Nama dan nasabnya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul
MuṬālib. Ia puteri Nabi Muhammad Saw. Ibunya adalah Khadijah binti Khuwailid.
Mengenai kelahirannya, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa
Fatimah lahir ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun. Ada juga yang mengatakan
bahwa semua putera-puteri Nabi Muhammad selain Ibrahim lahir sebelum kenabian. Ada
juga yang mengatakan bahwa ia lahir 5 tahun sebelum kenabian, yaitu ketika Baitullah
direnovasi, saat itu Nabi Muhammad Saw. berusia 35 tahun. Ada juga yang mengatakan
bahwa ia lahir 1 tahun sebelum kenabian dan ia lebih tua dari Aisyah sekitar 5 tahun. Ia
diberi julukan dengan nama ibu ayahnya, yaitu Ummu Aminah.
Fatimah sangat terkenal di dunia Islam, karena hidupnya paling dekat dan paling
lama dengan Rasulullah Saw.Rasulullah sendiri sangat menyayanginya. Dari dialah
keturunan Nabi Muhammad Saw. berkembang dan tersebar di hampir
seluruh negeri. Mengenai wafatnya juga terjadi perbedaan pendapat, ada yang
mengatakan pada 3 Jumadil Akhir 11 H pada usia yang masih sangat muda, 18 tahun 2
bulan, tetapi pendapat mayoritas mengatakan bahwa ia meninggal pada malam Selasa,
3 Ramadan tahun 11 H dalam usia 28 tahun setelah sakit keras selama 40 malam.
Nabi Muhammad Saw sangat sayang kepada Fatimah. Sewaktu Nabi Muhammad
Saw sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada henti menangis. Nabi Muhammad
Saw memanggilnya dan berbisik kepadanya sehingga tangisannya semakin bertambah.
Kemudian Nabi Saw berbisik lagi, dan ia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut
ditanyakan kepada Fatimah. Dia manjawab bahwa dia menangis karena ayahnya
memberitahu kepadanya bahwa tak lama lagi ayahnya akan meninggal, tetapi kemudian
ia tersenyum karena dialah keluarga Nabi yang pertama akan menjumpainya di surga
nanti.
Fatimah adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dari
Fatimah inilah banyak diriwayatkan hadis. Dialah tokoh perempuan dalam bidang
kemasyarakatan. Orangnya sangat sabar dan bersahaja, akhlaknya sangat mulia.
B. Uways al-Qarni
1) Biografi
Hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni dengan tubuh yang belang-
belang serta cacat. Walaupun bergitu Huais adalah anak yang sholeh dan berbakti
kepada ibunya,ia selalu menuruti keinginan ibunya. Suatu ketika ibu Uwais yang
lumpuh menginginkan perjalanan ibadah haji. Sedangkan jarak kota Makkah dan Yaman
sangat jauh melewati sebuah padang pasir tandus yang cukup panas. Biasanya orang-
orang mengendarai unta serta membawa banyak perbekalan untuk menuju Makkah.
Uwais cukup miskin, ia tak memiliki unta dan tak mampu membeli unta. Akhirnya
Uwais memutuskan untuk membeli sebuah anak lembu dan membuatkan kandang di
atas bukit. Setiap hari Uwais menggendong anak lembu naik turun bukit tanpa libur.
Semakin hari lembu itu semakin besar dan berat namun karena huais sudah terbiasa,
rajin berlatih lembu tersebut tidak terasa berat baginya Bukan karena tanpa tujuan Huais
melakukan itu Setelah 8 bulan, hingga saatnya tiba musim Haji.
Lembu Uwais berbobot 100 kg, sehingga otot Uwais semakin membesar.
Masyarakatnya yang dahulu mengolok Uwais gila, kini tersadar maksud Uwais
menggendong lembu setiap hari sebagai latihan menggendong ibunya menuju Makkah.
Masya Allah kebesaran cinta uwais pada ibunya hingga rela menempuh perjalanan yang
cukup jauh dan sulit demi mengabulkan keinginan ibunya. Dengan tegap menggendong
ibunya, Uwais tawaf di Ka’bah. Ibunya terharu hingga mencucurkan air mata.
Salah seorang sahabat besar Nabi Saw. dan termasuk dalam sepuluh sahabat
yang dijanjikan nabi Saw akan masuk surga (Al-Asyrah Al-Mubasyarah = sepuluh yang
digembirakan. Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk
Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum
Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah
dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.
Abdurrahman bin Auf memiliki watak yang dinamis, dan ini dampak menonjol
ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah. Telah menjadi kebiasaan Rasulullah pada
waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang sahabat, antara salah seorang Muhajirin
warga Mekah dan yang lain dari Ansar penduduk Madinah. Orang-orang Ansar
penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya
orangorang Muhajirin. Kehidupan Abdur Rahman bin Auf di Madinah, baik semasa
Rasulullah saw maupun sesudah wafatnya, terus meningkat. Barang apa saja yang ia
pegang dan ia jadikan modal perdagangan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya
itu ditujukan untuk mencapai rida Allah SWT semata sebagai bekal di akherat kelak.
Suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-
bagikannya kepada kelurganya Bani Zuhrah, istri Nabi saw dan kaum fakir miskin. Pada
hari lain, ia menyerahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan bala tentara Islam.
Menjelang wafatnya ia mewasiatkan 50 ribu dinar untuk jalan Allah SWT dan 400 dinar
untuk setiap orang yang ikut Perang Badr dan masih hidup. Selain pemurah dan
dermawan, ia dikenal pula sebagai sahabat Nabi saw yang banyak meriwayatkan hadis.
Aburrahman bin Auf juga termasuk yang zuhud terhadap jabatan dan pangkat.
Meski tak sepopuler sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar, Umar, Utsman,
dan Ali, namun sosoknya tak dapat dilepaskan sebagai tokoh yang paling giat
menerapkan prinsip egaliter, kesetaraan dalam hal membelanjakan harta di jalan Allah.
Ditentangnya semua orang yang cenderung memupuk harta untuk kepentingan pribadi,
termasuk sahabat-sahabatnya sendiri.
Di masa Khalifah Utsman, pendapat kerasnya tentang gejala nepotisme dan
penumpukan harta yang terjadi di kalangan Quraisy membuat ia dikecam banyak pihak.
Sikap serupa ia tunjukkan kepada pemerintahan Muawiyah yang menjadi gubernur
Syiria. Baginya, adalah kewajiban setiap muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya
kepada saudara-saudaranya yang miskin.
Kepada Muawiyah yang membangun istana hijaunya atau Istana Al Khizra, abu
Dzar menegur, “Kalau Anda membangun istana ini dengan uang negara, berarti Anda
telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda
sendiri berarti Anda telah berlaku boros,” katanya. Muawiyah hanya terdiam mendengar
teguran sahabatnya ini.
Dapus
Nur Aisyah Amalia. Segudang hikmah dari generasi terbaik, (Sukabumi: CV Jejak. 2018), hlm. 33.
Rovidawati. Nilai Pendidikan Birrul Walidain dalam kisah Uwais Al Qarni. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Rairy Banda Aceh, (Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Rairy Banda Aceh. 2017), hlm. 50
Asy-Syarif Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi. Mengangkat Kisah Nyata Orang-Orang Saleh, Terjemahan
Muhammad Al-Mighwar, (Bandung: Pustaka Setia. 2017), hlm. 156.
Fatimah az-Zahra: Kisah, Keutamaan dan Keteladanan - Wislah.com - Pusat Referensi Pilihan