Kelas : A27
NIM : 2281131328
Menurut Syafi`i Ma'arif, sebelum agama dominan seperti Hindu-Budha dan Islam ada di nusantara,
masyarakat nusantara terlebih dahulu memiliki kepercayaan terhadap animisme dan animisme. ¹Meskipun
nusantara baru pertama kali bersentuhan dengan agama Hindu-Budha, namun munculnya Islam sebagai negara
baru bukan berarti Islam ditolak, nyatanya Islam diterima secara luas oleh masyarakat nusantara. Di wilayah
Cirebon inilah agama Islam mulai menyebar hingga ke wilayah Tatar Sunda. Sunan Gunung Djati, atau bernama
asli Syarif Hidayatullah, adalah seorang pendakwah Islam yang sangat berpengaruh. Sunan Gunung Djati
merupakan salah satu wali Songo yang berhasil menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia Sunda.
Keberhasilan ini diprakarsai oleh pamannya, Raden Walalusang, yang mendirikan Keraton Pakungwati sebagai
pusat dakwah Islam. Raden Walalusang kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Sunan Gunung Djati. Dalam
Islam kita tidak mengenal dan menolak keberadaan patung atau patung, seperti dalam surat asy-Saffat ayat 95-
96 yang artinya “Ibrahim berkata:Apakah Anda menyukai patung yang telah Anda ukir?
Sebelum lahirnya kota Cirebon seperti sekarang ini, Cirebon merupakan sebuah desa yang berkembang
menjadi sebuah negara dan kemudian menjadi sebuah kerajaan. Kerajaan Cirebon yang saat ini merupakan
bagian dari wilayah administratif Provinsi Jawa Barat, terletak di ujung timur pantai utara Jawa Barat dan
berbatasan dengan wilayah administratif Provinsi Jawa Tengah. Batas wilayahnya berbatasan dengan Bupati
Brebes di timur, Bupati Kuningan di selatan, Bupati Majalengka di barat, dan Bupati Indramayu di utara. Hal ini
disebabkan letak Cirebon yang merupakan kota pelabuhan yang digunakan sebagai jalur perdagangan
internasional sejak abad ke-15 Masehi. Letak geografis Kesultanan Cirebon tidak jauh berbeda dengan letak
kota Cirebon saat ini, yaitu terletak pada 108° 35 BT dan 9° 30 BT. Letak Cirebon sebelum masa pemerintahan
Islam berada di bawah kekuasaan Kesultanan Galuh yang merupakan milik kerajaan besar khususnya Pajajaran.
Dalam buku Cirebon Adalah Pelabuhan Jalur Sutra, letak Pelabuhan Cirebon berada di teluk yang terlindung
dari gangguan alam seperti gelombang laut. Pelabuhan Cirebon juga terletak cukup jauh dari pelabuhan besar
lainnya, di tengah pulau Jawa bagian utara, antara pelabuhan Jepara, Tuban dan Surabaya di sebelah timur serta
pelabuhan Sunda Kelapa (Jayakarta) dan Banten di sebelah barat. Peranan Pelabuhan Cirebon menjelaskan
mengapa sejak abad ke-9 Masehi, Pelabuhan Cirebon banyak dikunjungi oleh para pedagang lokal dan
internasional. Sebelum terbentuknya kekuasaan politik Islam di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati,
wilayah Cirebon terbagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah pesisir yang disebut Cirebon Larang dan wilayah
pedalaman yang disebut Cirebon Girang. Dari Cirebon Larang/Dukuh Pesambangan dilakukan perdagangan
laut dan menjadi jalur penetrasi umat Islam ke Cirebon. Cirebon Larang memiliki pelabuhan yang sibuk dan
mercusuar untuk memberikan sinyal jangkar bagi kapal-kapal layar yang singgah di pelabuhan bernama Muara
Jati (sekarang disebut Alas Konda). Sebelum terbentuknya kekuasaan politik umat Islam di bawah
kepemimpinan Sunan Gunung Jati, wilayah Cirebon terbagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah pesisir yang
disebut Cirebon Larang dan wilayah pedalaman yang disebut Cirebon Giran.