Anda di halaman 1dari 5

ETNOGRAFI DAYAK DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA-KALTIM

A.    Asal Masyarakat Dayak di Kalimantan


Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang
memmiliki budaya terrestrial (daratan, bukan budaya maritime). Sebutan ini adalah sebutan umum karena
orang Daya terdiri dari beragam budaya dan bahasa. Dalam arti sempit, Dayak hanya mengacu kepada suku
Ngaju (rumpun Ot Danum) di Kalimantan Tengah, sedangkan arti yang luas suku Dayak terdiri dari atas 6
rumpun suku. Suku Bukit di Kalimantan Selatan dan Rumpun Iban diperkirakan merupakan suku Dayak yang
menyeberang dari pulau Sumatera. Sedangkan suku Maloh di Kalimantan Barat diperkirakan merupakan suku
Dayak yang datang dari pulau Sulawesi.

Ada banyak pendapat tentang asal-usul orang Dayak. Sejauh ini belum ada yang sungguh
memuaskan. Pendapat umumnya menempatkan orang dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar
dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Gagasan (penduduk asli) ini didasarkan pada teori migrasi
penduduk ke Kalimantan. Bertolak dari pendapat itu, diduga nenek moyang orang Dayak berasal dari
beberapa gelombang migrasi. Gelombang pertama terjadi kira-kira 1 juta tahun yang lalu tepatnya pada
periode Interglasial-Pleistosen. Kelompok ini terdiri dari ras Australoid (ras manusia prehistoris yang berasal
dari Afrika). Pada zaman Preneolitikum, kurang lebih 40.000-20.000 tahun lampau, datang lagi kelompok
suku semi nomaden (tergolong manusia modern, Homo sapiens ras Mongoloid).

B.    Masyarakat Dayak pada Masa Kini


Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot
Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-
rumpun. Dengan sedikit berbeda, Tjilik Riwut mengklasifikasikan mereka dalam 7 kelompok besar yakni
Dayak Ngaju, Iban, Klemantan, Apu Kayan, Murut, Punan dan Ot Danum. Dari tujuh kelompok besar ini dibagi
menjadi 18 suku sedatuk, dari 18 suku sedatuk terbagi lagi kedalam 405 suku kekeluargaan. Dayak Ngaju
merupakan suku Dayak terbesar dan terkemuka diantara semua suku yang ada di Kalimantan. Dayak Ngaju
ini memiliki 4 suku sedatuk yakni Dayak Ngaju, Maanyan, Dusun dan Lawangan (Riwut, 1993). Meskipun
terbagi dalam ratusan sub rumpun, kelompok suku dayak memiliki kesamaan cirri-ciri budaya yang khas. Ciri-
ciri tersebut menjadi factor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam
kelompok dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau,
sumpit, beliung (kampak); pandangan terhadap alam, mata pencaharian (system perladangan), dan seni tari.

C.    Asal Masyarakat Dayak di Kutai Kartanegara dan Pesebarannya


Penelitian etnografi di Kabupaten Kutai Kartanegara difokuskan pada sembilan kecamatan dimulai dari
pesisir sampai daerah pedalaman berhasil mengamati enam suku dayak yang tinggal di sembilan kecamatan
di Kab. Kukar. Keenam suku dayak ini sementara ini dianggap termasuk dalam komunitas yang cukup banyak
ditemukan di daerah Kukar sehingga dapat dianggap mewakili keseluruhan komunitas Dayak di daerah ini.
Sembila kecamatan yang menjadi lokasi survey merupakan daerah yang dianggap cukup banyak dihuni oleh
komunitas dayak didaerahnya. Keenam suku dayak tersebut adalah:

1. Dayak Benuaq, di desa Pondok Labu, Kec. Tenggarong dan Desa Perian, Kec. Muara Muntai.
2. Dayak Kenyah, di Desa Lung Anai, Kec. Loa Kulu, Desa Lekaq Kidau, Kec. Sebulu, Desa Tukung Ritan
dan Ritan Baru, Kec. Tabang dan Desa Sungai Bawang, Kec. Muara Badak.
3. Dayak Tunjung, di Desa Nangka Tujuh, Kec. Kota Bangun dan Desa Teluk Bingkai, Kec. Kenohan
4. Dayak Punan, di Desa Muara Belimau, Kec. Tabang
5. Dayak Bahau di Muara Keba, Kec. Tabang, dan
6. Dayak Modang di Desa Long Bleh, Kec. Kembang Janggut.

D.   Asal Dayak Benuaq di Kabupaten Kutai Kartanegara

Perpindahan Suku Dayak dari Kalimantan Tengah ke Kalimantan Timur ini selalu mengikuti alur
sungai sementara sebagian masyarakat yang berasal dari ras ot-Danum menyusuri Sungai Mahakam yang
kemudian dikenal dengan suku Dayak Lawangan atau Lewangan atau Benuaq. Dari hulu sungai Mahakam
kemudian kemudian menyebar ke daerah sungai Ratah dan sebagian menetap di daerah Muara Ratah,
sebagian lainnya menyusur hilir sungai sampai ke Muara Pahu. Dari Muara Pahu, suku Dayak Benuaq ini
kemudian menyebar ke arah pedalaman melalui sungai Kedang Pahu. Di daerah Kedang Pahu ini masih
banyak daerah-daerah tempat tinggal orang Dayak Benuaq yaitu di Tanjung Laong, Muara Pagar, Muara
Baroh, Teluk Tempudau, Tanjung Loangan dan Tanjung Palang (Bonoh, 1984/1985: 7). Komunitas Dayak
Benuaq kini ditemukan pula di Desa Perian – Kecamatan Muara Muntai sebuah desa yang hamper
berbatasan dengan Kab. Kutai Barat. Masyarakat Dayak di desa Perian saat ini sebagian besar telah memeluk
agama Islam meskipun masih ada komunitas yang melaksanakan upacara ritual leluhurnya.

Persebaran komunitas Dayak Benuaq pada masa sekarang antara lain terdapat di wilayah Kutai Barat
yaitu di daerah Bongan serta di wilayah Kutai Kartanegara terdapat di daerah Jahab, Pondok Labu dan
Sanggulan.Alasan utama kepindahan komunitas ini keluar dari daerah asal mereka karena ketika itu terjadi
penebangan hutan besar-besaran dan mengganggu kehidupan mereka. Pemimpin rombongan mereka ketika
itu adalah Bapak Burhat, yang ketika tiba didaerah Pondik Labu kemudian diangkat menjadi kepala adat. Atas
kesepakatan bersama mereka kemudian mendirikan lamin sebagai tempat tinggal di tempat tersebut. Pada
tahun 1984, tiang pertama lamin mulai berdiri.

E.     Asal Dayak Kenyah di Kabupaten Kutai Kartanegara


Suku Dayak Kenyah termasuk dalam salah satu dari enam rumpun suku Dayak yang besar di
Kalimantan yakni rumpun Dayak Kenyah-Kayan-Bahau. Atau termasuk dalam rumpun Dayak Apo Kayan
dalam tujuh rumpun b esar menurut klasifikasi Tjilik Riwut. Pada awalnya Suku Dayak Kenyah menetap di Apo
Kayan, sebuah wilayah yang identik dengan tanah yang paling tinggi, di Kalimantan Timur paling Timur.
Secara administrative wilayah tersebut berada di perbatasan antara Propinsi Kalimantan Timur dengan
Serawak Malaysia.

F.     Asal Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Kartanegara


Sebenarnya hingga kini belum ada data yang akurat tentang darimana asal usul Orang Dayak Tunjung
di Kalimantan Timur. Sebagian daripada ahli yang menulis, menyatakan bahwa mereka adalah penduduk asli
yang menetap disekitar Danau Jempang. Akan tetapi, tokoh adap yang tinggal di Desa Nangka Tujuh,
Kecamatan Kota Bangun, Kab.Kutai Kartanegara bercerita tentang darimana mereka berasal. Konon nenek
moyang orang Tunjung mendiami sebuah wilayah di Kecamatan Bigung Kabupaten Kutai Barat.
Karena komunitas mereka semakin bertambah, diputuskan untuk mencari daerah baru agar hidup
mereka berkembang dan semakin maju. Sebagian ada yang berjalan mnuju wilayah Kalimantan Timur, dan
singgah di Enggelam (sekarang Gelam), sebuah wilayah yang berada disekitar Danau Melintang dan Danau
Semayang. Dari Enggelam, mereka melanjutkan perjalanan keberbagai daerah seperti Belayan, Rajak, Rimba
Ayu dan Nangka Tujuh hingga sekarang. Di Desa Nangka Tujuh orang Tunjung membangun pemukiman
tersendiri dan mengembangkan tradisi yang diwarisinya dari leluhur mereka. Masyarakat  Dayak Tunjung
yang menetap di Desa Teluk Bingkai umumnya merupakan kelompok masyarakat Dayak yang dating
dari daerah ulu (sekitar Danau Jempang) secara berkelompok. Ketika mereka sampai di Teluk Bingkai maka
secara otomatis pemimpin rombongan diangkat menjadi pimpinan mereka dalam satu desa yang disebut
sebagai benua. Pemimpin adapt bergelar merhajaq dan semua sanak keluarganya disebut hajaq yang berarti
golongan bangsawan. Kepala adapt dibantu oleh pengkawaq yang memiliki bawahan yang disebut mantiq
tatau yang mempunyai tugas berhubungan langsung dengan orang kebanyakan.

G.   Asal Dayak Punan di Kabupaten Kutai Kartanegara


Pada awalnya orang Punan dikenal sebagai salah satu suku bangsa Dayak di Kalimantan Timur yang
sangat nomadik, artinya bukan tata caranya berladang saja yang selalu berpindah-pindah, tetapi juga tempat
tinggalnya. Dengan demikian, ada kesulitan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kehidupan
mereka, termasuk menetapkan wilayah administrative dimana mereka tinggal. Secara umum mereka
mempunyai cirri bahwa mereka tidak menanam padi, tidak makan nasi, hanya hidup dari hasil buruannya,
serta hasil ramuan buah-buahan atau tanaman tertentu yang bias dimakan. Konon merekapun sangat sulit
untuk didekati. Beruntung, bahwa penelitian ini telah menemukan komunitas orang Punan yang berdomisili
di Desa Muara Belinau, Kecamatan Tabang. Apa yang dijadikan cirri umum diatas, ternyata kini sudah
berubah, karena mereka sudah hidup sebagaimana kelompok manusia lainnya, makan nasi, bahkan sudah
hidup membaur dengan berbagai komunitas yang ada. Menurut keterangan kepala desanya, orang Punan
berada di desa tersebut sejak tahun 1978, yakni ketika Departemen Sosial melalui Dinas Sosial Kab. Kutai
Kartanegara melakukan pencatatan dan memukimkan orang-orang Dayak yang masih tinggal di hutan pada
sebuah areal pemukiman khusus.

Orang Punan yang kini menempati Desa Muara Belimau masing-masing berasal dari lima wilayah, yakni
Muara Tubok, Muara Keba, Muara Salung, Muara Tik dan Muara Belimau. Kelima wilayah itu berada di sungai
Telen yang bermuara di Sungai Belayan. Pemukiman pertama adalah di Muara Sungai Atan, kemudian pindah
lagi ke Muara Belinau di sekitar Sungai Lunuk.
I.       Asal Dayak Modang di Kabupaten Kutai Kartanegara
Masyarakat suku Modang tinggal di desa Long Bleh, kecamatan Kembang Janggut merupakan desa
tertua yang ada di wilayah Belayan. Kemudian desa ini mengalami pemekaran dan saat ini di wilayah Belayan
terdapat tiga desa tempat komunitas Dayak Modang.

Menurut penuturan kepala adapt yang informasinya disampaikan oleh orang tuanya, Desa Long Bleh
terbentuk pada tahun 1945 bertepatan dengan berkibarnya merah putih yang pertama kalinya. Kini tiang
bendera tersebut berdiri utuh dan mengingatkan mereka pada saat penting yakni Proklamasi Kemerdekaan
RI. Asal-usul orang Modang sendiri konon dari Sungai Kejun Besar di daerah Apo Kayan. Sebelum tahun 1945,
secara berkelompok orang Modang pindah dengan berjalan kaki menyusuri sungai Mahakam Dari hulu.
Pertama, mereka sampai di daerah seberang Long Bleh Haloq, dan kemudian tahap demi tahap membuka
daerah baru di tempat yang kini menjadi hunia orang Modang yakni Long Bleh (Modang). Pemukiman orang
Modang di wilayah Kembang Janggut ini dibedakan menjadi dua, pertama mereka yang menetap di desa
Long Bleh Modang, dan pemukiman lainnya adalah di Long Bleh Malih.
Judul Penelitian : Enotgrafi Dayak di Kabupaten Kutai Kartenagara-Kalim

Penulis : Tuani Sianipar

Ringkasan Penelitian :

1.     Suku Dayak dan budayanya merupakan suatu bagian atau sempalan bangsa dan budaya besar yaitu
Austronesia yang juga merupakan nenek moyang suku-suku bangsa di Nusantara.

2.     Nenek moyang suku Dayak pada awalnya bermukim di daerah Yunan, Tiongkok Selatan dan Vietnam
yang kemudian bermigrasi ke daerah bagian selatan melalui Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Sumtra
dan Jawa terus ke daerah timur. Sebagian lagi ke timur melalui Formosa, Philipina, Talaud, Sulawesi,
Kalimantan dan terus ke timur, Ambon, Pasifik.

3.     Kehidupan suku Dayak didasari oleh kepribadian luhur yang mengedepankan persatuan, gotong-royong,
toleransi. Cara-cara dan cirri kehidupan ini telah dilambangkan dalam cara bermukim di rumah lamin. Pola-
pola hias yang satu dan lainnya tidak terputus yang merupakan simbol satuan yang tidak terpisahkan antara
satu dan lainnya. Berbagai sktifitas kehidupan dilakukan secara bergotong-royong, seandainya ada yang tidak
melaksanakan akan diberi sangsi berupa benda atau binatang ternak.

4.     Budaya Dayak mempunyai sifat multi sector, multidimensi dan multifungsi yang dapat dimanfaatkan
dalam berbagai aspek kehidupan, untuk ilmu pengetahuan, budaya, pendidikan, ideology, ekonomi,
persahabatan dan lain sebagainya.

Tema penelitian : Asal masyarakat Dayal di Kutai Kartenegara

Anda mungkin juga menyukai