Anda di halaman 1dari 23

KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

Nama:M.saridusin/ M.gandi subakti


Absen:5/ 41
Kelas XTPM 6
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah pengantar ilmu
Antropologi yang bertemakan “KEBUDAYAAN SUKU DAYAK” tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan materi tentang suku dayak. Dimana dalam makalah ini akan kami bahas
pembahasan tentang hal-hal yang mengenai kebudayaan suku dayak. Dari mulai geografi sampai
senjata suku tersebut, beserta hal-hal lainnya.

Disini kami menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Jakarta 16 Februari 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas.
Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI)
sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa,
terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka
juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan,
Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan .

Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan
tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan
menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak
Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai
ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan
tradisional yang disebut Kaharingan.
Sebagai bukti ragam budaya Indonesia yaitu tradisi Tiwah sebagai salah satu kebudayaan
masyarakat Dayak Ngaju Propinsi Kalimantan Tengah yangpada mulanya sebuah tradisi
kepercayaan masyarakat Kaharingan. Berbagaimacam prosesi yang terjadi pada acara tersebut,
diantaranya: Ngayau (penggalkepala), ritual Tabuh (tidak tidur selama dua malam dengan
diselingi minum.

Dari uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah yang terkait lebih dengan
mengambil judul "Kebudayaan Suku Dayak".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dan mengacu pada judul yang ada, kami merumuskan
masalah dalam penulisan makalah adalah ini sebagai berikut :
1. Mengapa masyarakat suku Dayak Ngaju masih melaksanakan Upacara Tiwah ?
2. Bagai mana system kekerabatan ssuku dayak ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Secara umum penelitian ini berusaha mengungkap prosesi tiwah dalam perspektif hukum
Islam dan Hukum Negara. Sedangkan secara rincinya sebagai berikut:
1. Mengetahui kebudayaan suku dayak.
2. Mengetahui jenis-jenis suku dayak .
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Suku Dayak


Dayak atau Daya adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada
penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan yang meliputi Brunei, Malaysia yang
terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan . Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya
Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu
yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama
kekeluargaannya.

Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias
Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun
Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat
5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di
luar pulau Kalimantan:

 "Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan
Sama-Bajau),
 "Dayak Darat" (13 bahasa)

 "Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina.

 "Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak
Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.

 "Melayik" dituturkan 3 suku Dayak: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang
digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak
termasuk Banjar, Kutai, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap
berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah
bergabung dalam suku Dayak adalah Tidung, Bulungan (keduanya rumpun Borneo
Utara) dan Paser (rumpun Barito Raya).

B. Geografi
Antara daratan Asia dan Australia terletak Nusa Tenggara Indonesia termasuk pulau
Borneo yang oleh orang Indonesia dinamakan Kalimantan. Nama Borneo mungkin berasal dari
nama Brunei dan sering digunakan untuk menamai seluruh pulau sedangkan nama Kalimantan
mungkin berasal dari keadaan pulau yang punya banyak kali, banyak mas, dan banyak intan,
sehingga menjadi Kalimantan. Menurut beberapa pihak lain mungkin nama Kalimantan berasal
dari nama Lamanta. Lamanta adalah sagu dari pohon yang baru ditebang, yang masih mentah.
Pada umumnya nama Kalimantan digunakan untuk bagian geografis tanah di bawah
pemerintahan Indonesia dan West Malaysia atau nama Borneo untuk bagian di bawah
pemerintahan Malaysia.

C. Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.


Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih
mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku
Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405
sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan
mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya
dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini
disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman
mereka.
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam
Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub
suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.

D. Sejarah Suku Dayak


Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di
pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-
orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan
memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak
adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani,
serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian
nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara
melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut
pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati.
Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka
makin lama makin mundur ke dalam.
Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan
Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam
rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan
kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-
masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.
Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering
disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh
Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut mengakibatkan
suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya
terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para
pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .
Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai
orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang
Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di
Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang
Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba.
Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian
Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung
Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).
Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa
Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643.
Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah
Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin
(dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan
tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama
dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.
Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen,
belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja
Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah
pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke
Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima
orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut
membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring,
cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)

E. Sistem Religi
Religi asli suku Dayak tidak terlepas dari adat istiadat mereka. Bahkan dapat dikatakan
adat menegaskan identitas religius mereka. Dalam praktik sehari-hari, orang dayak tidak pernah
menyebut agama sebagai normativitas mereka, melainkan adat. Sistem religi ini bukanlah sistem
hindu Kahuringan seperti yang dikenal oleh orang-orang pada umumnya.
Orang Dayak Kanayatn menyebut Tuhan dengan istilah Jubata. Jubata inilah yang
dikatakan menurunkan adat kepada nenek moyang Dayak Kanayatn yang berlokasi di bukit
bawakng . Dalam mengungkapkan kepercayaan kepada Jubata, mereka memiliki tempat ibadah
yang disebut panyugu atau padagi. Selain itu diperlukan juga seorang imam panyangahatn yang
menjadi seorang penghubung, antara manusia dengan Tuhan ( Jubata ).
Sekarang ini banyak orang Dayak Kanayatn yang menganut agama Kristen dan segelintir
memeluk Islam. Kendati sudah memeluk agama, tidak bisa dikatakan bahwa orang Dayak
Kanayatn meninggalkan adatnya. Hal menarik ialah jika seorang Dayak Kanayan memeluk
agama Islam, ia tidak lagi disebut Dayak, melainkan Melayu atau orang Laut .
F. Bahasa
Dayak Kanayatn memakai bahasa ahe/nana' serta damea/jare dan yang serumpun.
Sebenarnya secara isologis (garis yang menghubungkan persamaan dan perbedaan kosa kata
yang serumpun) sangat sulit merinci khazanah bahasanya. Ini dikarenakan bahasa yang dipakai
sarat dengan berbagai dialek dan juga logat pengucapan. Beberapa contohnya ialah : orang
Dayak Kanayatn yang mendiami wilayah Meranti (Landak) yang memakai bahasa ahe/nana'
terbagi lagi ke dalam bahasa behe, padakng bekambai, dan bahasa moro. Dayak Kanayatn di
kawasan Menyuke (Landak) terbagi dalam bahasa satolo-ngelampa', songga batukng-ngalampa'
dan angkabakng-ngabukit. selain itu percampuran dialek dan logat menyebabkan percampuran
bahasa menjadi bahasa baru.
Banyak Generasi Dayak Kanayatn saat ini tidak mengerti akan bahasa yang dipakai oleh
para generasi tua. Dalam komunikasi saat ini, banyak kosa kata Indonesia yang diadopsi dan
kemudian "di-Dayak-kan". Misalnya ialah :bahasa ahe asli : Lea ,bahasa indonesia :
seperti ,bahasa ahe sekarang : saparati .Bahasa yang dipakai sekarang oleh generasi muda mudah
dimengerti karena mirip dengan bahasa indonesia atau melayu.

G. Lembaga Adat
Suku Dayak merupakan bagian dari masyarakat adat. Masyarakat adat adalah komunitas-
komunitas yang hidup berdasarkan asal usul keturunan diatas suatu wilayah adat, yang memiliki
kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budayanya diatur oleh hukum adat
dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan hidup masyarakatnya.
Hukum adat Dayak Kanayatn mempunyai satuan wilayah teritorial yang disebut Binua.
Binua merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa kampong . Masing-masing binua punya
otonominya sendiri, sehingga komunitas binua yang satu tidak dapat mengintervensi hukum adat
di binua lain.
Setiap binua dipimpin oleh seorang timanggong (kepala desa). timanggong memiliki
jajaran-bawahan yaitu pasirah (kepala dusun) dan pangaraga (ketua RW/RT). Ketiga pilar inilah
yang menjadi lembaga adat Dayak Kanayatn

H. Sistem Kekerabatan
Sistem pertalian darah suku Dayak Kanayatn menggunakan sistem bilineal/parental (ayah
dan ibu). Dalam mengurai hubungan kekerabatan, seorang anak dapat mengikuti jalur ayah
maupun ibu. Hubungan kekerabatan terputus pada sepupu delapan kali. Hubungan kekerabatan
ini penting karena hubungan ini menjadi tinjauan terutama pada perkara perkawinan. Mungkin
hal ini dimaksudkan agar tidak merusak keturunan.

I. Adat Istiadat Suku Dayak


Di bawah ini ada beberapa adat istiadat suku dayak yang masih terpelihara hingga kini,
dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih
kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki
oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman
Kalimantan.
1. Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang
dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di
buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk
mereka yang sudah meninggal dunia.

2. Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri
khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak
sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang
sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan
supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang
merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang
sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang
di cari pasti akan ditemukan.

Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok
merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau
sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa
mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan
sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya
saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu
mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus
membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam
acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima
tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan
perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti
panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan.
Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana
perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan
untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis
akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat)
yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga
perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan
keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk
terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang
korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit
kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu
dan dibungkus dengan kain merah.

Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan
Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada
tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih
banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.

Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan


dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang
tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-
usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan
“Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci,
gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau
Kalangkang” ).

J. Seni Tari Dayak


1. Tari Gantar

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan


kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi
dan wadahnya.

Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara
lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh
suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn,
Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan
musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti
oleh pekikan si penari.

Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak
Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini
diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong

Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak
Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai
sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.
Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian Tari Kancet Ledo
tradisional suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor
burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut
juga Tari Gong.

4. Tari Kancet Lasan

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh


suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet
Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya
seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulubulu burung
Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk
dengan lutut menyentuh lantai.

Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang
dan hinggap bertengger di dahan pohon. Posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari
tidak mempergunakan gong dan bulubulu burung Enggang dan juga si penari banyak
mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai.
Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan
hinggap bertengger di dahan pohon.

5. Tari Leleng

Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara
paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan
diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu
Leleng.

6. Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas
serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat
hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari
Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak
tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.

7. Tari Hudoq Kita'

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku
Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk
menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik.
Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng,
gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan
panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah
manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng
dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-
manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

8. Tari Serumpai

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati
orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik
Serumpai (sejenis seruling bambu).

9. Tari Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit,
membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan
pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku
Dayak Benuaq.
10. Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk Tari Hudoq Tari Belian Bawo
mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu
manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

11. Tari Pecuk Kina

Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah
Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu
bertahun-tahun.

12. Tari Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti,
boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala
suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan
kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah
suku Dayak Kenyah.

13. Tari Ngerangkau

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan
Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara
teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14. Tari Baraga' Bagantar

Awalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon
bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku
Dayak Benuaq.
J. Macam-macam suku dayak
Layaknya suku lain diindonesia, suku dayak juga terbagi menjadi beberapa golongan,
yaitu sebagai berikut:

 Suku Dayak Abal

 Suku Dayak Bakumpai

 Suku Dayak Bentian

 Suku Dayak Benuaq

 Suku Dayak Bidayuh

 Suku Dayak Bukit

 Suku Dayak Darat:Dayak Mali

 Suku Dayak Dusun

 Suku Dayak Dusun Deyah

 Suku Dayak Dusun Malang

 Suku Dayak Dusun Witu

 Suku Dayak Kadazan

 Suku Dayak Lawangan

 Suku Dayak Maanyan

 Suku Dayak Mali

 Suku Dayak Mayau

 Suku Dayak Meratus

 Suku Dayak Mualang


 Suku Dayak Ngaju

 Suku Dayak Ot Danum

 Suku Dayak Samihim

 Suku Dayak Seberuang

 Suku Dayak Siang Murung

 Suku Dayak Tunjung

 Suku Dayak Kebahan

 Suku Dayak Keninjal

 Suku Dayak Kenyah

 Suku Dayak Simpangk

 Suku Dayak Kualant

 Suku Dayak Ketungau

 Suku Dayak Sebaruk

 Suku Dayak Undau

 Suku Dayak Desa

 Suku Dayak Iban

 Suku Dayak Pesaguan

 Suku Dayak Lebang

K. Senjata Tradisional Suku Dayak


Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan
senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya
mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak
sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. Berikut ini adalah senjata-senjata tradisional
suku dayak :

1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan
berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan
diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek).
Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah
di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan
bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter
dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna
tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap
keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan
maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan
emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau
mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”,
merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh
pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau
dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger,
Batu Montalat.

5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah.
Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai
oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:

1. Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat menghargai kebudayaan tersebut
dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya
pada leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan
dan mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga
mereka dan juga orang yang ada disekitar mereka .
2. Sistem kekerabatan suku dayak yaitu menggunakan system parental ( ayah dan ibu) .

B. Kritik Dan Saran

Sebagai warga Negara Indonesia kita perlu mengetahui kebudayaan-kebudayaan yang


ada di Negara kita sendiri. Kadang kita lebih mengenal budaya yang ada di Negara barat
melainkan budaya kita sendiri. Salah satu budaya dari Negara kita adalah budaya suku dayak .
Tentu bukan hanya budaya dayak yang ada di negara Indonesia, melainkan masih banyak
budaya-budaya yang belum kita ketahui . Maka dari itu kita harus mengenal budaya kita sendiri
mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar memahami beragam budaya yang
ada di Negeri cercinta ini.
Agar dimasa mendatang kita bisa jauh lebih baik lagi, kita harus lebih banyak lagi belajar
dan terus melatih ilmu yang kita peroleh. Kami sadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari susunan kalimatnya. Maka
dari itu,penulis sangatlah butuh kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Agar
penulisan makalah dilain kesempatan bisa jauh lebih baik lagi. Pesan dari kami jangan pernah
berhenti untuk belajar, karena kunci kesuksesan adalah dengan cara terus belajar dan terus
berusaha.
Sekian dari saya. Semoa makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga bagi para
pembaca yang budiman.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.m.wikipedia.org/wiki/suku_dayak. (diakses tanggal 15 februari 2013)

http://www.ceritadayak.com/2012/01/mengenal-dan-memahami-sejarah-asal-usul.html?
m=1. (diakses tanggal 16 februari 2013)

Anda mungkin juga menyukai