljazair di Afrika, serta di Eropa seperti di
Jerman Barat, Jerman Timur, Prancis, Yunani, dan Hongaria. Namun, kebanyakan
ditemukan di Indonesia. Ada beberapa jenis manusia purba yang tergolong ke dalam
Pithecanthropus, antara lain sebagai berikut.
1) Pithecanthropus Mojokertensis ( Manusia Kera dari Mojokerto)
Jenis ini diduga merupakan manusia purba tertua yang ada di Indonesia dan ditemukan
tahun 1936 di Pucangan serta Mojokerto, berupa tengkorak anak-anak berusia 6 tahun.
Isi otaknya berkisar 650 cc. Fosil ini ke-mudian disebut Pithecanthropus mojokertensis
atau Pithecanthropus robustus (robustus artinya besar). Dari hasil penelitian, bisa di-
simpulkan bahwa makhluk ini hidup pada 2,5 sampai 1,25 juta tahun yang lampau.
Makhluk ini mempunyai spesifikasi: berbadan tegap, tonjolan keningnya tebal, tulang
pipinya kuat, dan mu-kanya menonjol ke depan. Makhluk ini hidup bersama-an dengan
Meganthropus, namun sulit menghubung-kan evolusi keduanya.
2) Pithecanthropus Erectus (Manusia Kera yang Berjalan Tegak)
Jenis ini merupakan generasi kedua manusia purba di Indonesia. Yang fenomenal dari
jenis ini adalah selain fosilnya ditemukan paling awal, juga memiliki wilayah penyebaran
yang cukup luas. Fosil jenis ini terdiri atas atap tengkorak, tulang paha, serta beberapa
fragmen tulang paha yang ditemukan di Trinil tahun 1891. Fosil ini merupakan
kepunyaan laki-laki dengan isi otak kira-kira 900 cc. Dari penelitian terhadap
tengkoraknya, Dubois member! nama Pithecanthropus atau manusia kera dan dari
tulang pahanya ia member! nama erectus atau berjalan tegak. Tidak kurang dari 23
jenis fosil berhasil ditemukan di berbagai daerah di kawasan Sangiran. Maka, tidak
aneh bila fakta dan cerita tentang kehidupan Pithecanthropus lebih banyak kita peroleh
dibandingkan dengan manusia purba dari jenis yang lain. Misalnya, makhluk ini hidup
sekitar sejuta hingga setengah juta tahun yang lalu, mempunyai tinggi badan 160-180
cm dengan berat badan 80 sampai 100kg.
Yang membedakan Pithecanthropus erectus dengan Pithecanthropus Mojokertensis
adalah besar isi tengkorak, tebal atap tengkorak, bentuk tonjolan belakang kepala dan
tonjolan kening, serta daerah telinga. Dari fosi1 Pithecanthropus orectus yang berhasil
ditemukan, kebanyakan berjenis kelamin laki-laki. Diduga jenis perempuannya banyak
yang meninggal saat kehamilan dan persalinan.
3). Pithecanthropus Soloensis (Manusia Kera dari Solo)
Nama Pithecanthropus soloensis diberikan oleh ilmuwan kita Prof. Dr. Teuku Jacob
setelah meneliti 14 jenis fosi1 dari Desa Ngandong di Lembah Bengawan Solo sebelah
utara Trinil. Jenis ini merupakan generasi ketiga manusia purba di Indonesia. Dari
penemuan fosil yang ada di Sangiran dan Sambungmacan, makhluk ini mempnnyai ciri
khas: volume otak 1.000 sampai 1.300 cc, tengkoraknya lonjong, tebal dan masif,
tonjolan keningnya cukup nyata, dahinya lebih terisi, serta tengkoraknya lebih tinggi
dibanding kedua manusia terdahulu. Tanda-tanda yang lain adalah akar hidungnya
lebar dan rongga matanya sangat panjang, tinggi badannya 165 sampai 180 cm, serta
tulang keringnya tegap. Dari identifikasi ini bisa disimpulkan bahwa meskipun letak
kepalanya di atas tulang belakang, namun belum seperti letak kepala manusia saat ini.
Pithecanthropus soloensis yang hidup kira-kira 900.000 hingga 300.000 tahun yang lalu
itu, secara evolutif lebih dekat dengan Pithecanthropus Mojokertensis dibandingkan
dengan Pithecanthropus Erectus.
Para ilmuwan menduga bahwa kedua makhluk itu memang mem-punyai kaitan dalam
hal evolusi. Yang membedakannya dengan kedua manusia purba terdahulu adalah
besarnya tengkorak, tonjolan kening, dan tonjolan belakang kepala, daerah telinga dan
daerah hidung. Hanya saja, volume otaknya semakin bertambah, demikian pula otak
kecilnya. Kamu tentu mengetahui apa dampak yang muncul di balik berkembangnya
volume otak ini. Dengan otak yang semakin berkembang itu, Pithecanthropus Soloensis
mulai menemukan dan mempunyai cara hidup yang baru. Perubahan inilah yang
menyebabkan berkembangnya kebudayaan manusia-manusia purba di Indonesia. Oleh
karena itu, ada beberapa ahli yang mengelompokkan Pithecanthropus Soloensis ini ke
dalam kelompok Homo Neandertalensis. Bahkan, ada pula yang memasukkan-nya ke
dalam kelompok Homo Sapiens. Namun, sejauh ini para ilmuwan belum mencapai
kesepakatan.
4) Homo ( Manusia)
Jenis Homo ini mulai mendekati dengan bentuk manusia. Hidup pada zaman pleistosen
muda. Sementara itu, dari serangkaian fosi1 yang ditemukan diduga mereka hidup
200.000 tahun yang lalu. Selain banyak jumlahnya dan ditemukan di berbagai tempat,
fosilnya tidak hanya berupa tengkorak melainkan juga berupa kerangka yang lengkap.
Ada beberapa jenis manusia purba dari kelompok Homo ini, antara lain sebagai berikut.
a). Homo Neandertalensis (Manusia dan Lembah Neander)
Fosil makhluk ini ditemukan tahun 1856 di Lembah Sungai Neander dekat Kota
Dusseldorf, Jerman. Fosil sejenis juga ditemukan di Francis, Belgia, Jerman, Italia,
Yugoslavia, serta berbagai negara di Eropa. Di Palestina, fosil itu ditemukan di Gua
Tabun dekat Mount Carmel, sehingga disebut HomoPalestinensis. Semula, makhluk ini
hanya dianggap sebagai evolusi manusia yang kandas. Namun, setelah penemuan
Homo neandertalensis, para ilmuwan sepakat bahwa makhluk ini merupakan nenek
moyang salah satu ras manusia.
Yang cukup mengagumkan dari penemuan fosil-fosil ini adalah ditemukan-nya beragam
peralatan batu dan sisa-sisa kebudayaan lama di dekat lokasi fosil. Hal itu
menunjukkan, bahwa tingkat kehidupan mereka sudah akrab dengan kebudayaan.
Bahkan, di Eropa sering ditemukan bekas-bekas api di sekitar penemuan fosil, yang
diduga sebagai solusi atas dinginnya iklim di daerah Glasial. Dari penelitian terhadap
peralatan yang berhasil ditemukan menunjukkan bahwa mereka sudah berburu.
Peralatan batu selain digunakan untuk senjata juga digunakan untuk memotong.
b). Homo Sapiens (Manusia Sekarang)
Generasi pertama dari manusia sekarang mula-mula hidup pada lapisan pleistosen
muda atau zaman glasial terakhir (sekitar 80.000 tahun yang lampau). Mulai saat itu,
tidak ditemukan lagi makhluk-makhluk dari dua jenis terdahulu. Karena sejak zaman
holosen, fosil manusia yang berhasil ditemukan menunjukkan perbedaan empat ras
pokok yang saat itu ada di muka bumi. Keempatnya sebagai berikut.
(1) Ras Australoid yang kini sisa-sisanya bisa kamu temukan di pedalaman Benua
Australia. Fosil manusia dari jenis ini ditemukan oleh Rietschoten tahun 1889 di Desa
Wajak Kab. Tulungagung Jawa Timur, di Lembah Sungai Brantas dalam lapisan
pleistosen muda. Fosil ini berupa tengkorak, fragmen rahang bawah, dan beberapa
buah ruas leher. Pada tahun berikutnya ditemukan pula fragmen tulang tengkorak,
rahang atas dan bawah serta tulang paha dan tulang kering. Dari hasil penelitian
terhadap fosil itu diperoleh beberapa kesimpulan. Tengkorak manusia ini tergolong
besar dengan volume otak 1.630 cc, mukanya datar dan lebar. Akar hidungnya lebar,
dahinya agak miring, di atas rongga mata ada busur kening yang nyata. Tinggi manusia
itu kira-kira 173 cm diteliti dari tulang pahanya. Manusia yang kerrtudian disebut Homo
Wajakensis itu diperkirakan hidup 40.000 tahun yang lampau, tersebar di Paparan
Sunda dan sebagian Indonesia Timur.
Prof. Dr. Teuku Jacob mengajukan sebuah teori, bahwa di daerah Papua (Irian Jaya),
telah berkembang suatu ras khusus dari ras Wajak dan menjadi nenek moyang
penduduk asli Australia sekarang. Salah satu kemungkinan mengapa terjadi arus
migrasi dari Irian ke Australia adalah, masih utuhnya daratan di kedua bagian bumi itu.
Laut saat itu belum terbentuk, sehingga mobilitas manusia bisa merambah ke wilayah
yang luas. Nah, dari sinilah kita bisa merunut mengapa ras Wajak mampu menyebar
hirigga ke Irian. Bahkan, menurut Teuku Jacob, dari ras Wajak ini pulalah berkembang
menjadi penduduk Irian dan Melanesia.
(2) Ras Mongoloid adalah ras yang paling besar jumlahnya dan luas wilayah
penyebarannya, bahkan hingga saat ini. Fosil manusia dari jenis ini ditemukan di Gua
Chou-Kou-Tien (sebelah barat Beijing) Tiongkok antara tahun 1927 dan 1937. Fosil
yang berhasil ditemukan itu membuktikan bahwa manusia ini memiliki kemiripan
dengan Pithecanthropus yang ada di Indonesia. Fosil ini kemudian diberi nama
Pithecanthropus pekinensis. Dari hasil penelitian terhadap fosilnya, diperoleh data
bahwa ternyata tengkoraknya lebih besar bila dibandingkan dengan Pithecanthropus
Erectus, dengan volume otak kira-kira 900 hingga 1.000 cc. Berarti volume otaknya
telah mendekati volume otak manusia sekarang. Apalagi di sekitar penemuan fosilnya
ditemukan serangkaian peralatan yang menunjukkannya telah memiliki kebudayaan.
Bermula dari manusia inilah, kemudian berkembang menjadi beragam ras Mongoloid di
Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Utara, Asia Timur Laut, bahkan hingga
Benua Amerika Utara dan Selatan. Mereka diperkirakan hidup antara 40.000 hingga
30.000 tahun yang lampau. Kamu kini tentu bisa merunut, bangsa-bangsa mana
sajakah yang nenek moyangnya berasal dari Pithecanthropus Pekinensis ini.
(3) Ras Kaukasoid yang menjadi cikal bakal bangsa-bangsa di Eropa, Afrika bagian
utara Gurun Sahara, Asia Barat Daya, Australia serta Benua Amerika Utara dan
Selatan. Fosil manusia yang berhasil ditemukan di Desa Les Eyzies, Dordogne di
Prancis, diperkirakan berasal dari 60.000 tahun yang lampau. Fosil manusia yang
menjadi nenek moyang penduduk Eropa sekarang itu kemudian disebut Homo Sapiens
Cromagnonensis. Fosil yang ditemukan itu mempunyai bentuk yang indah, tinggi, dan
besar, mukanya selaras dengan bentuk dahinya. Sisa-sisa manusia ini bisa dijumpai
pada bangsa Kabyl di Afrika Utara.
(4) Homo Sapiens yang mula-mula menunjukkan ciri-ciri ras Negroid, ditemukan di
Asselar sebelah timur laut Timbuktu (di tengah-tengah Gurun Sahara). Fosil manusia ini
oleh para ahli palaeoantropologi diberi nama Homo Sapiens Asselar, diperkirakan
hidup 14.000 tahun yang lampau. Ras Negroid ini dianggap oleh para peneliti manusia
purba sebagai ras manusia yang paling muda
Dari keempat jenis nenek moyang ras itulah, manusia berevolusi dan berkembang biak
menjadi besar serta beragam sifatnya. Masing-masing ras mempunyai spesifikasi dan
membentuk satuan sosial sendiri-sendiri.
E.PERIODISASI KEHIDUPAN MASYARAKAT AWAL DI INDONESIA

Kehidupan masyarakat awal di Indonesia sebelum mengenal tulisan pengaruh

Hindu-Budha disebut dengan Zaman Prasejarah. Kehidupan masyarakat awal tersebut

dibagi dalam periodisasi sebagai berikut :

1. Zaman Batu, dibagi menjadi:

a. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)

b. Zaman Batu Madya (Mesolithikum)

c. Zaman Batu Muda (Neolitikum)

2. Zaman Logam, dibagi menjadi:

a. Zaman tembaga

b. Zaman Perunggu

c. Zaman Besi
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
. Kehidupan masyarakat Indonesia awal tersebut dibagi dalam periodisasi

sebagai berikut :

1. Zaman Batu, dibagi menjadi:

a. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)

b. Zaman Batu Madya (Mesolithikum)

c. Zaman Batu Muda (Neolitikum)

2. Zaman Logam, dibagi menjadi:

a. Zaman tembaga

b. Zaman Perunggu

c. Zaman Besi

Berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari lapisan kulit bumi) waktu sejak

mulai terjadinya bumi sampai sekarang, dapat dibagi menjadi beberapa zaman sebagai

berikut :

a. Archaeikum atau Azoikum.

b. Paleozoikum (zaman kehidupan tua).

c. Mesozoikum (zaman kehidupan pertengahan).

d. Neozoikum atau kainozoikum (zaman kehidupan baru) berlangsung kurang lebih

60 juta tahun yang lalu sampai sekarang.

e. Zaman neozoikum ini dibagi atas dua zaman yaitu :

f. Zaman Tersier (zaman ke tiga).

g. Zaman Kwarter ( zaman ke empat).


DAFTAR PUSTAKA

Http://www.wikipedia.com.sejarahmanusiaIndonesia.htlm

Samyudin B, Sejarah Umum Indonesia. CV Genang Pustaka. Surabaya.2009

Wijayanto S. Kehidupan Prasejarah dan Sejarah. CV Buana Pustaka.Jakarta.2000


MAKALAH
SEJARAH KEHIDUPAN AWAL
MASYARAKAT INDONESIA

DISUSUN OLEH :

SURYANI MAMONTO
KELAS X D
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………..……….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………..………….………. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………..…………… 1

BAB II PEMBAHASAN………...……..………………………………... 3

BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………. 14

DAFTAR PUSTAKA....……………………………….……………...………. 15
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu tersusunnya makalah ini. Penyusun sangat menyadari atas keterbatasan

kemampuan penyusun dalam menyusun makalah ini, sehingga kritik dan saran demi

perbaikan masa yang akan datang sangat diharapkan.

Penyusun

SURYANI MAMONTO

Anda mungkin juga menyukai