Anda di halaman 1dari 5

BAB II.

PEMBAHASAN

Sejarah Perjalanan masyarakat Pulau Serua, Kampung Waru ke Pulau Seram Kota Masohi

Bangsa Indonesia mempunyai keindahan budaya yang sangat beragam. Setiap suku Bangsa
mempunyai bahasa, kesenian, adat, tradisi, dan kepercayaan masing- masing. Ibarat pelangi,
keragaman itulah yang menjadi ciri khas dan keindahan budaya Bangsa Indonesia.

Gugusan pulau-pulau yang terletak dideretan Pulau Banda adalah Pulau Teon, Pulau Nila, dan Pulau
Serua yang merupakan wilayah Maluku Tengah. Ketiga pulau ini merupakan Gunung Berapi. Pulau
Serua jika dilihat dari jauh nampak seperti segitiga yang dilapisi dengan intan yang berkilauan. Pulau
yang sangat kecil yang dikelilingi oleh laut. Dengan. jarak pantai ke perkampungan kurang lebih 2km
untuk kampung Waru.

Pulau Serua dibagi dua yaitu sebelah barat dan sebelah timur. Sebelah barat terdiri dari tiga
kampung yaitu kampung Jerili, kampung Lesluru, dan kampung Trana. Sebelah timur yaitu kampung
Waru, mata pencaharian Bertani dan Nelayan (hasil pertanian: Cengkih, Pala, Lemon, dan Mangga).

Kampung Waru

Pendidikan pada warga kampung Waru hanya terbatas pada tingkat SD, dan apabila saatnya untuk
diadakan ujian maka perjalanan yang ditempuhpeserta ujian dari kampung Waru sangat panjang.
Dengan menggunakan Arumbai harus ke Kecamatan yaitu di pulau Nila. Peserta ujian bersama
dengan orang tua harus membawa persiapan bekal untuk beberapa hari. Setelah selasai ujian,
mereka kembali ke pulau Serua kampung Waru. Dan apabila saat untuk mendengar hasil ujian, orang
tua siswa kembali menyiapkan anak-anak untuk melanjutkan pendidikan ketingkat SMP/ SMEP
dengan melalui perajalan panjang kepulau Banda.

Adapula siswa yang melanjutkan sekolahnya ke kota Ambon dan ada juga yang ke pulau Banda
dengan menumpang perahu layar selama satu minggu dalam pelayaran.

Inilah yang membuat masyarakat kampung Waru punya Prakarsa untuk tinggalkan kampung
halaman dan mengikuti Transmigrasi. Atas saran dari Bapak Th. Komsary sebagai pejuang 45 NKRI,
salah seorang kenalan beliau yaitu Pelaksana Harian Kepala Daerah Kabupaten Maluku Tengah Bpk
Wans untuk mengikuti transmigrasi ke pulau Seram, Maluku Tengah Kota Masohi. Sebagian
masyarakat menyambut baik, tetapi sempat terjadi perselisihan pendapat dengan alasan tidak
nyaman dengan tempat yang baru. Akhirnya yang mengikuti trasmigrasi hanya 60 KK, sebagian
masyarakat menetap dikampung Waru untuk menjaga warisan leluhur.
60 KK berangkat ke pulau Seram dengan menumpang 2 perahu layar. Masyarakat yang tidak
mendapat tempat diperahu harus menunggu sampai perahu layar kembali. Tetapi, ada informasi
bahwa Bapak Gubernur akan berangkat ke Serua untuk meresmikan Gereja dikampung Lesturu.
Setelah peresmian selesai, Bapak Gubernur menginformasikan kepada masyarakat untuk
menumpang kapal Gandaria. Masyarakat keluar dari kampung Waru pada 24 Oktober tahun 1964
menuju ke pelabuhan Tulehu, Kota Ambon dan kemudian melanjutkan pelayaran ke pulau Seram,
Kota Masohi.

Pada saat itu 60 KK dibagi dua untuk ditampung pada dua tempat yang berbeda, sebagian
ditampung pada bangunan yang berada di pantai Batra dan sebagian lagi ditampung pada rutan
lama bersebelahan dengan SMA RK, kota Masohi.

Setelah kurang lebih 4 bulan tinggal di tempat penampungan, masyarakat tidak berdiam diri mereka
memohon kepada Bapak Bupati kepala daerah untuk menunjuk tempat berdomisili (tempat tinggal)
yang akan ditempati sebagai kampung baru. Kemudian ditunjuk kurang lebih 1km dari pusat Kota
Masohi. Nama kampung Waru terdiri dari dua kata "Let" yang berarti Kampung dan "Waru" yang
berati Baru, jadi Letwaru berati "Kampung Baru" yang dipimpin oleh Bapak J.J Ukru dan dipilih

berdasarkan pemilihan masyarakat.

Setelah mempunyai pemimpin, maka masyarakat dihimbau lewat pertemuan- pertemuan rapat
untuk menyiapkan tempat tinggal. Tempat tinggal dibuat dari atap rumbia dan kayu untuk material
rumah. Masyarakat begotong-royong dan akhirnya dibangun dua barak besar untuk ditempati oleh
60 KK. Pembagian kamar dengan cara di undi sehingga semuanya berjalan dengan tertib dan baik.
Hari demi hari, waktu berlalu. Persiapan untuk berpindah dari tempat penampungan ke lokasi yang
baru telah siap. Tepatnya pada tanggal 3 Januari 1965 Bapak Raja bersama masyarakat mengadakan
Doa bersama untuk berpindah ke kampung yang baru, Kampung Letwaru.

Soal Ekonomi

Bahan makanan yang didapat dari pemerintah diolah oleh Ibu-ibu didapur umum untuk disantap
bersama-sama pada waktu pagi, siang, ataupun malam hari. Selang beberapa waktu, para orang tua
masyarakat membuat kebun baru, pembagian tanah juga dilakukan secara undi dan masing-masing
keluarga mendapat sebidang tanah untuk ditanami dengan bermacam- macam tanaman. Hasil dari
perkebunan tersebut dijual di pasar Masohi. Untuk memenuhi keperluan rumah tangga, kesehatan,
serta pendidikan anak-anak.
mengadakan rapat untuk pembuatan kebun baru. Dengan cara bergotong-royongKeperluan Air
Bersih

Setelah orang tua-tua adat mencari mata air dihutan, mereka menemukan sebuah mata air tidak
jauh dari kampung, kurang lebih 1km dari pantai, tempat masyarakat berdomisili. Pencarian mata air
ataupun dalam mengerjakan hal lain selalu diawali dengan doa bersama. Diawali dengan pengerjaan
sebuah bak tampungan, sesudah itu dipasang bambu untuk pancuran sepanjang 1km dari mata air
yang berdiameter sekitar 1,5 m ke tempat pemukiman dipantai Letwaru. Karena pancuran melewati
jalan raya jadi masyarakat harus membuat terowongan didalam tanah untuk pancuran tersebut
schingga pancuran dapat dialiri air dengan baik ke bak penampung agar dapat dipergunakan untuk
minum, memasak, mencuci, mandi, dan aktivitas lainnya. Banyak orang yang melewati jalan raya
dari kota Masohi atau kampung-kampung yang lain mereka terkejut karena bambu yang dialiri air itu
bisa melewati terowongan bawah tanah dengan tekanan air yang begitu deras.

Soal Pendidikan

Pendidikan sangatlah penting bagi generasi penerus bangsa. Karena tanpa pendidikan, suatu bangsa
tidak akan maju dan berkembang. Dari latar belakang pendidikan yang susah karena alat transportasi
yang minim dan tempat tinggal yang jauh dan harus melewati lautan luas yang kadang-kadang
terjadi cuaca yang buruk.

misalnya hujan deras dan gelombang yang sangat dasyat sehingga masyarakat mengikuti
transmigrasi ke pulau Seram, Kota Masohi.

Setelah tiba di Kota Masohi, inisiatif dari masyarakat lewat Dinas Pendidikan didirikanlah Sekolah
yaitu SD Negeri 3 Letwaru. Pada saat itu Sekolah Dasar hanya sampai kelas 3 saja. Alasannya karena
pada saat pindah dari Pulau Serua, anak yang bersekolah melanjutkan SD, SMP, dan SMA di kota
Masohi, kota Ambon, atau ke Pulau Jawa. Dengan perjuangan panjang untuk bersekolah dan hidup
ditanah rantau akhirnya sebagian besar anak Waru/ Letwaru sekarang ini ada yang menjadi PNS,
Pegawai Swasta, Guru, Pendeta, TNI, Polisi, dan banyak pekerjaan lainnya. Long Life Education.

Kesehatan

Kesehatan sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada saat masyarakat letwaru sudah
mendapat tempat tinggal yang tetap maka didirikanlah Puskesmas. Sebelum Puskesmas didirikan
apabila ada masyarakat yang sakit maka akan dirawat dirumah sakit Masohi, jika dirawat inap maka
dirujuk ke rumah sakit Amahai. Perjalanan sekitar 6km dengan berjalan kaki, kemudian melewati
laut dengan menggunakan perahu semang/kole-kole.

Perumahan
Setelah 3 tahun, Bapak Raja dan masyarakat membangun perumahan yang awalnya adalah rumah
papan berlantai tanah kemudian berubah menjadi rumah beton. Semua itu dibuat dengan usaha
sendiri (dari hasil perkebunan, tangkapan ikan, dan juga hasil Cengkeh, jeruk, dan mangga dari Pulau
Serua) dan juga bantuan dari Pemerintah lewat bantuan sosial, setiap keluarga ditanggung 5 kantong
semen.

Setiap tahun, bila ada hasil panen di Pulau Serua maka setiap keluarga pulang ke pulau untuk
mengambil hasilnya dengan menggunakan perahu layar. Sekarang perahu layar ini sudah tidak
dipergunakan dan diganti dengan kapal PLNI yang berlayar namun karena belum ada akses
pelabuhan/ jembatan jadi saaat masyarkat turun dari kapal, harus naik perahu lagi untuk ke pulau
Serua.

Tempat Ibadah

Pada waktu transmigrasi masyarakat letwaru bergabung dengan masyarakat Haruru orang asli seram
untuk beribadah dikampung mereka. Selang beberapa tahun kemudian warga Letwaru berpisah dan
kembali menggunakan salah satu ruang barak sebagai tempat ibadah.

Sekarang gereja sudah berdiri megah dan hanya tinggal diresmikan. Sebelum itu sudah ada gereja
yang dibangun namun karena kerusuhan jadi terbakar, dibangun lagi dan terbakar lagi karena
kerusuhan. Tahun 1999 tanggal 28-31 desember seluruh kampung habis terbakar. Di tahun 2004
masyarakat kembali membenahi rumah-rumah yang terbakar dan dibangun kembali perumahan,
gedung sekolah, Puskesmas, SKB, lapas, dan juga gedung Gereja dibantu oleh pemerintah.

Semua yang telah dibakar sudah deiperbaiki, status desa atau kampung yang disandang Letwaru
sudah diganti menjadi Kelurahan Letwaru, Kecamatan Amahai.

Budaya Perkawinan

Walaupun sekarang ini banyak penduduk di kelurahan Eetwaru yang bukan orang asli Serua, Budaya
adat istiadat tetap dijaga yaitu Budaya Perkawinan. Salah satu contoh budaya pernikahan pada
kampung Waru, dua muda-mudi yang berpacaran pada akhirnya melangsungkan pernikahan. Di
kampung Waru terdapat dua "Mutu" yaitu "Mutu Porsa" dan "Mutu Warton'na". Porsa terdiri atas 3
Fam dan Warton'na terdiri atas 5 Fam. Mutu Porsa boleh menikah dengan Mutu Wartonina, tetapi
Mutu Porsa tidak boleh menikah dengan sesama Mutu Porsa. Begitupun dengan Mutu Warton'na
tidak boleh menikah dengan sesama Mutu Warton'na karena mereka adalah gandong. Bila
kedapatan berpacaran maka akan dicegat dan memaksa ingin menikah maka akan mendapat sanksi
oleh tua-tua adat dan harus membayar denda berupa beberapa pasang Emas. Sedangkan untuk
muda-mudi yang bertunangan sesuai dengan aturan adat sampai pada pernikahan adat maka orang
tua keduanya akan berkumpul untuk membicarakan harta dan waktu pernikahan, sesudah itu
ditentukan tanggal membawa harta dan sekalian persiapan pernikahan. Harta berupa dua pasang
mas bulan, satu tempayang sopi dan 100kg babi. Selesai pemabyaran harta, beberapa hari kemudian
dilangsungkan pesta pernikahan mempelai laki-laki menjemput mempelai perempuan. Contoh
pengantin perempuan adalah Warton na. Selang beberapa bulan jika perempuang hamil muku
saudara atau famili dari mutu Warton na

mencari kayu bakar cukup banyak. kayu diantar oich bapak-bapak sedangkan makanan hasil kebun
diantar oleh ibu-ibu kerumah anak perempuan. Sampai bayi lahir keluarga perempuan pergi mata
wana selaina 3 hari Istilah ini disebut "Sin sin ai" yang berarti potong kaya (kayu bakar) agar saat bayi
kahir dipergunakan untuk keperioan memasak

Anda mungkin juga menyukai