Kabupaten Majalengka
Pemerintahan
APBD
Populasi
Pembagian administratif
-Kecamatan 26
Sejarah
Pada zaman kerajaan Hindu-Buddha sampai dengan abad ke-15, di wilayah Kabupaten
Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan: (1) Kerajaan Talaga Manggung dipimpin oleh Sunan
Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung (2) Kerajaan Rajagaluh dipimpin oleh
Prabu Cakraningrat (3) Kerajaan Sindangkasih, dipimpin oleh seorang puteri bernama Nyi
Rambut Kasih[4].
Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini
masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga
terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi
kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Kerajaan Talaga Manggung
Raja Batara Gunung Picung
Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu
Galuh bertahta di Ciamis, dia adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di
Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Sunan Talaga manggung putra Pandita Prabu
Darmasuci putra Batara Gunung Picung putera Suryadewata putera bungsu dari
Maharaja Sunda Galuh Prabu Ajiguna Linggawisesa (1333-1340) di Galuh Kawali, Ciamis.
Penguasa Kerajaan Sunda Galuh biasanya digelari Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi
Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.Pemerintahan
Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama
Hindu.Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat
sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga - Salawangi di daerah Cakrabuana.Bidang
Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran
pengairan semuanya di daerah Cikijing.Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung
berlangsung 2 windu.Raja berputera 6 orang yaitu :- Sunan Cungkilak - Sunan Benda - Sunan
Gombang - Ratu Panggongsong Ramahiyang- Prabu Darma Suci- Ratu Mayang KarunaAkhir
pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Darma Suci.
Raja Prabu Darma Suci
Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu
berkembang dengan pesat (abad ke-XIII), nama dia dikenal di Kerajaan Pajajaran, Jawa
Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang
kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu
merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui.Peninggalan yang masih ada dari
kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju Besi.Pada abad XIIX Masehi
dia wafat dengan meninggalkan 2 orang putera yakni:- Bagawan Garasiang - Sunan Talaga
Manggung
Raja Sunan Talaga Manggung
Tahta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang,.namun dia sangat mementingkan
Kehidupan Kepercayaan sehingga akhirnya tak lama kemudian tahta diserahkan kepada adiknya
Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain
kepindahan dia dari Talaga ke daerah Cihaur Maja.
Raja Sunan Talaga Manggung
Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap dia yang
adil dan bijaksana serta perhatian dia terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan
serta kesenian rakyat.Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun
kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan
Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya.Dia berputera dua, yaitu :- Raden Pangrurah - Ratu
Simbarkencana Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang
Gunung bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga
Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu
Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan
tusuk konde sewaktu tidur.Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu
Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar
Kutamanggu dan dianugrahi 8 orang putera di antaranya yang terkenal sekali putera pertama
Sunan Parung.
Raja Ratu Simbarkencana
Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke
daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.juga diketahui bahwa tahta
pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama
Walangsuji dekat kampung Buniasih (Desa Kagok Banjaran) .Ratu Simbarkencana setelah wafat
digantikan oleh puteranya Sunan Parung.
Raja Sunan Parung
Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja.Hal yang penting pada
masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem,
antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja.Sunan Parung
mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung.
Kerajaan Islam Talaga (Pengaruh Kasultanan Cirebon)
Raja Ratu Sunyalarang
Sebagai puteri tunggal dia naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah
dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih dikenal
dengan Prabu Pucuk Umum.Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang
dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga akhirnya baik Ratu
Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam berpengaruh
besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka.Prabu
Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama Islam. Hubungan pemerintahan
Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu
Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah dia yang bernama
Raden Munding Sari Ageung merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu
Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-
IV.Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat
perdagangan di sebelah Selatan.
Raja Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang putri Sunan
Parung, saudara sebapak Ratu Pucuk Umun suami Pangeran Santri ) melahirkan 6 orang putera
yaitu :- Prabu Haurkuning - Sunan Wanaperih - Dalem Lumaju Agung- Dalem Panuntun - Dalem
Panaekan Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam.Dia sebelum
wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya,
seperti halnya :Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji; Dalem Lumaju
Agung di kawasan Maja; Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu
Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan dia banyak yang
menjabat sebagai Bupati.Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian
berpindah-pindah menuju Riung Gunung, sukamenak, nunuk Cibodas dan Kulur.Prabu Pucuk
Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga.
Raja Sunan Wanaperih
Terkenal Sunan Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam pun
juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam. Dia berputera 6 orang,
yaitu :- Dalem Cageur - Dalem Kulanata - Apun Surawijaya atau Sunan Kidul- Ratu Radeya -
Ratu Putri - Dalem Wangsa Goparana. Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya
Sarngsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan
bernama Sayid Faqih Ibrahim lebih dikenenalSunan Cipager. Dalem Wangsa Goparana pindah
ke Sagalaherang Cianjur, kelak keturunan dia ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati
Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi dia digantikan
oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun
Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga
dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja
Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya
dianungrahi 6 orang anak yaitu - Dipati Suwarga-Mangunjaya - Jaya Wirya - Dipati Kusumayuda
- Mangun Nagara - Ratu Tilarnagara Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan
Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur
Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan
berputera 2 orang, yaitu :- Pangeran Dipati Wiranata- Pangeran Secadilaga atau pangeran
RajiPangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu
diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata Eyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu
Cirebon mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1762.
Kerajaan Sindangkasih
Mandala Sindangkasih dan Kerajaan Sindangkasih
Kerajaan dan wilayah Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari kata Sunda. Pada mulanya
kata “Sunda” atau “Suddha” dalam bahasa Sanskerta diterapkan pada nama sebuah gunung
yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa yang dari jauh tampak putih karena tertutup
abu asal gunung tersebut[5].
Keberadaan kerajaan Sindangkasih pada tahun 1480 atau pertengahan abad ke-15.[6] Kerajaan
Sindangkasih disebutkan dalam berbagai naskah Babad di tanah Sunda. Pandangan
masyarakat Sunda bahwa kemandalaan seringkali disebut sebagai kerajaan. Pandangan ini
muncul karena struktur kemandalaan yang juga memiliki prajurit pengamanan seringkali
diersamakan dengan kerajaan. Termasuk Kemandalaan Sindangkasih, Mandala
Sindangkasih dipertukarkan pengertiannya dengan kerajaan.
Kesulitan pengertian dalam historiografi modern Barat, struktur kerajaan adalah sebuah struktur
badan, wilayah dan administratif. Pandangan ini berbeda bagi masyarakat Nusantara. Bisa kita
cermati bahwa Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Tarumanagara juga disebut Mandala.
Dalam pengertian historis, sosial dan politik, istilah "mandala" juga digunakan untuk
menunjukkan formasi politik tradisional Asia Tenggara (seperti federasi kerajaan atau negara-
negara atau kerajaan kecil). Ini diadopsi oleh para sejarawan Barat abad ke-20 dari wacana
politik India kuno sebagai sarana untuk menghindari istilah 'negara' dalam pengertian
konvensional. Tidak hanya negara-negara Asia Tenggara yang tidak sesuai dengan pandangan
Cina dan Eropa tentang negara yang ditetapkan secara teritorial dengan perbatasan tetap dan
aparatur birokrasi, tetapi mereka berbeda jauh dalam arah yang berlawanan: pemerintahan
didefinisikan oleh pusatnya daripada batas-batasnya, dan itu bisa tersusun dari banyak
pemerintahan jajahan lainnya tanpa mengalami integrasi administratif. Kerajaan seperti
Bagan, Ayutthaya, Champa, Khmer, Sriwijaya dan Majapahit dikenal sebagai "mandala" dalam
pengertian ini.[7]
Beberapa Mandala atau kemandalaan di tatar Sunda ada yang berkembang menjadi kerajaan.
Misalnya Mandala Indraprahasta menjadi Kerajaan Indraprahasta; Mandala Wanagirimenjadi
Kerajaan Wanagiri; Mandala Kendan menjadi Kerajaan Kendan dengan rajanya yang termashur
Gururesi atau Rajaresi Manik Maya berlokasi di Rancaekek Bandung sekarang. Mandala Bitung
Giri menjadi Kerajaan Talaga Manggung Dan banyak lagi contoh lainnya.
Rupanya Mandala Sindangkasih tidak tercatat berubah menjadi Kerajaan, kecuali dalan Naskah
Babad yang menyebutkan Kerajaan Sindangkasih yang dipimpin oleh seorang ratu bernama Nyi
Rambut Kasih.
Dalam masa pemerintahan Dipati Ukur, Sindangkasih disebut sebagai Umbul Sindangkasih.
Istilah umbul setara dengan Kabupaten sekarang. Catatan dari Kerajaan Sumedanglarang
bahwa Sindangkasih merupakan bagian dari wilayah kerajaannya.
Mitos Nyi Rambut Kasih
Kerajaan Sindangkasih dipimpin oleh seorang ratu, yaitu Ratu Nyi Rambut Kasih[6]. Ia anak dari
Ki Gedeng Sindang kasih yang berasal dari kata Gede Ing Sindangkasih. Artinya Pembesar atau
Pemimpin di Sindangkasih. Itu bukan nama orang tetapi sebutan saja. Sama halnya dengan
sebutan Siliwangi. hal ini telah menjadi budaya di Sunda bahwa menyebut nama orang apalagi
pembesar adalah Tabu. Begitu pula orang yang disapa akan merasa dihormati.
Inilah yang menyulitkan menelusuri sejarah Sunda di wilayah pedalaman (tengah pulau)
termasuk Sindangkasih. Sumber-sumber luar seperti dari Catatan
Musafir China, Portugisdan Arab bisa menjadi sumber sejarah (Proto-Sejarah).
Catatan Belanda bisa menjadi sumber sejarah, karena dianggap bersumber dari dalam negeri.
Keberadaan Sindangkasih merujuk wilayah Kota Majalengka Sekarang ada dalam tulisan
catatan Belanda mengenai perjalan selama masa perkebunan kopi: Namun tdak menyebutkan
secara jelas bahwa Sindangkasih adalah kerajaan, tetapi Sindangkasih adalah Kota Majalengka
sekarang.
Kembali ke Mandala atau kabuyutan. Sepertinya, Sindangkasih hanya berupa Kamandalaan
atau Kabuyutan yang Bercorak Agama Hyang (Darma), Budha atau Hindu. Meskipun dalam
berbagai legenda diceritakan bahwa Nyi Rambut Kasih bergamana Hindu. Berawal dari rencana
mengunjungi Kerajaan Talaga, namun niat ini dibatalkan karena kerajaan Talaga telah beragama
Islam.
Sindangkasih dalam Wilayah Tatar Ukur
Sindangkasih merupakan salah satu umbul dalam pemerintahan Bupati Wedana Dipati Ukur.
Dipati Ukur (Wangsanata atau Wangsataruna) adalah seorang bangsawan penguasa Tatar Ukur
pada abad ke-17.
Tatar dalam bahasa Sunda berarti tanah atau wilayah. Sedangkan dipati (adipati) adalah gelar
bupati sebelum zaman kemerdekaan.Dipati Ukur adalah Bupati Wedana Priangan yang pernah
menyerang VOC di Batavia atas perintah Sultan Agung dari Kesultanan Mataram pada tahun
1628. Serangan itu gagal, dan jabatan Dipati Ukur dicopot oleh Mataram. Untuk menghindari
kejaran pasukan Mataram yang akan menangkapnya, Dipati Ukur dan pengikutnya hidup
berpindah-pindah dan bersembunyi hingga akhirnya ditangkap dan dihukum mati di Mataram.
Umbul Sindangkasih yang dipimpin Ki Somahita atau Tumenggung Tanubaya terlibat dalam
penangkapan Dipati Ukur.
Tumenggung Tanubaya (ki Somahita) menjadi Umbul Sindangkasih, yaitu Garda
pertahanan Kesultanan Mataram di Tatar Pasundan yang merupakan Wilayah Ukur dengan
Bupati Wedana Dipati Ukur. Umbul Sindang Kasih adalah 1 dari 3 Umbul wilayah Ukur yang
tidak patuh pada Dipati Ukur, hingga melaporkan Dipati Ukur ke Sultan Agung Mataram.
Sesepuh dan Budayawan Majalengka, Deddy Ahdiat pernah menggali asal usul Kota
Majalengka secara supranatural yang diliput SCTV dalam program Potret, dan dikatakan bahwa
Majalengka adalah Mataram peralihan. Awalnya membingungkan, ternyata benar bila mengikuti
kisah penangkapan Dipati ukur tahun 1632.
Penangkapnya adalah tiga umbul dari Priangan Timur, yaitu Umbul Sukakerta (Ki
Wirawangsa), Umbul Cihaurbeuti (Ki Astamanggala) dan Umbul Sindangkasih (Ki Somahita).
Dipati Ukur kemudian dibawa ke Mataram dan oleh Sultan Agung dijatuhi hukuman mati pada
tahun 1632
Berdasarkan data yang dikirimkan Rangga Gempol III pada masa VOC, maka kekuasaan Prabu
Geusan Ulun meliputi Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Bandung, sebagai berikut:
Batas di sebelah Timur adalah Garis Cimanuk - Cilutung ditambah Sindangkasih (daerah
muara Cideres ke Cilutung).
Di sebelah Barat garis Citarum - Cisokan.
Batas di sebelah Selatan laut.
Namun di sebelah Utara diperkirakan tidak meliputi wilayahnya karena telah dikuasai oleh
Cirebon.
Buku "Tijdschrift voor neërlands indie" membahas Sindangkasih Majalengka
Berdasarkan data surat dari Rangga Gempol III di atas, menunjukan data bahwa wilayah
Sindangkasih (Majalengka kota sekarang) adalah bagian dari Kerajaan Sumedang Larang.
Meskipun awalnya Mandala merupakan sebuah tempat suci keagamaan, namun penyebutannya
mencakup ke dalam wilayah yang lebih luas. Kota Majalengka sekarang dahulu disebut
Sindangkasih. Hingga abad ke-18 - abad ke-19, Setidaknya dalam buku "Tijdschrift voor
neërlands indie"tahun 1844 masih menyebut kota Sindangkasih, bukan Majalengka.[8] kota
Majalengka masih disebut Sindangkasih sebagaimana dicatat dalam buku "Commentaar § 1-
1500. II. Staten en Tabellen", 1912 mengaskan bahwa Sindangkasih yang dimaksud adalah
Majalengka[9]. Buku ini merupakan komentar atau review sejarah penyerangan Mataram
ke Batavia dari sudut pandang Belanda. Kejadian ini pada 17 Juni 1741. Yang paling tegas
menyebutkan pada buku "Handleiding bij de beoefening der land- en volkenkunde van
Nederlandsch-Oost Indie" lebih jelas dan tegas bahwa kota Majalengka sekarang adalah
Sindangkasih.[10][11]
Mengingat cara hidup di lingkungan Mandala lebih berat dari pada cara hidup di lingkungan
Nagara, karena lebih banyak aturan yang bersifat keagamaan berupa perintah dan larangan,
maka kiranya penduduk Mandala, termasuk orang Sindangkasih -majalengka generasi pertama,
merupakan orang-orang pilihan yang memiliki pengetahuan agama, pengalaman rohani dan
disiplin diri lebih banyak di bandingkan penduduk Nagara yang umum. Hubungan antara
Mandala dan nagara umumnya berlangsung baik, karena kedua pihak saling membutuhkan.
Nagara membutuhkan Mandala bagi keperluan dukungan moral dan spiritual serta pemberian
do’a restu.
Mandala dianggap oleh Nagara sebagai pusat kesaktian, pusat kekuatan gaib, yang dapat
memancarkan pengaruhnya terhadap nagara. Baik atau buruk tergantung hubungan antara
Mandala dan Nagara.[12]
Kerajaan Rajagaluh
Kerajaan Rajagaluh berada di Kecamatan Rajagaluh, kurang lebih 35 km arah timur dari pusat
kota Majalengka. Desa Rajagaluh adalah sebuah Kerajaan dibawah wilayah kekuasaan kerajaan
Pajajaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi. Saat itu Kerajaan Rajagaluh dibawah tampuk
pimpinan seorang raja yang terkenal digjaya sakti mandraguna. Agama yang diantunya adalah
agama Hindu.
Pada tahun 1482 Masehi, Syeh Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati)
mengembangkan Islam di Jawa Barat dengan secara damai. Namun dari sekian banyak
Kerajaan di tatar Pasundan hanya Kerajaan Rajagaluh yang sulit ditundukan.
Setelah Kerajaan Cirebon memisahkan diri dari wilayah Kerajaan Pajajaran maka pembayaran
upeti dan pajak untuk Kerajaan Cirebon dibebeaskan, namun untuk Kuningan pajak dan upeti
masih berlaku. Untuk penarikan pajak dan upeti dari Kuningan Prabu Siliwangi mewakilkan
kepada Prabu Cakra Ningrat dari Kerajaan Rajagaluh. Akhirnya Prabu Cakra Ningrat mengutus
Patihnya yang bernama Adipati Arya Kiban ke Kuningan, namun ternyata adipati Kuningan yang
bernama adipati Awangga menolak mentah-mentah tidak mau membayar pajak dengan alasan
bahwa Kuningan sekarang masuk wilayah Kerajaan Cirebon yang sudah membebaskan diri dari
Kerajaan Pajajaran. Sebagai akibat dari penolakannya maka terjadilah perang tanding antara
Adipati Awangga dan Adipati Arya Kiban. Dalam perang tanding keduanya sama-sama digjaya,
kekuatannya seimbang sehingga perang tanding tidak ada yang kalah atau yang menang.
Tempat perang tanding sekarang dikenal sebagai desa "Jalaksana" artinya jaya dalam
melaksanakan tugas.
Syeh Syarif Hidayatulloh mengutus anaknya Arya Kemuning yang dikenal sebagai Syeh Zainl
Akbar alias Bratakalana untuk membantu Adipati Awangga dalam menghadapi Adipati Arya
Kiban. Dengan bantuan Arya Kemuning akhirnya adipati Arya Kiban dapat dikalahkan. Adipati
Arya Kiban melarikan diri dan menghilang didaerah Pasawahan disekitar Telaga Remis,
sebagian prajuritnya ditahan dan sebagian lagi dapat meloloskan diri ke Rajagaluh. Semenjak
kejadian tersebut Kerajaan Rajagaluh segera menghimpun kekuatannya kembali untuk
memperkokoh pertahanan menakala ada serangan dari Kerajaan Cirebon.
Sebagai pengganti Adipati Arya Kiban ditunjuk Arya mangkubumi, Demang Jaga Patih, Demang
Raksa Pura, dan dibantu oleh Patih Loa dan Dempu Awang keduanya berasal dari dataran Cina.
Syeh Syarif Hidayatulloh melihat Kerajaan Rajagaluh berkesimpulan bahwa prajurit Cirebon tidak
akan mampu menaklukan Rajagaluh kecuali dengan taktik yang halus. Hal ini mengingat akan
kesaktian Prabu Cakraningrat. Akhirnya Syeh Sarif Hidayatulloh mengutus 3 (tiga) orang utusan
yakni Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri, Pangeran Dogol serta diikut sertakan ratusan
Prajurit. Pengiriman utusan dari Cirebon dengan segera dapat diketahui oleh Prabu Cakra
Ningrat, beliaupun segera menugaskan patih Loa dan Dempu Awang untuk menghadangnya.
Saat itupun terjadilah pertempuran sengit, namun prajurit Cirebon dapat dipukul mundur, Melihat
prajurit Cirebon kucar-kacir maka majulah Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri dan Pangeran
Dogol, terjadilah perang tanding melawan Patih Loa dan Dempu Awang. Perang tanding tidak
kunjung selesai karena kedua belah pihak seimbang kekuatannya, yang akhirnya pihak Cirebon
mundur dari daerah Rajagaluh.
Geografis
Secara geografis Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat.
Kabupaten Majalengka terletak pada titik koordinat yaitu Sebelah Barat 108° 03' - 108° 19 Bujur
Timur, Sebelah Timur 108° 12' - 108° 25 Bujur Timur, Sebelah Utara 6° 36' - 5°58 Lintang
Selatan dan Sebelah Selatan 6° 43' - 7°44.
Batas Wilayah
Bagian Utara wilayah kabupaten ini merupakan dataran rendah, sementara wilayah tengah
berbukit-bukit dan wilayah selatan merupakan wilayah pegunungan dengan puncaknya Gunung
Ceremai yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan serta Gunung Cakrabuana yang
berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sumedang. Secara administratif
berbatasan dengan:
Geologi
Menurut keadaan geologi yang meliputi sebaran dan struktur batuan, terdapat beberapa batuan
dan formasi batuan yaitu Aluvium seluas 17.162 Ha (14,25%), Pleistocene Sedimentary Facies
seluas 13.716 Ha (13,39%), Miocene Sedimentary Facies seluas 23,48 Ha (19,50%),
Undiferentionet Vulcanic Product seluas 51.650 Ha (42,89%), Pliocene Sedimentary Facies,
seluas 3.870 Ha (3,22%), Liparite Dacite seluas 179 Ha (0,15%), Eosene seluas 78 Ha
(0,006%), Old Quartenary Volkanik Product seluas 10.283 Ha (8,54%). Jenis-jenis tanah di
Kabupaten Majalengka ada beberapa macam, secara umum jenis tanah terdiri atas Latosol,
Podsolik, Grumosol, Aluvial, Regosol, Mediteran, dan asosianya. Jenis-jenis tanah tersebut
memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah dalam menunjang
keberhasilan sektor pertanian.
Hidrologi
Dari aspek hidrologis di Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa jenis potensi sumber daya
air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Potensi sumber daya air
tersebut meliputi:
Air permukaan, seperti mata air, sungai, danau, waduk lapangan atau rawa, Air tanah, seperti
sumur bor dan pompa pantek dan air hujan. Sungai yang besar di antaranya adalah Cilutung,
Cijurey, Cideres, Cikeruh, Ciherang, Cikadondong, Ciwaringin, Cilongkrang, Ciawi dan Cimanuk.
Iklim
Curah hujan tahunan rata-rata di Kabupaten Majalengka berkisar antara 2.400 mm-
3.800 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan sebanyak 11 hari/bulan. Angin pada umumnya
bertiup dari arah Selatan dan tenggara, kecuali pada bulan April sampai dengan Juli bertiup dari
arah Barat Laut dengan kecepatan antara 3-6 knot (1 knot =1.285 m/jam).
Pemerintahan
Daftar Bupati
Daftar Bupati Majalengka
[ket. 1]
1 R. T. Dendanegara 1819 1849 1
R. T. Soera Adhi
4 1868 1886 4
Ningrat
R. A. A. Salmon
5 1886 1896 5
Suriadiningrat
R. M. A.
6 1896 1902 6
Supraadiningrat
R. M. A.
8 1922 1944 8
Suriatanudibrata
R. Sulaeman Nata
12 1948 1949 12
Amijaya
H.
15 Aziz Halim 1957 1960 15
H.
16 RA. Sutisna 1960 1966 16
H.
18 Moch. Saleh Paindra 1978 1983 18
H.
19 RE. Djaelani 1983 1988 19
SH.
Drs. H.
20 Moch. Djufri Pringadi 1988 1993 20
Drs. H.
21 Adam Hidayat 1993 1998 21
SH., M.Si
11 Desember 11 Desember
24
2008 2013
H. Dr. H.
23 Sutrisno Karna Sobahi
SE., M.Si M.M.Pd.
11 Desember 11 Desember
25
2013 2018
Keterangan
Kecamatan
Kabupaten Majalengka terdiri dari 26 Kecamatan, yang terbagi atas 330 Desa dan 13 Kelurahan.
Pusat pemerintahan Kabupaten berada di Kecamatan Majalengka. Berikut adalah kecamatan-
kecamatan dalam wilayah Kabupaten Majalengka:
1. Kecamatan Argapura
2. Kecamatan Banjaran
3. Kecamatan Bantarujeg
4. Kecamatan Cigasong
5. Kecamatan Cikijing
6. Kecamatan Cingambul
7. Kecamatan Dawuan
8. Kecamatan Jatitujuh
9. Kecamatan Jatiwangi
10. Kecamatan Kadipaten.
11. Kecamatan Kasokandel
12. Kecamatan Kertajati
13. Kecamatan Lemahsugih
14. Kecamatan Leuwimunding
15. Kecamatan Ligung
16. Kecamatan Maja
17. Kecamatan Majalengka
18. Kecamatan Malausma
19. Kecamatan Palasah
20. Kecamatan Panyingkiran
21. Kecamatan Rajagaluh
22. Kecamatan Sindang
23. Kecamatan Sindangwangi
24. Kecamatan Sukahaji
25. Kecamatan Sumberjaya
26. Kecamatan Talaga
Demografi
Jumlah Penduduk Kabupaten Majalengka Berdasarkan BPS Kabupaten Majalengka Tahun 2013
adalah 1.180.774 Jiwa terdiri dari 590.038 jiwa penduduk laki-laki dan 590.736 jiwa penduduk
perempuan. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 adalah 981
jiwa/km². Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Jatiwangi dengan kepadatan 2.087 jiwa/km².
Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah:
1. Kecamatan Jatiwangi : 83.450 jiwa.
2. Kecamatan Majalengka : 69.946 jiwa.
3. Kecamatan Cikijing : 60.581 jiwa.
4. Kecamatan Lemahsugih : 57.928 jiwa.
5. Kecamatan Sumberjaya : 57.353 jiwa.
Mayoritas Masyarakat Majalengka berasal dari etnis Sunda. Bahasa yang digunakan Bahasa
Sunda, akan tetapi memiliki perbedaan beberapa arti dan kosakata dengan Bahasa Sunda di
Kawasan Priangan. Bahasa Sunda di Majalengka merupakan bahasa Sunda dialek Tengah
Timur. Dibeberapa wilayah Majalengka masyarakatnya merupakan Etnis Cirebon/Wong
Cerbon dan menggunakan bahasa Cirebon, seperti di utara dan Timur
Jatitujuh, Kertajati, Ligung, Sumberjaya dan Desa Patuanan di Kecamatan Leuwimunding.
Sampyong
Wayang Golek
Wayang Kulit
Pencak Silat
Genjring Akrobat
Kacapi Suling
Pantun
Sandiwara
Gaok
Jaipong, Degung dan Kliningan
Sintren
Tarling
Tari topeng Beber
Kuda Penca
Rudat
Pareresan
Mapag Sri
Ngalaksa
Gembyung
Tari Kedempling
Angkot 1A : Jurusan Terminal Cigasong - Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Jatisampay -
Kartini - Suma - Makmur - Pahlawan.
Angkot 1B : Jurusan Terminal Cigasong - Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Suha -
Ahmad Yani - Babakan Jawa - Letkol A. Gani - Imam Bonjol.
Angkot IC : Jurusan Terminal Cigasong - Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Gerakan
Koperasi - Ahmad Kusumah - Jatisampay - Kesehatan - Pertanian.
Angkot ID : Jurusan Terminal Cigasong - Terminal Cipaku Kadipaten via Pasirmuncang-
Cijurey-Leuwiseeng.
Angkutan Perkotaan
Bus
Rajagaluh - Cikarang
Rajagaluh - Bekasi
Bantarujeg - Cikarang
Bantarujeg - Bekasi
Bantarujeg - Bandung
Cikijing - Cikarang.
Kereta Api
Kabupaten Majalengka dahulu memiliki jalur kereta api yang menghubungkan Cirebon-
Kadipaten. Dibangun oleh perusahan swasta Belanda Semarang Cheribon Stoomtram
Maatschappij (SCS) pada tahun 1901. Jalur ini kemudian ditutup pada tahun 1978 akibat kalah
bersaing dengan moda angkutan darat lainnya. Berikut Daftar Eks Stasiun Kereta Api di wilayah
Majalengka:
Prapatan
Bongas
Palasah
Cibolerang
Jatiwangi
Baturuyuk
Kasokandel
Cideres
Kadipaten
Transportasi Udara
Sejak Tahun 2013 mulai dibangun Proyek Bandara Internasional Jawa Barat di
Kecamatan Kertajati. Ditargetkan Bandara Internasional ini dapat beroperasi pada pertengahan
tahun 2018.[1] Bandara ini membutuhkan lahan seluas 1.800 hektar dan direncanakan juga
terdapat kawasan Aerocity Kertajati untuk mendukung keberadaan Bandara tersebut.
Objek Wisata
Wisata Air Terjun
1.
1.
Kota Cirebon
Kota Udang, Kota Petis, Kota Wali
Kota di Indonesia
Dari kiri ke kanan: Kantor Wali kota, Pemandangan Cirebon, Gua Sunyaragi, Masjid Agung Sang
Cipta Rasa, Kampung Batik Trusmi, Masjid At-Taqwa, Keraton Kasepuhan.
Lambang
Negara Indonesia
Luas
Peringkat 83
luas
Penduduk (2010)[1]
• Total 315.875
• Peringkat 37
• Peringkat 11
Demografi
• Bahasa Cirebon
Sunda
Indonesia[note 1]
Kecamatan 5 kecamatan
Kelurahan 22 kelurahan
Kota Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang
menghubungkan Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya.
Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban[4], Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang
dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa
yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban[5] (carub dalam bahasa Cirebon artinya bersatu
padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa
diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa,
dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan
kemudian cerbon.
Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak awal
mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan
menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan
garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa
Cirebon disebut (belendrang)yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang
sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi cirebon[6].
Daftar isi
1Geografi
2Iklim
3Panorama Perkotaan
4Etimologi
5Sejarah
6Pemerintahan
o 6.1Daftar Wali Kota
6.1.1Masa Pendudukan Belanda
6.1.2Masa Pendudukan Jepang
6.1.3Masa Kemerdekaan Indonesia
o 6.2Dewan Perwakilan
o 6.3Kecamatan
7Penduduk
8Perhubungan
9Pengangkutan dan Komunikasi
10Perekonomian
11Keuangan dan Harga
12Pelayanan umum
o 12.1Listrik
o 12.2Air Minum
13Kesehatan
14Pendidikan
15Pariwisata
o 15.1Tempat-tempat yang layak dikunjungi
16Seni dan budaya
17Pers dan media
18Putera Daerah
19Galeri kuliner
20Catatan
21Rujukan
22Lihat pula
23Pranala luar
Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155
hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe
iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musin hujan
jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September.
Keadaan angin terdapat tiga macam angin :
Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh
seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920 dengan wali kota pertamanya adalah J.H.
Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente
Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi stadgemeente, dengan
otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun 1928
dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya.
Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota)
yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai
tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra
Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota
yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera
ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang
digunakan saat ini.
Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency
International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota
Pekanbaru, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang
merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama
mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan
sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei
yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para
pelaku bisnis.[15][16]
Daftar Wali Kota[sunting | sunting sumber]
Kantor Wali kota Cirebon
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar Wali Kota Cirebon
[ket. 1]
1 Y.H. Johan 1920 1925 1
Asikin [ket. 2]
6 1942 1943 6
Nataatmaja
Muniran Suria
7 1943 1949 7
Negara
1988 1993 19
Kumaedhi
19
Syafrudin
1993 1998 20
Lasmana
20 1998 2003 21
Suriaatmadja
Agus
21 Subardi 2003 2008 22
Alwafier
16 April 16 April 23 Sunaryo [18][19]
2008 2013 (2008) H.W.
[20]
16 April 19 Februari Nasrudin
22 Ano Sutrisno [ket. 5]
2013 2015 Azis
24
(2013)
26 Maret [21][22]
23 Nasrudin Azis Petahana
2015
Keterangan
Harjamukti
Kejaksan
Kesambi
Lemahwungkuk
Pekalipan
Wilayah administrasi Pemerintah Kota Cirebon berluas 38,10 km2, pada tahun 2014 terdiri dari 5
wilayah kecamatan, 22 kelurahan, 247 Rukun Warga (RW), dan 1.352 Rukun Tetangga
(RT). Harjamukti merupakan kecamatan terluas (47%), kemudian berturut-
turut Kesambi (22%), Lemahwungkuk (17%), Kejaksan (10%) dan Pekalipan (4%).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Pemerintahan Kota Cirebon pada tahun 2015
mencapai 6.197 orang.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Cirebon pada tahun 2015 sebanyak 36 orang, yang terdiri
26 laki-laki dan 10 perempuan. Anggota DPRD tersebut terbagi kedalam 9 fraksi, Anggota fraksi
terbanyak adalah Fraksi PDIP dengan 7 anggota, Fraksi Golkar 6 anggota,Fraksi Partai Nasdem
4 anggota, Fraksi Partai Gerindra 3 anggota, Fraksi Partai Demokrat 3 anggota, Fraksi PAN 3
anggota, Fraksi PKS 3, Fraksi Partai Hanura 3 dan Frakis Bangkit Persatuan 3 anggota.[23]
Perekonomi Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis dan
karakteristik sumber daya alam sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh
sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Tomé Pires dalam Suma
Orientalnya sekitar tahun 1513 menyebutkan Cirebon merupakan salah satu sentra
perdagangan di Pulau Jawa. Setelah Cirebon diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, pada
tahun 1859, pelabuhan Cirebon ditetapkan sebagai transit barang ekspor-impor dan pusat
pengendalian politik untuk kawasan di pedalaman Jawa.
Sampai tahun 2001 kontribusi perekonomian untuk Kota Cirebon adalah industri pengolahan
(41,32%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (29,8%), sektor
pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%). Sedangkan sektor lainnya
(9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan, listrik, dan gas rata-rata 2-3%.
Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering
menjadi sasaran urbanisasi memiliki jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya.
Fenomena ini di satu sisi menggembirakan karena menunjukan dinamika ekonomi akar rumput,
tetapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan persoalan yang serius di
sektor ketertiban dan tata ruang.
Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu
produsen rokok yang pernah berdiri di Kota Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna
mengefisiensikan produksinya, merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota Malang.
Kota Cirebon memiliki 12 kompleks ruko, 13 bangunan plaza dan mall serta 12 pasar tradisional.
Kota Cirebon memiliki beberapa pusat perbelanjaan di antaranya Cirebon Mall daerah Kota Tua
(BAT) di Jalan Syarief Abdurahman, CSB Mall (Cirebon Super Block) berlokasi di pusat Kota
Cirebon Jalan DR. Cipto Mangunkusumo dengan luas 6.2 ha, Grage Mall bertempat di Jalan
Tentara Pelajar, Giant Hypermarket terletak di sekitar area Stadion Bima Jalan Brigjen Dharsono
(By-Pass), dan di sekitar Jalan Rajawali, Plaza Yogya Siliwangi di Jalan Siliwangi, Plaza Yogya
Grand Center di Jalan Karanggetas, Pusat Grosir Cirebon(PGC), Asia Plaza, Surya
Plaza, Carrefour SuperStore Jl. Cipto, Gunung Sari Trade Center (GTC), Balong Indah
Plaza,Grage City Mall dan Plaza Index "Ace Hardware".[25]
Pada triwulan I 2010, Kota Cirebon mengalami laju inflasi tertinggi dibandingkan dengan kota
lainnya di Jawa Barat. Faktor pendorong kenaikan laju inflasi terutama berasal dari kelompok
transpor, komunikasi dan jasa, keuangan serta pendidikan, Pariwisata, dan olahraga.
Kelompok Triwulan II 2009 Triwulan III 2009 Triwulan IV 2009 Triwulan I 2010
Kelompok transpor Kota Cirebon mengalami laju inflasi yang cukup tinggi karena kenaikan
harga BBM nonsubsidi serta tarif jasa keuangan. Sementara itu, tarif kursus/pelatihan di Kota
Cirebon relatif tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sehingga mendorong tingginya
inflasi kelompok pendidikan.
Pendidikan SD atau MI negeri dan SMP atau MTs negeri dan SMA atau MA negeri dan SMK negeri dan Perguruan
formal swasta swasta swasta swasta tinggi
Bangunan Mande Karesmen pada kompleks keraton Kasepuhan terlihat para Wiyaga (penabuh gamelan)
sedang berdiskusi disela-sela prosesi penabuhan gong Sekati pada Idul Fitri 2014, dari
jajaran Wiyaga terlihat Ki Waryo (anak dari Ki Empek) duduk paling kanan, Ki Adnani dan
kemudian Ki Encu
Sebagai salah satu tujuan wisata di Jawa Barat, Kota Cirebon menawarkan banyak pesona
mulai dari wisata sejarah tentang kejayaan kerajaan Islam, kisah para wali, Komplek Makam
Sunan Gunung Jati di Gunung Sembung sekitar 15 km ke arah barat pusat kota, Masjid Agung
Sang Cipta Rasa, Masjid At Taqwa, kelenteng kuno, dan bangunan-bangunan peninggalan
zaman Belanda. Kota ini juga menyediakan bermacam kuliner khas Cirebon, dan terdapat sentra
kerajinan rotan serta batik.
Cirebon terdapat keraton sekaligus di dalam kota, yakni Keraton Kasepuhan dan Keraton
Kanoman. Semuanya memiliki arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Cina,
dan Belanda. Ciri khas bangunan keraton selalu menghadap ke utaradan ada
sebuah masjid didekatnya. Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat
berkumpul, pasar dan patung macandi taman atau halaman depan sebagai perlambang
dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya kerajaan Cirebon. Ciri lain
adalah piring porselen asli Tiongkok yang jadi penghias dinding. Beberapa piring konon
diperoleh dari Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa.
Kota Cirebon memiliki beberapa kawasan taman di antaranya Taman Air Sunyaragi dan Taman
Ade Irma Suryani. Taman Air Sunyaragi memiliki teknologi pengaliran air yang canggih pada
masanya, air mengalir di antara teras-teras tempat para putri raja bersolek,
halaman rumput hijau tempat para ksatria berlatih, ditambah menara dan kamar istimewa
yang pintunya terbuat dari tirai air. Sementara beberapa masakan khas kota ini sebagai bagian
dari wisata kuliner antara lain: Sega Jamblang, Sega lengko, Empal gentong, Docang, Tahu
gejrot, Kerupuk Melarat, Mendoan, Sate beber, Mi koclok, Empal asem, Nasi goreng Cirebon,
Ketoprak Cirebon, Bubur ayam Cirebon, Kerupuk Udang dan sebagainya.
Tempat-tempat yang layak dikunjungi[sunting | sunting sumber]
Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan3.jpg
Keraton Kanoman
Kacirebonan
Masjid Panjunan
Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Kota Cirebon merupakan perpaduan berbagai
budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
pertunjukan khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng
Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung dan Sandiwara Cirebonan.
Kota ini juga memiliki beberapa kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan
Kaca, Bunga Rotan dan Batik.
Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega
Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awanbergumpal-gumpal yang biasanya membentuk
bingkai pada gambar utama.
Motif Mega Mendung adalah ciptaan Pangeran Cakrabuana (1452-1479), yang hingga kini masih
kerap digunakan. Motif tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada
awalnya, seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang dicirebon, batik motif
mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu terdapat juga motif-motif
batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk pesisir.[34]