Pada zaman Rasulullah SAW, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni
yang berasal dari negeri Yaman. Uwais adalah seorang yatim, ia menderita penyakit
Sopak sehingga timbul bercak putih dan belang di kulitnya. Walaupun begitu, ia
menjadi seorang pemuda yang taat dan shaleh. Uwais dan ibunya adalah keluarga
yang miskin, yang tidak mempunyai sanak saudara. Ia hanya tinggal berdua dengan
ibunya yang lumpuh dan buta. Ia sangat menyayangi dan berbakti kepada ibunya.
Namun ada satu permintaan yang belum bisa ia penuhi. Ibunya ingin sekali pergi haji
ke Makkah yang sangat jauh dari tempat tinggalnya.
Uwais : “Iya bu, katakan saja permintaan apa yang harus aku penuhi?”
Ibu Uwais : “Anakku sayang Ibu sudah tua dan mungkin umur ibu tidak akan
lama lagi.
Uwais : “Jangan berkata seperti itu Ibu, katakanlah apa yang kau
inginkan.”
Ibu Uwais : “Sebelum saat itu tiba, Ibu ingin sekali menunaikan ibadah haji
ke tanah suci Mekkah.”
Mendengar permintaan sang ibu tadi, Uwais pun hanya bisa melamun. Ia
berpikir bagaimana caranya ia bisa mengantarkan ibunya ke Makkah. Sedangkan Uwais
tidak mempunyai kendaraan karena ia sangat miskin, Seketika ia mencari cara agar
bisa mengantarkan ibunya. Uwais bergumam di dalam hati.
Tetapi Uwais memiliki ide untuk melatih otot-ototnya menjadi kuat agar ia bisa
mengantarkan ibunya ke Makkah.
Uwais : “Oh ya, aku memiliki sedikit uang untuk membeli anak sapi,
mungkin aku bisa membeli anak sapi itu untuk melatih ototku.”
Keesekoan harinya, Uwais membeli satu ekor anak sapi. Setelah membeli anak
sapi, Uwais berlatih naik dan turun ke bukit dengan menggendong anak sapi untuk
melatih otot-ototnya agar kuat. Semakin hari, sapi itu semakin besar, dan Uwais pun
semakin kuat. Namun para tetangganya malah menertawakan tingkah laku Uwais
yang menggendong anak sapinya ke atas bukit.
Tetangga Uwais - 1 : “Hahaha.. hei Uwais, apa yang kau lakukan dengan anak sapi itu,
kamu bertingkah seperti orang aneh!”.
Meskipun diolok-olok oleh para tetangganya, Uwais tidak patah semangat dan
terus berusaha untuk memenuhi permintaan ibunya. 8 tahun berlalu, hingga
sampailah pada musim haji. Berat sapinya mencapia 100 kg. Begitu pula Uwais
semakin kekar dan bertenaga. Karena latihan setiap hari beban yang dipikulnya
sampai tidak terasa. Sesampainya di rumah, Uwais berkata pada ibunya.
Uwais : “Marilah kita bersiap-siap ke Makkah, musim haji telah tiba. Aku
akan menggendong ibu untuk sampai kesana.”
Uwais pun berjalan kaki dari kota Yaman ke Makkah sambil menggendong
ibunya, semua itu ia lakukan sebagai bentuk pengorbanan dan besar rasa cinta Uwais
kepada sang ibu. Tak kenal lelah, Uwais pun sampai ke Makkah dan tetap
menggendong ibunya untuk mengelilingi Ka’bah. Di depan Ka’bah ia pun berdoa.
Uwais : “Ya Allah ampunilah dosa ibuku, antarkan Ia ke surgamu.” (Ucap Uwais
sambil menengadahkan tangannya)
Allah SWT mendengar doa dari ibu dan anaknya itu. Seketika penyakit sopak
yang diderita Uwais hilang dari tubuhnya. Hanya tertinggal bulatan putih di
tengkuknya. Sekembalinya ke Makkah, Uwais meminta izin kepada ibunya untuk pergi
ke Madinah. Uwais ingin sekali bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Dengan berat
hati ibunya mengizinkan Uwais untuk berangkat.
Aisyah r.a : “Maaf sekali, nabi tidak berada di rumah, Beliau sedang berperang dan
tidak tau pasti kapan ia kembali, mungkin sebulan atau beberapa bulan lagi.”
Uwais dihadapkan dua pilihan, menunggu nabi atau kembali pulang ke Yaman.
Sang Ibu yang tua muncul dibenaknya.
Uwais : “Baiklah jika seperti itu, saya pamit. Ada seorang ibu yang tidak bisa
saya tinggal lama-lama di rumah. Tolong sampaikan salam saya kepada Rasulullah
SAW ketika beliau kembali dari perang, terima kasih.”
Uwais pulang dengan perasaan haru dan sedih. Disisi lain Uwais ingin bertemu
dengan Rasulullah SAW, tetapi disisi lain, ia mengkhawatirkan kondisi ibunya. Ia
kembali pulang ke Yaman.
Peperangan telah usai, dan Nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah. Aisyah
r.a bercerita bahwa ada pemuda yang mencari beliau.
Aisyah r.a : “Ya Rasulullah, saat kau berperang ada pemuda bernama Uwais yang
mencarimu, dan ia menitipkan salam kepadamu.”
Ali bin Abi Thalib : “Wahai Khalifah apakah engkau tahu sabda nabi tentang
penghuni langit?”
Umar bin Khattab : “Insya Allah aku mengingatnya, Rasulullah pernah menceritakan
dia kepada kita.”
Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab menuju Yaman.
Sesampainya di tempat Uwais berada. Khalifah Ali dan Umar bersalaman kepada
Uwais, dan mereka melihat bercak putih pada tengkuknya.
Ali bin Abi Thalib : “Hamba Allah, kami juga Abdullah. Bolehkah kami mengetahui
nama aslimu?”
Umar bin Khattab : “Wahai Uwais sang penghuni langit, kami semua memohon doa
dan istighfarmu, sesuai sabda Rasulullah.”
Umar bin Khattab : “Kami datang kesini untuk memohon doa dan istighfar darimu.”
Uwais akhirnya berdoa dan membaca istighfar.
Ali bin Abi Thalib : “Terima kasih banyak Uwais, ini ada sedikit sedekah dari kami,
terimalah!”
Uwais : “Mohon maaf, saya tidak bersedia wahai khalifah. Saya hanya
meminta satu hal yaitu supaya hari ini saja hamba diketahu orang. Untuk hari
selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Sampai pada akhir kematian Uwais terjadi hal yang menggemparkan, banyak
sekali orang yang hadir mengurus pemakamannya. Orang-orang itu adalah penduduk
langit yang dikirim oleh Allah SWT. Kisah Uwais yang berbakti kepada ibunya tak
hanya terkenal di kalangan manusia saja bahkan para malaikat-malaikat di langit pun
mengenal Uwais. Kisah Uwais mengajarkan kepada kita agar kita senantiasa berbakti
kepada orang tua. Karena doa orang tua dapat mengantarkan kita ke surga.