KELAS : XI-PMIA 6
- Suku Dayak Ar ut, adalah suatu komunitas suku dayak yang berkedudukan di desa
Pandau kabupaten Kotawaringin Barat provinsi Kalimantan Tengah. Kehidupan
masyarakat suku Dayak Arut tidak terlepas dari kedekatan mereka dengan sungai
Arut yang melintas dekat dengan pemukiman mereka, mungkin karena ini lah suku ini
dinamakan sebagai suku Dayak Arut.Suku Dayak Arut ini dikelompokkan ke dalam
bagian sub suku Dayak Ngaju. Bahasa Dayak Arut, termasuk ke dalam rumpun
bahasa Austronesia.
Suku Dayak Arut saat ini sebagian besar memeluk agama Kristen, dan ada juga yang
memeluk agama Islam dan sebagian kecil masih mempertahankan agama asli suku
dayak, yaitu agama Kaharingan.
Masyarakat suku Dayak Arut, adalah orang-orang yang ramah dan terbuka terhadap
siapa saja, walaupun terhadap pendatang sekalipun. Tetapi mereka akan beringas
apabila perasaan mereka terlukai. Salah satu peristiwa berdarah di kota Sampit,
memicu beberapa masyarakat suku Dayak Arut untuk ikut berperan untuk
mengamankan dan menyelesaikan masalah perselihan antar etnis dayak dengan salah
satu kelompok etnis pendatang.Umumnya mata pencarian masyarakat Dayak Arut
adalah berladang di sekitar hutan.
- Suku Dayak Bakumpai, adalah salah satu suku dayak yang hidup di sepanjang
tepian daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
yaitu dari kota Marabahan kabupaten Barito Kuala provinsi Kalimantan Selatan
sampai kota Puruk Cahu kabupaten Murung Raya provinsi Kalimantan Tengah,
sedangkan sebagian kecil berada di wilayah Kalimantan Timur yang bermigrasi dari
hulu sungai Barito menuju hulu sungai Mahakam, yaitu di Long Iram kabupaten
Kutai Barat provinsi Kalimantan Timur. Diperkirakan populasi suku Dayak Bakumpai
sebesar 41.000 orang.
Di Kalimantan Selatan bahasa Dayak Bakumpai disebut sebagai bahasa Banjar
Bakumpai. Kalau diperhatikan bahasa Bakumpai tidak akrab hubungannya dengan
bahasa Banjar, tetapi justru sangat erat hubungannya dengan bahasa Dayak Ngaju,
jadi lebih tepat kalau disebut sebagai bahasa Dayak Bakumpai dari pada bahasa
Banjar Bakumpai. Bahasa Dayak Bakumpai sangat berkerabat dengan bahasa Dayak
Ngaju, karena persentase kemiripannya hampir sebesar 80%.
Suku Dayak Bakumpai mayoritas beragama Islam, karena sejak masa lalu telah terjadi
hubungan dengan suku-suku Melayu Banjar. Saat ini tidak ada lagi dari masyarakat
suku Dayak Bakumpai yang masih mengamalkan tradisi agama asli suku dayak
seperti Kaharingan.
Balian, adalah semacam dukun tapi bukan dalam arti dukun sebenarnya. Pengobatan
dan perawatan bagi anggota suku Dayak Bawo yang sakit akan dilaksanakan secara
sukarela dan kekeluargaan oleh sang Balian ini. Balian adalah seseorang yang
mengetahui cara pengobatan berdasarkan obat-obatan alami yang didapat dari alam,
diserta mantra-mantra ampuh yang sebagian besar memang dapat disembuhkan oleh
sang Balian.
Suku Dayak Bawo, berhubungan dengan masyarakat dayak lainnya hanya melalui
jalur sungai. Dalam perjalanan menuju perkampungan suku dayak lain, melalui sungai
akan ditempuh selama berhari-hari.
Masyarakat Dayak Bawo hidup secara tradisional, dengan pola pertanian berladang
berpindah, mencari hasil hutan seperti rotan, damar. Tapi saat ini mereka mulai
menanam pohon karet untuk mendapatkan getah karet. Sejak mendapat hasil dari
getah pohon karet inilah, kebiasaan lama yang berladang berpindah mulai
ditinggalkan oleh mereka.
- Suku Dayak Ot Danum , hidup tersebar di pegunungan Muller-Schwaner, sungai
Mandai di Ulu Ai dan di sepanjang aliran sungai Miri, cabang sungai Kahayan di
provinsi Kalimantan Tengah . populasi di perkirakannsebesar 78.800 orang pada
tahun 2007 .Kata ot berarti "orang" atau "hulu", sedangkan danum berarti "air", dan
Ot Danum berarti "orang air" atau "orang yang hidup di hulu sungai". Suku Dayak Ot
Danum dekat dengan kehidupan alam dan sangat menghormati tradisi leluhur untuk
menjaga keseimbangan manusia dan alam sekitarnya. Perawakan suku Dayak Ot
Danum berkulit kuning menunjukkan bahwa mereka adalah ras mongoloid. Suku
Dayak Ot Danum ini memiliki kerabat dekat di provinsi Kalimantan Barat yang
disebut suku Dayak Uud Danum. Secara fisik, karakter dan budaya bisa dikatakan
mirip, hanya saja dibedakan karena perbedaan letak geografis. Suku Dayak Ot Danum
ini dikelompokkan ke dalam rumpun Proto Malayan cabang dari rumpun bangsa
Austronesia.
- Ot Danum memiliki bahasa sukunya sendiri
Masyarakat suku Dayak Ot Danum adalah mayoritas beragama Kristen, sebagian
tetap mempertahankan agama Kaharingan dan sebagian kecil memeluk agama Islam.
Dalam legenda suku Dayak Ot Danum, nenek moyang mereka berasal dari langit
yang diturunkan ke dunia dengan wadah emas di 4 tempat, salah satunya di puncak
bukit Pamatuan, suatu dataran tinggi antara hulu sungai Kahayan dan sungai Barito.
Lambung adalah manusia nenek moyang pertama yang diciptakan, dari si Lambung
inilah semua keturunannya menyebar di perhuluan sungai-sungai besar seperti sungai
Barito, sungai Kahayan, sungai Kapuas dan sungai Katingan yang disebut suku Dayak
Ot Danum.
- Suku Dayak Maanyan, adalah salah satu suku yang mendiami Pulau Kalimantan.
Pemukimannya sekarang meliputi sebagian wilayah utara Propinsi Kalimantan
Selatan dan sebagian wilayah daerah timur Propinsi Kalimantan Tengah yakni
didaerah Barito Timur dan Barito Selatan serta daerah Waruken dan sekitarnya yang
termasuk Daerah Tingkat II, Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan.
Menurut cerita, pemukiman pertama suku ini adalah di tepi sungai Martapura
(Klimbenteng) Kayu Tangi, Marampiau, Tane Karang Anyan serta di sepanjang
sungai Tabalong (Benua Lawah) atau Benua Lawas menurut lafal Melayu, masuk
sungai Balangan. Serta menyusuri sungai Barito yakni sungai-sungai Sirau, di sekitar
Patai dan aliran sungai lainnya. Tempat ini dikenal oleh suku Maanyan dengan nama
Nansarunai.
Rumah Adat:
Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat diberbagai penjuru
Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat Dayak terutama di daerah hulu sungai yang biasanya
menjadi pusat permukiman suku Dayak.
Ciri-ciri rumah betang yang merupakan rumah adat Kalimantan Tengah antara lain :
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak ada ketentuan khusus dalam peletakan ruang pada
Rumah Betang yaitu:
1. Pusat atau poros bangunan rumah betang di mana tempat orang berkumpul
melakukan berbagai macam kegiatan baik itu kegiatan keagaman, sosial masyarakat
dan lain-lain maka ruang los, harus berada ditengah bangunan.
2. Ruang tidur . Ruang tidur pada rumah betang harus disusun berjajar sepanjang
bangunan Betang. Peletakan ruang tidur anak dan orang tua ada ketentuan tertentu di
mana ruang tidur orang tua harus berada paling ujung dari aliran sungai dan ruang
tidur anak bungsu harus berada pada paling ujung hilir aliran sungai, jadi ruang tidur
orang tua dan anak bungsu tidak boleh diapit dan apabila itu dilanggar akan mendapat
petaka bagi seisi rumah.
3. Bagian dapur pada rumah betang harus menghadap aliran sungai, menurut mitos
supaya mendapat rezeki.
4. Tangga / Hejot. Tangga dalam ruangan rumah adat Betang harus berjumlah ganjil,
tetapi umumnya berjumlah 3 yaitu berada di ujung kiri dan kanan, satu lagi di depan
sebagai penanda atau ungkapan rasa solidaritas menurut mitos tergantung ukuran
rumah, semakin besar ukuran rumah maka semakin banyak tangga.
5. Pante adalah lantai tempat menjemur padi, pakaian, untuk mengadakan upacara adat
lainnya. Posisinya berada didepan bagian luar atap yeng menjorok ke luar. Lantai
pante terbuat dari bahan bambu, belahan batang pinang, kayu bulatan sebesar
pergelangan tangan atau dari batang papan.
6. Ser ambi adalah pintu masuk rumah setelah melewati pante yang jumlahnya sesuai
dengan jumlah kepala keluarga. Di depan serambi ini apabila ada upacara adat
kampung dipasang tanda khusus seperti sebatang bambu yang kulitnya diarit halus
menyerupai jumbai-jumbai ruas demi ruas.
7. Sami berfungsi ruang tamu sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan warga yang
memerlukan.
8. J ungkar . Tidak seperti ruangan yang pada umumnya harus ada. Sementara Jungkar
sebagai ruang tambahan di bagian belakang bilik keluarga masing-masing yang
atapnya menyambung atap rumah panjang atau adakalanya bumbung atap berdiri
sendiri tapi masih merupakan bagian dari rumah panjang. Jungkar ditempatkan di
tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu yang
sedang bertandang. Jungkar yang atapnya menyambung pada atap rumah panjang
dibuatkan ventilasi pada atap yang terbuka dengan ditopang/disanggah kayu yang
sewaktu hujan atau malam hari dapat ditutup kembali.
Pakaian Adat
a. Tari Tambun dan Bungai, merupakan sebuah tari yang mengisahkan kepahlawanan
Tambun dan Bungai dalam mengusir musuh yang akan merampas panen rakyat.
b. Tari Balean Dadas, merupakan tarian guna memohon kesembuhan bagi mereka yang sakit.
c. Tari Sangkai Tingang, tari garapan yang memanfaatkan perbendaharaan gerak tari tradisi
ini menggambarkan sikap sekelompok wanita dalam mencintai lingkungan hidupnya.
Mereka berusaha dan berdoa agar burung enggang yang indah itu tetap dilindungi
kelestariannya
Senjata Tr adisional
Di Kalimantan Tengah senjata tradisionalnya adalah mandau. Bagian hulunya dihiasi ukiran
burung tinggang, sejenis burung enggang. Menurut kepercayaan mereka, burung tinggang
adalah penguasa seluruh alam. Senjata terkenal lainnya adalah lunjuk sumpit, randu (sejenis
tombak) dan perisai.
Makanan Khas Kalimantan Tengah
2. Kalumpe / Karuang
3. Wadi
4. Bangamat
5. Kenta
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang
dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah
di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus
untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Kebetulan Tiwah menjadi suatu upacara yang unik ketika berada di tanah Tambun
Bungai ini. Tiwah merupakan upacara terakhir dari rentetan upacara kematian bagi pemeluk
agama Hindu Kaharingan. Upacara Tiwah digelar dan dilaksanakan oleh keluarga ( Dayak )
yang masih hidup untuk anggota keluarganya yang telah meninggal dunia. Hampir sedikit
banyak mirip dengan upacara adat Tana Toraja di Sulawesi Selatan.
Dalam pelaksanaannya banyak sekali urutan upacara yang harus dilakukan oleh
pelaksana dan para anggota pendukung upacaranya. Upacara ini dapat dikatakan terdapat
unsur-unsur supranatural karena memang upacara ini adalah mempersatukan roh, oleh sebab
itu urutan dalam pelaksanaannya tidak boleh diubah sekehendak hati namun harus sesuai
dengan aturan upacara yang sudah ada dan tertulis.Upacara Tiwah pada umumnya dilakukan
5 tahun sekali, tetapi sesuai dengan kesepakan keluarga yang hendak melakukan upacara
Tiwah. Tiwah harus dilaksanakan karena sebagai rasa tanggung jawab kepada arwah dan
bertujuan untuk mengantarkan si arwah ke Lewu Tatau (surga).
Pada seorang Dayak Ngaju mati, ritual pertama yang dilakukan adalah Mangubur,
yaitu menghantar mayat ke tempat pekuburan yang dalam bahasa Dayak Ngaju dibahasakan
sebagai Bukit Pasahan Raung (Bukit Tempat Meletakan Peti Mati). Pada ritual ini hamper
sama dengan penguburan masyarakat Indonesia pada umumnya. Kemudian Tantulak Ambun
Rutas Matei yang bertujuan untuk menghantar Liau balawang panjang ganan bereng ke
tempat yang bernama Lewu Balo Indu Rangkang Penyang. Ini adalah tempat penantian
sementara yang konon terletak di pada tahapan ketiga dari Sorga. Upacara yang terakhir
adalah Tiwah yaitu menyatukan kembali ketiga roh tadi dan menghantarkannya ke Sorga
yang dikenal dengan Lewu Tatau.
Bahasa Daer ah
- Dayak,
- Ngayu,
Lagu Daer ah
-Kalayar,
-Palu Lempangpupoi.