Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adatistiadat tersendiri
yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adatistiadat yang hidup di dalam
masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996).
Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel
dengan itu, kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan
belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam
kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam
tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-
temurun dari generasi ke generasi. Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk
pada wujud
kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga
dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu
himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturanperaturan. Wujud itu merupakan wujud
hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan
yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak, tampak jelas di
dalam berbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran,
perkawinan dan kematian, juga tampak dalam berbagai upacara adat yang berkaitan siklus
perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut
sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa
merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal
ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu
dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang
dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskansecara turun temurun dari generasi ke generasi
sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil
karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan atas pemahaman
itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang amat penting, yaitu
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain
kebudayaan Dayak dalam perkembangan sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan
masyarakat Dayak sebagai pendukungnya. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan
zaman, kebudayaan Dayak
juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya
tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan
dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya
sebagai suatu warisan leluhur. Dalam konteks ini, dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas
kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak, baik yang berupa kebudayaan material
maupun non material.
daerah itu, ada pula keturunan orang-orang pendatang. Mereka ini adalah orang-orang Banjar,
Bugis, Madura, Makasar, Melayu, Cina, dan lain-lain. Dalam makalah ini, kebudayaan penduduk
pendatang itu tidak akan dijelaskan. Yang menjadi pokok pembicaraan dalam makalah ini adalah
penduduk asli daerah tersebut yang terdiri dari orang Dayak. Tempat tinggal suku bangsa Dayak
Ngaju adalah di sepanjang sungaisungai besar Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Kahayan, Rungan
Manuhin, Barito, dan Katingan. Sedangkan tempat kediaman orang Dayak Ot Danum adalah selain
disepanjang sungai-sungai besar seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas juga di hulu sungai-
sungai dari Kalimantan Barat seperti sungai Melawi. Suku-suku bangsa Ngaju dan Ot Danum yang
akan dibicarakan dalam makalah ini adalah mereka yang berdiam di sungai Kapuas dan Kahayan.
Secara administratif kenegaraan, kediaman mereka ini termasuk bagian dari kabupaten Kapuas.
Didaerah aliran sungai Kahayan suku bangsa Ngaju berdiam di sebelah hilir sedangkan suku bangsa
Ot Danum di daerah hulu. Batas kediaman orang Ngaju dihulu Kahayan hanya samapai di Tumbang
Miri saja sebagai desanya yang terakhir, sedangkan di hilir terus turun sampai ke muara
sungaiKahayan. Letak kediaman orang Ot Danum adalah di hulu Kahayan, yaitu daerah sebelah
utara Tumbang Miri. Jika desa-desa orang Ot Danum pada umumnya merupakan daerah
eksklusif dari orang Ot Danum, maka sebaliknya desa-desa orang Ngajumakin ke hilir
Suku Bangsa Ma`anyan tersebar di berbagai bagian dari Kabupaten Barito Selatan
yaitu, di tepi timur Sungai Barito, terutama di antara anak-anak sungainya seperti Patai,
Telang, Karau, dan Dayu. Di timur, daerah suku bangsa Ma`anyan bersentuhan dengan
wilayah orang Banjar dari daerah hulu sungai dari Provinsi Kalimantan Selatan, dibarat
berbatasan dengan suku-suku bangsa Bakumpai, dan orang Banjar dari daerah Hulu
Sungai dari Sungai Barito, di selatan dibatasi tanah paya-paya di selatan Sungai Patai, dan
di utara sampai ke Sungai Ayu di sebelah utara Buntuk. Di daerah aliran sungai-sungai
Karau dan Ayu, orang Ma`anyan banyak bercampur dengan suku bangsa dayak lain, yaitu
suku bangsa Lawangan, yang memang sudah mendiami wilayah itu sebelum orang
Ma`anyan memasukinya. Mengenai hinungan ketiga suku nagsan tersebut, ada sarjana
seperti Mallinckrodt yang menganggapnya berasal dari satu strams yaitu stamras der
OtDanum. Mengani hal ini perlu dilakukan penelitian lebih dalam. Menurut pengakuan
orang Ngaju, memang orang Ngaju berasal dari orang-orang Ot Danum juga, tetapi
kemuadian karena mereka berdiam di daerah hilir, lambat laun mereka telah mengalami
pendatang. Kebenaran pendapat ini sudah tentuperlu diuji lagi, tatapi jika kita teliti
sebentar memang tak dapat kita sangkal bahwa orang-orang Dayak di seluruh
corak kebudayaan. kesatuan mereka ini adalah berdasarkan persamaan dalam beberapa
unsur kebudayaan, yaitu misalnya mata pencaharian hidup yang berdasarkan perladangan.
Mengenai jumlah penduduk dari ketiga suku-suku Dayak yang dibicarakan dalam
makalah ini, kami hanya memperoleh bahan dari Ot Danum dab Ma`anyansaja,
sedangkan dari orang Ngaju tidak. Jumalah penduduk Ot Danum kurang lebih adalah
5.900 jiwa dan jumlah penduduk Ma`anyan diantara 3.000 sampai4.000 jiwa.
dari yang lain, di tepi-tepi atau eekat sunagi-sungai besar dan kecil dari provinsi itu.
Komunikasi antara satu desa dengan desa lain pada umumnya melalui air, dan jarang
sekali melalui darat. Hal ini disebabkan karena daerah dimana desa-desa itu didirikan
masih merupakan daerah hutan tropis dansemak belukar bawah yang padat. Untukmengunjungi
suatu desa, orang harus merapatkan perahunya pada sebuah tempat berlabuh
yang dibuat dari balok-balok.Satu desa pada umumnya mempunyai sekitart 100-500
rumah.
Rumah-rumah desa pada umumnya didirikan di tepi jalan yang dibuat sejajar ataupun
tegak lurus dengan sungai. Rumah penduduk pada umumnya dibuat dari sirap (lempengan
kayu) atau kulit kayu. Rumah-rumah itu pada umumnya didirikan diatas tonggak-tonggak
setinggi kira-kira dua setengah meter, sehingga untuk memasukinya, kita harus menaiki
tangga yang dibuat darisetengah balok yang diberi lekuk-lekuk tempat kaki berpijak.
Dahulu rumah-rumah gaya lama di Kalimantan Tengah merupakan rumah panjang yang
oleh orang-orang Ngaju dan Ot Danum di sebut betang. Betang tersebut dapat
sudah jarang di Kalimantan Tengah, tetapi masih banyak terdapat di daerah utara, yaitu di
daerah-daerah suku bangsa Ot Siang dan Murung. Di daerah sungai Kahayan hanya di
daerah suku bangsa Ot Danum saja yang masih terdapat rumah betang.
Bentuk rumah yang paling umum kini terdapat di Kalimantan Tengah adalah rumah-
rumah yang lebih kecil yang didiami oleh satu samapai lima keluarga batih yang
berkerabat, yaitu yang terdiri dari satu keluarga batih senior ditambah dengan keluarga
batih anak-anaknya, baik laki-laki maupun yang perempuan, yang dapat kita sebut
keluarga luas yang utrolokal. Pada orang Ma`anyan, rumah demikian disebut lewu.
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di
pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh
keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan
orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki
kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan
bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia
penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan
Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.Belum lagi kedatangan
orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan
dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai
hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas
Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering
disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur
oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut
mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman.
Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak
Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai
orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan
orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman
Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak
masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan
sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah
Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming
tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di
kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang
tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan
kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.
Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja
bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah
sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750,Sultan
Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari
candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto
kertodipoero,1963)
C. Sistem Bahasa
Bahasa yang sering dipakai oleh suku dayak dalam kehidupan sehari-hari dibagi 2, yaitu :
1. Bahasa Pengantar
Seperti pada umumnya bagian negara Indonesia yang merdeka lainnya, masyarakat
2. Bahasa sehari-hari
Keberagaman etnis dan suku bangsa menyebabkan Bahsa Indonesia dipengaruhi oleh
berbagai dialeg. Namun kebanyakan bahasa daerah ini hanya digunakan dalam
lingkungan keluarga dan tempat tinggal, tidak digunakan secara resmi sebagai bahasa
Tengah terdiri dari suku bangsa Dayak. Suku bangsa dayak sendiri terdiri atas
beberapa sub-suku bangsa. Bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa dayak yang paling
Kapuas, bahasa Dayak Ngaju juga terbagi lagi dalam berbagai dialeg seperti seperti
bahasa Dayak Katingan dan Rungan. Selain itu bahasa selain itu bahasa Ma’anyan
dan Ot’danum juga banyak digunakan. Bahasa Ma’anyan banyak digunakan didaerah
aliran sungai Barito dan sekitarnya sedangkan bahasa Ot’danum banyak digunakan
oleh suku dayak Ot’danum di hulu sungai Kahayan dan Bahasa Barito timur bagian
Bagian Selatan :
- Bahasa Ma’anyam
- Bahasa Kohin
- Bahasa Dohoi
- Bahasa Siang-Murung
- Bahasa Bakumpai
- Bahasa Ngaju
- Bahasa Kahayan
D. Sistem Religi
Golongan islam merupakan golongan terbesar, sedangkan agama asli dari penduduk
yang berarti air kehidupan. Umat Kaharingan percaya bahwa lingkunan sekitarnya penuh
dengan mahluk halus dan roh-roh (ngaju ganan) yang menempati tiang rumah, batu-batu
besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, air , dan sebagainya. Ganan itu terbagi kedalam
2 golongan, yaitu golongan roh-roh baik (ngaju sangyang nayu-nayu) dan golongan roh-
roh jahat (seperti ngaju taloh, kambe, dan sebagainya). Selain ganan terdapat pula
golongan mahluk halus yang mempunyai suatu peranan peting dalam kehidupan orang
dayak yaitu roh nenek moyang (ngaju liau). Menurut mereka jiwa (ngaju hambaruan)
orang yang mati meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal
manusia sebagai liau sebelum kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan mahluk-mahluk halus tersebut terwujud
menyambut kelahiran anak, upacara memandikan bayi untuk pertama kalinya, upacara
memotong rambut bayi, upacara mengubur, dan upacara pembakaran mayat. Upacar
pembakaran mayat pada orang ngaju menyebutnya tiwah (Ot Danum daro Ma’anyam
Ijambe ). Pada upacara itu tulang belulang (terutama tengkoraknya) semua kaum kerabat
yang telah meninggal di gali lagi dan dipindahkan ke suatu tempat pemakaman tetap,
B. Sistem Kekerabatan
maupun wanita. Pada masa dahulu, kelompok kekerabatan yang terpenting masyarakat
mereka adalah keluarga ambilineal kecil yang timbul kalau ada keluarga luas yang
utrolokal, yaitu sebagai dari anak-anak laki-laki maupun perempuan sesudah kawin
membawa keluarganya masing-masing, untuk tinggal dalam rumah orang tua mereka,
Pada masa sekarang, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas
utrolokal yang menjadi isi dari suatu rumah tangga. Rumah tangga ini berlaku sebagai
kesatuan fisik misalnya dalam sistem gotong royong dan sebagai kesatuan rohanian
sewaktu ia mau menikah, padahal ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah
menikah. Jika orang bersama keluarganya kemudian pindah dari rumah itu, pertalian fisik
Pada orang Dayak, perkawinan yang diangap ideal dan amat diingini oleh umum,
perkawinan antara dua orang saudara sepupu yang kakek-kakeknya adalah sekandung,
yaitu apa yang disebut hajenandalam bahasa ngaju (saudara sepupu derejat kedua) dan
perkawinan antara dua orang saudara sepupu dan ibu-ibunya bersaudara sekandung serta
antara cross-cousin.
Perkawinan yang dianggap sumbang (sala horoi dalam bahasa Ngaju) adalah
parallel cousin), dan terutama sekali perkawinan antara orang-orang dari generasi yang
berbeda misalnya antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis
dengan mamaknya.
1. Perkawinan
Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang
dituakan dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran.
diwakilkan oleh tukang sambut yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang
denganmengunakan bahasa Dayak Ngaju. Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan
mempelai pria harus melawan penjaga untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di
pintu gerbang. Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa
digunting kemudian di depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur
dan menabur beras dengan uang logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan
mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa. Setelah duduk di dalam
Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang dimaksudkan
supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.
Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih
dulu menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian,
sinjang entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan
panginan jandau.
Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka
harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah
pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan
memberikan doa restu kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata
undus, saling meminyaki antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan
2. Kelahiran
diadakan upacara memukul gendang/gimar dan kelentangan dalam nada khusus yang
disebut Domaq. Hal itu dimaksud agar proses kelahiran dapat berjalan dengan lancer dan
selamat. Setalah bayi lahir, tali pusar dipotong dengan menggunakan sembilu sebatas
ukuran lutut si bayi dan kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat
tradisional, seperti air kunyit dan gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali
pusar, idealnya diatas uang logam perak atau bila tidak ada adapat diganti dengan
sepotong gabus yang bersih. Langkah berikutnya bayi dimandikan, setelah bersih
dimasukkan kedalam Tanggok/Siuur yang telah dilapisi dengan daun biruq di bagian
bawah. Sedangkan di bagian atas, dilapisi daun pisang yang telah di panasi dengan api
agar steril. Kemudian bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu, dibawa kesetiap sudut
ruangan rumah, sambil meninggalkan potongan-potongan tongkol pisang yang telahdisiapkan pada
setiap ruangan tadi. Hal Itu dimaksudkan agar setiap makhluk pengganggu
tertipu oleh potongan tongkol pisang itu sebagai silih berganti. Setelah itu, bayi tersebut
dibawa kembali ke tempat tidur semula, kemudian disekeliling bayi dihentakan sebuah
tabung yang terbuat dari bambu berisi air, yang disebut Tolakng, sebanyak delapan kali,
dengan tujuan agar si bayi tidak tuli atau bisu nantinya. Setelah mencapai usia empat
puluh hari, diadakan upacara Ngareu Pusokng, atau Ngerayah dalam bentuk upacara
Belian Beneq, selama dua hari. Hal itu dimaksud untuk membayar hajat, sekaligus
mendoakan agar si bayi sehat dan cerdas, serta berguna bagi keluarga dan masyaraka.
Pada upacara ini juga merupakan awal dari diperbolehkannya si bayi di masukan dan
ditidurkan dalam ayunan ( Lepas Pati ). Sebelum bayi berumur dua tahun, diadakan
upacara permandian atau turun mandi di sungai untuk yang pertama kalinya. Pada
upacara ini tetap dipergunakan Belian Beneq, selama satu hari, dengan maksud
memperkenalkan si adak kepada dewa penguasa air yaitu Juata, agar kelak tidak terjadi
bahaya atas kegiatan anak tersebut yang berkaitan dengan air (Nyengkokng Ngeragaq).
3. Kematian
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas
dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang
di Kalimantan :
- penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini
Penguburan tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya
penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau
- diletakkan di pohon besar biasanya untuk anak bayi dikarenakan terdapat getah yang
simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan
2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar
5. Kwangkai Wara
D. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi bagi orang Dayak di Kalimantan Tengah terdiri atas empat macam,
yaitu berladang, berburu, mencari hasil hutan dan ikan, menganyam. Dalam berladang
mereka mengembangkan suatu sistem kerja sam dengan cara membentuk kelompok
Masing-masing kelompok terdiri atas 12-15 orang yang secara bergiliran membuka hutan
maka kaum wanita dapat menggantikan pekerjaan kasar itu, misalnya membuka hutan,
1. Pada bulan Mei, Juni atau Julio rang menebang pho-pohon di hutan, setelah
penebangan batang kayu, cabang, ranting, serta daun dibiarkan mengering selama 2
bualan.
2. Bulan Agustus atau September seluruh batang, cabang, ranting, dan daun tadi harus
Bulan Februari dan Maret, tibalah musim panen, sedangkan untuk membuka ladang
kembali, orang Dayak melihat tanda-tanda alam seperti bintang dan sebagainya serta
binatang liar tertentu. Jika tanda-tanda ini tidak dihiraukan maka bencana kelaparan
akibat gagalnya panen akan menimpa desa. Alat yang sering digunakan untuk
menganyam adalah kulit rotan yang berupa tikar. Pakaian asli Dayak adalah Cawat yang
1. Tari-Tarian
a. Tari Gantar
menggambarkan benih padi dan wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering
disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya
dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq.
Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan
melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan
kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari
peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan
seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari
ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku
Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor
burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet
oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan
kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak
Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari
tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari
banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lututmenyentuh
lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang
e. Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan
secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along
akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari
suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam
maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah
memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq
Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan
musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang dari
kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah
manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua
jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang
g. Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan
mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit,
membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering
disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini
i. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang
menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau
j. Tari Pecuk KinaTarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari
daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat)
k. Tari Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak
pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan
oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik
Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya.
l. Tari Ngerangkau
Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung
dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-
tertentu.
Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan
memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah
2. Rumah Adat
Rumah adat Kalimantan Tengah dinamakan rumah betang. Rumah itu panjang bawah
kolongnya digunakan untuk bertenun dan menumbuk padi dan dihuni oleh ±20 kepala
keluarga. Rumah terdiri atas 6 kamar, antara lain untuk menyimpan alat-alat perang,
kamar untuk pendidikan gadis, tempat sesajian, tempat upacara adat dan agama, tempat
penginapan dan ruang tamu. Pada kiri kamam ujung atap dihiasi tombak sebagai penolak
mara bahaya.
3. Pakaian Adat
Pakaian adat pria Kalimantan Tengah Berupa tutup kepala berhiaskan bulu-bulu
enggang, rompi dan kain-kain yang menutup bagian bawah badan sebatas lutu. Sebuah
tameng kayu dengan hiasan yang khas bersama mandaunya berada di tangan. Perhiasan
yang dipakai berupa kalung-kalung manikdan ikat pinggang. Wanitanya memaki baju
rompi dan kain (rok pendek) tutup kepala berhiasakan bulu-bulu enggang, kalung manic,
Dalam kehidupan sehari-hari orang suku Dayak sudah menggunakan alat-alat yang
sudah sedikit maju (berkembang) seperti dalam berburu orang dayak sudah memakai alat-
1. Sipet / Sumpitan Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan
berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah- tengahnya berlubang dengan
(Damek).Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan
rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak
sumpitan.
2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan
3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter
dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai
4. Mandau Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang
dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk
tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir
dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia.
Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono
Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat
dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar
pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu
5. Dohong Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah.
Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh
G. Sistem Pengetahuan
1. Dalam berpakaian dulu orang suku Dayak sering menggunakan ewah (cawat) untuk
pakaian asli laki-laki Dayak yang terbuat dari kulit kayu dan Kaum wanita memakai
sarung dan baju yang terbuat dari kulit kayu, sedangkan pada masa sekarang orang
Dayak di Kalimantan Tengah Sudah berpakaian legkap seperti : laki-laki memakaihem dan celana dan
kaum wanita memakai sarung dan kebaya atau bagi anak muda memakai rok potongan Eropa.
2. Zaman dulu para wanita sering menggunakan anting yang banyak agar semakin panjangnya daun
telinga semakin cantik wanita tersebut, para lelakinya sering menggunakan tato bahwa semakin
banyaknya tato ditubuh lelaki tersebut maka ia akan terliahat gagah dan ganteng.
3. Terkadang mereka sering menggunakan bahasa inggris untuk komunikasi tetapi masih bersifat
pasif.
4. Menggandalkan atau menggunakan rasi bintang untuk mengetahui apakah cocok untuk bertanam
atau berladang.