BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pikiran orang awam, suku Dayak hanya ada satu jenis. Padahal
sebenarnya mereka terbagi ke dalam banyak sub-sub suku. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh terpencarnya masyarakat Dayak menjadi kelompok-kelompok
kecil dengan pengaruh masuknya kebudayaan luar. Setiap sub suku memiliki
budaya unik dan memberi ciri khusus pada setiap komunitasnya.
1
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2
2.3 Bahasa
2.8 Kesenian
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam makalah ini, kebudayaan penduduk pendatang itu tidak akan kami
bicarakan. Yang menjadi pokok pembicaraan dalam makalah ini adalah penduduk
asli daerah tersebut yang terdiri dari orang Dayak. Dari sekian banyak macam
orang dayak di Kalimantan Tengah, hanya 3 suku Dayak saja yang kami akan
bahas diantaranya adalah Ngaju, Ot Danum, dan Ma`anyan.
4
5
6
kini sudah jarang di Kalimantan Tengah, tetapi masih banyak terdapat di daerah
utara, yaitu di daerah-daerah suku bangsa Ot Siang dan Murung. Di daerah
sungai Kahayan hanya di daerah suku bangsa Ot Danum saja yang masih terdapat
rumah betang.
Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang
lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku
Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip,
merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat,
budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku
Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman
mereka.
7
Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama
sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan
diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang
diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal da ri kata Daya” yang
artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau
perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun
kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan
propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih
memegang teguh tradisinya.
8
demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di
Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir
dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni
Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan lebih
dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama
Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika
bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke
daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan,
dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di
kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.
Di masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi
oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan
agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik,
maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang
Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan
dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri
9
Kusuma yang merupakan kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di
Kalimantan Barat.
Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh
karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap
telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar.
(Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi
kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat Dayak yang pindah
agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama dengan suku
melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan nenek
moyang) di masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku
dayak yang masuk Islam(karena Perkawinan dengan suku Melayu)
memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai
suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat
istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku
Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama
Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau
kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya
urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai,
karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik local maupun nusantara
lainnya.
10
1. Kendayan / Kanayatn Grop : Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit,
Belangin, Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya.mempunyai
gerak tari, enerjik, stakato, keras.
2. Ribunic / Jangkang Grop/ Bidoih / Bidayuh : Dayak Ribun, Pandu,
Pompakng, Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll.
Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas, mempunyai ciri
gerak tangan membuka, tidak kasar dan halus.
3. Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau,
Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa,
11
Selain terbagi menurut ethno linguistik yang terdata menurut jumlah besar
groupnya, masih banyak lagi yang belum teridentifikasikan gerak tarinya, karena
menyebar dan berpencar dan terbagi menjadi suku yang kecil-kecil. Misalnya
Dayak Mali / ayek-ayek, terdapat dialur jalan tayan kearah kab. ketapang.
kemudian Dayak Kabupaten Ketapang,Daerah simpakng seperti Dayak
Samanakng dan Dayak Kualan, daerah Persaguan, Kendawangan, daerah Kayong,
Sandai, daerah Krio, Aur kuning. Daerah Manjau dsb.
12
lain didesa tanjung rimba, piawas dll),dayak Ot Danum ( masuk kelompok kal-
teng), Leboyan.
2.3 Bahasa
13
Sejak saat itu orang kalimantan tengah mulai membangun daerahnya yang
merupakan hutan rimba.kekayaan kalimantan tidak terutama terletak dalam
kekayaan isi buminya, yang mengandung minyak bumi, emas dan intan
sedangkan hutan rimbanya juga mengandung kekayaan kekayaan yang dapat
diexploitasi. Sayang bahwa usaha usaha pembamgunan tidak selalu lancar. Hal ini
rupanya tidak terletak kepada sifatkurang kemampuan dan sikap mental dari orang
Dayak Kalimantan Tengah, tetapi merupakan suatu akibat kemacetan menyeluruh
yang dialami oleh negara negara kita pada tahun tahun terakhir ini.
a. Berladang
14
15
sungai. Daging babi, kerbau dan ayam walaupun sangat digemari, bukanlah
merupakan makanan sehari-hari, tetapi makanan pada waktu ada upacara-upacara
adat atau pada waktu desa kebetulan dikunjungi tamu-tamu penting. Di hutan
sekitar tempat kediaman ada juga binatang liar seperti babi hutan dan rusa, tetapi
karena senjata api kurang dimiliki mereka, maka daging-daging binatang tersebut
hanya menjadi makanan yang bersifat kadangkala saja. Alat tradisionil orang
Ngaju untuk berburu selain dondang tersebut di atas, masih ada beberapa lagi
yang penting, umpamanya lonjo(tombak), ambang (parang), jarat (jerat),
sipet (berisikan ranjau kayu atau bambu runcing) yang disebut tambuwung.
16
daerah pantai yaitu bagi laki-laki hem dan celana, dan bagi kaum wanita sarung
dan kebaya atau bagi yang muda-muda rok potongan Eropah.
a. Sistem Kekerabatan
Pada masa dahulu, pada waktu di daerah Kalimantan Tengah masih ada
rumah-rumah panjang, maka kelompok kekerabatan yang terpenting dalam
masyarakat mereka adalah keluarga-ambilineal kecil. Bentuk keluarga ini timbul
kalau ada keluarga-luas yang utrolokal. Untuk memperkuat rasa identitet itu,
maka dikembangkan orientasi terhadap nenek moyang yang hidup dua sampai tiga
angkatan yang lampau.
17
Jika seorang bersama keluarganya kemudian pindaj keluar dari rumah itu,
pertalian fisik dan rohani dengan rumah-tangga semula pun turut berubah.
Seperti halnya dengan suku-suku bangsa lain di dunia, saat peralihan yang
penting dalam lingkaran hidup orang Dayak Kalimantan Tengah adalah
perkawinan. Pada orang Dayak ada perkawinan yang dianggap ideal dan amat
diingini oleh umum, yaitu perkawinan yang antara dua orang bersaudara sepupu
yang kakek-kakeknya adalah saudara sekandung, yaitu apa yang disebut hajenan
dalam bahasa Ngaju (saudara sepupu derajat kedua). Selain itu juga dianggap baik
perkawinan di antara dua orang saudara sepupu yang ibu-ibunya bersaudara
sekandung, dan di antara cross-cousin. Perkawinan yang dianggap sumbang (sala
horoi dalam bahasa Ngaju), adalah perkawinan di antara saudara sepupu yang
ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung (patri-parallel cousin), dan terutama
sekali perkawinan di antara orang-orang dari generasi yang berbeda, misalnya
antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis dengan
mamaknya. Persetubuhan di antara seorang mamak dengan kemenakannya
dianggap sedemikian buruknya, sehingga untuk itu perlu diadakan upacara
sebagai penghapus dosa. Dalam hal ini kedua orang yang bersalah tadi diharuskan
makan dari dulang tempat makan babi sambil merangkak di hadapan warga desa
yang sengaja diundang untuk menyaksikan upacara tersebut. Pantang-pantang
kawin tersebut, jika dilanggar berarti tulah besar yang menurut kepercayaan orang
Ngaju dan Ot-Danum dapat mendatangkan bencana bukan saja pada orang-orang
yang bersangkutan, tetapi juga pada seluruh warga desa, sehingga perlu
dinetralisasi dengan upacara penawar seperti yang diceritarakan di atas. Orang-
orang Dayak Kalimantan Tengah tidak melarang gadis-gadis mereka menikah
dengan orang-orang dari suku bangsa lain, asalkan saja laki- laki “asing” tersebut
bersedia untuk tunduk kepada adat mereka, dan bersedia terus berdiam di desa
mereka.
Pada suku-suku bangsa Ngaju dan Ot-Danum, seorang anak yang telah
mencapai umur 20 tahun bagi seorang laki-laki dan 18 bagi seorang wanita,
biasanya dicarikan jodoh oleh orang tuanya. Pada zaman dahulu, orang Dayak
18
berkuasa penuh atas pemilihan jodoh anak-anak mereka, tetapi kini keadaan sudah
berubah, dan para pemuda-pemudi yang sudah bersekolah boleh bebas mencari
teman hidupnya masing-masing, asalkan calon mereka mendapat persetujuan dari
orang tua mereka. Maka biasanya orang tua si pemuda adalah pihak pelamar, dan
untuk hal itu mereka akan pergi ke rumah orang tua si gadis untuk menyerahkan
hakumbang auch(bahasa Ngaju), yaitu semacam uang lamaran sebesar Rp 10-Rp
500 (pada tahun 1960), sambil menerangkan maksud kedatangannya. Sesudah itu
orang tua si gadis akan mengumpulkan semua kaum kerabat mereka yang dekat,
dan membicarakan masalahnya dengan mereka. Selama beberapa hari sebelum
keputusan dapat diambil, para kerabat dekat tersebut dengan saksama akan
melakukan penyelidikan tentang tingkah laku si calon menantu untuk mengetahui:
apakah ia seorang yang berwatak baik, apakah ia bukan keturunan budak, dan
apakah ia bukan keturunan hantuen. Hakumbang auchsegera dikembalikan jika
ternyata bahwa si pemuda tidak memenuhi syarat, dan itu berati bahwa pinangan
ditolak.
19
kebetulan masih mempunyai kakak perempuan yang sehingga waktu itu belum
juga kawin, harus juga menghadiahkan kakaknya tersebut sebuah gong atau
keramik Cina, untuk menolak bencana yang akan terjadi di dalam perkawinannya,
karena sudah berani melangkahi hak-hak kakaknya. Hadiah ini oleh orang Ngaju
disebut panangkalau. Adat pelamaran yang diuraikan di atas berlaku pada
masyarakat Ngaju, tetapi dengan beberapa perbedaan kecil juga pada orang Ot-
Danum.
Adat melamar terurai di atas juga terdapat pada suku bangsa Dayak
Ma‟anyan yang menurut Hudson disebut pipakatan yaitu perkawinan yang diurus
oleh orang tua, karena di- mapakat-i, (dimufakati) oleh orang tuanya, tetapi selain
bentuk perkawinan tersebut di atas, pada orang Ma‟anyan ada satu bentuk
perkawinan lagi yang pada dewasa ini sudah mulai umum, yaitu ijari(berasal dari
kata jadi atau lari), atau kawin lari. Walaupun namanya “kawin lari” tetapi bukan
berarti bahwa dengan larinya sepasang merpati itu, perkawinan sudah dapat
terjadi. Larinya itu hanya baru merupakan tindakan pertama menuju ke upacara
perkawinan adat. Demikianlah jika ada dua orang yang sepakat untuk hidup
bersama, maka mereka lari menuju ke rumah kepada adat yang disebut panghulu,
atau ke rumah seorang kawan baik yang mempunyai kedudukan baik di dalam
masyarakat. Kepada tokoh-tokoh itu mereka sampaikan keputusan hati mereka,
dan tokoh itulah yang kemudian menghubungi orang-orang tua kedua belah pihak
tersebut. Jika orang tua tidak keberatan, maka kontrak perkawinan segara dibuat,
dan upacara perkawinan darurat daoat dilangsungkan dengan cepat. Pesta
perkawinan yang dilangsungkan ini disebut kawin setengah. Setelah selesai
berlangsungnya pesta perkawinan ini, dua sejoli tersebut sudah boleh hidup
bersama sebagai suami isteri untuk waktu tiga bulan. Dalam waktu itu mereka
diwajibkan untuk berusaha mengumpulkan biaya guna membeayai pesta
perkawinan menurut adat. Dalam usahanya ini mereka seringkali mendapat
bantuan dari kerabatnya yang mampu, umpamanya mereka diperbolehkan untuk
menyadap karet diladang karetnya. Perkawinan semacam ini tidak selalu dapat
berlangsung dengan lancar, karena perundingan gagal bukan saja karena soal
20
besarnya mas kawin, tetapi juga persoalan tempat kediaman setelah nikah dari
keduanya itu. Ijari juga dijalankan oleh orang-orang yang perjodohannya tidak
disetujui oleh orang-orang tuanya.
b. Sistem Kemasyarakatan
21
22
23
24
Seorang dari desa Siong di daerah Ma‟anyan misalnya, telah diadili karena
memperkosa isteri orang lain, tetapi ia tidak mau menerima keputusan sidang
hukum adat. Ia diisolasikan, maka pada waktu anaknya meninggal dunia, tidak
ada orang desa yang mau membantu mangurus jenazahnya, bahkan mereka
melarangnya memakamkan jenzanh itu di tempat pemakaman umum. Perlakuan
ini akhirnya memaksa ia untuk tunduk.
Pada dewasa ini di Kalimantan Tengah selain berlaku hukum adat, berlaku
juga hukum pidana R.I. walaupun di antara kedua hukum tersebut sering terjadi
pertentangan, tetapi kebanyakan adalah saling mengisi. Umpamanya di salah satu
desa di Paju Sepuluh (daerah Ma‟anyan), telah ada kejadian bahwa sebuah
perangkap untuk rusa di hutan menyebabkan kecelakaan dan membunuh seorang
laki-laki yang merupakan anak tunggal dari suami isteri yang sudah lanjut
umurnya. Karena kejadian itu menurut hukum pidana tidak disebabkan oleh
kejahatan, maka pemiliki perangkap tadi diserahkan kepada kebijaksanaan sidang
hukum adat. Sidang hukum adat kemudian telah men- danda-nya dan mengatur
agar ia dapat di adopsi oleh orang tua si korban, sehingga dengan demikian ia
dapat memberi nafkah kepada orang tua tadi itu.
25
Suku Dayak mempunyai kode yang umum dimengerti oleh suku bangsa
Dayak, kode ini dikenal dengan sebutan “Totok Bakakak”. Macam – macam
Totok Bakakak:
• Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti
menyatakan perang, dalam bahasa Dayak Ngaju "Asang".
• Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang
gadis yang ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
• Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti
mohon bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat
bahaya.
• Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati
tenggelam, harap lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena
tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama
korban tidak disebutkan.
• Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga
yang telah tua meninggal dunia.
• Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga,
tempayan tajau.
26
2.8 Kesenian
27
28
29
30
Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak
didominasi musik-musik ritual. Musik itu merupakan alat berkomunikasi
dan menyampaikan pesan kepada roh-roh.
Beberapa jenis alat musik suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukng
tuat, pampong, genikng, glunikng, jatung tutup, kadire, klentangan, dan
lain-lain.
Masuknya Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak,
dengan dikenalnya musik tingkilan dan hadrah. Musik Tingkilan
menyerupai seni musik gambus dan lagu yang dinyanyikan disebut
betingkilan yang berarti „bersahut-sahutan‟. Dibawakan oleh dua orang
pria-wanita dengan isi lagu berupa nasihat, pujian, atau sindiran.
Berikut adalah beberapa kesenian musik suku Dayak
1. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan
oleh para remaja baik laki-laki ataupun perempuan secara bersaut-sautan.
2. Kalalai-lalai
Kalalai-lalai ialah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak
Mamadi daerah Kotawaringin.
3. Natum
Natum ialah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan.
4. Natum Pangpangal
Natum Pangpangal ialah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi
kematian anggota keluarga yang dilagukan.
5. Dodoi
Dodoi ialah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau
dirakit.
6. Dondong
Dondong ialah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong
padi.
7. Marung
31
Marung ialah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan
meriah.
8. Ngandan
Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh para lanjut usia
yang ditujukan kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan rasa
kasih sayang.
9. Mansana Bandar
Mansana artinya cerita epik yang dilagukan. Bandar ialah nama
seorang tokoh yang sangat dipuja dizamannya. Bandar hidup di zaman
lewu uju dan diyakini bahwa tokoh Bandar bukan hanya sekedar mitos.
Hingga saat ini orang-orang tertentu yang bernazar kepada tokoh Bandar.
Keharuman namanya karena pada kepribadiannya yang sangat simpatik
dan menarik, disamping memiliki sifat kepahlawanan dan kesaktian yang
tiada duanya. Banyak sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan
tokoh Bandar ini, namun dengan versi yang berbeda-beda.
10. Karunya
Karunya ialah nyanyian yang diiringi suara musik sebagai
pemujaan
kepada RanyingHatala.Dapat juga diadakan pada saat upacara
pengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut
kedatangan tamu yang sangat dihormati.
11. Baratabe
Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan pada tamu.
12. Kandan
Kandan ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan saut menyaut
baik oleh laki-laki atau perempuan dalam suatu pesta perkawinan. Apabila
pesta yang diadakan untuk menyambut tamu yang dihormati maka
kalimat-kalimat yang dilantunkan lebih bersifat kalimat pujian, sanjungan,
doa dan harapan mereka pada tamu yang dihormati tersebut. Tradisi ini
32
biasa ditemukan pada Suku Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang
dan Murung, Kabupaten Barito Hulu.
13. Dedeo atau Ngaloak
Dedeo atau Ngaloak sama dengan Kandan hanya istilahnya saja
yangberbeda, karena Dedeo atau Ngaloak adalah tradisi Suku Dayak
DusunTengah didaerah Barito Tengah, Kalimantan Tengah.
14. Salengot
Salengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta
pernikahan, namun dalam upacara kematian Salengot terlarang oleh adat
untuk dilaksanakan. Salengot khusus dilakukan oleh laki-laki dalam
menceritakan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai
tersebut.
Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalah
sebagai berikut :
1. Garantung
Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat dari
tembaga.
2. Sarun
Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam.
Bunyi yang dihasilkan hanya lima nada.
3. Salung
Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.
4. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran lebih kecil
berjumlah lima biji, terbuat dari tembaga.
5. Gandang Mara
Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan
ukuran setengah sampai tiga per empat meter. Bentuki silinder yang
tewrbuat dari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa yang
33
telah di keringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang
lagi diberi pasak.
34
II, mereka biasanya tidak mau dianggap orang dayak lagi karena sebutan itu
berarti orang udik, dan di dalam zaman itu dianggap merendahkan.
Agama asli penduduk pribumi adalah agama Kaharingan. Sebutan itu
dipergunakan sesudah perang dunia ke II, waktu diantara penduduk pribumi
Kalimantan timbul suatu kesadaran akan kepribadian budaya mereka sendiri dan
suatu keinginan kuat untuk menghidupkan kembali kebudayaan Dayak yang asli.
Agama kristen mulai masuk mulai pertengahan abad yang lalu, dan aliran agama
kristen yang pada masa sekarang ini paling besar jumlah penganutnya adalah
aliran Gereja Kalimantan Evangelis. Agama katolik baru disebarkan di kalangan
orang Dayak mulai pada zaman kemerdekaan.
Umat Kaharingan percaya bahwa alam sekitar hidupnya itu penuh dengan
makhluk-makhluk halus dan ruh-ruh yang menempati tiang rumah, batu-batu
besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, dan air, pokoknya alam sekeliling
tempat tinggal manusia. Ada dua golongan ruh-ruh, ada golongan ruh-ruh yang
baik dan golongan ruh jahat. Disamping itu ada pula makhluk halus yang
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang Dayak, ialah ruh
nenek moyang. Menurut kepercayaan suku Dayak, jiwa yang mati itu
meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia
sebagai ruh nenek moyang. Lama kelamaan ruh nenek moyang itu akan kembali
kepada dewa tertinggi yang disebut “Ranying”, tetapi proses itu akan memakan
waktu yang lama dan melalui berbagai macam rintangan dan ujian hingga
akhirnya masuk ke dunia ruh yang bernama “Lewu Liau”dan menghadap
Ranying.
Terwujudnya kepercayaan terhadap arwah nenek moyang dan makhluk
halus lainnya terwujud dalam upacara keagamaan. Ada suatu rangkaian upacara
yang dilakukan prang pada peristiwa-peristiwa penting selama hidupnya, seperti
upacara menyambut kelahiran anak, upacara memandikan bayi untuk
pertamakalinya, upacara memotong rambut bayi, dan juga upacara mengubur dan
pembakaran mayat. Jika orang Dayak mati, mayatnya akan di letakkan di sebuah
peti kayu berbentuk perahu lesung dan kemudian di bakar secara besar-besaran
yang disebut “Tiwah”. Dan setelah proses pembakaran itu selesai, tulang belulang
35
36
DAFTAR PUSTAKA
http://www.anneahira.com/kesenian-suku-dayak.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/suku_Dayak
http://travel.okezone.com/read/2011/02/24/407/428449/mengenal-dekat-
suku-dayak
http://www.kutaikartanegara.com/senibudaya/tari.html
37