Anda di halaman 1dari 2

Karakter Muslim Tangguh pada Makna Munazzamun Fi Syu'unihi dalam

Kehidupan Sehari-Hari

Sebagai umat manusia khususnya umat Muslim diharapkan menjadi


pribadi yang memiliki akhlak dan perilaku yang baik agar dapat meraih
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebab akhlak adalah bagian terpenting dalam
ajaran Islam yang dapat menuntun seseorang ke dalam surga. Agar dapat
meraihnya, hendaknya kita sebagai umat Muslim menjadikan Al-Qur'an dan
Hadits sebagai pedoman dalam bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Akhlak seorang muslim yang dikehendaki Al-Qur'an dan Hadits adalah akhlak
yang shaleh yang senantiasa diisi dengan nilai-nilai kebaikan. Namun, persepsinya
di kalangan masyarakat sangat beragam, tergantung pada sudut pandangnya.
Dalam Islam dapat dikenal dengan istilah Muwashafat Tarbiyah atau bisa
disebut juga dengan tarbiyah karakter muslim yang dapat dijadikan pedoman
sebagai seorang muslim. Salah satu diantara karakter dalam Muwashafat
Tarbiyah adalah Munazzamun Fi Syu'unihi (teratur dalam suatu urusan).
Makna Munazzamun fi Syu'unihi menurut Muhammad Husain Isa dan Ali
Manshur dalam buku Syarah 10 Muwashafat menjelaskan bahwa dari kata An-
nazhmu bermakna penyusunan. Jika dikatakan "semuanya telah aku
hubungkan dengan yang lain" atau "aku telah menggabungkan sebagiannya
dengan sebagian yang lain" sama saja artinya dengan "aku telah
menyusunnya". Bentuk jamak dari kata nizhamun adalah anzhimatun dan
nuzhumun. Jika dikatakan "urusannya itu tidak memiliki aturan" maka yang
dimaksud adalah prosedurnya tidak terarah. Aturan juga berarti petunjuk dan
jalan. Jika dikatakan "urusan mereka tidak memiliki aturan" maka yang
dimaksud adalah mereka tidak memiliki petunjuk dan keterarahan. Sedangkan
asy-sya'nu adalah permasalah, urusan, dan hal. Bentuk jamaknya adalah
syu'unun.
Setelah memahami maknanya, terdapat hal-hal yang perlu dipahami saat
menentukan skala prioritas dalam beramal diantaranya adalah :
1. Mendahulukan urusan yang penting dan mudah sebelum urusan yang
penting dan susah
2. Mendahulukan urusan yang menghabiskan waktu singkat atas urusan yang
menghabiskan waktu lama.
3. Mendahulukan urusan yang berlimpah manfaatnya daripada yang sedikit
manfaatnya.
4. Mendahulukan sesuatu yang dibangun dari satu urusan atau lebih atas
sesuatu yang dibangun dari urusan yang sangat sedikit atau tidak ada sama
sekali.
5. Mendahulukan urusan yang apabila terlambat maka lenyaplah kesempatan
untuk mengerjakannya atas urusan yang tidak lenyap disebabkan
keterlambatan.
6. Mendahulukan urusan yang berisi kemuliaan dan keutamaan atas urusan
yang kosong dari keutamaan atau sedikit keutamaannya.
Setelah memahami bagaimana menentukan skala prioritas dalam beramal,
terdapat kemungkinan jika dalam penentuan skala prioritas tersebut terjadi pada
saat aktivitas sangat padat, maka dari itu terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya sebagai berikut :
1. Mengutamakan kewajiban agama diatas kewajiban dunia.
2. Mendahulukan kewajiban syariat yang terkait dengan hati atas kewajiban
syariat terkait dengan badan contohnya zikir dan membaca Al-Qur'an
didahulukan atas berenang dan menunggang kuda untuk berjihad.
3. Mendahulukan kewajiban syariat untuk mendapatkan ilmu agama atas
kewajiban syariat untuk mendapatkan ilmu dunia. Batas-batas ilmu agama
yang dipelajari meliputi halal dan haram, kewajiban dan anjuran. Karena
ilmu agama itu fardhu 'ain (kewajiban tiap individu) sedangkan ilmu dunia
adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif).
4. Apabila dua kewajiban atau lebih bertabrakan maka dahulukan kewajiban
yang terlambat hilang keutamaannya, seperti shalat di awal waktu ketika
sibuk dengan kewajiban yang masih memungkinkan untuk dikejar apabila
shalat tetap dikerjakan di awal waktu.
5. Apabila dua urusan yang sama bertabrakan, dahulukanlah urusan keluarga
atas urusan orang lain. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW, beliau bersabda:
"Sebaik-baiknya sedekah adaah setelah terpenuhinya kebutuhan dan
mulailah dari orang-orang yang menjadi tanggunganmu karena
sesungguhnya tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang di
bawah." (Hadits Ahmad No. 9833).
Adapun dalam menentukan skala prioritas terdapat urusan yang mudah dan
urusan yang penting. Urusan yang mudah adalah urusan yang biasa dilaksanakan,
memakan waktu yang singkat dan tidak perlu kerja keras seperti urusan yang lain
sedangkan urusan yang penting adalah urusan yang mencegah dari kemiskinan
atau menolak bahaya yang dilakukan untuk agama atau memberikan maslahat
dalam perkara dunia.
Demikian secara umum karakter seorang muslim yang tangguh atau
Muwashafat Tarbiyah dalam makna Munazzamun Fi Syu'unihi yang perlu dimiliki
serta dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi pribadi
yang beriman dan bertakwa.

Sumber : Buku Syarah 10 Muwashafat (Muhammad Husain Isa dan Ali Mashur).

Anda mungkin juga menyukai