Anda di halaman 1dari 7

SEBUAH DESA MA'ANYAN DI KALIMANTAN TENGAH

1. SUKU BANGSA MA'ANYAN DI KALIMANTAN TENGAH

Kalimantan Tengah, ialah sebuah propinsi yang terbentang luas sampai ku- rang lebih

153.000 kilometer persegi, melebihi luas Jawa dan Madura bersama. Namun daerah itu

berpenduduk 496.000 orang, jadi kepadatan penduduknya rata-rata hanya 326 orang tiap

kilometer persegi. Sebagian terbesar dari penduduknya adalah orang "Dayak" yang terbagi atas

banyak suku-suku bangsa. Mereka tinggal di desa-desa sepanjang. berbagai sungai besar dan

kecil yang asal dari jauh di pedalaman.

Unsur-unsur penting dalam sejarah setiap desa ditentukan oleh keperluan-keperluan

sistem berladang ini, meskipun seluk-seluknya mungkin berbeda-beda dari daerah ke daerah.

Boleh jadi sebuah desa terjadi bila beberapa orang yang sedang mengumpulkan hasil-hasil hutan

menemukan tempat yang cocok untuk berladang. Pepohonan yang utuh dan berumur berabad-

abad ditebang dan dibakar, buah gubuk didirikan dan padi terus ditanam di tempat rintisan yang

kecil. tapa orang tinggal untuk melindungi tanaman itu dari binatang-binatang hutan yang

mungkin merusaknya, sedangkan yang lain Pulang ko dosa asalnya. Lambat laun datanglah lebih

banyak orang ke daerah baru itu, kemudian hubang lagi di beberapa tempat dengan susah payah.

Rumah-rumah Yang kokon dibangun, maka terkumpullah penduduk yang tetap. Tanahnya subur,

jadi ladang. ladang yang asli dapat digarap selama empat atau lima tahun. Tetapi akhirnya

penanaman yang berulang-ulang dan hujan-hujan musim yang sangat lebat meng.hisap dan

menghanyutkan zat-zat dalam tanah, maka perlulah diadakan Penebang an-penebangan baru.

Tambah tahun tambah banyak penduduk desa, angkatan lama silam, angkatan baru timbul.
Sebagian besar rimba asli telah ditebang, tak lama kemudian orang mulai membuka ladang-

ladang dalam hutang yang telah tumbuh diladang-ladang yang lama. Pohon-pohon lebih kecil,

pekerjaan lebih mudah, tetapi tanah tidak sesubur dahulu, waktu masih dalam keadaan segar-asli.

Sekarang ladang-ladangpun harus sudah ditinggalkan setelah baru digara dua tiga tahun untuk

dibiarkan pulih selama sepuluh duapuluh tahun, sebelum dapat ditebang dan ditanami kembali.

Ladang-ladang agak jauh dari desa, setiap ladang ada gubuknya sendiri. Pada waktu-waktu

tertentu sepanjang tahun desa-desa kosong, penduduk pun hampir terus-menerus tinggal di

daerah ladang. Dengan hilangnya sisa-sisa terakhir dari rimba asli, angka penduduk menjadi

tetaplah keadaannya. Hanya sedikit orang baru yang memasuki desa, kecuali melalui

perkawinan, sedangkan angka kelahiran yang nampak tinggi, diimbangi oleh angka kematian

yang sama tingginya, dan oleh pindahnya perintis-perintis dari desa itu guna mencari rimba asli

yang belum digunakan. Tahun berganti tahun, tanah pun berkali-kali digarap, sehingga makin

cepatlah berkurang kesuburannya. Tak lama nampaklah jengkal-jengkal tanah tandus putih

berpasir yang tak menghasilkan barang apa pun. Hanya dengan susah payahlah rimba pulih

kembali. Tanah seakanakan lelah dan demikian pun desa-desa seolah-olah sudah tua dan lelah,

penduduknya cepat berkurang karena gerakan pindah ke tanah-tanah baru makin menderas,

ladang dan pohon buah-buahan ditinggalkan: rumah dikosongkan dan dibiarkan melapuk. Desa

semacam itulah desa Telang.

Penduduk Telang itu termasuk suku bangsa Ma'anyan. Semua orang Ma'-anyan

berjumlah tigapuluh sampai empatpuluh ribu dan tersebar di berbagai bagian dari kabupaten

Barito Selatan. Daerah asal Ma'anyan terletak di kewedanan distrik Barito Timur, di daerah

aliran sungai-sungai Patai dan Pupukan. Di Timur daerah itu bersentuhan dengan wilayah suku

bangsa Banjar dari daerah Hulu Sungai dalam propinsi Kalimantan Selatan: di Barat terletak
wilayah dari suku- suku bangsa Ma'anyan telah menyebar ke sebagian dari daerah pengairan

sungai Karau dan lebih jauh lagi sampai ke sungai Ayu sebelah utara dari Buntok, ibukota

kabupaten. Di daerah-daerah Karau dan Ayu mereka agak banyak bercampu Karau dan lebih

jauh lagi sampai kesungai Ayu sebelah utara dari Buntok, aDidaerah-daerah Karau dan Ayu

mereka agak banyak bercampur itu ea angsa lain, ialah orang Lawangan, yang memang Menu

Pe,kota yan aa Ma'anyan memasukinya, meskipun ada pula beberapa n aniana Ni Sa ua dari

hanya orang Ma'anyan saja. (Orang Ma'anyan berbe ganangsa sekitarnya dalam soal bahasa, adat

istiadat dan untuk sebagian judan Tengah lainnya, suku-suku ban anyakan jimat Ar : i 8Sa itu

bias: pendudukngga hal 17 agak an Aa ata Ati dari batas-batas bal 1 «li galah Kaharingan (sistem

religi asli), 2 atau Kie tABA Religi orang Ma'-ai ongen. “beberapa abad yang lalu di Serunai,

yang terletak ( untai sekarang. Kenyataan bahwa masih ada suatu “terpencil didaerah itu, agak

membenarkan Pa kkan suatu kepindahan dari ma ceritera itu. Ini mungkin serunai kearah Utara

dan Barat, barangkali didorong sejatan yang sedang maju, ataupun mereka ingin mencari

Inenerus: Suatu gerak yang masih berlangsung hingga kini.

Suku bangsa Ma'anyan sendiri terbagi atas empat suku bangsa khusus. Pembagian ini

pertama-tama berdasarkan alasan-alasan teritorial, sekurang-kurangnya didaerah intinya,

meskipun setiap bagian terpisah pula dari bagian yang lain, kareni perbedaan-perbedaan adat

istiadat dan variasi kecil dalam logat-logat bahasa- nya. Di utara anak suku bangsa Ma'anyan

yang beragama Paku Karau meliputi bagian yang luas didaerah aliran sungai Karau. Daerah ini

sekarang merupakan suatu distrik sendiri, yang berpusat dikota Ampah. Bagian yang disebut

Benua Lima (“Desa Lima”) ada di selatan, dibagian paling timur dari wilayah Ma'anyan,

didaerah aliran sungai Tabalong yang masih termasuk propinsi Kalimantan Tengah. Benua Lima

merupakan kecamatan yang berpusat dikota Pasar Panas, di kewedanan Barito Timur
2. DESA TELANG DAN SEKITARNYA,

Secara geografi Telang terletak kira-kira 142 kilometer sebelah sebelah utara

Banjarmasin dan kira-kira 15 kilometer sebelah timur sungai barito, pada garis 2̊06’ lintang

selatan, dan garis 115̊00,5’ bujur timur. Jumlah penduduknya dalam tahun 1963 adalah 137

orang. Desa tersebut dibelah olaeh sungai telang ke dalam suatu bagian baru,masing masing

sepanjang jalannya sendiri. Jalan yang lama membentang sampai 300 meter di sebelah selatan

sungai dan yang baru kira-kira sama jauhnya ke sebelah barat laut, dan di jalan itu terletak pasar

dan rumah-rumah pinggir dari desa siong. Desa dikelilingi oleh daerah-daerah hutan yang

ditebang-tebang kembali selama beberapa turunan. Hubungan telang dengan dunia luar berganti

setiap tengah tahunan berhubung dengan perbedaan jatuhnya hujan yang melonjak menurut

musim yang dialami.

Suatu Pembedaan perlu dibuat antara paju epat sebagai daerah adat dan paju epat sebagai

kesatuan administrative. Sebagai daerah adat, Paju epat mencakup desa-desa orang ma’anyan,

yaitu telang, siong, marutuwu, balawa (empat yang asli) dan maipe. Dalam kecamatan

penghubung tercakup kelima desa tersebut, ditambah dengan desa desa yang bukan desa desa

orang ma;anyan, seperti tampulangit dan telang baru yang didiami oleh orang banjar.

3. RUMAH TANGGA, HUBUNGAN KEKERABATAN DAN SISTEM EKONOMI.

Penduduk Telang yang berjumlah 137 orang, tersebar dalam 26 rumah tang ga .

Duapuluh tiga dari rumah tangga ini kami beri istilah "rumah- tangga sederhana" . Rumah tangga
ini terdiri dari suatu keluarga yang terdiri dari satu sampai empat angkatan. Bila ada lebih dari

satu angkatan dalam rumah tangga sederhana ini, maka anggauta dari generasi kedua dan ber

ikutnya, kecuali isteri atau suami mereka yang masuk karena perkawinan, semua nya keturunan

dari anggota generasi yang lebih tua secara bilateral. Generasi yang lebih tua ini hanya terdiri

dari saudara kandung dan suami atau isteri mereka. Sistem kekerabatan ma’anyan berdasarkan

prinsip keturunan bilateral.

Hubungan sesesorang di luar rumah ranggan agaknya lebihnditentukan oleh pilihan dan

kebutuhan orang itu sendiri, dari pada oleh hubungan kekerabatanya. Dipandang dari sudut

ekonomi, hamper semua rumah tangga di desa menjalankan pertanian secara berladang dan

memperoleh hasil yang utama dari usaha itu.

4. HAK PEMAKAIAN TANAH

Setiap desa Paju Epat mempunyai wilayah adatnya sendiri-sendiri. Menurut adat

setempat seorang boleh khusus menggunakan tanah desa yang telah dibuka- nya sendiri dari

hutan asli. Sesudah pembukaan pertama hak pemakaian tanah di- teruskan pada keturunannya.

Ada dua macam hak mempergunakan tanah; hak pakai efektif atau utama yang diwarisi secara

ambilineal melalui rumah-rumah tangga dan hak pakai kedua yang diwarisi bilateral melalui

perseorangan.

Seperti terbukti dari istilahnya, hak pakai utama lebih kuat daripada yang hak pakai

kedua. Dunia adat desa terbagi atas dua bagian : yaitu dunia undang-undang upacara. Semua

warga masyarakat ma’anyan terikat oleh peraturan-peraturan adat, tetapi dalam kenyataan hanya

bagia kaharinganl;ah yang masih tetap menjalankan upacara-upacara yang sesuai dengan system

peraturan-peraturan adat itu.


5. Sistem AGAMA, HIBURAN DAN REKREASI

Bangsa Telang terbagi menurut agamanya ke dalam tiga golongan. Ada 62 orang

Kaharingan, 58 orang Kristen dan 17 orang Islam. Biasanya warga suatu rumahtangga menganut

satu agama, tetapi ada juga kecualinya. Bila perkawinan campuran, anggota Kaharingan selalu

masuk agama suami atau isterinya yang beragama Kristen atau Islam.

Sebagai desa kecil yang boleh dikatakan terpencil, telang tergantung sepenuhnya dari

sumber-sumber nya sendiri untuk hiburan. Kedatangan kedua buah radio transitor yang perrtama

dalam bulanjuli 1963 tidak amat mengubah keadaan ini seperti di uraikan di atas, karena upacara

balian yang merupakan sumber hiburan utama di telang.

6. Pemerintah Desa Dan Kepemimpinan

Pimpinan resmi di desa secara teori berada di tangan pembakal (kepala desa) dan

penghulu (kepala adat). Kewajiban pembakal adalah mengawasi kese. jahteraan seluruh desa,

mengajukan usul-usul perbaikan, menyusun pekerjaan seluruh desa, mengumpulkan pajak tiap-

tiap tahun sebanyak 25 rupiah tiap orang laki-laki dewasa dan ia bertindak sebagai pimpinan

umum. Untuk menjadi pembakal seorang harus bisa menulis dan membaca, mempunyai rumah

dan mempunyai pengaruh di desa; ia harus dipilih oleh orang-orang laki-laki dewasa di desanya.

Jabatan pembakal sekarang sebenarnya tidak mempunyai arti lagi dan hanya tinggal nama saja.

Pembakal yang sekarang hanya menunaikan sebagian kecil dari kewajibannya dan tidak

memenuhi syarat-syarat untuk jabatan tersebut karena pendidikannya kurang; ia tidak berumah

dan hampir tidak berpengaruh di desa, dan tidak pernah secara resmi dipilih sebagai pembakal. Ia

pembantu kepala desa pada waktu orang yang digantikannya meninggal dalam tahun 1956,

kemudi- an terbeku dalam jabatannya sebagai pejabat pembakal pada pemerintahan sipil sampai
datang gantinya atau diajukan gantinya. Tidak ada seorang pun di desa yang mau menjadi

pembakal. Dalam tahun 1962 seorang dipilih untuk jabatan ini, tetapi ia harus dipindahkan ke

desa lain jauh di utara. Teranglah bahwa jabatan pembakal bukan jabatan yang diingini orang,

suatu keadaan yang tidak saja terbatas pada Telang atau Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai