Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN HASIL STUDY LAPANGAN SANGIRAN

DAN MUSEUM SURAKARTA

Disusun oleh:

KETUA KELOMPOK. : WASILATUN KHASANAH (33)


ANGGOTA KELOMPOK: ARYEISHA AULINE D.C (05)
DZAIKRA LATHIF FADHIL A (11)
MESYA SALSABELA R (21)
MIFTAHUL ANWAR (22)
RYAN SETYO SWINHANDOKO (29)

SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI


TAHUN AJARAN 2021/2022

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
pelajaran Sejarah Indonesia, dengan judul: “Study Lapangan Museum Sangiran
dan Keraton Surakarta”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
laporan ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga laporan
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Jogorogo, 28 Februari 2022

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1

B. TUJUAN........................................................................................................................1

C. WAKTU KEGIATAN...................................................................................................2

BAB II ISI LAPORAN PENGAMATAN

A. MUSEUM MANUSIA PURBA SANGIRAN..............................................................3


B. KERATON SURAKARTA...........................................................................................7

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................................15

B. SARAN........................................................................................................................16

C. PESAN ........................................................................................................................16

D. KESAN........................................................................................................................16

E. DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

F. LAMPIRAN.................................................................................................................17

G. LEMBAR KERJA SISWA..........................................................................................24


iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan study lapangan merupakan kegiatan wajib sekolah. Study lapangan ini
dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Study lapangan ini diikuti oleh kelas X karena pada
agenda sekolah study lapangan dilaksanakan pada kelas X.

Dipilihnya objek museum purbakala Sangiran karena untuk mengetahui lebih jelas
gambaran evolusi nenek moyang peradaban manusia. Di sana kita semua dapat
mengetahui secara gambling bagaimana nenek moyang kita ber-evolusi, di sana kita
disuguhkan berbagai bukti sejarah. Mulai dari tulang belulang atau fosil-fosil manusia,
tumbuhan ,dan hewan purba. Di museum kita juga disuguhkan film mengenai penelitian
dan penggalian fosil-fosil makhluk purbakala oleh berbagai peneliti di penjuru dunia. Dan
dipilihnya Keraton Solo karena merupakan peninggalan kerajaan Mataram yang sampai
sekarang masih terawat dengan baik, juga masih ada penerus rajanya dan sampai
sekarang pun masih diteruskan oleh Paku Buwono XIII dan yang paling mengesankan
keraton solo adalah umurnya hampir mencapai 300 tahun yaitu 269 tahun.

B. Tujuan Pengamatan.
Tujuannya adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan
di sekolah, mengetahui tempat-tempat sejarah yang ada di Jawa tengah dan dapat
mengetahui seluk beluk tempat-tempat yang di Sangiran-Keraton Solo.

Menanamkan rasa cinta tanah air dengan dibuktikan oleh kesadaran memiliki semangat
belajar yang tinggi memperkaya pengalaman para siswa mengenai objek-objek tertentu
dengan cara melihat, mendengar, meraba dan merasakan sendiri bagaimana rupa atau
objek dalam keadaan aslinya. Mendidik dan melatih para siswa membuat karya tulis
sebagai laporan observasi. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah ingin mencetak
lulusan yang memiliki wawasan nasional dan internasional.
1

C. Waktu dan Pelaksana.


Kegiatan study lapangan Sangiran-Keraton Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 29
Januari 2022, Study lapangan ini di adakan oleh SMAN 1 JOGOROGO yang dikepalai
oleh Dra.Yayuk Sri Rahayu M.Pd. dan Ninuk Setyowati, S.Pd., yang senantiasa
mendampingi kami pada pelaksanaan Tempat-tempat yang dikunjungi:
1. Museum Manusia purba SANGIRAN

2. Keraton Surakarta

Waktu Kunjungan

1. Museum Manusia Purba SANGIRAN berangkat jam 05.00 WIB sampai 08.00
WIB

2. Keraton Surakarta berangkat jam 11.00 WIB sampai 12.00 WIB.


2

BAB II
ISI LAPORAN PENGAMATAN
A. Sejarah Penemuan Manusia Purba
Buku diawali dengan penjelasan tentang Gejolak Teori Evolusi Di Akhir Abad ke-19 dari
cerita tentang Charles Darwin, sang pembentuk teori evolusi 1859, kontroversi di seputarnya,
para pembela dan penyerangnya, dan terakhir diceritakan tentang Eugene Dubois, dokter
Belanda yang terobsesi dengan teori Darwin lalu datang ke Indonesia, mengembara ke
Sumatra lalu Jawa. Akhirnya pada tahun 1891-1892 ia menemukan di Trinil, Ngawi apa yang
diyakininya sebagai missing link antara kera dan manusia : fosil batok kepala, gigi dan tulang
paha kiri -ketiganya membuat Dubois menyimpulkan bahwa ketiga ex fragmen yang
ditemukannya itu milik suatu makhluk bukan kera bukan manusia. Bukan kera karena ketika
diukur volume otaknya 900 cc (otak kera paling maju -simpanse 600 cc; otak manusia 1200
cc), lalu tulang pahanya menunjukkan bahwa sang empunyanya berjalan tegak (tentu saja
Dubois tahu sebab ia seorang dokter ahli anatomi). Maka dua kata diberikannya untuk
penemuan ini : Pithecanthrous erectus -manusia seperti kera (atau kera seperti manusia) yang
berjalan tegak. Cocoklah ia sebagai missing link di antara kera dan manusia. Pada tahun
1980-an, nama genus Pithecanthropus diubah menjadi Homo, genus yang sama dengan
manusia modern.

 Manusia Pra aksara di Indonesia


Manusia yang hidup pada zaman pra aksara (prasejarah) di sebut manusia purba. Tanah air
kita sudah dihuni manusia sejak jutaan tahun yang lalu. Fosil-fosil manusia purba banyak
ditemukan di Indonesia yaitu sejak jutaan tahun yang lalu terutama di Pulau Jawa. Ada
beberapa jenis manusia purba yang di temukan di wilayah Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Meganthropus Paleojavanicus (manusia besar dan tertua di pulau Jawa)


Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan pada tahun 1941 oleh Koenigswald di
Sangiran (Sragen) daerah Surakarta Jawa Tengah. Fosil yang ditemukan adalah berupa
rahang atas dan gigi lepas. Manusia ini hidup sezaman dengan Pithecanthropus
Mojokertensis namun tingkatan kehidupannya lebih primitif. Dengan metode statigrafi,
Fosil Meganthropus Paleojavanicus berada di lapisan puncangan yang diperkirakan
berumur + 1-2 juta tahun yang lalu. Ciri-ciri dari manusia purba Meganthropus
Paleojavanicus adalah sebagai berikut : tulang pipi tebal, badan tegap, tonjolan kening
mencolok.

2. Pithecanthropus
Pithecanthropus memiliki ciri-ciri sebagai berikut : hidung besar, tidak berdagu, tonjolan
kening tebal melintang sepanjang pelipis. Jenis makanannya adalah tumbuh-tumbuhan
dan daging binatang buruan.
 Bentuk tubuh dan wajahnya = berbeda dengan manusia sekarang.

 Tingkat kehidupannya = masih primitif Hidup dalam kelompok-kelompok dan selalu


berpindah-pindah (nomaden).
 Alat-alat yang digunakan = terbuat dari batu kasar (kapak perimbas, kapak genggam
dan alat serpih)
 Tinggi Badan = 165 – 180cm
 Volume otak = 750 – 1300 cc dan belum mengenal api
Metode Stratigrafi fosil Pithecanthropus ditemukan di lapisan puncak dan Kabuh.
Diperkirakan jenis manusia ini hidup antara 1 juta 600.000, tahun yang lalu. Pada jaman
Paleolithikum (jaman batu tua) Gigi, rahang besar dan kuat, jenis makanan tumbuh-
tumbuhan.

Adapun jenis –jenis Pithecanthropus antara lain :


A. Pithecanthropus Erektus (Manusia kera berjalan tegak) Fosil ini ditemukan tahun
1890 oleh Eugene Dobois di desa Trinil ( Ngawi, Jawa Timur).
Temuannya berupa tulang rahang bagian atas tengkorak, gerakan dan tulang kaki tubuh
Pithecanthropus Erektus lebih maju.
B. Pithecanthropus Soloensis (Manusia kera dari solo) Ditemukan pada tahun 1931 -
1933. Oleh Koenigswald dan Oppennorth di daerah Ngandong dan Sangiran. Di tepi
bengawan Solo.
Hasil temuanya = tulang kering dan tengkorak.

3. Homo
Homo itu manusia yang jenisnya lebih sempurna dan lebih muda di banding kedua
manusia purba yang lain. Ciri-cirinya adalah sudah berdagu, tonjolan kening sudah
berkurang. Dan tingkat kecerdasannya lebih tinggi di banding Pithecanthropus. Telah
mengenal pertanian dan berladang tapi hidupnya masih berpindah-pindah. Hidup menetap
dalam waktu agak lama kira2 tiga waktu masa panen dan berpindah lagi.
 Alat-alat yang dipakai = batu yang diasah lebih halus seperti beliung persegi,
kapak lonjong dan pemukul kayu.
 Hidup kira2 = 40.000 tahun yang lalu. Tinggi badan = 130 – 210 cm
 Volume otaknya = 1350 – 1450 cc
 Kebutuhan makanan = sudah dihasilkan sendiri (Food producing)
Adapun jenis-jemis manusia Homo yang ditemukan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
A. Homo Soloensis ( Manusia dari Solo) Fosil ini ditemukan pada tahun 1931 – 1934 oleh
Von Koenigswald dan Wedenreich di desa Ngandong lebah Bengawan Solo. Fosilnya
berupa tengkorak menurut penelitian ternyata Homo Soloensis tingkatannya lebih tinggi
di banding Pithecanthropus Erektus.

4
B. Homo Wajakensis Fosil ini ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di desa
Wajak (Tulung Agung) Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak,
rahang atas dan rahang bawah tulang paha dan tulang kering. Homo Wajakensis
golongan homo Sapiens kelompok manusia purba maju dan terakhir. Dan ini
membuktikan bahwa Indonesia sejak 40.000 tahun yang lalu sudah didiami manusia
sejenis Homo Sapiens.

 Kawasan Situs Sangiran Secara Geografis

Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan
langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian, Kabupaten Sragen adalah
pintu gerbang memasuki Jawa Tengah dari arah timur.

 Kabupaten Sragen juga sering disebut sebagai “Tlatah Sukowati”


yang mempunyai wilayah seluas 941,55 KM 2, dengan topografi
sebagai berikut:

· Di tengah-tengah wilayah mengalir Sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai


terpanjang di Pulau Jawa
· Daerah sebelah selatan merupakan bagian dari lereng Gunung Lawu · Sebelah utara
merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng
· Sebelah barat merupakan kawasan yang sangat terkenal dengan sebutan “Kubah
Sangiran”.

 Museum Sangiran terletak di :

· Terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen atau + 17 km dari


Solo)
· Sangiran Dome menyimpan puluhan ribu fosil dari jaman pleistocen ( + 2 juta tahun
lalu). Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di Indonesia dan 50 % di
seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di
Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan.
· Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia).
5

Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya :

ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil, ruang slide
dan kios-kios souvenir khas Sangiran. Keistimewaan Sangiran, Berdasarkan penelitian
para ahli Geologi dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses
geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung
Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal tersebut dibuktikan dengan lapisan-lapisan
tanah pembentuk wilayah Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat
lain. Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya.
Misalnya, Fosil Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang
dulu merupakan lautan.

Dome Sangiran” atau Kawasan Sangiran yang memiliki luas wilayah sepanjang
bentangan dari utara sampai selatan sepanjang 9 km. Barat sampai timur sepanjang 7 km.
Masuk dalam empat kecamatan atau sekitar 59,3 km2 . Temuan fosil di “Dome
Sangiran” di kumpulkan dan disimpan di Museum Sangiran. Temuan fosil di Sangiran
untuk jenis Hominid Purba (diduga sebagai asal evolusi manusia) ada 50 jenis/individu.
Untuk fosil-fosil yang diketemukan di kawasan Sangiran merupakan 50% dari temuan
fosil di dunia dan merupakan 65% dari temuan di Indonesia. Oleh karena itu dalam
sidang yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5
Desember 1996, Sangiran ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World
Haritage List” Nomor 593

 Proses Evolusi Manusia (Homo Sapiens)

Charles Darwin meninggal pada 1882, ia tak menyaksikan penemuan-penemuan fosil-


fosil di sekeliling hominid (makhluk mirip manusia) yang menunjukkan apa yang
digagas Darwin mungkin benar tentang evolusi. Fosil-fosil yang ditemukan Dubois dan
banyak ahli lainnya pada abad ke-20 telah dapat menunjukkan bahwa telah terjadi
evolusi dari hominid paling primitif ke hominid paling modern dan mungkin juga
manusia modern. Teori evolusi menimbulkan kontroversi yang besar saat Darwin hidup
tentu salah satunya karena bukti-bukti fosil saat itu belum ditemukan. Meskipun bukti-
bukti fosil telah sedemikian terang menunjukkan bahwa evolusi adalah fakta, sampai
sekarang pun masih terjadi pro dan kontra evolusi itu. “Peperangan” menjadi lebih seru
lagi ketika kaum kreasionis Kristen maupun Islam maju serentak menyerang para
evolusionis. Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah
manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu
dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah

B. Sejarah berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta

Penembahan Senopati yang waktu mudanya bernama Sutowijoyo memerintah di


Mataram dari tahun 1585 sampai dengan tahun 1601. Pada tahun 1601 Raden Mas Jolang
yang bergelar Susuhunan Hadi prabu Hanyakrawati menggantikan sebagai raja Mataram
sampai dengan tahun 1913. setelah Susuhunan Hadi Prabu Hanyakrawati meninggal
beliau digantikan oleh Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, yang memerintah mulai
tahun 1613 sampai tahun 1945. Pada saat pemerintahan Sultan Agung, keraton Mataram
berada dalam puncak kejayaan. Karena banyak raja-raja yang ditaklukkan, yaitu raja-raja
pesisir Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kalimantan Barat, Madura, Surabaya dan
Cirebon. Sultan Agung merupakan figur raja yang taat kepada agama Islam dan tidak
senang pada Belanda yang berada di tanah Jawa. Sultan Agung mempunyai cita-cita
untuk menguasai seluruh pulau Jawa. Namun cita-cita Sultan Agung untuk menguasai
seluruh pulau Jawa gagal. Karena pada waktu itu terdapat tiga kekuatan politik yaitu
Mataram, Banten dan VOC di Batavia. Rasa tidak senang dari Sultan Agung pada
Belanda tersebut dapat kita lihat pada usaha Sultan Agung yang dua kali menyerang
VOC di Batavia, sebagai pusat pemerintahan Belanda di Jawa. Tetapi usaha tersebut
gagal karena terjangkitnya wabah penyakit dan kurangnya bahan pangan karena lumbung
padi dibakar oleh Belanda. Sebagai rasa hormat dari pemerintah Indonesia yang sekarang
telah merdeka maka Sultan Agung mendapatkan penghargaan sebagai salah satu
Pahlawan Nasional yang berusaha mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Pada saat
pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, beliau banyak menjalin hubungan yang
bersifat ekonomis dan politik dengan daerah-daerah lain. Bukti kerja sama tersebut dalam
bidang ekonomi adalah Palembang dan Jambi menggantungkan kebutuhan berasnya dari
Mataram. Karena rakyat di Palembang dan Jambi lebih suka menanam lada daripada
padi. Juga pada tahun 1641 Mataram menjalin hubungan dengan bangsa Portugis di
Malaka, Mataram mengirim beras ke Portugis di Malaka sedang bangsa Portugis di
Malaka menyediakan keperluan sandang dan keperluan-keperluan perang Mataram.
Sedangkan bukti kerja sama dalam bidang politik yaitu memberikan perlindungan kepada
Palembang dan Jambi agar terhindar dari Expansi Aceh dan Banten. Yang kemudian
perlindungan itu berakhir pada tahun 1642, pada saat armada Mataram dihancurkan oleh
armada VOC di dekat Palembang. Bahkan sultan Agung Hanyakrakususma juga
menjalin hubungan dengan pusat agama Islam di Mekkah, berkat hubungan tersebut
beliau memperoleh gelar Sultan (Soewarso, 1985 :45). Di zaman ini juga kebudayaan
mengalami perkembangan yang pesat. Hasil kebudayaan Mataram menunjukkan adanya
perpaduan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Hindu dan Budha pada saat itu
mempunyai pengaruh yang sangat besar dan kuat terhadap kebudayaan asli Jawa. Pada
tahun 1645 Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma meninggal kemudian beliau digantikan
oleh Susuhunan Amangkurat I atau Amangkurat Agung yang memerintahkan mulai
tahun 1645. berbeda dengan Ayahnya Susuhunan Amangkurat I bukan sebagai seorang
raja yang bijaksana dan berwibawa, tetapi seorang raja yang bertangan besi dan
bersahabat dengan VOC/Belanda, sehingga banyak ulama dan para bangsawan yang
tidak senang kepada Amangkurat I.

7
Sikap Amangkurat dalam menjalankan pemerintahan dengan tangan besi dan berusaha
menggenggam seluruh kekuasaan tersebut terbukti pada masa itu para ulama dan
sebagian rakyat dikejar-kejar, bahkan ribuan yang dihukum mati, karena mereka
menentang politik Amangkurat I yang menjalin kerjasama dengan VOC. Para ulama
yang berpengaruh besar terhadap rakyat, dianggap menyaingi kedudukan dan
kekuasaannya. Cara Kejam Amangkurat I untuk mematahkan kekuasaan para ulama yang
selalu menentang Belanda ternyata tidak berhasil. Para ulama terus menyusun kekuasaan,
dibawah Sunan Giri, para ulama akhirnya bangkit sentak untuk mematahkan kekuasaan
Amangkurat I. Sikap Amangkurat I terhadap raja-raja taklukan sangat kerja. Mereka
yang dianggap membahayakan Mataram, selalu dipecat dan digantikan dengan
bangsawan Mataram yang telah jelas-jelas taat dan setia kepadaanya. Bahkan raja
raklukan tersebut banyak yang dibunuh. Oleh sebab itu lambat laun timbul rasa tidak
puas terhadap pemerintahan Amangkurat I. Para bangsawan Mataram yang tidak puas
terhadap pemerintahan Amangkurat I tersebut justru dipimpin oleh Adipati Anom (Putra
Mahkota) yang bersekutu dengan Trunojoyo. Akhirnya terjadi pemberontakan terhadap
Mataram yang dipimpin oleh Trunojoyo yang bersekutu dengan Adipati Anom dan para
bangsawan Mataram serta para ulama. Mataram dapat direbut oleh Trunojoyo, sedang
Amangkurat I beserta pengikutnya meninggalkan Mataram hendak minta bantuan kepada
VOC di Batavia. Amangkurat I menunjuk Adipati Anom untuk menyerang Trunojoyo,
tetapi Adipati Anom tidak bersedia, karena dia bersekutu dengan Trunojoyo. Dengan
berbekal tumbal Kyai Pleret milik Amangkurat I. serangan Pangeran Puger terhadap
Trunojoyo berhasil melumpuhkan kekuatan pasukan Trunojoyo. Perjalnan Amangkurat I
ke Batavia sampai di Tegal Arum. Di tempat tersebut Amangkurat I meninggal. Setelah
Amangkurat I meninggal, Adipati Anom menjadi bingung karena tumbak Kyai Pleret
yang menjadi simbol kerajaan Mataram berada di tangan Pangeran Puger. Adipati Anom
tidak meneruskan perjalanan ke Batavia, melainkan meminta bantuan kepada VOC di
Jepara. Adipati Anom bersedia meluluskan apa saja yang diminta VOC asakan dia dapat
menjadi raja Mataram. Berkat Bantuan VOC Trunojoyo dapat dikalahkan dan Adipati
Anon menggantikan Amangkurat I menjadi raja Mataram pada tahun 1677 bergelar
Amangkurat II. Dengan bertahtanya Amangkurat II berarti kekuasaan Mataram telah
mulai dirongrong oleh Belanda. Pada saat pemerintahan Sunan Amangkurat II, karena
keraton Mataram sudah rusak akibat pemberontakan Trunojoyo, maka Sunan
Amangkurat II melanjutkan pemerintahan di Kartasura pada tahun 1703. setelah beliau
wafat digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat III atau Amangkurat Mas.
Sebelum Amangkurat II meninggal beliau berpesan kepada Amangkurat III agar berhati-
hati terhadap pamannya yaitu Pangeran Puger. Pangeran Puger merasa jengkel karena
dialah sebenarnya yang berhak menjadi raja. Untuk menghilangkan kejengkelan hati
Pangeran Puger, maka Amangkurat III dikawinkan dengan anak perempuan Pangeran
Puger. Amangkurat III ternyata bersifat suka main perempuan, sehingga sering terjadu
pertengkaran dengan istrinya, yang berakhir dengan perceraian. Anak Pangeran Puger
yang menjadi istrinya dikembalikan kepada Pangeran Puger yang sudah barang tentu
membuat sakit Pangeran Puger.

Sebagai raja, Amangkurat III merasakan betapa berat dan kuatnya pengaruh VOC
terhadap negaranya. Oleh sebab itu, Amangkurat III hendak melepaskan Mataram dari
belenggu VOC terhadap negaranya. Para bangsawan yang nyata-nyata memihak kepada
VOC segera bertindak. Banyak diantaranya yang dipecat. Sikap Amangkurat III tersebut
banyak mendapat tantangan dari segolongan bangsawan di lingkungannya. Situasi politik
itu sangat menggembirakan Pangeran Puger (adik Amangkurat II) yang sejak semula
ingin menjadi raja. Dengan segolongan kaum bangsawan yang tidak senang pada
Amangkurat III, Pangeran Puger mengadakan perbutan kekuasaan yang akhirnya dapat
digagalkan Pangeran Puger lari ke Semarang meminta bantuan kepada VOC. Dengan
senang hati VOC menerima Pangeran Puger. VOC bersedia membantu Pangeran Puger
untuk merebut tahta Mataram, karena Amangkurat III menentang VOC, setelah Pangeran
Puger menandatangani perjanjian untuk memberi hadiah kepada VOC, VOC mengangkat
Pangeran Puger sebagai Sunan di Kartasura dengan gelar Sunan Paku Buwono I. Pada
tahun 1705 pasukan VOC dan pengikut-pengikut Pangeran Puger merebut Kertasura.
Dengan demikian Sunan Amangkurat II bertahta hanya 2 tahun dari tahun 1703 sampai
dengan tahun 1705, sedangkan Sunan Paku Buwono I, bertakhta di Kartasura sejak tahun
1705 sampai dengan 1719. Sebagai balas jasa VOC yang telah menduduki dirinya
sebagai raja di Kartasura, Paku Buwono I menyerahkan daerah Priangan, Cirebon dan
Madura Timur kepada VOC. Di samping itu setiap tahunnya Kartasura bersedia
mengirimkan sejumlah beras ke Batavia. Sejak saat itu pengaruh kekuasaan VOC di
Kartasura semakin besar. Setelah Paku Buwono meninggal, beliau digantikan oleh
Susuhunan Prabu Amangkurat IV atau Sunan Amangkurat Jawi atau Sunan Prabu.
Amangkurat IV bertakhta di Kartasura dari tahun 1917 sampai dengan tahun 1727.
kemudian beliau digantikan oleh Sunan Buwono II, mulai tahun 1927. pada tahun 1742
orang-orang Cina pelarian dari Batavia bekerja sama dengan Mas Garendi. Mas Garendi
adalah Cucu Sunan Mas. Mas Garendi bertakhta di Kartasura dengan gelar Amangkurat
V, beliau bersikap melawan Belanda. Sedang Sunan Paku Buwono II meminta bantuan
VOC. Setelah beliau menandatangani tentang imbalan yang akan diberikan VOC,
kemudian VOC menyerang Mas Garendi untuk merebut Kartasura. Setelah
kekuasaannya hancur, Mas Garendi menyerah kepada VOC. Selanjutnya beliau dibuang
ke Srilangka. Berkat bantuan VOC, Sunan Paku Buwono II bertakhta kembali di
Kartasura. Seperti halnya Mataram, Keraton Kartasura rusak karena perbuatan Raden
Mas Garendi. Menurut kepercayaan kuno di Jawa, bila keraton sebagai pusat kejayaan
dan kebebasan sebuah kerajaan telah diduduki atau dirusak oleh tangan-tangan kotor, tiba
saat untuk membangun sebuah istana yang baru (Wibisono, 1980 :2). Di Kartasura Sunan
Paku Buwono II mengemukakan keinginannya untuk memindahkan Keraton Kartasura
yang sudah rusak. Pada saat itu Baginda Sunan Pakubowono II sedang diliputi kesedihan
karena baru saja kedatangan utusan VOC bernama Hogendrop yang membicarakan
pelaksanaan beberapa permintaan VOC sangat merugikan Keraton Kartasura, sebagai
imbalan kepada VOC yang telah membantu Paku Buwono II merebut tahta kembali
Kartasura.

9
Dalam perjanjian itu antara lain disebutkan bahwa seluruh pantai utara Pulau Jawa dan
seluruh pulau Madura diserahkan kepada VOC. Penyerahan wajib yang berupa hasil
bumi diperbesar jumlahnya. Patih dan Bupati hanya dapat ditetapkan oleh Sunan
bersama-sama dengan VOC. Baginda lalu menyerahkan dan memberikan persetujuan
kepada Van Hogendrop untuk menghubungi pepatih Raden Tumenggung Pringgolo dan
Sindurejo. Mereka meninjau sendiri daerah sekita Kartasura. Mereka melepaskan lebah
di bawah sebuah pohon rindang di desa Sala, Mayor Van Hogendrop mengusulkan Sala
sebagai pusat pemerintahan Kartasura. Dengan alasan apabila raja ingin mendatangkan
kayu jati dari hutan selatan akan mudah karena tidak kekurangan orang juga tidak
kekurangan beras yang dapat didatangkan dari Ponorogo. Tetapi kedua Patih menolak
dengan alasan Sala daerahnya rendah, kalau hujan akan terendam air. Tetapi dilihat
letaknya Sala berada di tepi sebuah sungai besar, strategis sekali dan mudah didatangi
dari pantai bila keadaan memaksa. Akhirnya Keraton Kartasura Hadiningrat dipindahkan
ke Surakarta Hadiningrat pada tahun 1748. Pada tahun 1749 Sunan Paku Buwono II sakit
dan kemungkinan sehat kembali sangat kecil. Keraton Surakarta merupakan kelanjutan
dari Keraton Mataram yang pada tahun 1677 padas hakikatnya telah runtuh akibat
pemberontakan Trunojoyo. Berkat bantuan VOC Keraton yang telah runtuh itu
dihidupkan kembali dengan aneka ragam perjanjian. Sedangkan raja-raja yang
memerintah selanjutnya tidak lebih hanyalah sebuah boneka yang dikendalikan oleh
Belanda. Paku Buwono II meninggal pada tanggal 20 Desember 1749 dan digantikan
oleh Sunan Paku Buwono III yang memerintah dari tahun 1949 sampai dengan tahun
1788. penyerahan Keraton Surakarta kepadas VOC dan pengangkatan Paku Buwono III
sebagai sunan tidak disetujui oleh Pangeran Mangkubumi. Karena bagian tanah bengkok
yang milik Pangeran Mangkubumi dikurangi oleh Belanda. Pada saat yang bersamaan di
Yogyakarta Pangeran Mangkubumi dinobatkan oleh pengikut-pengikutnya sebagai
Sultan Yogyakarta dengan gelar Hamengkubuwono. VOC tidak mau mengakuinya. Oleh
karena itu berlawanan menentang Belanda diteruskan. Sejak saat itu Keraton Surakarta
Hadiningrat merupakan kelanjutan dari Mataram pecah menjadi dua. Yaitu Yogyakarta
dengan Hamengku Buwono yang melawan VOC dan di Surakarta dengan Hamengku
Buwono III yang menjadi antek VOC. Setelah Paku Buwono III meninggal, beliau
digantikan oleh Susuhunan Paku Buwono IV dari tahun 1788 sampai dengan tahun 1820.
kemudian Susuhunan Paku Buwono V menggantikannya dari tahun 1820 sampai dengan
tahun 1823. selanjutnya Susuhunan Paku Buwono VI berusaha untuk melawan sehingga
beliau dibuang oleh Belanda ke Ambon. Sebagai penghargaan dan rasa hormat kepada
Sunan Paku Buwono VI maka pemerintah Indonesia memberi penghargaan sebagai
Pahlawan Nasional. Pengganti Sunan Paku Buwono adalah Susuhunan Paku Buwono
VII, salah seorang putra dari Sunan Paku Buwono IV, yang bertakhta dari tahun 1830
sampai dengan tahun 1858. sebagai gantinya adalah salah seorang lagi putra dar Sunan
Paku Buwono IV yang bergelar paku Buwono VIII, bertakhta dari tahun 1858 sampai
dengan tahun 1861. Pada tahun 1861 sampai dengan 1893 pemerintah dipegang oleh
Susuhunan Paku Buwono IX.

10
Setelah beliau meninggal digantikan oleh Paku Buwono X yang bergelar Sampeyan
Dalem Ingkang Minulya Saha Ingkang Wicaksono Kanjeng Susuhunan Paku Buwono
Senopati Ing Ngalolo Ngabdulrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Kaping
X (Volks Almanah Djawi, 1937 : 25). Pada saat pemerintahan Sunan Paku Buwono X,
beliau menciptakan lambang keraton Kasunanan Surakata. Bentuk lambang yang
diciptakan oleh Susuhunan Paku Buwono X tersebut adalah sebagai berikut :
 Gambar Matahari di sebelah kanan – melambangkan putra dari Paku Buwono I yang
bernama R.M. Gusti Suryo
 Gambar Bulan di sebelah kiri – melambangkan putra dari Paku Buwono I yang bernama
R.M. Sasongko
 Gambar di sebelah atas – melambangkan putra dari Paku Buwono I yang bernama R.M.
Gusti Sudomo
 Gambar Bola dunia sebelah bawah yang terdapat paku pada kutup atas (GPH, Broto,
1980 : 18) – melambangkan raja Kasunanan yang bergelar Paku Buwono.

Dari keempat lambang tersebut tidak keterangan tentang keistimewaan mereka, sehingga
mereka dipakai sebagai lambang. Keempat benda tersebut dapat dalam sebuah perisai yang
berbentuk bulat telur yang posisinya tegak. Hal tersebut melambangkan terwujudnya
kemanunggalan yang kokoh dan kuat yang terlindung dari perisai. Pada bagian atas perisai
tersebut terdapat mahkota raja, di bawah pengayoman Sri Susuhunan. Di seputar perisai di
lingkari oleh untaian kapas dan sewuli (Sebutir padi) hal tersebut melambangkan agar
rakyatnya hidup berkecukupan, adil makmur baik sandang maupun pangan. Lambang
Keraton Kasunanan Surakarta terdapat persamaan dengan lambang-lambang negara kita yaitu
Garuda. Sunan Paku Buwono X bertahta dari tahun 1893 sampai dengan 1939. kemudian
pada tahun 1939 sampai dengan tahun 1945 beliau meninggal digantikan oleh Susuhunan
Paku Buwono XII pada tahun 1945 sampai sekarang. Raja-raja kasunanan Surakarta sangat
memperhatikan kebudayaan Jawa hingga saat ini walaupun kedudukan raja tidak seperti dulu,
tetapi adat kebudayaan Jawa tetap dijaga dan dilestarikan. Hal tersebut dapat kita lihat pada
setiap kirap pusaka

27

Anda mungkin juga menyukai