Anda di halaman 1dari 30

ASAL-USUL DAN PERSEBARAN MANUSIA DI

KEPULAUAN INDONESIA
A. PENDAPAT PARA AHLI MENGENAI ASAL USUL MANUSIA DI KEPULAUAN
INDONESIA

1. Prof. Dr. H. Kern dengan Teori Imigrasi menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari
Asia (Campa, Kochin China dan Kamboja) . Hal ini didukung oleh adanya perbandingan
bahasa yang digunakan di kepulauan Indonesia yang akar bahasanya adalah bahasa
Austronesia.

2. Van Heine Geldern berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia. Pendapat ini
didkukung oleh adanya artefak-artefak yang ditemukan di Indonesia memiliki banyak
persamaan dengan yang ada di daratan Asia.

3. Moh. Yamin, mengatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Indonesia. Dia melihat
bahwa banyak penemuan artefak maupun fosil tertua di Indonesia dalam jumlah yang besar.

4. Drs. Moh Ali, mengatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Cina Selatan.

5. NJ. Krom, berpendapat bahwa asal-usul bangsa Indoensia berasal dari daerah Cina Tengah.

6. Dr. Brandes, mengatakan bahwa bangsa yang bermukim di kepulauan Indonesia memiliki
banyak persamaan dengan bangsa-bangsa di daerah yang terbentang dari sebelah Utara
Formosa, sebelah Barat Madagaskar, sebelah Selatan Pulau Jawa-Bali, sebelah Timur sampai
tepi Barat Amerika melalui perbandingan bahasa.

7. Pendapat beberapa ahli, mengatakan bahwa masyarakat yang menempati wilayah-wilayah


Kehidupan Awal di Indonesia Menurut Para ahli
Berdasarkan Penelitian Geologi
Wilayah Indonesia terbentuk pada zaman Pleistosen. Sebelum zaman es atau Wilayah Indonesia
bagian barat menjadi satu dengan daratan Asia, Wilayah Indonesia bagian timur menjadi satu
dengan daratan Australia.Hal ini mempengaruhi kehidupan plora dan pauna yang ada di Indonesia.
Pada masa interglansial (es mencair) karena naiknya suhu udara, permukaan air laut naik. Hal ini
menyebabkan wilayah Indonesia dipisahkan oleh lautan dengan wilayah daratan asia dan Australia.
Berkas daerah Asia menjadi dasar lautan dengan Paparan sunda, sedangkan berkas daratan yang
menghubungkan Indonesia timur dengan Australia Disebut Paparan Sahul.
Teori Kehidupan awal di Indonesia
Keberadaan masyarakat awal Indonesia duiketahui dan di dukung oleh beberapa teori dan pendapat
dari para ahli. Teori-teori tentang awal kehidupan di Indonesia dikasifikasikan menjadi dua macam
yaitu :
Teori yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan imigrasi atau perpindahan penduduk
dari daratan asia. Teori ini didasarkan pada perbandingan bahasa, karena bahasa yang dipakai di
kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanesia,Micronesia, yang berawal dari satu bahasa yang bernama
bahasa Austronesia maupun perbandingan hasil kebudayaan yang ditemukan. Pendapat ini
dikemukakan antara lain oleh H. Kern, Brandens, dan Von Hiene Gldern.
Teori yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia dari daerah Indonesia sendiri. Hal ini di
buktikan dengan penemuan fosil dan artefak-artefak tertua dengan jumlah terbanyak yang
ditemukan di daerah Indonesia. Pendapat ini di kemukakan oleh Prof. Moh. Yamin.
Beberapa paktor yang megemukakan pendapat tentang asal usul bangsa Indonesia , di antaranya:
a. Max Muller, Menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Daerah asia Tenggara.
b. Prof. Dr. H. Kern, Menyatakan bahwa bansa Indonesia berasal dari daerah Cempaka, Kochin, Cina,
dan kamboja.
c. William Smith, asal usul bangsa Indonesia diketahui melalui pengunaan bahasa oleh bangsa
Indonesia, Bahasa yang ada di di bedakan atas: Bangsa yang berbahasa Togon, Bangsa yang
berbahasa Jerman, dan Bangsa yang berbahasa Australia, (Austro-asiua dan Austronesia (yang
mendiami wilayah Indonesia , Melanesia, dan polinesia).
d. Hogen, Menyatakan bahwa yang mendiami daerah pesisir melayuberasal dari daerah Sumatra.
e. Drs. Moh. Ali, Menyatakan bahwa bangsa Indonesia barasal dari yunan
f. Prof. dr. Kroom, menyatakan bahwa bangsa Inedonesia berasal dari daerah Cina Tengah.
g. Mayundar, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari yang berhasa Austreonesia. Berasal
dari india yang menyebar ke Indonesia, Cina, terus ke daerah Indonesia dan Pasifik.
h. Prof. Moh. Yamin, Mengemukakan sesuatu peryatan tentang “Blood undbreden unchro”, Yang
berarti daerah dan tanah Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Dengan kata lain , Moh. Yamin
menentang semua pendapat dari para ahli.
Meskipun demikian, Beberapa ahli berpendapat bahwa masyarakat awal yang menepati wilayah
Indonesia termasuk bangsa melayu (Nenek moyang bangsa Indonesia) yang dapat dibedakan
menjadi dua, Yaitu :
Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua)
Bangsa proto Melayu (Melayu Tua) diperkirakan datang ke Indonesia kurang lebih tahun 1.500 SM
melalui dua jalur, yakni jalur barat melalui semenanjung melayu ke Sumatra dan tersebar ke
Indonesia dan jalur Timur melalui korea, Jepang, Filipina, Sulawesi dan tersebar ke Indonesia.
Kebudayaan yang di bawa oleh bangsa proto melayu adalah kebudayaan Neolitikum, diantaranya
yng dominan, yaitu kapak lonjong dan kapak persegi
Bangse Deutro Melayu (Melayu Muda)
Bangsa Deutro Melayu (melayu Muda) di perkirakan datang ke Indonesia Dari daratan Asia kurang
lebih tahun 500 SM. Kebudayan yang dibawa adalah kebudayan yang terbuat dari logam, khususnya
dari perungu, antara lain kapak corong, nekara, moko, dan candrasa. Dalam membuat alat
mengunakan tehnik cire perdue bivalve.
 Kehidupan Awal Manusia Indonesia

1. Teori Kehidupan Di Bumi

Zaman Arkaekum yaitu zaman tertua dan diperkirakan sekitar 1500 juta
tahun.

Zaman Palaeozoikum berusia sekitar 340 Juta tahun.

Zaman Mesozoikum berusia sekitar 140 juta tahun

Zaman neozoikum / kainozoikum berusia sekitar 60 juta tahun yang lalu.


Pada zaman ini dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

 Zaman Tersier
 Zaman Kuarter

 Pendapat Para Ahli Mengenai Kehidupan Awal

Teori-teori yang mendukungnya dikenal dengan teori imigrasi.


Menurut teori imigrasi terdapat beberapa petunjuk tentang keberadaan
masyarakat awal di kepulauan Indonesia.

1. Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa


bangsa Indonesia berasal dari Asia. Teorinya itu didukung oleh
perbandingan Bahasa, karena bahasa-bahasa yang dipakai di
kepulauan indonesia, polinesia, malanesia, micronesia, berawal
dari satu akar bahasa yang bernama bahaasa Austronesia.

2. Van Heine Gelden berpendapat bahwa abangsa indonesia


berasal dari daerah Asia. Pendapatnya ini didukung oleh
artefak-artefak (bentuk budaya) yang ditemukannya di indonesia
memiliki banyak persamaan dengan yang ditemukan di daratan
Asia.
3. Prof. Mohammad yamin berpendapat bahwa bangsa Indonesia
berasal dari daerah Indonesia sendiri. Hal ini dibuktikan dengan
penemuan fosil-fosill dan artefak-artefak tertua dengan jumlah
terbanyak yang ditemukan di daerah Indonesia.

Sedangkan berdasarkan beberapa pendapat dari tokoh-tokoh


tentang asal-usul bangsa indonesia adalah sebagai berikut :

1. Max Muller menyatakan bahwa asal dari bangsa indonesia adalah daerah
Asia Tenggara. Namun dari pendapat Max Muller ini tidak begitu jelas
alasannya. Barangkali max muller menarik kesimpulan dari pendapat-
pendapat para ahli lainnya.

2. Prof. Dr. H. Kern menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah
Campa, kochin Cina, Kamboja. Kern juga menyatakan bahwa nenek moyang
bangsa indonesia mempergunakan perahu-perahu bercadik menuju
kepulauan indonesia. Pendapat kern ini didukung dengan adanya persamaan
nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah-daerah tersebut dengan
daerah-daerah di indonesia. Hal ini disebabkan karena obyek penelitian dari
kern adalah tentang persamaan bahasa, pada nama-nama binatang dan alat-
alat perang. Di samping itu, pendapat kern ini sangat besar dipengaruhi oleh
pendapat Willem Smith.

3. Willem Smith menyatakan dalam penelitiannya tentang asal-usul bangsa


indonesia melalui penggunaan bahasa oleh bangsa indonesia. Willem Smith
membagi bangsa-bangsa di Asia atas dasar bahasa yang digunakannya,
yaitu bangsa yang berbahasa togon, bangsa yang berbahasa Jerman dan
bangsa yang berbahasa Austria. Kemudian bahasa Austria dbagi dua, yaitu
bangsa yang berbahasa Austro Asia dan bangsa yang berbahasa
Austronesia. Bangsa – bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami
wilayah indonesia, melanesia, dan polinesia.
4. Hogen menyatakan bahwa bangsa yang mendiami daerah pesisir melayu
berasal dari sumatera. Bangsa ini bercampur dengan bangsa mongol yang
kemudian disebut bangsa proto melayu dan detro melayu. Bangsa proto
melayu (melayu tua) menyebar di wilayah sekitar indonesia tahun 1300 SM-
1500 S. Sedangkan bangsa Deutro Melayu (melayu muda) menyebar di
wilayah indonesia sekitar tahun 1500 SM-500 SM.

5. Drs. Moh. Ali menyatakan bahwa bangsa indonesia berasal dari daerah
Yunan. Pendapat Moh Ali ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang
berpendapat bahwa bangsa indonesia berasal dari daerah mongol dan
terdesak oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat. Akibat terdesak, mereka
menyebar ke arah selatan hingga sampai ke wilayah indonesia. Namun
menurut Moh Ali (untuk memperkuat pendapatnya itu) menyatakan bahwa
nenek moyang bangsa indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia
dan kedatangannya di indonesia secara bergelombang, gelombang pertama
dari tahun 3000 SM – 1500 SM dan gelombang yang kedua dari tahun 1500
SM – 500 SM. Ciri-ciri gelombang pertama adalah berkebudayaan Neolitikum
dengan jenis perahu bercadik satu dan gelombang kedua menggunakan
perahu bercadik dua.

6. Prof. Dr. Kroom menyatakan bahwa asal-usul bangsa indonesi dari daerah
Cina Tengah, karena pada daerah cina tengah terdapat sumber sungai besar.
Mereka menyebar ke wilayah indonesia sekitar tahun 2000 SM sampai tahu
1500 SM

7. Mayundar menyatakan bahwa bangsa – bangsa yang berbahasa Austronesia


berasal dari India, kemudian menyebar ke Indo- cina terus ke daerah
indonesia dan pasifik pendapat Mayundar ini didukung oleh penelitiannya
berdasarkan bahasa Austria yang merupakan bahasa Muda di India timur.

8. Prof. Moh. Yamin menentang semua pendapat yang dikemukakan oleh para
ahli. Moh Yamin berpendapat bahwa asal bangsa indonesia dari daerah
indonesia sendiri. Bahkan bangsa-bangsa lain yang ada di wilayah Asia ada
yang berasal dari daerah indonesia. Pendapat Moh yamin didukung oleh
suatu pernyataannya tentang Blood und Breden Unchro yang berarti adalah
darah dan tanah bangsa indonesia berasal dari indonesia sendiri. Ia
menyatakan bahwa fosil dan artefak itu lebih banyak dan lebih lengkap
ditemukan di wilayah indonesia dibandingkan dengan daerah-daerah lainya di
Asia. Misalnya dengan penemuan manusia purba sejenih Homo Sapiens,
homo wajakensis dan sebagainya.

9. Dr. Brandes yang dikirim ke indonesia tahun 1834 menyatakan bahwa


bangsa yang ada bermukim di kepulauan indonesia memiliki banyak
persamaan dengan bangsa-bangsa pada daerah-daerah yang amembentang
dari sebelah utara pulau Formaosa, sebelah barat daerah madagaskar;
sebelah selatan yaitu tanah jawa, bali, sebelah timur sampai ke tepi pantai
barat amerika. Penyelidikan atau penelitian yang dilakukan oleh brandes
melalui perbandingan bahasa.

Perkembangan Kehidupan Manusia Purba di Indonesia

1. Apa Itu Manusia Purba ?

Manusia purba adalah jenis manusia yang hidup jauh sebelum


tulisan ditemukan. Manusia purba diyakini telah mendiami bumi sekitaraa
4 juta tahun lalu. Namunn demikian bahwa jenis manusia pertama telah
ada di muka bumi ini sekitar 2 juta tahun lalu.

Manusia purba mempunyai volume otak yang lebih kecil dari


manusia modern sekarang. Mereka biasanya hidup secara berkelompok
dan mengandalkan makanannya dari buah-buahan dan binatang kecil.
Mereka masih belum mengenal bercocok tanam.

Kehidupan manusia purba masih sangat sederhana. Untuk


menopang kehidupannya mereka menggunakan alat-alat yang masih
sangat sederhana . biasanya alat yang digunakan terbuat dari batu.
2. Para Peneliti Manusia Purba Di Indonesia

Engue Dubois adalah seorang dokter kebangsaan belanda pertama


kali datang ke indonesia. Kedatangannya di indonesia bertujuan untul
melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan kehidupan
manusia purba indonesia.

Jenis Manusia Purba Di Indonesia

Jenis manusia purba yang berhasil ditemukan di indonesia,


diantaranya :

Meganthropus paleojavanicus, meganthropus berarti manusia


bensar. Fosil ini ditemukan di sangiran oleh Von Koeningswald pada
tahun 1941

Pithcanthropus, pithecanthripus berarti manusia kera. Fosil ini


ditemukan di Trinil desa ngawi, perning daerah mojokerto, sangiran,
kedung brubus, sambung macan dan ngandong.
Beberapa ciri manusia purba yang ditemukan di indonesia

1. Meganthropus palaeojavanicus

o Memiliki tulang pupil yang tebal


o Memiliki otot kunyah yang kuat
o Memiliki tonjolan kening dan menyolok
o Memiliki tonjolan belajang yang tajam
o Tidak memiliki dagu
o Memiliki perawakan yang tegap
o Memakan jenih tumbuh-tumbuhan
o Mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.
2.Pithecanthropus

o Tinggi badan sekitar 165-180 cm


o Volume otak berkisar antara 750 cc- 1350 cc
o Bentuk tubuh dan anggota badan yang tegap
o Alat pengunyah dan otot tengkuk sangat kuat
o Bentuk graham yang besar dengan rahang yang sangat kuat
o Bentuk tonjolan kening yang tbal
o Bentuk hidung tebal
o Tidak memiliki dagu
o Bagian belakang kepala tampak menonjol

3.Homo sapiens

 volume otaknya antara 1000-1200 cc


 Tinggi badan antara 130-210 cm
 Otot tengkuk mengalami penyusunan
 Alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan
 Muka tidak menonjol ke depan
 Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna
4. Hasil-Hasil Budaya Manusia Purba Di Indonesia

Kebudayaan adalah sebuah hasil pemikiran manusia yang dilakukan


dengan sadar, yaitu sadar untuk apa segala sesuatu itu dilakukan atau
diperbuat. Kebudayaah yang dibuat oleh manusia bertujuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga sifat kebudayaan anusia dapat
dibedakan atas kebudayaan yang bersifat material atau kebendaan dan
kebudayaan yang bersifat rohani.

1. Kebudayaan material atau kebendaan

Manusia mulai mengenal kebudayaan material (benda) ketika


mereka kenal pada awalnya berupa alat-alat yang dapat membantu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.. Seperti peralatan berburu,
peralatan untuk mengumpulkan makanan atau meramu.

Di samping itu, manusia sudah pula mengenal dan


mengolahbiji-biji besi untuk membuat peralatan-peralatan yang
dibutuhkannya, tetapi sayangnya benda-benda dari besi berhasil
ditemukan oleh para ahli, karena besi dapat lapuk dan hancur.

Dengan demikian, kebudayaan material manusia mengalami


perkembangan dari awal manusia mengenal kebudayaan sampai
kepada tingkat-tingkat kehidupan selanjutnya.

2. Kebudayaan rohani

Kebudayaan rohani mulai muncul dalam kehidupan manusia


sejak manusia mengenal sistem kepercayaan dalam hidupnya.
Munculnya sistem kepercayaan dalam kehidupan manusia telah
berlangsung sejak kehidupan manusia pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan. Hal ini diketahui melalui penemuan
kuburan.
Melalui perkembangan pola pikir manusia, manusia mulai
menyadari keberadaan hidupnya yang berada di tengah – tengah
alam semesta. Manusia mulai menyadari dan merasakan adanyak
ekuatan yang maha dahsyat atau maha besar di luar dirinya sendiri.
Bahkan kekuatan itu senantiasa ada sepanjang masa. Kekuatan
itulah yang kemudian diketahui berasal dari kekuatan Tuhan Yang
Maha Esa. Tuhan yang menciptakan, menghidupkan, memelihara,
membinasakan seisi alam semesta ini.

Dari kepercayaan itu, selanjutnya berkembang kepercayaan


yang bersifat animisme, dinamisme dan mononisme. Animisme
merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap benda mempunyai roh
atau jiwa. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap
benda mempunyai kekuatan gaib dan mononisme merupakan suatu
kepercayaan terhadap tuhan yang Maha Esa.

3. Kehidupan Sosial, Ekonomi Dan Budaya Manusia Purba


1. Kehidupan Masyarakat Berburu Dan Mengumpulkan Makanan
1. Lingkungan Alam Kehidupan

Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan


ini sangat sederhana. Kehidupan mereka tak ubahnya sepertia
kelompok hewan, karena tergantung pada apa yang disediakan oleh
alam.

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia


tinggal di alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di
goa dan di lembah – lembah. Disamping itu, lingkungan alam
kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan belum stabil dan masih liar. Binatang buas menjadi
penghalang bagi manusia untuk melaksanakan kehidupannya.
2. Kehidupan Sosial

Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan


telah mengenal kehidupan kelompok. Jumlah anggota dalam tiap
kelompok sekitar 10-15 orang. Mereka hidup selalu berpindah –
pindah dari satu tempat ketempat lainnya. Perpindahan yang
mereka lakukan itu semata – mata hanya untuka memenuhi
kebutuhan hidupnya.

3. Kehidupan Budaya

Benda – benda hasil kebudayaan zaman tersebut adalah


sebagai berikut :

Kapak primbas tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan


cara menggenggam. Penelitian terhadap kapak ini di lakukan di
daerah punung kabupaten pacitan oleh von koenigswald (1935).
Sedangkan para ahli lainnya juga mengadakan penelitian pada
tempat – tempat lain di seluruh wilayah Indonesia, sehingga kapak
primbas tidak hanya ditemukan di pacitan melainkan juga pada
tempat – tempat seperti sukabumi, ciamis, gombong, bengkulu, lahat
(sumatra), bali, plores dan timor.

Kapak penetak memiliki bentuk yang hampir sama dengan


kapak primbas. Kapak penetak ini bentuknya lebi besar dari kapak
primbas dan cara pembuatannya masih kasar.

Kapak genggam memiliki bentuk hampir sama dengan kapak


primbas dan kapak penetek. Tetapi bentuknya jauh lebih kecil.

Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak


genggam. Para ahli menafsirkan bahwa pahat genggam mempunyai
fungsi untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk
mencari ubi – ubian yang dapat dimakan.
4. Sistem Ekonomi Masyarakat

Pada masa kehidupan berburu dan menumpulkan makanan,


manusia bekerja bersama – sama dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam suatu kelompok biasanya
beranggotakan 10-15 orang.

5. Kehidupan Kepercayaan Masyarakat

Penemuan kuburan dari masa berburu dan mengumpulkan


makanan menunjukan bahwa masyarakat pada masa itu sudah
memiliki anggapan tertentu dan memberikan pengormatan terakhir
kepada orang yang meninggal.
2. Kehidupan Masyarakat Beternak Dan Bercocok Tanam
1. Lingkungan Alam Kehidupan

Kemampuan berfikir manusia untuk mempertahankan


kehidupannya mulai berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya
kelompok – kelompok manusia dalam jumlah yang lebih banyak
serta menetap disuatu tempat. Munculnya bentuk kehidupan
semacam itu berawal dari upaya manusia untuk menyiapkan
persediaan bahan makanan yang cukup dalam satu masa tertentu
dan tidak perlu mengembara lagi untuk mencari makanan.

Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh


manusia adalah berhuma. Berhuma adalah tekhnik bercocok tanam
dengan cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah tanah
tidak subur mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lain.
Kemudian mereka mengulang pekerjaan membuka hutan, demikian
seterusnya.

2. Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat pada massa bercocok tanam


mengalami peningkatan yang cukup pesat. Masyarakatnya sudah
memiliki tempat tinggal yang tepat. Mereka memilih tempat tinggal
pada suatu tempat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar hubungan
antara manusia di dalam kelompok masyarakat semakin erat.

Eratnya hubungan antar manusia di dalam kelompok


masyarakatnya itu, merupakan suatu cermin bahwa manusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa anggota kelompok masyarakat yang
lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia adalah mahluk sosial.
Manusia selalu tergantung dengan manusia lainnya, sehingga
masing – masing manusia saling melengkapi, saling membantu dan
saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Kehidupan Ekonomi

Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan hidup


masyarakat semakin bertambah, namun tidak ada satu anggota
masyarakatpun yang dapat memenuh seluruh kebutuhan hidupnya
sendiri. Oleh karena itu mereka menjalin hubungan yang lebih erat
lagi dengan sesama anggota masyarakat, bahkan mereka juga
menjalin hubungan dengan masyarakat yang berada di luar daerah
tempat tinggalnya. Misalnya masyarakat yang berada di daerah
pegunungan membutuhkan hasil yang diperoleh dari pantai seperti
garam, ikan laut dan lain – lain, sedang masyarakat yang berada di
daerah pantai membutuhkan hasil – hasil pegunungan berupa
berbagai macam hasil bumi yaitu beras, buah – buahan, sayur –
sayuran dan lain – lain. Dengan kenyataan seperti ini, maka dalam
rangka memenuhi kebutuhan masing – masing perlu diadakan
pertukaran barang dengan barang (sistem barter). Pertukaran
barang dengan barang ini menjadi awal munculnya sistem
perdagangan atau sistem perekonomian dalam masyarakat.

4. Sistem Kepercayaan Masyarakat.

Perkembangan sistem kepercayaan masyarakat pada masa


kehidupan bercocok tanam dan menetap, merupakan kelanjutan
kepercayaan yang telah muncul pada masa kehidupan masyarakat
berburu dan mengumpulkan makanan.

Sementara itu, inti kepercayaan ini berkembang dari zaman ke


zaman, penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang
merupakan suatu kepercayaan yang berkembang di seluruh dunia.

Untuk menelusuria kepercayaan masyarakat Indonesia dari


masa kehidupan bercocok tanam, para ahli mengadakan penelitian
pada berbaai bangunan megalitikum atau kuburan manusia berasal
dari masa itu,. Dari hasil penelitian itu, para ahli sejarah berhasil
mendapat gambaran mengenai berbagai kebiasaan yang
berhubungan dengan kepercayaan masyarakat pada masa itu,
bahkan hingga sekarang ini, kita masih dapat melihat upacara –
upacara tradisi megalitikum dari beberapa suku bangsa di Indonesia.

5. Kehidupan Budaya

Perkembangan kebudayaan pada masa bercocok tanam


semakin bertambah pesat, karena manusia mulai dapat
mengembangkan dirinya untuk mendiptakan kebudayaan yang lebih
baik. Peninggalan – peninggalan kebudayaan manusia pada masa
kehidupan bercocok tanam semakin banyak dan beragam, baik yang
terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang.

Hasil – hasil kebudayaan masyarakat pada masa kehidupan


bercocok tanam adalah sebagai berikut :

Beliung persegi merupakan hasil kebudayaan manusia dari


masa kehidupan masyarakat bercocok tanam . benda kebudayaan
ini di duga benda upacara.

Kapak lonjong, kapak lonjong dengan garis penampangnya


memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong, kapak ini
ada yang berukuran besar dan kecil.

Mata panah, mata panah merupakan salah satu dari


perlengkapan berburu maupun menangkap ikan. Mata panah untuk
menangkap ikan berbeda dengan mata panah untuk berburu.

Grabah terbuat dari tanah liat yang dibakar. Alat – alat ini
digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda – benda
perhiasan.

6. Perhiasan
Pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam telah
dikenal berbagai bentuk perhiasan. Bahan dasar pembuatan
perhiasan diambil dari bahan – bahan ayang ada di sekitar
lingkungan alam tempat tinggalnya.

3. Perkembangan Teknologi masyarakat Awal Indonesia


1. Keadaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia

Dalam kehidupan menetap manusia sudah dapat


menghasilkan sendiri kebutuhan – kebutuhan hidupnya, walaupun
tidak seluruhnya. Namun demikian, dalam kehidupan menetap pola
pikir manusia terus berkembang dan semakin maju.

2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat

Kehidupan pada masa manusia telah mengenal logam dikenal


sebagai masa perundagian. Masa perundagian sangat penting
artinya dalam perkembangan sejarah Indonesia, karena pada masa
ini terjalin hubungan dengan daerah – daerah di sekitar kepulauan
Indonesia.

Masa perundagian juga menjadi dasar bertumbuh kembangnya


kerajaan – kerajaan di Indonesia seperti kerajaan kutai.

3. Kehidupan Budaya Masyarakat

Peninggalan – peninggalan budaya masyarakat Indonesia


yang berasal dari benda – benda logam merupakan kekayaan dan
keanekaragaman budaya yang telah tumbuh dan berkembang pada
masa itu.
4. Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia
1. Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang

Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat


indonesia berawal dari kehidupan masyarakat berburu dan
mengumpulkan makanan.

Orang mulai memiliki suatu pandangan bahwa hidup tidak


berhenti setelah orang itu meninggal. Orang yang meninggal
dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik.

Namun orang mulai berfikir bahwa orang yang meninggal berbeda


dengan orang yang masih hidup.

2. Kepercayaan Bersifat Animisme

Setelah berkembangnya kepercayaan masyarakat terhadap


roh nenek moyang, kemudian mundul kepercayaan yang bersipat
animisme. Animisme merupakan suatu kepercayaan masyarakat
terhadap suatu benda yang dianggap memiliki roh atau jiwa.

3. Kepercayaan Bersifat Dinamisme

Kepercayaan dinamisme mengalami perkembangan yangtidak


jauh berbeda dengan kepercayaan animisme. Dinamisme
merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap benda memiliki
kekuatan gaib.

Selain itu terdapat pula benda pusaka seperti keris atau


tombak yang dipandang memiliki kekuatan gaib untuk memohon
turunnya hujan, apabila keris itu di tacapkan dengan ujungnya
menghadap ke atas akan dapat menurunkan hujan.

4. Kepercayaan Bersifat Mononisme


Kepercayaan monoise adalah kepercayaan terhadap tuhan
yang maha esa. Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman –
pengaaman dari masyarakat.

4. Hubungan Budaya Bascon – Heabinh, Bong Son, Sa Huynh, India


Dengan Perkembangan Manusia Purba Di Indonesia
1. Perkembangan Budaya Bascon – Heabinh

Istilah bascon – hoabinh ini dipergunakan sejak tahun 1920-an, yaitu


untuk menunjukan suatu tempat pembuatan alat – alat batu yang khas
dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.

Ciri kahas alat bataua kebudayaan bascon – hoabinh adalah


penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran
lebih kurang satu kepalan, dan sering kali seluruh tepiannya menjadi
bagian yang tajam.

2. Perkembangan Budaya Bong Son

Pembuatan benda – benda perunggu di daerah vietnam utara


dimulai sekitar tahun 2500 SM dan dihubungkan dengan tahap – tahap
budaya dong dau dan go mun.

Penemuan benda – benda dari kebudayaan dong son sangat


penting karena benda – benda logam yang ditemukan di wilayah
Indonesia pada umumnya bercorak dong son, dan bukan mendapat
pengaruh budaya logam dari india maupun cina.

Dari penemuan benda – benda budaya dong son itu, diketahui cara
pembuatannya dengan menggunakan cetak lilin hlang yaitu dengan
membuat bentuk benda dari lilin.

3. Perkembangan Budaya Sa Huynh


Budaya sa huynh di Vietnam bagian selatan di dukung oleh suatu
kelompok penduduk yang berbahasa Austronesia (cham) yang
diperkirakan berasal dari daerah – daerah di kepulauan Indonesia.

Para pakar arkeologi Vietnam menyatakan bahwa hasil – hasil


penemuan benda – benda arkeologi di duga menjadi bukti cikal bakal
budaya ini.

Dari sudut pandang Indoensia, keberadaan orang – orang cham


dekat pusat – pusat penemuan benda – benda logam di Vietnam Utara
pada kahir masa persejarah mempunyai arti yang amat penting, karena
mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa
Austronesia dan mempuyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat
yang tinggal di kepulauan Indonesia.

4. Perkembangan Budaya India

Aperkembangan zaman logam awal di kepulauan Indonesia


bertumpang tindih dengan bukti – bukti adanya negeri – negeri dagang
kecil yang muncul paling awal dalam masa sejarah dan kerajaan –
kerajaan yang mendapatpengaruh budaya india dan yang muncul di
bagian barat daerah ini.

5. Perkembangan Budaya Logam di Indonesia

Pesatnya perkembangan tekhnologi perunggu di wilayah Indinesia di


ikuti dengan kemunculan pusat – pusat pembuatan benda – benda dari
logam.

1. Tahap Logam Awal di Sumatra

Pada dataran pasemah di daerah sumatra selatan banyak


ditemukan kubur batu dari tradisi megalitikum. Bangunan
megalitikum persemah sangat menakjubkan dan telah menarik
perhatian sejak tahun 1950-an.
2. Tahap Logam Awal Di Jawa

Di pulau jawa terdapat banyak situs – situs peninggalan dari


tahap logam awal, terutama dalam hubungannya dengan kubur peti
batu atau sarkofagus.

Situs – situs jawa lainnya yang menghasilkan benda – benda


budaya tahap logam awal terdapat di daerah lewiliyang dekat bogor
jawa barat dan di daerah pejaten sebelah selatan jakarta.

3. Tahap Logam Awal Di Bali

Perkembangan benda – benda logam awal di pulau bali terkait


dengan bekal kubur, karena benda – benda logam ditemukan dalam
jumlah yang cukup banyak pada sarkofagus.

4. Tahap Logam Awal Di Sumba

Tradisi penguburan di sumba, nusa tenggara barat pada masa


logam awal telah melibatkan berbagai benda – benda dari logam.
Bejana – bejana tembikar berukuran kecil di tempatkan di dalam
atau di sekitar tempayan beserta manik – manik gelang dan benda –
benda logam lainnya sebagai benda bekal kubur yang paling umum.

5. Tahap Logam Awal Dikepulauan Talaud Dan Maluku Utara

Penguuran di dalam tempayan berhasil ditemukan oleh para


ahli di goa laang kecil baedane (pulau selebabu dalam kawasan
kepulauan talaud).

Sementara itu, di daerah maluku utara berhasil ditemukan sisa


– sisa penguburan dalam tempayan yang berhasil di gali dari goa
uattamdi di pulau kayoa.

6. Tahap Logam Awal Di Sulawesi


Perkembangan logam pada tahap awal di daerah sulawesi
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada goa – goa di
daerah Sulawesi Selatan ditemukan kubur tempayan.

Sementara itu, di daerah sulawesi tengah juga ditemukan jenis


– jenis tempayan kubur. Pada tempayan – tempayan tersebut
banyak ditemukan benda – benda logam sebagai bekal kubur.
Sep 10, '08 1:47 AM
Asal asli Penduduk Nusantara
untuk semuanya

Sebuah artikel yang cukup menggugah nalar dan mengguncang tatanan sejarah bangsa ini.
Sayangnya saya tidak menemukan author dari artikel ini. Selamat meresapi dan merenung.

Kembali ke masa prasejarah, penduduk wilayah Nusantara hanya terdiri dari dua golongan
yakni Pithecantropus Erectus beserta manusia Indonesia purba lainnya dan keturunan bangsa
pendatang di luar Nusantara yang datang dalam beberapa gelombang.

Berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan di wilayah Indonesia, dapat dipastikan bahwa
sejak 2.000.000 (dua juta) tahun yang lalu wilayah ini telah dihuni. Penghuninya adalah
manusia-manusia purba dengan kebudayaan batu tua atau mesolithicum seperti
Meganthropus Palaeo Javanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis dan sebagainya.
Manusia-manusia purba ini sesungguhnya lebih mirip dengan manusia-manusia yang kini
dikenal sebagai penduduk asli Australia.

Dengan demikian, yang berhak mengklaim dirinya sebagai “penduduk asli Indonesia” adalah
kaum Negroid, atau Austroloid, yang berkulit hitam. Manusia Indonesia purba membawa
kebudayaan batu tua atau palaeolitikum yang masih hidup secara nomaden atau berpindah
dengan mata pencaharian berburu binatang dan meramu. Wilayah Nusantara kemudian
kedatangan bangsa Melanesoide yang berasal dari teluk Tonkin, tepatnya dari Bacson-
Hoabinh. Dari artefak-artefak yang ditemukan di tempat asalnya menunjukan bahwa induk
bangsa ini berkulit hitam berbadan kecil dan termasuk type Veddoid-Austrolaid.

Bangsa Melanesoide dengan kebudayaan mesolitikum yang sudah mulai hidup menetap
dalam kelompok, sudah mengenal api, meramu dan berburu binatang.Teknologi pertanian
juga sudah mereka genggam sekalipun mereka belum dapat menjaga agar satu bidang tanah
dapat ditanami berkali-kali. Cara bertani mereka masih dengan sistem perladangan. Dengan
demikian, mereka harus berpindah ketika lahan yang lama tidak bisa ditanami lagi atau
karena habisnya makanan ternak. Gaya hidup ini dinamakan semi nomaden. Dalam setiap
perpindahan manusia beserta kebudayaan yang datang ke Nusantara, selalu dilakukan oleh
bangsa yang tingkat peradabannya lebih tinggi dari bangsa yang datang sebelumnya.

Dari semua gelombang pendatang dapat dilihat bahwa mereka adalah bangsa-bangsa yang
mulai bahkan telah menetap. Jika kehidupannya mereka masih berpindah, maka perpindahan
bukanlah sesuatu hal yang aneh. Namun dalam kehidupan yang telah menetap, pilihan untuk
meninggalkan daerah asal bukan tanpa alasan yang kuat. Ketika kehidupan mulai menetap
maka yang pertama dan yang paling dibutuhkan adalah tanah sebagai media untuk tetap
hidup. Mereka sangat membutuhkan tanah yang luas karena teknologi pertaniannya masih
rendah. Mereka belum sanggup menjaga, apalagi meningkatkan, kesuburan tanah. Mereka
membutuhkan sistem pertanian yang ekstensif, dan perpindahan untuk penguasaan lahan-
lahan baru setiap jangka waktu tertentu. Sebelum didatangi bangsa-bangsa pengembara dari
luar, tanah di Nusantara belum menjadi kepemilikan siapapun.

Hal ini berbeda dengan Manusia Indonesia Purba yang tidak memerlukan tanah sebagai
modal untuk hidup karena mereka berpindah-pindah. Ketika sampai di satu tempat yang
dilakukannya adalah mengumpulkan makanan (food gathering). Biasanya tempat yang dituju
adalah lembah-lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk mendapatkan ikan atau
kerang (terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba di wilayah Nusantara di
lembah-lembah sungai) walaupun tidak tertutup kemungkinan ada pula yang memilih
mencari di pedalaman. Ketika bangsa Melanesoide datang, mereka mulai menetap walaupun
semi nomaden. Mereka akan pindah jika sudah tidak mendapatkan lagi makanan. Maka
pilihan atas tempat-tempat yang akan ditempatinya adalah tanah yang banyak menghasilkan.
Wilayah aliran sungai pula yang akan menjadi targetannya. Padahal, wilayah ini adalah juga
wilayah di mana para penduduk asli mengumpulkan makanannya.

Ini mengakibatkan benturan yang tidak terelakan antara kebudayaan palaeolithikum dengan
kebudayaan yang mesolithikum. Alat-alat sederhana seperti kapak genggam atau choppers,
alat-alat tulang dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang lebih halus atau
febble, kapak pendek dan sebagainya. Pertemuan ini dapat mengakibatkan beberapa hal
yaitu:
1. Penduduk asli ditumpas, atau
2. Mereka diharuskan masuk dan bersembunyi di pedalaman untuk menyelamatkan diri, atau
3. Mereka yang ditaklukkan dijadikan hamba, dan kaum perempuannya dijadikan harem-
harem untuk melayani para pemenang perang.

Sekitar tahun 2000 SM, bangsa Melanesoide yang akhirnya menetap di Nusantara kedatangan
pula bangsa yang kebudayaannya lebih tinggi yang berasal dari rumpun Melayu Austronesia
yakni bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu, suatu ras mongoloid yang berasal dari daerah
Yunan, dekat lembah sungai Yang Tze, Cina Selatan. Alasan-alasan yang me-nyebabkan
bangsa Melayu tua meninggalkan asalnya yaitu :
1. Adanya desakan suku-suku liar yang datangnya dari Asia Tengah;
2. Adanya peperangan antar suku;
3. Adanya bencana alam berupa banjir akibat sering meluapnya sungai She Kiang dan sungai-
sungai lainnya di daerah tersebut.

Suku-suku dari Asia tengah yakni Bangsa Aria yang mendesak Bangsa Melayu Tua sudah
pasti memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi lagi. Bangsa Melayu Tua yang terdesak
meninggalkan Yunan dan yang tetap tinggal bercampur dengan Bangsa Aria dan Mongol.
Dari artefak yang ditemukan yang berasal dari bangsa ini yaitu kapak lonjong dan kapak
persegi.Kapak lonjong dan kapak persegi ini adalah bagian dari kebudayaan Neolitikum. Ini
berarti orang-orang Melayu Tua, telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju
dan bukan mustahil mereka sudah beternak. Dengan demikian mereka telah dapat
menghasilkan makanan sendiri (food producing). Kemampuan ini membuat mereka dapat
menetap secara lebih permanen.

Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis kebudayaan
awal. Mereka juga mulai membangun satu sistem politik dan pengorganisasian untuk
mengatur pemukiman mereka. Pengorganisasian ini membuat mereka sanggup belajar
membuat peralatan rumah tangga dari tanah dan berbagai peralatan lain dengan lebih baik.
Mereka mengenal adanya sistim kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala alam yang
ada sehubungan dengan pertanian mereka. Sama seperti yang terjadi terdahulu, pertemuan
dua peradaban yang berbeda kepentingan ini, mau tidak mau, melahirkan peperangan-
peperangan untuk memperebutkan tanah. Dengan pengorganisiran yang lebih rapi dan
peralatan yang lebih bermutu, kaum pendatang dapat mengalahkan penduduk asli.
Kebudayaan yang mereka usung kemudian menggantikan kebudayaan penduduk asli. Sisa-
sisa pengusung kebudayaan Batu Tua kemudian menyingkir ke pedalaman. Beberapa suku
bangsa merupakan keturunan dari para pelarian ini, seperti suku Sakai, Kubu, dan Anak
Dalam.
Arus pendatang tidak hanya datang dalam sekali saja. Pihak-pihak yang kalah dalam
perebutan tanah di daerah asalnya akan mencari tanah-tanah di wilayah lain. Demikian juga
yang menimpa bangsa Melayu Tua yang sudah mengenal bercocok tanam, beternak dan
menetap. Kembali lagi, daerah subur dengan aliran sungai atau mata air menjadi incaran.

Wilayah yang sudah mulai ditempati oleh bangsa melanesoide harus diperjuangkan untuk
dipertahankan dari bangsa Melayu Tua.Tuntutan budaya yang sudah menetap mengharuskan
mereka mencari tanah baru. Dengan modal kebudayaan yang lebih tinggi, bangsa
Melanesoide harus menerima kenyataan bahwa telah ada bangsa penguasa baru yang
menempati wilayah mereka.

Namun kedatangan bangsa Melayu Tua ini juga memungkinkan terjadinya percampuran
darah antara bangsa ini dengan bangsa Melanesia yang telah terlebih dahulu datang di
Nusantara. Bangsa Melanesia yang tidak bercampur terdesak dan mengasingkan diri ke
pedalaman. Sisa keturunannya sekarang dapat didapati orang-orang Sakai di Siak, Suku Kubu
serta Anak Dalam di Jambi dan Sumatera Selatan, orang Semang di pedalaman Malaya,
orang Aeta di pedalaman Philipina, orang-orang Papua Melanesoide di Irian dan pulau-pulau
Melanesia.

Pada gelombang migrasi kedua dari Yunan di tahun 2000-300 SM, datanglah orang-orang
Melayu Tua yang telah bercampur dengan bangsa Aria di daratan Yunan. Mereka disebut
orang Melayu Muda atau Deutero Melayu dengan kebudayaan perunggunya. Kebudayaan ini
lebih tinggi lagi dari kebudayaan Batu Muda yang telah ada karena telah mengenal logam
sebagai alat perkakas hidup dan alat produksi. Kedatangan bangsa Melayu Muda
mengakibatkan bangsa Melayu Tua yang tadinya hidup di sekitar aliran sungai dan pantai
terdesak pula ke pedalaman karena kebudayaannya kalah maju dari bangsa Melayu Muda dan
kebudayaannya tidak banyak berubah. Sisa-sisa keturunan bangsa melayu tua banyak
ditemukan di daerah pedalaman seperti suku Dayak, Toraja, orang Nias, batak pedalaman,
Orang Kubu dan orang Sasak. Dengan menguasai tanah, Bangsa Melayu Muda dapat
berkembang dengan pesat kebudayaannya bahkan menjadi penyumbang terbesar untuk cikal-
bakal bangsa Indonesia sekarang.

Dari seluruh pendatang yang pindah dalam kurun waktu ribuan tahun tersebut tidak
seluruhnya menetap di Nusantara. Ada juga yang kembali bergerak ke arah Cina Selatan dan
kemudian kembali ke kampung halaman dengan membawa kebudayaan setempat atau
kembali ke Nusantara. Dalam kedatangan-kedatangan tersebut penduduk yang lebih tua
menyerap bahasa dan adat para imigran. Jarang terjadi pemusnahan dan pengusiran bahkan
tidak ada penggantian penduduk secara besar-besaran. Percampuran-percampuran inilah yang
menjadi cikal bakal Nusantara yang telah menjadi titik pertemuan dari ras kuning
(mongoloid) yang bermigrasi ke selatan dari Yunan, ras hitam yang dimiliki oleh bangsa
Melanesoide dan Ceylon dan ras putih anak benua India.

Sehingga tidak ada penduduk atau ras asli wilayah Nusantara kecuali para manusia purba
yang ditemukan fosil-fosilnya. Kalaupun memang ada penduduk asli Indonesia maka ia
terdesak terus oleh pendatang-pendatang boyongan sehingga secara historis-etnologis
terpaksa punah atau dipunahkan dalam arti sesungguhnya atau kehilangan ciri-ciri
kebudayaannya dan terlebur di dalam masyarakat baru. Semua adalah bangsa-bangsa
pendatang.
Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia- Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya
bahwa lingkungan alam bumi ini terus mengalami perubahan. Pada kala pleistosen, di bumi
terjadi empat kali masa glasial dan tiga kali masa interglasial. Pada zaman glasial, suhu bumi
makin dingin sehingga sebagian besar belahan bumi utara dan selatan tertutup oleh lapisan es
tebal. Permukaan air laut menurun dan laut yang dangkal ini berubah menjadi daratan.
Kondisi demikian memungkinkan bagi manusia ataupun hewan yang hidup pada masa itu
melakukan migrasi. Migrasi atau perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain
dilatarbelakangi oleh upaya untuk mempertahankan hidup. Selain didorong untuk mencari
daerah yang lebih nyaman dan hangat, perpindahan dilakukan juga untuk mencari daerah-
daerah yang masih sangat kaya akan sumber makanan. Kita ingat bahwa pada masa itu
manusia sangat tergantung pada alam. Dengan keterbatasan pemikiran dan kemampuan,
mereka menyandarkan hidup sepenuhnya pada alam. Apabila alam tempatnya hidup sudah
tidak lagi menyediakan sumber makanan, maka mereka berpindah ke tempat yang masih
kaya akan sumber makanan. Manusia pada masa ini masih bersifat food gathering yang
artinya kemampuannya hanya terbatas pada mengumpulkan bahan makanan yang tersedia di
alam dan belum pada taraf food producing, yaitu kemampuan untuk mengolah alam sehingga
menghasilkan sumber makanan atau dalam hal ini kemampuan bercocok tanam.

Para ahli geologi memperkirakan bahwa pada kala pleistosen khususnya ketika terjadinya
glasiasi, Kepulauan Nusantara ini bersatu dengan daratan Asia. Laut dangkal yang ada di
antara pulau-pulau di Nusantara bagian barat surut sehingga membentuk paparan yang
disebut dengan Paparan Sunda yang menyatukan Indonesia bagian barat dengan daratan Asia.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia bagian timur. Di daerah ini terbentuk paparan yang
kemudian dinamakan Paparan Sahul yang menyatukan Indonesia bagian timur dengan
daratan Australia. Adanya Paparan Sunda memungkinkan terjadinya perpindahan manusia
dan hewan dari daratan Asia ke Indonesia bagian barat, atau sebaliknya. Adapun Paparan
Sahul memungkinkan terjadinya perpindahan manusia dan hewan dari daratan Australia ke
Indonesia bagian timur, atau sebaliknya.

Hal di atas dibuktikan dengan hasil kajian yang dikembangkan oleh Wallace yang
menyelidiki tentang persebaran fauna (zoogeografi) di Kepulauan Indonesia. Fauna yang
terdapat di daerah Paparan Sunda, yaitu daerah-daerah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan,
mempunyai persamaan dengan fauna yang terdapat di Daratan Asia. Adapun fauna yang
terdapat di daerah Paparan Sahul, yaitu daerah Papua (Irian) dan sekitarnya mempunyai
persamaan dengan fauna yang terdapat di Australia. Wallace menyimpulkan bahwa Selat
Lombok merupakan garis yang membagi dua jenis daerah zoogeografi di Indonesia. Di
sebelah barat garis tersebut terdapat fauna Asia, sedangkan di timurnya terdapat fauna
Australia. “Garis pemisah” fauna ini kemudian oleh Huxley diberi nama “garis Wallace”.
Selanjutnya ia kemudian melengkapi dengan menarik garis itu lebih jauh ke arah utara, yaitu
dimulai dari Selat Lombok sampai Selat Makasar dan terus lagi ke utara melewati selat antara
Kepulauan Sangir dan Mindanao (Filipina).

Terhubungnya pulau-pulau akibat pengesan yang terjadi pada masa glasial memungkinkan
terjadinya migrasi manusia dan fauna dari daratan Asia ke kawasan Nusantara. Berdasarkan
hasil penelitian, migrasi ini didahului oleh perpindahan binatang yang kemudian diikuti oleh
manusia dan diperkirakan terjadi pada kala pleistosen. Sebagai bukti adanya proses migrasi
awal binatang dari daratan Asia ke wilayah Indonesia ialah ditemukannya situs paleontologi
tertua di daerah Bumiayu yang terletak di sebelah selatan Tegal (Jawa Tengah) dan Rancah di
sebelah timur Ciamis (Jawa Barat).
Fosil tersebut, yaitu Mastodon Bumiayuensis (spesies gajah) dan Rhinoceros Sondaicus
(spesies Badak). Bila dibandingkan dengan fosil binatang di daratan Asia, fosil-fosil tersebut
berumur lebih muda dari fosil-fosil yang terdapat dalam kelompok fauna Siwalik di India.
Proses migrasi yang terjadi pada masa pleistosen ini menyebabkan wilayah Nusantara mulai
dihuni oleh manusia. Timbul pertanyaan tentang asal-usul manusia yang bermigrasi ke
wilayah Nusantara ini. Menilik dari segi fisik manusia Indonesia sekarang ini, mayoritas
dapat dikelompokkan ke dalam ras Mongoloid dan Austroloid. Para ahli memperkirakan
bahwa pada sekitar abad ke-40 sebelum masehi, Pulau Jawa merupakan daerah pertemuan
dari beberapa ras dan daerah pertemuan kebudayaan. Ciri-ciri Mongoloid yang terdapat pada
manusia Indonesia, nampaknya disebabkan adanya arus migrasi yang berasal dari daratan
Asia. Kedatangan mereka pada akhirnya menyingkirkan manusia yang sudah hidup
sebelumnya di tanah Nusantara, yaitu dari ras yang disebut Austroloid. Bangsa pendatang
dari Asia ini mempunyai kebudayaan dan tingkat adaptasi yang lebih baik sebagai pemburu
dibandingkan dengan manusia pendahulunya. Keturunan dari ras Austroloid ini nampaknya
tidak ada yang dapat hidup di Jawa, tetapi mereka saat ini dapat ditemukan sebagai suku
Anak Dalam atau Kubu di Sumatera Tengah dan Indonesia bagian timur. Arus migrasi para
pendatang dari wilayah Asia ke Kepulauan Nusantara terjadi secara bertahap. Pada sekitar
3.000 – 5.000 tahun lalu, tiba arus pendatang yang disebut proto-Malays (Proto Melayu) ke
Pulau Jawa. Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai Sumatera
Barat, Tengger di Jawa Timur, Dayak di Kalimantan, dan Sasak di Lombok.

Setelah itu, tibalah arus pendatang yang disebut Austronesia atau Deutero- Malays (Detro
Melayu) yang diperkirakan berasal dari Taiwan dan Cina Selatan. Para ahli memperkirakan
kedatangan mereka melalui laut dan sampai di Pulau Jawa sekitar 1.000 – 3.000 tahun lalu.
Sekarang keturunannya banyak tinggal di Indonesia sebelah barat. Orang Detro Melayu ini
datang ke wilayah Nusantara dengan membawa keterampilan dan keahlian bercocok tanam
padi, pengairan, membuat barang tembikar/pecah-belah, dan kerajinan dari batu.

Seorang ahli bahasa, yaitu H. Kern, melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
keserumpunan bahasa-bahasa di Daratan Asia Tenggara dan Polinesia. Menurut pendapatnya, tanah
asal orang-orang yang mempergunakan bahasa Austronesia, termasuk bahasa Melayu, harus dicari
di daerah Campa, Vietnam, Kamboja, dan daratan sepanjang pantai sekitarnya. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah CinaSelatan yaitu di daerah
Yunan. Selain itu, R. von Heine Geldern yang melakukan penelitian tentang distribusi dan kronologi
beliung dan kapak lonjong yang ada di Indonesia tiba pada kesimpulan bahwa alat-alat tersebut
merupakan hasil persebaran komplek kebudayaan Bacson-Hoabinh yang ada di daerah Tonkin
(Indocina) atau Vietnam sekarang ini. Sebenarnya terdapat beberapa teori yang membahas tentang
asal-usul manusia yang sekarang menghuni wilayah Nusantara ini. Teori-teori tersebut antara lain
sebagai berikut.
a. Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia menurut Teori Yunan
Teori Yunan didukung oleh beberapa sarjana seperti R.H Geldern, J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen,
Slametmuljana, dan Asmah Haji Omar. Secara keseluruhan, alasan-alasan yang menyokong
teori Yunan yaitu sebagai berikut.
1) Kapak Tua yang ditemukan di wilayah Nusantara memiliki kemiripan dengan Kapak Tua yang
terdapat di Asia Tengah. Hal ini menunjukkan adanya migrasi penduduk dari Asia Tengah ke
Kepulauan Nusantara.
2) Bahasa Melayu yang berkembang di Nusantara serumpun dengan bahasa yang ada di Kamboja.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kamboja mungkin berasal dari Dataran Yunan dengan
menyusuri Sungai Mekong.
Arus perpindahan ini kemudian dilanjutkan ketika sebagian dari mereka melanjutkan perpindahan
dan sampai ke wilayah Nusantara. Kemiripan bahasa Melayu dengan bahasa Kamboja sekaligus
menandakan pertaliannya dengan Dataran Yunan.
Migrasi dari Sungai Mekong

Gambar 6.6 Peta Migrasi Manusia dari Sungai Mekong (Sumber:


D.G. Hall. Sg)
Teori Yunan merupakan teori yang paling populer dan diterima oleh banyak kalangan. Berdasarkan
teori Yunan, orang-orang Nusantara datang dan berasal dari Yunan. Kedatangan mereka ke
Kepulauan Nusantara ini melalui tiga gelombang utama, yaitu perpindahan orang Negrito, Melayu
Proto, dan juga Melayu Deutro.
1) Orang Negrito
Orang Negrito merupakan penduduk paling awal di Kepulauan Nusantara. Mereka diperkirakan
sudah mendiami kepulauan ini sejak 1000 SM. Hal ini didasarkan pada hasil penemuan arkeologi di
Gua Cha, Kelantan, Malaysia. Orang Negrito ini kemudian menurunkan orang Semang, yang sekarang
banyak terdapat di Malaysia. Orang Negrito mempunyai ciri-ciri fisik berkulit gelap, berambut
keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta ukuran badan yang pendek.
2) Melayu Proto
Perpindahan orang Melayu Proto ke Kepulauan Nusantara diperkirakan terjadi pada 2.500 SM.
Mereka mempunyai peradaban yang lebih maju daripada orang Negrito. Hal ini ditandai dengan
kemahirannya dalam bercocok tanam.
3) Melayu Deutro
Perpindahan orang Melayu Deutro merupakan gelombang perpindahan orang Melayu kuno kedua
yang terjadi pada 1.500 SM. Mereka merupakan manusia yang hidup di pantai dan mempunyai
kemahiran dalam berlayar.
b. Teori Nusantara
Teori Nusantara menyatakan bahwa asal mula manusia yang menghuni wilayah Nusantara ini tidak
berasal dari luar melainkan mereka sudah hidup dan berkembang di wilayah Nusantara itu sendiri.
Teori Nusantara didukung oleh sarjanasarjana seperti J. Crawford, K. Himly, Sutan Takdir Alisjahbana,
dan Gorys Keraf. Akan tetapi, nampaknya teori Nusantara kurang populer dan kurang banyak
diterima oleh masyarakat. Teori Nusantara didasarkan pada alasan-alasan seperti di bawah ini.
1) Bangsa Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Taraf ini hanya dapat
dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa orang Melayu tidak
berasal dari manamana, tetapi berasal dan berkembang di Nusantara.
2. K. Himly tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun
dengan bahasa Champa (Kamboja). Baginya, persamaan yang berlaku di kedua bahasa tersebut
adalah suatu fenomena yang bersifat “kebetulan”.
3. Manusia kuno Homo Soloensis dan Homo Wajakensis yang terdapat di Pulau Jawa. Penemuan
manusia kuno ini di Pulau Jawa menunjukkan adanya kemungkinan orang Melayu itu keturunan dari
manusia kuno tersebut, yakni berasal dari Jawa.
4. Bahasa yang berkembang di Nusantara yaitu rumpun bahasa Austronesia, mempunyai perbedaan
yang sangat jauh dengan bahasa yang berkembang di Asia Tengah yaitu bahasa Indo-Eropah.
c. Teori “out of Africa”
Hasil penelitian mutakhir/kontemporer menyatakan bahwa manusia modern yang hidup sekarang
ini berasal dari Afrika. Setelah mereka berhasil melalui proses evolusi dan mencapai taraf manusia
modern, kemudian mereka bermigrasi ke seluruh benua yang ada di dunia ini. Apabila kita bersandar
pada teori out of Africa, maka bisa dikatakan bahwa manusia yang hidup di Indonesia sekarang ini
merupakan hasil proses migrasi manusia modern yang berasal dari Afrika tersebut.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia
atau khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak mempunyai hubungan langsung
dengan manusia modern. Dengan demikian, nampaknya jenis-jenis manusia purba yang pernah
hidup di Indonesia khususnya Jawa, seperti Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus
Erectus, Homo Soloensis, Homo Wajakensis, dan sebagainya telah mengalami kepunahan. Mereka
pada akhirnya digantikan oleh komunitas manusia yang berasal dari Afrika yang melakukan proses
migrasi hingga sampai di Kepulauan Nusantara. Nampaknya teori out of Africa perlu terus dikaji dan
disosialisasikan, sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Namun Homo Erectus yang pernah
tinggal di Pulau Jawa mempunyai sejarah menarik karena dapat bertahan sekitar 250.000 tahun
lebih lama dari jenis yang sama yang tinggal di tempat lain di Asia, bahkan mungkin bertahan sekitar
1 juta tahun lebih lama dari yang tinggal di Afrika. Umur fosil Homo Erectus terakhir yang ditemukan
di Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) sekitar 30.000 sampai 50.000 tahun. Homo Erectus
(“java man”) di Pulau Jawa diduga pernah hidup dalam waktu yang bersamaan dengan Homo
Sapiens (manusia modern).
Sampai saat ini, penyebab kepunahan “java man” masih misteri. Diduga salah satu penyebabnya
ialah karena keterbatasan strategi hidup mereka. Tidak ditemukannya peralatan dari batu (misalnya
untuk membelah daging atau untuk berburu) di sekitar fosil mereka menunjukkan bahwa
kehidupannya masih sangat primitif. Diduga mereka memakan daging dari binatang yang telah mati
(scavenger). Kolonisasi Homo Sapiens yang berasal dari Afrika berhasil, karena mereka punya
strategi hidup yang lebih baik dibanding penduduk asli Homo Erectus.

Anda mungkin juga menyukai