sementara yang berada di kawasan Indonesia Timur mempunyai kemiripan dengan binatang
yang ada di Benua Australia. Mungkinkah fenomena itu juga bisa digunakan untuk merunut asal
usul manusianya?
"Bahasa menunjukkan bangsa, tiada bahasa hilanglah bangsa," kata Muhammad Yamin. Nah,
ketika kita mempelajari bahasa Indonesia, kita mengenal adanya rumpun bahasa yang meliputi
kawasan Asia Tenggara yang . disebut rumpun bahasa Austria. Rumpun bahasa ini terbagi
menjadi dua kelompok yaitu bahasa Austro-Asia yaitu bahasa-bahasa di India (Mundha) dan
Mon Khmer di India Belakang, serta bahasa Austronesia yang meliputi bahasa Indonesia,
Melanesia, Micronesia, dan Polinesia.
a)
b)
c)
d)
e)
tentu bahasa Melayu berasal dari Asia. Pendapat Logan didukung oleh G.K. Nieman dan R.M.
Clark serta Slamet Muljana dan Asmah Haji Omar. Maka Slamet Muljana berkesimpulan bahwa
bahasa Austronesia (termasuk di dalamnya bahasa Melayu) berasal dari Asia. Sedangkan
Asmah Haji Omar menguraikan bahwa perpindahan orang Melayu dari daratan Asia ke
Indonesia tidak sekaligus. Ada yang melalui daratan yaitu tanah semenanjung melalui Lautan
Hindia, ada pula yang melalui Laut Cina Selatan (J.R. Logam).
Secara ringkas, perpindahan orang Melayu dari Asia Tengah dapat dijelaskan
dengan merunut latar belakang asal usul orang Negrito, Proto-Melayu, dan DeuteroMelayu. Sebelum kedatangan bangsa Melayu, Kepulauan Indonesia dihuni oleh
penduduk asli yang disebut sebagai orang Negrito. Mereka hidup kira-kira sejak tahun
8000 Sebelum Masehi, tinggal di dalam gua dengan mata pencaharian berburu
binatang. Alat yang mereka gunakan terbuat dari batu dan zaman ini disebut sebagai
zaman batu pertengahan. Profil orang ini ditemukan pada bangsa Austronesia yang
menjadi cikal bakal orang Negrito, Sakai, dan Semai yang hidup pada zaman paleolit
dan mesolit.
Gelombang pertama kedatangan orang-orang Asia Tengah diperkirakan pada tahun
2500 Sebelum Masehi. Mereka disebut sebagai Proto-Melayu. Peradabannya lebih
maju apabila dibandingkan dengan orang Negrito, karena mereka telah pandai
membuat alat bercocok tanam, barang pecah belah, dan perhiasan. Kelompok ini hidup
berpindah-pindah dan hidup pada zaman neolitik atau zaman batu baru. Gelombang
kedua terjadi pada tahun 1500 Sebelum Masehi terdiri atas orang Deutero-Melayu.
Peradabannya lebih maju lagi apabila dibandingkan dengan orang Proto-Melayu.
Mereka telah mengenal kebudayaan logam karena menggunakan alat perburuan dan
pertanian yang terbuat dari besi. Selain itu,, mereka telah menetap di suatu tempat,
mendirikan kampung, bermasyarakat, dan menganut animisme. Mereka hidup di zaman
logam di sekitar pantai Kepulauan Indonesia. Kedatangan Deutero-Melayu ini
mendesak Proto-Melayu, hingga mereka pindah ke pedalaman.
2. Bangsa Melayu Berasal dari Nusantara
Ada beberapa ilmuwan yang mendukung teori ini. Beberapa di antaranya bisa
diperhatikan pada deskripsi di bawah ini.
a)
badannya sama dan membedakannya dari bangsa Cina di sebelah timurnya atau bangsa India
di sebelah baratnya (Sutan Takdir Alisyabana).
c) Dengan teori leksikostatistik dan teori migrasi ia meneliti asal usul bangsa dan bahasa Melayu.
Kesimpulannya: tanah air dan nenek moyang bangsa Austronesia haruslah daerah Indonesia
dan Filipina yang dahulunya merupakan kesatuan geografis (Gorys Keraf).
d) Pada saat es mencair pada zaman kuarter (satu juta tahun hingga 500.000 yang lalu), air
menggenangi daratan-daratan yang rendah. Daratan tinggi membentuk pulau dan memisah
daratan-daratan rendah. Saat inilah Semenanjung Malaka berpisah dengan daratan lain dan
membentuk Kepulauan Indonesia. Dampaknya adalah tiga kelompok Homo sapiens yaitu orang
Negrito di sekitar Irian dan Melanesia, orang Kaukasus di Indonesia Timur, Sulawesi dan
Filipina, serta orang Mongoloid di utara dan barat lautAsia, berpisah satu dengan yang lain
(Pendapat lainnya).
Dari deskripsi di atas, kita bisa merekonstruksi kehadiran suatu bangsa dengan merunut
penggunaan bahasanya. Perkembangan suatu bahasa memang bisa meliputi suatu kawasan
yang sangat luas dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Dari studi kebahasaan ini, kita bisa
mengetahui dari mana sebuah bahasa berasal dan ke arah mana bahasa itu berkembang. Dari
sinilah kila bisa mengetahui bangsa yang menjadi pemakai bahasa tersebut.
b. Berdasar Temuan Arkeologis
Sungguh beruntung kita hidup di wilayah Indonesia. Berbagai tempat di negara kita
ternyata termasuk dalam wilayah "dunia lama" yang menjadi salah satu situs tempat
ditemukannya manusia-manusia purba. Dari berbagai penemuan fosil di beberapa tempat, kita
bisa sedikit menguak bagaimana kehidupan manusia pada masa-masa awal peradaban.
Setidaknya ada tiga fosil yang bisa dijadikan pembuka tabir kehidupan manusia di masa
lampau.
Pada tahnn 1898 seorang dokter Belanda, Engene Dubois menemukan sekelompok fosil
di Lembah Sungai Bengawan Solo (di Desa Kedung Brubus dan Trinil), yang terdiri atas
tengkorak atas, rahang bawah, dan sebuah tulang paha. Isi otak makhink itu lebih besar apabila
dibandingkan dengan jenis kera, namun jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan isi otak
mannsia. (Perbandingan isi otaknya adalah 800 cc:
1.500 cc). Gigi pada fosil itu menunjukkan sifat manusia, sedang tulang pahanya
menunjukkan ia bisa berdiri tegak. Fosil ini kemudian ia namai dengan Pithecanthropus
erectus atau manusia kera yang berjalan tegak. Dubois meyakininya sebagai nenek moyang
manusia zaman sekarang. Benarkah teori Dubois tersebut?
Fenomena kehidupan manusia Indonesia di masa lampau semakin terkuak, setelah
sekitar dua puluh fosil berhasil ditemukan di berbagai daerah antara tahun 1931-1934. Ahli
geologi dari Jerman yang bernama G.H.R. von Koenigswald menemukan empat betas
fosil Pithecanthropusyang terdiri atas dua betas tengkorak dan dua tibia (tulang kering) di Desa
Ngandong di sekitar Lembah Bengawan Solo. Semua fosil yang ditemukan pada lapisan
pleistosen tengah itu kemudian diteliti secara mendalam oleh ahli palaeoantropologi kita yaitu
Teuku Jacob. Dalam disertasi berjudul Some Problems Pertaining to the Racial History of the
Indonesian Region yang ia pertahankan di Universitas Utrecht tahun 1967, fosil yang semula
disebut Homo soloensis itu kemudian ia sebutPithecanthropus soloensis. Diduga umurnya
antara 800.000 hingga 200.000 tahun. Pada tahun 1938 ditemukan fosil di Desa Perning
(Mojokerto) dan Trinil (Surakarta) yang diperkirakan berumur 2.000.000 tahun dan diberi
nama Pithecanthropus Mojokertensis.
Von Koenigswald kembali menemukan fosil di Sangiran pada tahun 1941 yang terdiri atas
bagian rahang bawah (mirip rahang manusia) dengan ukuran yang sangat besar bahkan
melebihi ukuran gorila jantan. jantan. Dari situ kemudian diberi nama Meganthropus
palaeojavanicus atau* Manusia Besar dari Jawa zaman kuno (mega=besar,
anthropus=manusia). Penemuan berikutnya terjadi di Desa Sangiran (lima fosil) dan
Sambungmacan, Sragen serta berbagai tempat lainnya hingga semua fosil berjumlah 41 buah.
Lalu, teori apa yang kita dapat setelah menganalisis serangkaian penemuan fosil-fosil
tersebut? Teuku Jacob berpendapat bahwa makhluk pithecanthropus itu belum berbudaya.
Alasannya sebagai berikut. (1) Suatu fakta bahwa tidak pernah ditemukan adanya peralatan di
sekitar penemuan fosil, yang menunjukkan bahwa makhluk itu sudah berbudaya. (2) Volume
otakPithecanthropus masih terlampau kecil bila dibandingkan dengan makhluk manusia
sekarang. Volume otak bisa diperkirakan dari kapasitas rongga tengkoraknya. Dari hasil
penelitian diperoleh data bahwa volume otak Pithecanthropus erectus sekitar 800
cc, Pithecanthropus soloensis (1.000 cc), sedang manusia sekarang rata-rata 1.500 cc. Dengan
demikian, sulit dipercaya bahwa makhluk itu telah mempunyai akal. (3) Rongga mulut
tengkorak Pithecanthropus menunjukkan bahwa makhluk itu belum bisa menggunakan bahasa.
Dengan keterbatasan akal dan ketiadaan bahasa, sulit bagi makhluk ini untuk secara sadar
membuat pola-pola kehidupan yang teratur. Akal dan bahasa memang merupakan kunci
berkembangnya sebuah kebudayaan. Berkat adanya evolusi dan adaptasi terhadap lingkungan
alamnya, tentu makhluk ini juga berkembang pula keahlian serta kebudayaannya.
Namun, terlepas dari perdebatan dan kontroversi yang menyertai penemuan fosil-fosil itu,
adasatu hal yang disepakati oleh para ahli palaeoantropologi yaitu
bahwa Pithecanthropus (termasuk di dalamnya Meganthropus palaeojavanicus) dianggap
sebagai makhluk pendahuluan manusia di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara. Mereka
hidup 2.000.000 hingga 200.000 tahun yang lalu, terdiri atas kelompok-kelompok berburu kecil
beranggotakan 10 sampai 12 individu. Rata-rata setiap individu berumur 20 tahun,
sehingga Pithecanthropus yang berusia 10 tahun telah merupakan makhluk dewasa. Maka,
menjadi tidak mengherankan apabila di berbagai tempat di Indonesia ditemukan kelompokkelompok fosil dari makhluk purba. Hanya saja, meskipun mereka mungkin telah menggunakan
beberapa alat untuk membantu keterbatasan kemampuan organismenya, namun mereka belum
dianggap sepenuhnya sebagai makhluk manusia yang berbudaya.
Itulah deskripsi singkat tentang beberapa teori yang berkaitan dengan asal usul manusia di
Indonesia. Tentu masih banyak lagi teori-teori yang lain yang diungkapkan oleh sejumlah
ilmuwan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Antara lain kamu bisa mencarinya di situssitus yang ada di internet atau melalui beragam pustaka. Misalnya pada
situs http://www.harunyahya.com, di sini kamu bisa mengikuti perdebatan seputar penemuanpenemuan manusia dari beberapa ilmuwan. Dengan mengikuti perdebatan itu tentu kamu akan
bertambah kritis, luas wawasan dan tidak ketinggalan zaman dalam mengikuti perkembangan
mutakhir seputar teori-teori mengenai penemuan manusia.
Konon pada zaman es, wilayah kita terbagi menjadi dua bagian. Wilayah barat yang
disebutPaparan Sunda menjadi satu dengan Asia Tenggara kontinental. Paparan ini meliputi
Jawa, Kalimantan, serta Sumatra dan menjadi satu dengan daratan Asia Tenggara, sehingga
merupakan wilayah yang luas. Wilayah timur yang disebut Paparan Sahul menjadi satu dengan
Benua Australia. Wilayah yang terletak di antara Paparan Sunda dan Sahul itu meliputi
Kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Kawasan ini kelak, oleh Wallacea disebut
penyaring bagi fauna (bahkan manusia) di kedua daratan. Karenanya, tipe fauna di kedua
daratan cenderung berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan dukungan iklim serta suhu yang
baik, evolusi tumbuhan dan hewan (termasuk Primates) bisa berlangsung.
Pada masa itu, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil di berbagai daerah dengan
mobilitas yang cukup tinggi. Jalur Indonesia-kontinen Asia bisa mereka tempuh melalui rute
darat, begitu pula dengan Indonesia-Australia. Peralatan batu yang ditemukan di Sulawesi
Selatan dan Nusa Tenggara serta di Filipina, mungkin bisa digunakan untuk merunut
kehidupan Pithecanthropus yang tinggal di kawasan ini. Kemudahan komunikasi itu
memungkinkan mereka untuk mengadakan migrasi ke dalam dua arah yang berlawanan.
Perubahan mulai terjadi pada daratan dan kehidupan manusia, saat es mulai mencair. Karena
air laut menjadi lebih tinggi dan menutupi bagian-bagian rendah dari kedua paparan, maka
membentuk pulau-pulau baru yang saling terpisah. Dampaknya adalah kelompok-kelompok
manusia itu menjadi tercerai-berai dan hidup di dalam pulau-pulau yang saling berlainan.
Fenomena alam itu tidak hanya sekali terjadi, sehingga memungkinkan faktor-faktor evolusi
seperti seleksi alam, arus gen, dan efek perintis untuk bekerja. Hasilnya adalah populasi baru
yang mungkin sekali berbeda dengan induknya. Mungkin karena faktor hibridisasi yaitu
pembauran gen atau perjodohan antara dua golongan makhluk hidup. Mungkin pula
karena pigminasi yaitu proses pengerdilan individu sebagai akibat adanya seleksi alam dan
terbatasnya bahan makanan untuk populasi yang semakin bertambah. Proses inilah yang
antara lain mengakibatkan mengapa manusia purba yang ditmukan di kawasan Sangiran
berbeda dengan yang ditemukan di Flores pada tahun 2004.
Nah, dengan latar belakang sejarah seperti itulah muncul kehidupan manusia di bumi
Indonesia. Lalu, seperti apa jenis manusia purba yang ada di Indonesia dan sampai pada tahap
apakah kebudayaan mereka? Pembelajaran berikut ini akan memandumu dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan perkembangan manusia purba di Indonesia.
2. Jenis Manusia Purba di Indonesia
Seperti telah kamu ketahui, bahwa manusia purba itu mempunyai bentuk dan sifat yang
berbeda bila di-bandingkan dengan manusia zaman sekarang. Tengkorak manusia purba
cenderung lebih kecil namun memanjang, rahangnya tebal namun tidak berdagu serta tidak
mempunyai dahi. Perbandingan semacam ini bisa kita peroleh setelah kita menganalisis
serangkaian penemuan fosil, baik yang berupa tengkorak maupun tulang-tulang anggota badan
lainnya.
Begitu pula saat kita nanti mendeskripsikan hasil-hasil budayanya. Data-data tentang hasil
budayanya itu bisa kita peroleh setelah kita menganalisis fosil yang berwujud beragam bentuk
peralatan yang diduga pernah mereka gunakan. Lalu, untuk menentukan usia fosil itu kita harus
menganalisis lapisan bumi di ' mana fosil itu ditemukan, tentu dengan bantuan ilmu Geologi.
Dengan cara inilah, kita sekarang bisa mengklasifikasi jenis dan budaya manusia purba di
Indonesia.
Penemuan manusia purba di Indonesia terjadi pada akhir abad XIX. Bermula dari dugaan
Eugene Dubois bahwa manusia purba, monyet, dan kera itu biasanya hidup di daerah tropis,
karena iklimnya tidak banyak mengalami perubahan. Ada tiga dasar teori yang digunakan
Dubois sebagai acuan. Teori pertama, bahwa pencarian missink link dalam evolusi manusia
berasal dari daerah tropik. Alasannya, berkurangnya rambut pada tubuh manusia purba hanya
bisa terjadi pada daerah tropika yang hangat. Teori kedua, Dubois mencatat bahwa dalam dunia
binatang, umumnya mereka tinggal di daerah geografis yang sama dengan asal nenek
moyangnya. Dari segi biologi, hewan yang paling mirip dengan manusia adalah kera besar.
Oleh karena itu, Dubois menduga bahwa nenek moyang kera besar mempunyai hubungan
kekerabatan (kinship) dengan manusia. Teori ketiga, Dubois percaya bahwa Asia Tenggara
merupakan asal usul manusia. Alasannya, di sana ada orang utan dan siamang.
Penelitian pun dilakukan oleh sejumlah peneliti luar negeri di berbagai tempat. Secara
umum penelitian itu terbagi menjadi tiga tahap yaitu periode 1889-1909, periode 1931-1941,
serta periode 1952 sampai sekarang. Dunia ilmu pengetahuan (terutama Palaeoantropologi dan
ilmu Hayat) menjadi gempar saat tahun 1889 Dubois berhasil menemukan sejumlah fosil atap
tengkorak di Wajak, Tulungagung, Kediri, yang kemudian diikuti dengan penemuan-penemuan
lain di Kedungbrubus dan Trinil. Fosil itu disebut dengan Pithecanthropus erectus.
Namun sayangnya, sebagian besar fosil tersebut kini tersimpan di Leiden, Belanda. Fosil
lain berhasil ditemukan oleh ter Haar, Oppenoorth, dan von Koenigswald di Ngandong, Blora,
antara tahun 1931-1933, berupa tengkorak dan tulang kering yang disebut Pithecanthropus
soloensis.Pada tahun 1936-1941, von Koenigswald kembali berhasil menemukan fosil rahang
dan gigi yang bemkuran besar serta tengkorak manusia purba di Sangiran, yang kemudian
disebutMeganthropuspalaeojavanicus. Selanjutnya, penelitian pascakemerdeka-an banyak
melibatkan ahli-ahli Indonesia, terutama di kawasan Sangiran. Berikut ini adalah jenis manusia
purba di Indonesia.
a. Meganthropus atau Manusia Raksasa
Meganthropus berasal dari kata mega yang berarti besar dan anthropus yang berarti manusia.
Memang, apabila fosil makhluk itu kamu amati, pasti kamu akan terperangah: besar rahang
bawahnya melebihi rahang gorila laki-laki. Fosilnya yang terdiri atas rahang bawah, rahang
atas,''serta gigi-gigi lepas ditemukan oleh von Koenigswald di Pucangan tahun 1936-1941,
dalam lapisan bumi pleistosen tua. Fosil ini kemudian disebut Meganthropus
Paleojavanicus atau manusia besar dari Jawa zaman kuno.
Selanjutnya, rahang bawah yang lain ditemukan oleh Marks di Kabuh tahun 1952. Namun,
sejauh ini di kalangan ilmuwan nasih merasa kesulitan untuk menempatkan Meganthropus di
dalam evolusi manusia. Apakah tergolong Pithecanthropus,
Homo, atau Australopithecusl. Pakar palaeoan-tropologi kita, Prof. Dr. Teuku Jacob,
berpendapat bahwa Meganthropus me-rupakan bentuk khusus (yang lebih besar)
dari Pithecanthropus. Alasan teorinya adalah ia berevolusi dengan cara adaptif, akibat
pengaruh lingkung-an alam'pada masa tertentu. Mungkin, seandainya rahang bawah itu ditemukan bersama-sama dengan rahang atas dan tengkoraknya, misteri
kehidupan Meganthropus baru bisa terbuka.
bisa di-simpulkan bahwa makhluk ini hidup pada 2,5 sampai 1,25 juta tahun yang
lampau. Makhluk ini mempunyai spesifikasi: berbadan tegap, tonjolan keningnya tebal,
tulang pipinya kuat, dan mu-kanya menonjol ke depan. Makhluk ini hidup bersama-an
dengan Meganthropus, namun sulit menghubung-kan evolusi keduanya.
2) Pithecanthropus Erectus (Manusia Kera yang Berjalan Tegak)
Jenis ini merupakan generasi kedua manusia purba di Indonesia. Yang fenomenal dari jenis ini
adalah selain fosilnya ditemukan paling awal, juga memiliki wilayah penyebaran yang cukup
luas. Fosil jenis ini terdiri atas atap tengkorak, tulang paha, serta beberapa fragmen tulang paha
yang ditemukan di Trinil tahun 1891. Fosil ini merupakan kepunyaan laki-laki dengan isi otak
kira-kira 900 cc. Dari penelitian terhadap tengkoraknya, Dubois member!
nama Pithecanthropus atau manusia kera dan dari tulang pahanya ia member!
nama erectus atau berjalan tegak. Tidak kurang dari 23 jenis fosil berhasil ditemukan di
berbagai daerah di kawasan Sangiran. Maka, tidak aneh bila fakta dan cerita tentang
kehidupan Pithecanthropus lebih banyak kita peroleh dibandingkan dengan manusia purba dari
jenis yang lain. Misalnya, makhluk ini hidup sekitar sejuta hingga setengah juta tahun yang lalu,
mempunyai tinggi badan 160-180 cm dengan berat badan 80 sampai 100kg.
Yang membedakan Pithecanthropus erectus dengan Pithecanthropus Mojokertensis adalah
besar isi tengkorak, tebal atap tengkorak, bentuk tonjolan belakang kepala dan tonjolan kening,
serta daerah telinga. Dari fosi1 Pithecanthropus orectus yang berhasil ditemukan, kebanyakan
berjenis kelamin laki-laki. Diduga jenis perempuannya banyak yang meninggal saat kehamilan
dan persalinan.
3). Pithecanthropus Soloensis (Manusia Kera dari Solo)
Nama Pithecanthropus soloensis diberikan oleh ilmuwan kita Prof. Dr. Teuku Jacob setelah
meneliti 14 jenis fosi1 dari Desa Ngandong di Lembah Bengawan Solo sebelah utara Trinil.
Jenis ini merupakan generasi ketiga manusia purba di Indonesia. Dari penemuan fosil yang ada
di Sangiran dan Sambungmacan, makhluk ini mempnnyai ciri khas: volume otak 1.000 sampai
1.300 cc, tengkoraknya lonjong, tebal dan masif, tonjolan keningnya cukup nyata, dahinya lebih
terisi, serta tengkoraknya lebih tinggi dibanding kedua manusia terdahulu. Tanda-tanda yang
lain adalah akar hidungnya lebar dan rongga matanya sangat panjang, tinggi badannya 165
sampai 180 cm, serta tulang keringnya tegap. Dari identifikasi ini bisa disimpulkan bahwa
meskipun letak kepalanya di atas tulang belakang, namun belum seperti letak kepala manusia
saat ini.
Pithecanthropus soloensis yang hidup kira-kira 900.000 hingga 300.000 tahun yang lalu itu,
secara evolutif lebih dekat dengan Pithecanthropus Mojokertensis dibandingkan
denganPithecanthropus Erectus.
Para ilmuwan menduga bahwa kedua makhluk itu memang mem-punyai kaitan dalam hal
evolusi. Yang membedakannya dengan kedua manusia purba terdahulu adalah besarnya
tengkorak, tonjolan kening, dan tonjolan belakang kepala, daerah telinga dan daerah hidung.
Hanya saja, volume otaknya semakin bertambah, demikian pula otak kecilnya. Kamu tentu
mengetahui apa dampak yang muncul di balik berkembangnya volume otak ini. Dengan otak
yang semakin berkembang itu, Pithecanthropus Soloensis mulai menemukan dan mempunyai
cara hidup yang baru. Perubahan inilah yang menyebabkan berkembangnya kebudayaan
manusia-manusia purba di Indonesia. Oleh karena itu, ada beberapa ahli yang
mengelompokkanPithecanthropus Soloensis ini ke dalam kelompok Homo
Neandertalensis. Bahkan, ada pula yang memasukkan-nya ke dalam kelompok Homo
Sapiens. Namun, sejauh ini para ilmuwan belum mencapai kesepakatan.
4) Homo ( Manusia)
Jenis Homo ini mulai mendekati dengan bentuk manusia. Hidup pada zaman pleistosen
muda.Sementara itu, dari serangkaian fosi1 yang ditemukan diduga mereka hidup 200.000
tahun yang lalu. Selain banyak jumlahnya dan ditemukan di berbagai tempat, fosilnya tidak
hanya berupa tengkorak melainkan juga berupa kerangka yang lengkap. Ada beberapa jenis
manusia purba dari kelompok Homo ini, antara lain sebagai berikut.
a). Homo Neandertalensis (Manusia dan Lembah Neander)
Fosil makhluk ini ditemukan tahun 1856 di Lembah Sungai Neander dekat Kota Dusseldorf,
Jerman. Fosil sejenis juga ditemukan di Francis, Belgia, Jerman, Italia, Yugoslavia, serta
berbagai negara di Eropa. Di Palestina, fosil itu ditemukan di Gua Tabun dekat Mount Carmel,
sehingga disebut HomoPalestinensis. Semula, makhluk ini hanya dianggap sebagai evolusi
manusia yang kandas. Namun, setelah penemuan Homo neandertalensis, para ilmuwan
sepakat bahwa makhluk ini merupakan nenek moyang salah satu ras manusia.
Yang cukup mengagumkan dari penemuan fosil-fosil ini adalah ditemukan-nya beragam
peralatan batu dan sisa-sisa kebudayaan lama di dekat lokasi fosil. Hal itu menunjukkan, bahwa
tingkat kehidupan mereka sudah akrab dengan kebudayaan. Bahkan, di Eropa sering
ditemukan bekas-bekas api di sekitar penemuan fosil, yang diduga sebagai solusi atas
dinginnya iklim di daerah Glasial. Dari penelitian terhadap peralatan yang berhasil ditemukan
menunjukkan bahwa mereka sudah berburu. Peralatan batu selain digunakan untuk senjata
juga digunakan untuk memotong.
b). Homo Sapiens (Manusia Sekarang)
Generasi pertama dari manusia sekarang mula-mula hidup pada lapisan pleistosen muda atau
zaman glasial terakhir (sekitar 80.000 tahun yang lampau). Mulai saat itu, tidak ditemukan lagi
makhluk-makhluk dari dua jenis terdahulu. Karena sejak zaman holosen, fosil manusia yang
berhasil ditemukan menunjukkan perbedaan empat ras pokok yang saat itu ada di muka bumi.
Keempatnya sebagai berikut.
(1) Ras Australoid yang kini sisa-sisanya bisa kamu temukan di pedalaman Benua Australia. Fosil
manusia dari jenis ini ditemukan oleh Rietschoten tahun 1889 di Desa Wajak Kab.Tulungagung
Jawa Timur, di Lembah Sungai Brantas dalam lapisan pleistosen muda. Fosil ini berupa
tengkorak, fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Pada tahun berikutnya
ditemukan pula fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan bawah serta tulang paha dan tulang
kering. Dari hasil penelitian terhadap fosil itu diperoleh beberapa kesimpulan. Tengkorak
manusia ini tergolong besar dengan volume otak 1.630 cc, mukanya datar dan lebar. Akar
hidungnya lebar, dahinya agak miring, di atas rongga mata ada busur kening yang nyata. Tinggi
manusia itu kira-kira 173 cm diteliti dari tulang pahanya. Manusia yang kerrtudian disebut Homo
Wajakensis itu diperkirakan hidup 40.000 tahun yang lampau, tersebar di Paparan Sunda dan
sebagian Indonesia Timur.
Prof. Dr. Teuku Jacob mengajukan sebuah teori, bahwa di daerah Papua (Irian Jaya), telah
berkembang suatu ras khusus dari ras Wajak dan menjadi nenek moyang penduduk asli
Australia sekarang. Salah satu kemungkinan mengapa terjadi arus migrasi dari Irian ke
Australia adalah, masih utuhnya daratan di kedua bagian bumi itu. Laut saat itu belum
terbentuk, sehingga mobilitas manusia bisa merambah ke wilayah yang luas. Nah, dari sinilah
kita bisa merunut mengapa ras Wajak mampu menyebar hirigga ke Irian. Bahkan, menurut
Teuku Jacob, dari ras Wajak ini pulalah berkembang menjadi penduduk Irian dan Melanesia.
(2) Ras Mongoloid adalah ras yang paling besar jumlahnya dan luas wilayah penyebarannya,
bahkan hingga saat ini. Fosil manusia dari jenis ini ditemukan di Gua Chou-Kou-Tien (sebelah
barat Beijing) Tiongkok antara tahun 1927 dan 1937. Fosil yang berhasil ditemukan itu
membuktikan bahwa manusia ini memiliki kemiripan dengan Pithecanthropus yang ada di
Indonesia. Fosil ini kemudian diberi nama Pithecanthropus pekinensis. Dari hasil penelitian
terhadap fosilnya, diperoleh data bahwa ternyata tengkoraknya lebih besar bila dibandingkan
dengan Pithecanthropus Erectus, dengan volume otak kira-kira 900 hingga 1.000 cc. Berarti
volume otaknya telah mendekati volume otak manusia sekarang. Apalagi di sekitar penemuan
fosilnya ditemukan serangkaian peralatan yang menunjukkannya telah memiliki kebudayaan.
Bermula dari manusia inilah, kemudian berkembang menjadi beragam ras Mongoloid di Asia
Timur, Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Utara, Asia Timur Laut, bahkan hingga
Benua Amerika Utara dan Selatan. Mereka diperkirakan hidup antara 40.000 hingga 30.000
tahun yang lampau. Kamu kini tentu bisa merunut, bangsa-bangsa mana sajakah yang nenek
moyangnya berasal dari Pithecanthropus Pekinensis ini.
(3) Ras Kaukasoid yang menjadi cikal bakal bangsa-bangsa di Eropa, Afrika bagian utara Gurun
Sahara, Asia Barat Daya, Australia serta Benua Amerika Utara dan Selatan. Fosil manusia yang
berhasil ditemukan di Desa Les Eyzies, Dordogne di Prancis, diperkirakan berasal dari 60.000
tahun yang lampau. Fosil manusia yang menjadi nenek moyang penduduk Eropa sekarang itu
kemudian disebut Homo Sapiens Cromagnonensis. Fosil yang ditemukan itu mempunyai
bentuk yang indah, tinggi, dan besar, mukanya selaras dengan bentuk dahinya. Sisa-sisa
manusia ini bisa dijumpai pada bangsa Kabyl di Afrika Utara.
(4) Homo Sapiens yang mula-mula menunjukkan ciri-ciri ras Negroid, ditemukan di Asselar sebelah
timur laut Timbuktu (di tengah-tengah Gurun Sahara). Fosil manusia ini oleh para ahli
palaeoantropologi diberi nama Homo Sapiens Asselar, diperkirakan hidup 14.000 tahunyang
lampau. Ras Negroid ini dianggap oleh para peneliti manusia purba sebagai ras manusia yang
paling muda
Dari keempat jenis nenek moyang ras itulah, manusia berevolusi dan berkembang biak menjadi
besar serta beragam sifatnya. Masing-masing ras mempunyai spesifikasi dan membentuk
satuan sosial sendiri-sendiri.
Teori ini menyatakan bahwa asal-usul nenek moyang kita berasal dari Yunnan, China. Teori ini
didukung oleh Moh. Ali, yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol
yang terdesak oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat sehingga melakukan migrasi menuju ke
selatan.
Ada pula R.H Geldern dan J.H.C. Kern yang juga mendukung teori ini. Dasar pendapat mereka
berdua adalah :
Ditemukannya kapak tua di wilayah Nusantara yang memiliki kemiripan dengan kapak tua yang
ada di kawasan Asia Tengah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa telah tejadi migrasi
penduduk dari Asia Tengah ke Kepulauan Nusantara.
Bahasa melayu yang berkembang di Nusantara memiliki kemiripan dengan bahasa champa
yang ada di Kamboja. Hal ini membuka kemungkinan bahwa penduduk champa yang ada di
Kamboja berasal dari dataran Yunnan dengan menyusuri sungai Mekong. Arus perpindahan ini
selanjutnya diteruskan ketika sebagian dari mereka melanjutkan perpindahan dan sampai ke
wilayah Nusantara.
Menurut teori ini, migrasi penduduk dari Yunnan menuju Kepulauan Nusantara ini melalui tiga
gelombang, yaitu ; perpindahan orang negrito, proto melayu dan juga deutro nelayu.
Orang Negrito Orang negrito diperkirakan sudah memasuki Kepulauan Nusantara sejak 1000
SM. Mereka diyakini sebagai penduduk paling awal Kepulauan Nusantara. Hal ini dibuktikan
dengan penemuan arkeologi di gua Cha, Malaysia. Pada perkembangannya, orang Negrito
menurunkan orang Semang. Cirri-ciri fisik orang Negrito yaitu berkulit gelap, rambut keriting,
hidung lebar dan bibir tebal.Di Indonesia, ras ini sebagian besar mendiami daerah Papua.
Keturunan ras ini terdapat di Riau (pedalaman) yaitu suku Siak (Sakai), serta suku Papua
melanosoid mendiami Pulau Papua dan Pulau Melanesia.
Proto Melayu Migrasi orang proto Melayu ke Kepulauan Nusantara diperkirakan memasuki
wilayah Nusantara pada 2500 SM. Sebutan Proto Melayu adalah untuk menyebutkan orangorang yang melakukan migrasi pada gelombang pertama ke Nusantara. Yang termasuk orangorang Proto Melayu adalah suku Toraja, Dayak, Sasak, Nias, Rejang, dan Batak. Orang proto
Melayu memiliki keahlian lebih baik dalam hal bercocok tanam bila dibandingkan dengan orang
Negrito.
Deutro Melayu Deutro Melayu adalah sebutan untuk orang-orang yang melakukan gelombang
migrasi pada gelombang kedua ke Nusantara. Kedatangan Deutro Melayu ke Nusantara
diperkirakan pada 1500 SM. Suku bangsa yang termasuk Deutro Melayu di Indonesia, antara
lain Minangkabau, Aceh, Sunda, Jawa, Melayu, Betawi, dan Manado.
2. Teori Nusantara
Teori Nusantara menyatakan bahwa asal usul bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri,
bukan dari luar. Teori ini didukung antara lain oleh Muhammad Yamin, Gorys Keraf, dan
J.Crawford. Teori ini dilandasi oleh beberapa argument, antara lain :
Bangsa Melayu merupakan bangsa yang berperadaban tinggi. Peradaban ini tidak mungkin
dapat dicapai apabila tidak melalui proses perkembangan dari kebudayaan sebelumnya.
Bahasa Melayu memang memiliki kesamaan dengan bahasa Champa (Kamboja), namun
persamaan ini hanyalah suatu kebetulan saja.
Adanya kemungkinan bahwa orang Melayu adalah keturunan dari Homon soloensis danHomo
wjakensis.
Adanya perbedaan bahasa antara bahasa Austronesia yang berkembang di Nusantara dengan
bahsa Indo-eropa yang berkembang di Asia Tengah.
Manusia Afrika melakukan migrasi ke luar Afrika diperkirakan berlangsung sekitar 50.00070.000 tahun silam. Tujuannya adalah menuju Asia Barat. Jalur yang mereka tempuh ada dua,
yaitu mengarah ke Lembah Sungai Nil, melintasi Semenanjung Sinai lalu ke utara melewati
Arab Levant dan yang kedua melewati Laut Merah. Pada 70.000 tahun yang lalu bumi
memasukizaman glasial terakhir dan permukaan air laut menjadi lebih dangkal karena air masih
berbentuk gletser. Dengan keadaan seperti ini mereka sangat memungkinkan menyeberangi
lautan hanya dengan menggunakan perahu primitif.
Setelah memasuki Asia, beberapa kelompok tinggal sementara di Timur Tengah, sedangkan
kelompok lainnya melanjutkan perjalanan dengan menyusuri pantai Semenanjung Arab menuju
keIndia, Asia Timur, Indonesia, dan bahkan sampai ke Barat Daya Australia, yaitu dengan
ditemukannya fosil laki-laki di Lake Mungo. Jejak paling kuat untuk membuktikan bahwa
manusia Afrika telah bermigrasi hingga ke Australia adalah jejak genetika.