Anda di halaman 1dari 16

SUKU DAYAK

Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adatistiadat tersendiri
yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adatistiadat yang hidup di dalam
masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996).
Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel

dengan itu, kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan
belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam
kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam
tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-
temurun dari generasi ke generasi. Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk
pada wujud

kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga
dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu
himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturanperaturan. Wujud itu merupakan wujud
hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan
yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak, tampak jelas di
dalam berbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran,
perkawinan dan kematian, juga tampak dalam berbagai upacara adat yang berkaitan siklus
perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut
sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa
merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal
ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu
dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang
dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskansecara turun temurun dari generasi ke generasi
sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil
karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan atas pemahaman
itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang amat penting, yaitu
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain
kebudayaan Dayak dalam perkembangan sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan
masyarakat Dayak sebagai pendukungnya. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan
zaman, kebudayaan Dayak

juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya
tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan
dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya
sebagai suatu warisan leluhur. Dalam konteks ini, dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas
kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak, baik yang berupa kebudayaan material
maupun non material.

A. Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi


Suku Dayak Kalimantan Tengah adalah salah satu dari provinsi Republik Indonesia yang terletak di
Pulau Kalimantan Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah terdiri dari lima kabupaten, yaitu:
Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito Utara dan Barito Selatan. Luas seluruh
Kalimantan Tengah adalah 152.600 kilometer persegi sehingga melebihi luas Pulau Jawa dan
Madura. Namun daerah itu menurut sensus 1961 hanya berpenduduk 497.000 jiwa, jadi kepadatan
penduduk rata-rata hanya 3.3 orang saja per tiap kilometer persegi. Sebagaian besar penduduknya
terdiri dari orang Dayak yang terbagi atas beberapa suku bangsa seperti Ngaju, Ot Danum,
Ma`anyan, Ot Siang, Lawangan, Katingan,dan sebagainya. Mereka ini berdiam di desa-desa
sepanjang sungai-sungai besar dan kecil seperti sungai-sungai Barito, Kapuas, Kahayan, Katingan,
Mentaya,Seruyan, dan lain-lain. Penduduk Kalimantan Tengah selain orang Dayak yang merupakan
penduduk asli

daerah itu, ada pula keturunan orang-orang pendatang. Mereka ini adalah orang-orang Banjar,
Bugis, Madura, Makasar, Melayu, Cina, dan lain-lain. Dalam makalah ini, kebudayaan penduduk
pendatang itu tidak akan dijelaskan. Yang menjadi pokok pembicaraan dalam makalah ini adalah
penduduk asli daerah tersebut yang terdiri dari orang Dayak. Tempat tinggal suku bangsa Dayak
Ngaju adalah di sepanjang sungaisungai besar Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Kahayan, Rungan
Manuhin, Barito, dan Katingan. Sedangkan tempat kediaman orang Dayak Ot Danum adalah selain
disepanjang sungai-sungai besar seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas juga di hulu sungai-
sungai dari Kalimantan Barat seperti sungai Melawi. Suku-suku bangsa Ngaju dan Ot Danum yang
akan dibicarakan dalam makalah ini adalah mereka yang berdiam di sungai Kapuas dan Kahayan.
Secara administratif kenegaraan, kediaman mereka ini termasuk bagian dari kabupaten Kapuas.
Didaerah aliran sungai Kahayan suku bangsa Ngaju berdiam di sebelah hilir sedangkan suku bangsa
Ot Danum di daerah hulu. Batas kediaman orang Ngaju dihulu Kahayan hanya samapai di Tumbang
Miri saja sebagai desanya yang terakhir, sedangkan di hilir terus turun sampai ke muara
sungaiKahayan. Letak kediaman orang Ot Danum adalah di hulu Kahayan, yaitu daerah sebelah

utara Tumbang Miri. Jika desa-desa orang Ot Danum pada umumnya merupakan daerah

eksklusif dari orang Ot Danum, maka sebaliknya desa-desa orang Ngajumakin ke hilir

makin kemasukan orang-orang dari luar yang bukan Dayak.

Suku Bangsa Ma`anyan tersebar di berbagai bagian dari Kabupaten Barito Selatan

yaitu, di tepi timur Sungai Barito, terutama di antara anak-anak sungainya seperti Patai,

Telang, Karau, dan Dayu. Di timur, daerah suku bangsa Ma`anyan bersentuhan dengan

wilayah orang Banjar dari daerah hulu sungai dari Provinsi Kalimantan Selatan, dibarat

berbatasan dengan suku-suku bangsa Bakumpai, dan orang Banjar dari daerah Hulu

Sungai dari Sungai Barito, di selatan dibatasi tanah paya-paya di selatan Sungai Patai, dan

di utara sampai ke Sungai Ayu di sebelah utara Buntuk. Di daerah aliran sungai-sungai

Karau dan Ayu, orang Ma`anyan banyak bercampur dengan suku bangsa dayak lain, yaitu

suku bangsa Lawangan, yang memang sudah mendiami wilayah itu sebelum orang

Ma`anyan memasukinya. Mengenai hinungan ketiga suku nagsan tersebut, ada sarjana

seperti Mallinckrodt yang menganggapnya berasal dari satu strams yaitu stamras der
OtDanum. Mengani hal ini perlu dilakukan penelitian lebih dalam. Menurut pengakuan

orang Ngaju, memang orang Ngaju berasal dari orang-orang Ot Danum juga, tetapi

kemuadian karena mereka berdiam di daerah hilir, lambat laun mereka telah mengalami

perubahan kebudayaan, sebagai akibat dari akulturasi dengan kebudayaan orang-orang

pendatang. Kebenaran pendapat ini sudah tentuperlu diuji lagi, tatapi jika kita teliti

sebentar memang tak dapat kita sangkal bahwa orang-orang Dayak di seluruh

Kalimantan, terutama yang hidup dipedalaman sesungguhnya memiliki

corak kebudayaan. kesatuan mereka ini adalah berdasarkan persamaan dalam beberapa

unsur kebudayaan, yaitu misalnya mata pencaharian hidup yang berdasarkan perladangan.

Mengenai jumlah penduduk dari ketiga suku-suku Dayak yang dibicarakan dalam

makalah ini, kami hanya memperoleh bahan dari Ot Danum dab Ma`anyansaja,

sedangkan dari orang Ngaju tidak. Jumalah penduduk Ot Danum kurang lebih adalah

5.900 jiwa dan jumlah penduduk Ma`anyan diantara 3.000 sampai4.000 jiwa.

Orang-orang Dayak di Kalimantan Tengah mendiami desa-desa yangterletak jauh satu

dari yang lain, di tepi-tepi atau eekat sunagi-sungai besar dan kecil dari provinsi itu.

Komunikasi antara satu desa dengan desa lain pada umumnya melalui air, dan jarang

sekali melalui darat. Hal ini disebabkan karena daerah dimana desa-desa itu didirikan

masih merupakan daerah hutan tropis dansemak belukar bawah yang padat. Untukmengunjungi
suatu desa, orang harus merapatkan perahunya pada sebuah tempat berlabuh

yang dibuat dari balok-balok.Satu desa pada umumnya mempunyai sekitart 100-500

rumah.

Rumah-rumah desa pada umumnya didirikan di tepi jalan yang dibuat sejajar ataupun

tegak lurus dengan sungai. Rumah penduduk pada umumnya dibuat dari sirap (lempengan

kayu) atau kulit kayu. Rumah-rumah itu pada umumnya didirikan diatas tonggak-tonggak

setinggi kira-kira dua setengah meter, sehingga untuk memasukinya, kita harus menaiki

tangga yang dibuat darisetengah balok yang diberi lekuk-lekuk tempat kaki berpijak.

Dahulu rumah-rumah gaya lama di Kalimantan Tengah merupakan rumah panjang yang

oleh orang-orang Ngaju dan Ot Danum di sebut betang. Betang tersebut dapat

mempunyai ruangan-ruangan kecil sampai 50 banyaknya. Rumah semacam itu. kini

sudah jarang di Kalimantan Tengah, tetapi masih banyak terdapat di daerah utara, yaitu di

daerah-daerah suku bangsa Ot Siang dan Murung. Di daerah sungai Kahayan hanya di
daerah suku bangsa Ot Danum saja yang masih terdapat rumah betang.

Bentuk rumah yang paling umum kini terdapat di Kalimantan Tengah adalah rumah-

rumah yang lebih kecil yang didiami oleh satu samapai lima keluarga batih yang

berkerabat, yaitu yang terdiri dari satu keluarga batih senior ditambah dengan keluarga

batih anak-anaknya, baik laki-laki maupun yang perempuan, yang dapat kita sebut

keluarga luas yang utrolokal. Pada orang Ma`anyan, rumah demikian disebut lewu.

B. Asal Mula dan Sejarah Suku Dayak

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di

pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh

orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya

keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan

orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki

kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan

bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia

mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan

yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan

penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan

Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.Belum lagi kedatangan
orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan

Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan

dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai

hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas

beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering

disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur

oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut

mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman.

Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak

bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai
orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan

orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman

di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari,

Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak

masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan

sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah

Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan.

Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming

tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di

kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang

pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan

tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan

kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.

Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring

malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja

Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di

bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah

sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750,Sultan
Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari

emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya

candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto

kertodipoero,1963)

C. Sistem Bahasa

Bahasa yang sering dipakai oleh suku dayak dalam kehidupan sehari-hari dibagi 2, yaitu :

1. Bahasa Pengantar

Seperti pada umumnya bagian negara Indonesia yang merdeka lainnya, masyarakat

Kalimantan Tengah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.

Bahasa Indonesia telah digunakan untuk sebagai bahasa pengantar di Pemerintahan


dan pendidikan.

2. Bahasa sehari-hari

Keberagaman etnis dan suku bangsa menyebabkan Bahsa Indonesia dipengaruhi oleh

berbagai dialeg. Namun kebanyakan bahasa daerah ini hanya digunakan dalam

lingkungan keluarga dan tempat tinggal, tidak digunakan secara resmi sebagai bahasa

pengantar di pemerintahan maupun pendidikan. Sebagian besar suku Kalimantan

Tengah terdiri dari suku bangsa Dayak. Suku bangsa dayak sendiri terdiri atas

beberapa sub-suku bangsa. Bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa dayak yang paling

luas digunakan di Kalimantan Tengah, terutama didaerah sungai Kahayan dan

Kapuas, bahasa Dayak Ngaju juga terbagi lagi dalam berbagai dialeg seperti seperti

bahasa Dayak Katingan dan Rungan. Selain itu bahasa selain itu bahasa Ma’anyan

dan Ot’danum juga banyak digunakan. Bahasa Ma’anyan banyak digunakan didaerah

aliran sungai Barito dan sekitarnya sedangkan bahasa Ot’danum banyak digunakan

oleh suku dayak Ot’danum di hulu sungai Kahayan dan Bahasa Barito timur bagian

Tengah-Selatan bagian Tengah :

- Bahasa Dusun Denyah

Bagian Selatan :

- Bahasa Ma’anyam

- Bahasa Dusun Malang

- Bahasa Dusun Witu

- Bahasa Dusun Witu

- Bahasa PakuBagian Barito Barat :

- Bahasa Barito Barat bagian Utara

- Bahasa Kohin

- Bahasa Dohoi

- Bahasa Siang-Murung

- Bahasa Barito barat bagian Selatan

- Bahasa Bakumpai

- Bahasa Ngaju

- Bahasa Kahayan

D. Sistem Religi
Golongan islam merupakan golongan terbesar, sedangkan agama asli dari penduduk

pribumi adalahagama Kaharingan. Sebutan kaharingan diambil dari Danum Kaharingan

yang berarti air kehidupan. Umat Kaharingan percaya bahwa lingkunan sekitarnya penuh

dengan mahluk halus dan roh-roh (ngaju ganan) yang menempati tiang rumah, batu-batu

besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, air , dan sebagainya. Ganan itu terbagi kedalam

2 golongan, yaitu golongan roh-roh baik (ngaju sangyang nayu-nayu) dan golongan roh-

roh jahat (seperti ngaju taloh, kambe, dan sebagainya). Selain ganan terdapat pula

golongan mahluk halus yang mempunyai suatu peranan peting dalam kehidupan orang

dayak yaitu roh nenek moyang (ngaju liau). Menurut mereka jiwa (ngaju hambaruan)

orang yang mati meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal

manusia sebagai liau sebelum kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying.

Kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan mahluk-mahluk halus tersebut terwujud

dalam bentuk keagamaan dan upacara-upacara yang dilakukan seperti upacara

menyambut kelahiran anak, upacara memandikan bayi untuk pertama kalinya, upacara

memotong rambut bayi, upacara mengubur, dan upacara pembakaran mayat. Upacar

pembakaran mayat pada orang ngaju menyebutnya tiwah (Ot Danum daro Ma’anyam

Ijambe ). Pada upacara itu tulang belulang (terutama tengkoraknya) semua kaum kerabat

yang telah meninggal di gali lagi dan dipindahkan ke suatu tempat pemakaman tetap,

berupa bangunan berukiran indah yang disebut sandung.

B. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan orang Dayak Kalimantan Tengah, didasarkan pada prinsip

keturunan ambilineal, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki

maupun wanita. Pada masa dahulu, kelompok kekerabatan yang terpenting masyarakat

mereka adalah keluarga ambilineal kecil yang timbul kalau ada keluarga luas yang

utrolokal, yaitu sebagai dari anak-anak laki-laki maupun perempuan sesudah kawin

membawa keluarganya masing-masing, untuk tinggal dalam rumah orang tua mereka,

sehingga menjadi suatu keluarga luas.

Pada masa sekarang, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas

utrolokal yang menjadi isi dari suatu rumah tangga. Rumah tangga ini berlaku sebagai

kesatuan fisik misalnya dalam sistem gotong royong dan sebagai kesatuan rohanian

dalam upacara-upacara agama kaharingan. Kewarganegaraan dari suatu rumah tangga


tidak statis, karena keanggotaannya tergantung pada tempat tinggal yang ditentukan

sewaktu ia mau menikah, padahal ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah

menikah. Jika orang bersama keluarganya kemudian pindah dari rumah itu, pertalian fisik

dan rohani dengan rumah tangga semula pun turut berubah.

Pada orang Dayak, perkawinan yang diangap ideal dan amat diingini oleh umum,

perkawinan antara dua orang saudara sepupu yang kakek-kakeknya adalah sekandung,

yaitu apa yang disebut hajenandalam bahasa ngaju (saudara sepupu derejat kedua) dan

perkawinan antara dua orang saudara sepupu dan ibu-ibunya bersaudara sekandung serta

antara cross-cousin.

Perkawinan yang dianggap sumbang (sala horoi dalam bahasa Ngaju) adalah

perkawinan antara saudara yang ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung (patri-

parallel cousin), dan terutama sekali perkawinan antara orang-orang dari generasi yang

berbeda misalnya antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis

dengan mamaknya.

Upacara adat dalam system kekeraabatan Suku Dayak :

1. Perkawinan

Prosesi tradisi pernikahan Dayak Ngaju dilangsungkan dengan berbagai tahap.

Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang

dituakan dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran.

Sedangkan pihak keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar.

Sebelum memasuki kediaman mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai

diwakilkan oleh tukang sambut yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang
denganmengunakan bahasa Dayak Ngaju. Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan

mempelai pria harus melawan penjaga untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di

pintu gerbang. Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa

digunting kemudian di depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur

dan menabur beras dengan uang logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan

mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa. Setelah duduk di dalam

ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing diwakilkan (Haluang

Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang dimaksudkan

supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.
Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih

dulu menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian,

sinjang entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan

panginan jandau.

Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka

harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah

pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan

perkawinan mereka berdua. Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga

memberikan doa restu kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata

undus, saling meminyaki antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan

menyatukan dua keluarga besar.

2. Kelahiran

Menurut tradisi di kalangan masyarakat Dayak , pada saat melahirkan biasanya

diadakan upacara memukul gendang/gimar dan kelentangan dalam nada khusus yang

disebut Domaq. Hal itu dimaksud agar proses kelahiran dapat berjalan dengan lancer dan

selamat. Setalah bayi lahir, tali pusar dipotong dengan menggunakan sembilu sebatas

ukuran lutut si bayi dan kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat

tradisional, seperti air kunyit dan gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali

pusar, idealnya diatas uang logam perak atau bila tidak ada adapat diganti dengan

sepotong gabus yang bersih. Langkah berikutnya bayi dimandikan, setelah bersih

dimasukkan kedalam Tanggok/Siuur yang telah dilapisi dengan daun biruq di bagian

bawah. Sedangkan di bagian atas, dilapisi daun pisang yang telah di panasi dengan api

agar steril. Kemudian bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu, dibawa kesetiap sudut

ruangan rumah, sambil meninggalkan potongan-potongan tongkol pisang yang telahdisiapkan pada
setiap ruangan tadi. Hal Itu dimaksudkan agar setiap makhluk pengganggu

tertipu oleh potongan tongkol pisang itu sebagai silih berganti. Setelah itu, bayi tersebut

dibawa kembali ke tempat tidur semula, kemudian disekeliling bayi dihentakan sebuah

tabung yang terbuat dari bambu berisi air, yang disebut Tolakng, sebanyak delapan kali,

dengan tujuan agar si bayi tidak tuli atau bisu nantinya. Setelah mencapai usia empat

puluh hari, diadakan upacara Ngareu Pusokng, atau Ngerayah dalam bentuk upacara

Belian Beneq, selama dua hari. Hal itu dimaksud untuk membayar hajat, sekaligus
mendoakan agar si bayi sehat dan cerdas, serta berguna bagi keluarga dan masyaraka.

Pada upacara ini juga merupakan awal dari diperbolehkannya si bayi di masukan dan

ditidurkan dalam ayunan ( Lepas Pati ). Sebelum bayi berumur dua tahun, diadakan

upacara permandian atau turun mandi di sungai untuk yang pertama kalinya. Pada

upacara ini tetap dipergunakan Belian Beneq, selama satu hari, dengan maksud

memperkenalkan si adak kepada dewa penguasa air yaitu Juata, agar kelak tidak terjadi

bahaya atas kegiatan anak tersebut yang berkaitan dengan air (Nyengkokng Ngeragaq).

3. Kematian

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas

dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang

kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan

di Kalimantan :

- penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

- penguburan di dalam peti batu (dolmen).

- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini

merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Penguburan tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya

di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan

tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir,

penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau

dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.

Masyarakat Dayak mengenal tiga cara penguburan, yakni :

- dikubur dalam tanah.

- diletakkan di pohon besar biasanya untuk anak bayi dikarenakan terdapat getah yang

dianggap sebagai air susu ibu.

- dikremasi dalam upacara tiwah.Prosesi penguburan

1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai

simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan

setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar

menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.


3. Marabia

4. Mambatur (Dayak Maanyan)

5. Kwangkai Wara

D. Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi bagi orang Dayak di Kalimantan Tengah terdiri atas empat macam,

yaitu berladang, berburu, mencari hasil hutan dan ikan, menganyam. Dalam berladang

mereka mengembangkan suatu sistem kerja sam dengan cara membentuk kelompok

gotong-royong yang biasanya berdasarkan hubungan tetanggaan atau persahabatan.

Masing-masing kelompok terdiri atas 12-15 orang yang secara bergiliran membuka hutan

bagi-bagi ladang masing-masing anggota. Apabila kekurangan tenaga kerja laki-laki

maka kaum wanita dapat menggantikan pekerjaan kasar itu, misalnya membuka hutan,

membersihkan semak-semak, dan menebang pohon-pohon.

Siklus pengerjaan ladang di Kalimantan sebagai berikut :

1. Pada bulan Mei, Juni atau Julio rang menebang pho-pohon di hutan, setelah

penebangan batang kayu, cabang, ranting, serta daun dibiarkan mengering selama 2

bualan.

2. Bulan Agustus atau September seluruh batang, cabang, ranting, dan daun tadi harus

dibakar dan dan bekas pembakaran dibiarkan sebagai pupuk.

3. Waktu menanam dilakukan pada bulan Oktober.

Bulan Februari dan Maret, tibalah musim panen, sedangkan untuk membuka ladang

kembali, orang Dayak melihat tanda-tanda alam seperti bintang dan sebagainya serta

memperhatikan alamat-alamat yang diberikan oleh burung-burung atau binatang-

binatang liar tertentu. Jika tanda-tanda ini tidak dihiraukan maka bencana kelaparan

akibat gagalnya panen akan menimpa desa. Alat yang sering digunakan untuk

menganyam adalah kulit rotan yang berupa tikar. Pakaian asli Dayak adalah Cawat yang

terbuat dari kulit kayu.D. Sistem Kesenian

1. Tari-Tarian

a. Tari Gantar

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat

menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya

menggambarkan benih padi dan wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering
disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya

dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq.

Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan

Gantar Senak/Gantar Kusak.

b. Tari Kancet Papatai / Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang

melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan

kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari

mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan

peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan

lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

c. Tari Kancet Ledo / Tari Gong

Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria

Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan

seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari

ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku

Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor

burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet

Ledo disebut juga Tari Gong.

d. Tari Kancet Lasan

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan

oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan

kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak

Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari

tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari

banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lututmenyentuh
lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang

ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

e. Tari Leleng

Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan

secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along
akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini

ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.

f. Tari Hudoq Kita’

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari

suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam

maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah

memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq

Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan

musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang dari

kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah

manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua

jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang

berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

g. Tari Serumpai

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan

mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian

diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).

h. Tari Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit,

membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering

disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini

merupakan tarian suku Dayak Benuaq.

i. Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang

menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau

orang yang menebang pohon tersebut.

j. Tari Pecuk KinaTarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari

daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat)

yang memakan waktu bertahun-tahun.

k. Tari Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak
pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan

oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik

Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya.

Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

l. Tari Ngerangkau

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung

dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-

benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama

tertentu.

m. Tari Baraga’ Bagantar

Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan

memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah

menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

2. Rumah Adat

Rumah adat Kalimantan Tengah dinamakan rumah betang. Rumah itu panjang bawah

kolongnya digunakan untuk bertenun dan menumbuk padi dan dihuni oleh ±20 kepala

keluarga. Rumah terdiri atas 6 kamar, antara lain untuk menyimpan alat-alat perang,

kamar untuk pendidikan gadis, tempat sesajian, tempat upacara adat dan agama, tempat

penginapan dan ruang tamu. Pada kiri kamam ujung atap dihiasi tombak sebagai penolak

mara bahaya.

3. Pakaian Adat

Pakaian adat pria Kalimantan Tengah Berupa tutup kepala berhiaskan bulu-bulu

enggang, rompi dan kain-kain yang menutup bagian bawah badan sebatas lutu. Sebuah

tameng kayu dengan hiasan yang khas bersama mandaunya berada di tangan. Perhiasan

yang dipakai berupa kalung-kalung manikdan ikat pinggang. Wanitanya memaki baju

rompi dan kain (rok pendek) tutup kepala berhiasakan bulu-bulu enggang, kalung manic,

ikat pinggang, danbeberapa kalung tangan.F. Sistem Peralatan/Perlengkapan Hidup

Dalam kehidupan sehari-hari orang suku Dayak sudah menggunakan alat-alat yang

sudah sedikit maju (berkembang) seperti dalam berburu orang dayak sudah memakai alat-

alat yang berkembang seperti :

1. Sipet / Sumpitan Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan
berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah- tengahnya berlubang dengan

diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan

(Damek).Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan

rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak

sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan

bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter

dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai

makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

4. Mandau Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang

dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk

tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir

dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia.

Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono

Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat

dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar

pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu

Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

5. Dohong Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah.

Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh

dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basi.

G. Sistem Pengetahuan

1. Dalam berpakaian dulu orang suku Dayak sering menggunakan ewah (cawat) untuk

pakaian asli laki-laki Dayak yang terbuat dari kulit kayu dan Kaum wanita memakai

sarung dan baju yang terbuat dari kulit kayu, sedangkan pada masa sekarang orang

Dayak di Kalimantan Tengah Sudah berpakaian legkap seperti : laki-laki memakaihem dan celana dan
kaum wanita memakai sarung dan kebaya atau bagi anak muda memakai rok potongan Eropa.

2. Zaman dulu para wanita sering menggunakan anting yang banyak agar semakin panjangnya daun
telinga semakin cantik wanita tersebut, para lelakinya sering menggunakan tato bahwa semakin
banyaknya tato ditubuh lelaki tersebut maka ia akan terliahat gagah dan ganteng.
3. Terkadang mereka sering menggunakan bahasa inggris untuk komunikasi tetapi masih bersifat
pasif.

4. Menggandalkan atau menggunakan rasi bintang untuk mengetahui apakah cocok untuk bertanam
atau berladang.

Anda mungkin juga menyukai