Anda di halaman 1dari 11

Kisah Fatimah az-Zahra r.a., Uways al-Qarni, Abdurrahman bin Auf, Abu Dzar al-Gifari r.a.

A. Fatimah az-Zahra r.a


1) Biografi

Nama dan nasabnya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul
MuṬālib. Ia puteri Nabi Muhammad Saw. Ibunya adalah Khadijah binti Khuwailid.
Mengenai kelahirannya, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa
Fatimah lahir ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun. Ada juga yang mengatakan
bahwa semua putera-puteri Nabi Muhammad selain Ibrahim lahir sebelum kenabian. Ada
juga yang mengatakan bahwa ia lahir 5 tahun sebelum kenabian, yaitu ketika Baitullah
direnovasi, saat itu Nabi Muhammad Saw. berusia 35 tahun. Ada juga yang mengatakan
bahwa ia lahir 1 tahun sebelum kenabian dan ia lebih tua dari Aisyah sekitar 5 tahun. Ia
diberi julukan dengan nama ibu ayahnya, yaitu Ummu Aminah.

Fatimah merupakan perempuan yang terlahir dengan kecantikan serta kecerdasan


mengesankan. Juga mempunyai kepribadian yang penuh dengan kesabaran, taat kepada
orang tua dan mandiri. Sejak usianya yang masih belia, ia harus menggantikan peran
ibunya mengurus kebutuhan Rasulullah. Pada saat dakwah periode Makkah, Fatimah
sering melihat sang ayah ditentang oleh kaum kafir Quraisy. Meskipun demikian, tidak
membuatnya kecil hati dan patah semangat apalagi membenci sang ayah. Ia menjadi
penyejuk hati dan pendukung untuk dakwah sang ayah. Fatimah terus tumbuh menjadi
perempuan yang kuat, tegar dan penuh kesabaran. Ia juga tumbuh menjadi perempuan
mulia yang sangat menjaga harga dirinya. Keistimewaan Fatimah ditandai dengan
julukan-julukan yang diberikan kepadanya. Julukannya yang utama adalah az-Zuhra
(yang cemerlang), Batul (perawan), Kaniz (terpelihara), at-Thahirah (yang suci), umm al-
A’immah (ibu para imam), Sayyidah (pemuka yang mulia, penghulu), Nisa’ al-‘Alamin
(wanita sejagat) dan banyak lagi julukan.

Menurut Kitab Nur adh-Dhalam (syarah ‘aqidatul awam) karangan


Syaikh nawawi al-Bantani, pada usia 15 tahun lebih 5 bulan Fatimah menikah dengan
Ali bin Abi Ṭālib yang berusia 21 tahun lebih 5 bulan setelah perang Badar.
Dalam pernikahannya dengan Ali bin Abi Ṭālib lahirlah tiga putra; Hasan, Husain
dan Muhassin (meninggal masih kecil). Adapun putri yang lahir dari
pernikahannya dengan Ali bin Abi Ṭālib adalah Zaynab dan Ummi Kultsum. Menurut al-
Laits bin Sa’ad, anak putrinya ada tiga, yaitu ditambah Ruqayyah.

Fatimah sangat terkenal di dunia Islam, karena hidupnya paling dekat dan paling
lama dengan Rasulullah Saw.Rasulullah sendiri sangat menyayanginya. Dari dialah
keturunan Nabi Muhammad Saw. berkembang dan tersebar di hampir
seluruh negeri. Mengenai wafatnya juga terjadi perbedaan pendapat, ada yang
mengatakan pada 3 Jumadil Akhir 11 H pada usia yang masih sangat muda, 18 tahun 2
bulan, tetapi pendapat mayoritas mengatakan bahwa ia meninggal pada malam Selasa,
3 Ramadan tahun 11 H dalam usia 28 tahun setelah sakit keras selama 40 malam.

Merasa ajal sudah dekat, ia membersihkan dirinya, memakai wewangian


dibantu oleh iparnya, yaitu Asma bin Abi Ṭālib. Ia meninggal dengan satu pesan
bahwa hanya Ali bin Abi Yhalib yang boleh menyentuh tubuhnya. Untuk itu
yang memandikan dan mengkafani Fatimah sewaktu meninggal dunia adalah Ali bin
Abi Ṭālib, dan Ali pula yang mengkuburkannya bersama Hasan dan Husain pada
tengah malam dan dimakamkan di pemakaman al-Baqi’.

2) Hikmah dan Nilai-nilai keteladanan

Kehidupan rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana, bahkan sering mengalami


kekurangan, sehingga beberapa kali harus menggadaikan barang-barang rumah tangga
untuk membeli makanan. Suatu saat kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada orang
Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun demikian,
keluarganya tetap bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat.

Nabi Muhammad Saw sangat sayang kepada Fatimah. Sewaktu Nabi Muhammad
Saw sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada henti menangis. Nabi Muhammad
Saw memanggilnya dan berbisik kepadanya sehingga tangisannya semakin bertambah.
Kemudian Nabi Saw berbisik lagi, dan ia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut
ditanyakan kepada Fatimah. Dia manjawab bahwa dia menangis karena ayahnya
memberitahu kepadanya bahwa tak lama lagi ayahnya akan meninggal, tetapi kemudian
ia tersenyum karena dialah keluarga Nabi yang pertama akan menjumpainya di surga
nanti.

Fatimah adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dari
Fatimah inilah banyak diriwayatkan hadis. Dialah tokoh perempuan dalam bidang
kemasyarakatan. Orangnya sangat sabar dan bersahaja, akhlaknya sangat mulia.

Fatimah az-Zahrah adalah seorang wanita yang selalu mendukung perjuangan


ayahnya dan suaminya. Walaupun anak seorang yang sangat disegani namun, Fatimah
tidak pernah sombong. Ia adalah seorang istri yang sangat sederhana hidupnya tanpa
banyak menuntut pada suaminya.

B. Uways al-Qarni
1) Biografi

Hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni dengan tubuh yang belang-
belang serta cacat. Walaupun bergitu Huais adalah anak yang sholeh dan berbakti
kepada ibunya,ia selalu menuruti keinginan ibunya. Suatu ketika ibu Uwais yang
lumpuh menginginkan perjalanan ibadah haji. Sedangkan jarak kota Makkah dan Yaman
sangat jauh melewati sebuah padang pasir tandus yang cukup panas. Biasanya orang-
orang mengendarai unta serta membawa banyak perbekalan untuk menuju Makkah.
Uwais cukup miskin, ia tak memiliki unta dan tak mampu membeli unta. Akhirnya
Uwais memutuskan untuk membeli sebuah anak lembu dan membuatkan kandang di
atas bukit. Setiap hari Uwais menggendong anak lembu naik turun bukit tanpa libur.
Semakin hari lembu itu semakin besar dan berat namun karena huais sudah terbiasa,
rajin berlatih lembu tersebut tidak terasa berat baginya Bukan karena tanpa tujuan Huais
melakukan itu Setelah 8 bulan, hingga saatnya tiba musim Haji.

Lembu Uwais berbobot 100 kg, sehingga otot Uwais semakin membesar.
Masyarakatnya yang dahulu mengolok Uwais gila, kini tersadar maksud Uwais
menggendong lembu setiap hari sebagai latihan menggendong ibunya menuju Makkah.
Masya Allah kebesaran cinta uwais pada ibunya hingga rela menempuh perjalanan yang
cukup jauh dan sulit demi mengabulkan keinginan ibunya. Dengan tegap menggendong
ibunya, Uwais tawaf di Ka’bah. Ibunya terharu hingga mencucurkan air mata.

Kebaikan Uwais ternyata telah di ketahui Rasulullah SAW, beliau mengabarkan


kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib terkait ciri-ciri Pemuda penghuni
langit yaitu Uwais Al Qarni. Singkat cerita saat Rasulullah telah wafat, dua sahabat
Rasul segera mencari Uwais dari segala penjuru. Hingga akhirnya menemukan Uwais
dalam suatu rombongan kalifah yang baru datang dari Yaman. Umar ra dan Ali ra segera
meminta doa kepada Uwais seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya.
Setelah Umar ra berjanji akan memberikan sejumlah uang untuk menjamin kehidupan
Uwais. Dengan penuh santun dan memohon Uwais tidak ingin diketahui banyak orang,
biarlah tetap menjadi uwais yang fakir tanpa diketahui banyak orang. MasyaAllah

2) Hikmah dan Nilai-nilai keteladanan


a) Bakti Uwais Al Qarni kepada Ibunya
Uwais Al Qarni adalah orang biasa yang sangat patuh kepada Allah dan berbakti
kepada ibunya. Dia tidak pernah meninggalkan ibunya sendirian ditengah kondisi
lumpuh dan buta. Suatu saat, Uwais Al Qarni terlambat pulang dan ibunya bertanya
kepadanya: “Mengapa kau terlambat pulang nak?”, Uwais menjawab “Aku sedang
melaksanakan ibadah kepada Allah agar dapat menikmati taman surga, kemudian
datanglah seseorang yang menyampaikan kepadaku surga itu ada di bawah telapak
kaki ibu”. Oleh karena itu Uwais mengetahui bahwa hak ibunya ada pada dirinya,
maka dirawatlah ibunya dengan baik. Ada satu permintaan ibunya yang sulit untuk
dikabulkan oleh Uwais Al Qarni yakni ibunya ingin naik haji. Mendengar
permintaan ibunya Uwais Al Qarni pun termenung.
Perjalanan dari Yaman menuju Makkah sangatlah jauh dan ia tidak memiliki
biaya. Uwais pun terus berfikir dan mencari jalan keluar untuk dapat mewujudkan
permintaan ibunya. Kemudian Uwais membeli seekor anak sapi dan membuatkan
kandangnya di atas bukit. Setiap pagi ia menggendong anak sapi itu naik turun bukit.
Kelakuan Uwais memang sangat aneh, sampai masyarakat Yaman mengira bahwa
Uwais telah gila. Semakin hari anak sapi itu semakin besar. Maka semakin besar
pula tenaga yang dibutuhkan Uwais untuk menggendong anak sapi itu. Namun
karena dilakukan setiap hari maka beratnya anak sapi itu tidak terasa lagi oleh Uwais
Al Qarni. Setelah beberapa waktu berlalu, tiba lah waktunya musim haji dan berat
anak sapi itu sudah mencapai 100 Kg, begitu juga otot Uwais yang main kuat.
Ternyata barulah diketahui maksud Uwais menggendong anak sapi setiap hari adalah
latihan untuk menggendong ibunya melaksanakan haji. Uwais menggendong ibunya
dari Yaman menuju Mekkah. Dia rela melakukan perjalanan jauh dan sulit demi
memenuhi keinginan ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan
bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu
berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan
dosamu?” tanya sang Ibu keheranan. Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa
ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke
surga.” Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu
wata‟ala pun memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari
penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian
apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda untuk
Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk
mengenali Uwais.
b) Perjalanan Uwais Al Qarni ke Madinah
Uwais Al Qarni sangat mencintai Nabi Muhammad Saw dan salah satu
keinginannya adalah ingin bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Alangkah
sedihnya Uwais ketika melihat tetangganya yang baru datang dari madinah mereka
telah bertemu Nabi Muhammad Saw, sedangkan ia sendiri belum pernah bertemu
dengan Nabi. Ia ingin sekali bisa pergi ke Madinah untuk menemui Nabi
Muhammad Saw, hanya saja perhatian kepada ibunya telah menahan niatnya.
Hari berganti hari dan musim pun berlalu, kerinduannya terhadap Nabi tak dapat
dibendung lagi. Akhirnya pada suatu hari Uwais mendekati ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi Nabi Muhammad Saw di Madinah. Sang ibu
walaupun telah uzur terharu mendengar permohonan anaknya, ia memahami
perasaan Uwais dan ia berkata “Pergilah anakku, temui Nabi di rumahnya dan
apabila telah berjumpa segeralah engkau kembali pulang”. Mendengar jawaban
ibunya Uwais Al Qarni merasa sangat senang dan Uwais segera berkemas untuk
berangkat ke Madinah. Namun ia tidak lupa menyiapkan segala keperluan ibunya
selama dia pergi dan berpesan kepada tetangganya untuk menjaga ibunya. Sesudah
mencium tangan ibunya, berangkatlah Uwais Al Qarni ke Madinah yang jaraknya
sekitar 400 kilo meter dari Yaman. 18 Sesampainya di kota Madinah, segera ia
menuju rumah Nabi Muhammad Saw, diketuklah pintu rumah Nabi sambil
mengucapkan salam. Keluarlah Siti Aisyah ra, sambil senjawab salam Uwais. Segera
saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya, namun ternyata Nabi sedang
tidak berada dirumah, Nabi sedang berada dimedan perang. Betapa kecewanya hati
Uwais mendengar berita itu, dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu
kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? sedangkan ia
teringan pesan ibunya untuk segera kembali pulang ke Yaman.
Karena ketaatannya pada sang ibu akhirnya Uwais pun berpamitan pada Aisyah
r.a dan memilih untuk pulang ke Yaman mematuhi perintah ibunya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulang dri perang Nabi pun bertanya tentang orang yang mencarinya. Nabi
Muhammad Saw menjelaskan Uwais Al Qarni adalah anak yang taat pada ibunya,
beliau adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi Muhammad Saw, Aisyah
dan para sahabat pun tertegun seketika. Nabi Muhammad melanjutkan
keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya,
“Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di
tengah telapak tangannya. Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib
dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu
dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang
bumi.

C. Abdurrahman bin Auf


1) Biografi

Salah seorang sahabat besar Nabi Saw. dan termasuk dalam sepuluh sahabat
yang dijanjikan nabi Saw akan masuk surga (Al-Asyrah Al-Mubasyarah = sepuluh yang
digembirakan. Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk
Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum
Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah
dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Semenjak masuk Islam sampai wafatnya dalam umur 75 tahun, ia menjadi


teladan yang cemerlang bagi sebagai seorang mukmin yang besar. Hal ini menyebabkan
Nabi Saw memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira
sebagai ahli surga. Umar bin Khatab mengangkatnya menjadi anggota kelompok
musyawarah yang berjumlah enam orang yang sebagai calon khalifah yang dipilih
menjadi penggantinya, seraya berkata " Rasulullah wafat dalam keadaan rida kepada
mereka! "

Ketika Nabi saw. memerintahkan para sahabatnya yang hijrah ke (abasyah


(Ethiopia), Abdurrahman bin Auf ikut hijrah untuk kedua kalinya ke Habasyah dan
kemudian ke Madinah. Ia ikut bertempur dalam perang Badr, Uhud, dan peperangan-
peperangan yang lainnya. Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang
yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar
gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang
bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu,
ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau
masih hidup.

2) Hikmah dan Nilai-nilai keteladanan

Abdurrahman bin Auf memiliki watak yang dinamis, dan ini dampak menonjol
ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah. Telah menjadi kebiasaan Rasulullah pada
waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang sahabat, antara salah seorang Muhajirin
warga Mekah dan yang lain dari Ansar penduduk Madinah. Orang-orang Ansar
penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya
orangorang Muhajirin. Kehidupan Abdur Rahman bin Auf di Madinah, baik semasa
Rasulullah saw maupun sesudah wafatnya, terus meningkat. Barang apa saja yang ia
pegang dan ia jadikan modal perdagangan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya
itu ditujukan untuk mencapai rida Allah SWT semata sebagai bekal di akherat kelak.
Suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-
bagikannya kepada kelurganya Bani Zuhrah, istri Nabi saw dan kaum fakir miskin. Pada
hari lain, ia menyerahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan bala tentara Islam.
Menjelang wafatnya ia mewasiatkan 50 ribu dinar untuk jalan Allah SWT dan 400 dinar
untuk setiap orang yang ikut Perang Badr dan masih hidup. Selain pemurah dan
dermawan, ia dikenal pula sebagai sahabat Nabi saw yang banyak meriwayatkan hadis.
Aburrahman bin Auf juga termasuk yang zuhud terhadap jabatan dan pangkat.

D. Abu Dzar al-Gifari r.a


1) Biografi
Abu Dzar Al-Ghifari terlahir dengan nama Jundub. Kelahiran beliau tidak
diketahui secara pasti, namun para sejarah hanya mencatat beliau lahir dan tinggal dekat
jalur kafilah Mekkah, Syria. Abu Dzar Al-Ghifari wafat di Rabza, sebuah kampung kecil
di jalur jalan kafilah Irak Madinah pada 8 Dzulhijjah 34 hijriyah. Abu Dzar sebelum
memeluk Islam, beliau dulu adalah seorang perampok yang mewarisi karir orang tuanya
selaku pimpinan besar perampok kafilah yang melaui jalur itu. Teror di wilayah sekitar
jalur perdagangan itu selalu dilakukannya untuk mendapatkan harta dengan cara mudah.
Hidupnya penuh dengan kejahatan dan kekerasan. Siapa pun di tanah Arab masa itu
tahu, jalur perdagangan Mekkah-Syiria dikuasai perampok suku Ghiffar,
sukunya.Namun begitu, hati kecil Abu Dzar sesungguhnya tak menerimanya.
Pergolakan batin membuatnya sangat menyesali perbuatan buruk tersebut.
Akhirnya ia melepaskan semua jabatan dan kekayaan yang dimilikinya. Kaumnya pun
diserunya untuk berhenti merampok. Tindakannya itu menimbulkan amarah sukunya.
Abu Dzar akhirnya hijrah ke Nejed bersama ibu dan saudara laki-lakinya, Anis, dan
menetap di kediaman pamannya.
Di tempat ini pun ia tidak lama. Ide-idenya yang revolusioner berkait dengan
sikap hidup tak mengabaikan sesama dan mendistribusikan sebagian harta yang dimiliki,
menimbulkan kebencian orang-orang sesuku. Ia pun diadukan kepada pamannya.
Kembali Abu Dzar hijrah ke kampung dekat Mekkah. Setelah Abu Dzar kembali dan
menetap dekat Mekkah, beliau mendengar kabar dari Anis tentang kehadiran Rasulullah
SAW dengan ajaran Islam dan beliau pun segera menemui Rasulullah. Melihat
ajarannya yang sejalan dengan sikap hidupnya selama ini, akhirnya beliau pun masuk
Islam. Tanpa ragu-ragu, beliau memproklamirkan keislamannya di depan Ka’bah, saat
semua orang masih merahasiakan karena khawatir akan akibatnya. Tentu saja
pernyataan ini menimbulkan amarah warga Mekkah. Beliau pun dipukuli dan hampir
saja terbunuh bila Abbas, paman Rasulullah, tidak melerai dan mengingatkan warga
Mekkah bahwa Abu Dzar adalah warga Ghiffar yang akan menuntut balas jika mereka
membunuhnya.
Sejak itu, Abu Dzar menghabiskan hari-harinya untuk mencapai kejayaan Islam.
Tugas pertama yang diembankan Rasul di pundaknya adalah mengajarkan Islam di
kalangan sukunya. Ternyata, bukan hanya ibu dan saudaranya, namun hampir seluruh
kaumnya yang suka merampok pun akhirnya masuk Islam. Sikap hidupnya yang
menentang keras segala bentuk penumpukkan harta, ia sampaikan juga kepada mereka.
Namun, tak semua menyukai tindakannya itu. Di masa Khalifah Utsman, ia mendapat
kecaman dari kaum Quraisy, termasuk salah satu tokohnya, Muawiyah bin Abu Sofyan.
Suatu kali pernah Muawiyah yang kala itu menjadi Gubernur Syiria, mengatur
perdebatan antara Abu Dzar dengan para ahli tentang sikap hidupnya. Tujuannya agar
Abu Dzar membolehkan umat menumpuk kekayaannya. Namun, usaha itu tak
menggoyahkan keteguhan pandangannya. Karena jengkel, Muawiyah melaporkan
kepada Khalifah Utsman ihwal Abu Dzar. Khalifah segera memanggil Abu Dzar.
Memenuhi panggilan Khalifah, Abu Dzar mendapat sambutan hangat di Madinah.
Namun, ia pun tak kerasan tinggal di kota Nabi tersebut karena orang-orang kaya di kota
itu pun tak menyukai seruannya utnuk pemerataan kekayaan. Akhirnya Utsman meminta
Abu Dzar meninggalkan Madinah dan tinggal di Rabza, sebuah kampung kecil di jalur
jalan kafilah Irak Madinah.
2) Hikmah dan Nilai-nilai keteladanan

Meski tak sepopuler sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar, Umar, Utsman,
dan Ali, namun sosoknya tak dapat dilepaskan sebagai tokoh yang paling giat
menerapkan prinsip egaliter, kesetaraan dalam hal membelanjakan harta di jalan Allah.
Ditentangnya semua orang yang cenderung memupuk harta untuk kepentingan pribadi,
termasuk sahabat-sahabatnya sendiri.
Di masa Khalifah Utsman, pendapat kerasnya tentang gejala nepotisme dan
penumpukan harta yang terjadi di kalangan Quraisy membuat ia dikecam banyak pihak.
Sikap serupa ia tunjukkan kepada pemerintahan Muawiyah yang menjadi gubernur
Syiria. Baginya, adalah kewajiban setiap muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya
kepada saudara-saudaranya yang miskin.

Kepada Muawiyah yang membangun istana hijaunya atau Istana Al Khizra, abu
Dzar menegur, “Kalau Anda membangun istana ini dengan uang negara, berarti Anda
telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda
sendiri berarti Anda telah berlaku boros,” katanya. Muawiyah hanya terdiam mendengar
teguran sahabatnya ini.

Dukungannya kepada semangat solidaritas sosial, kepedulian kalangan berpunya


kepada kaum miskin, bukan hanya dalam ucapan. Seluruh sikap hidupnya ia tunjukkan
kepada upaya penumbuhan semangat tersebut. Sikap wara’ dan zuhud selalu jadi
perilaku hidupnya. Sikapnya inilah yang dipuji Rasulullah . Saat Rasul akan berpulang,
Abu Dzar dipanggilnya. Sambil memeluk Abu Dzar, Nabi berkata “Abu Dzar akan tetap
sama sepanjang hidupnya. Dia tidak akan berubah walaupun aku meninggal nanti.”
Ucapan Nabi ternyata benar. Hingga akhir hayatnya kemudian, Abu Dzar tetap dalam
kesederhanaan dan sangat shaleh.

Dapus

Nur Aisyah Amalia. Segudang hikmah dari generasi terbaik, (Sukabumi: CV Jejak. 2018), hlm. 33.

Rovidawati. Nilai Pendidikan Birrul Walidain dalam kisah Uwais Al Qarni. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Rairy Banda Aceh, (Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Rairy Banda Aceh. 2017), hlm. 50

Asy-Syarif Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi. Mengangkat Kisah Nyata Orang-Orang Saleh, Terjemahan
Muhammad Al-Mighwar, (Bandung: Pustaka Setia. 2017), hlm. 156.
Fatimah az-Zahra: Kisah, Keutamaan dan Keteladanan - Wislah.com - Pusat Referensi Pilihan

JAGOMENULIS: KISAH TELADAN FATIMAH AZ-ZAHRA DAN UWAIS AL-QARNI (ahmadblod.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai